Kasus: bullying

  • Hercules Keras Disenggol Jawara Betawi dan Pensiunan TNI, Hendropriyono Sebut Pemimpin GRIB Pahlawan

    Hercules Keras Disenggol Jawara Betawi dan Pensiunan TNI, Hendropriyono Sebut Pemimpin GRIB Pahlawan

    TRIBUNJAKARTA.COM – Saat Hercules sedang diberikan ultimatum oleh pensiunan TNI Gatot Nurmantyo dan Jawara Betawi, kini muncul mantan Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono memberikan pembelaan kepada pimpinan GRIB Jaya.

    Sebelumnya, Gatot Nurmantyo sempat murka kepada Hercules karena dianggap telah menghina Sutiyoso, eks Wadanjen Kopassus yang sudah bau tanah. 

    Bukan cuma Gatot Nurmantyo yang kesal, seorang Jawara Betawi ikut turun gunung nongol membela Sutiyoso.

    Jawara Betawi yang punya penampilan rambut gondrong dan memakai peci turut memberikan ultimatum ke Hercules.

    Hingga akhirnya Hercules berlapang dada menarik ucapannya dan meminta maaf kepada Sutiyoso.

    Namun Hecules menegaskan tak takut kepada eks Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang dianggap telah melontarkan pernyataan yang bengis terhadapnya.

    Kini perselisihan tersebut turut menarik perhatian Hendropriyono.

    Dalam sebuah wawancara dengan Youtube Prof. Rhenald Kasali, Hendropriyono berani mengungkapkan hal berbeda soal sosok Hercules.

    Buntut perkataan Hercules yang berani menyinggung Sutiyoso bau tanah, kini dua sosok bereaksi keras. Pensiunan TNI hingga Jawara Betawi memberikan ultimatum ke Hercules.

    Bahkan, Hendropriyono sempat menyebut Hercules mantan pahlawan yang turut berjuang demi negara Indonesia.

    Perjuangan Hercules dibuktikan dengan kehilangan anggota badan dalam perang di Timur-Timur. 

    “Kalau cuma soal Hercules, saya rasa kita juga harus berpikir dingin, walaupun hatinya mungkin panas,” kata Hendropriyono dikutip dari Youtube Prof. Rhenald Kasali, Minggu (4/5/2025).

     Hendropriyono menjelaskan, bahwa Hercules, yang kala itu bertugas sebagai Tenaga Bantuan Operasi (TBO) di Timur-Timur, bersama para tentara TNI adalah korban konspirasi internasional. 

    Bahkan, ia mengakui dirinya, termasuk para perwira yang bertugas kala itu dan Prabowo Subianto juga korban serupa. 

    MASA LALU HERCULES – Mantan Kepala BIN, AM Hendropriyono, mengungkit masa lalu eks preman Tanah Abang, Hercules, yang dinilai menjadi korban konspirasi global. (Tangkapan layar YouTube Rhenald Kasali dan YouTube Karni Ilyas Club). ((Tangkapan layar YouTube Rhenald Kasali dan YouTube Karni Ilyas Club).)

    “Ini semuanya korban konspirasi internasional. Kita jangan lupa kenapa kalau dinilai meresahkan, berarti kan masalah pembinaan, sebenarnya kan bekas teroris, ini bukan bekas teroris ini bekas pahlawan yang sebenarnya harus kita bina secara sistemik,” pungkasnya. 

    Menurut Hendropriyono, Hercules dan para prajurit TNI di tahun 70-an merupakan korban dari konspirasi global.

    “Yang nyuruh kita ke Timtim dulu siapa? Amerika. Dia mau balas kekalahannya di Vietnam. Tahun 74 dia kalah, 75 saya bulan Februari masuk operasi Seroja. Di perbatasan sana nanyak spanduk viva Amerika. Tapi 98 kita diusir,” tutur Hendropriyono.

    Ia juga mengatakan kalau Hercules cs adalah korban dari transisi itu termasuk juga perwira-perwira yang saat dulu ikut dalam operasi tersebut.

    “Para veteran, termasuk (Prabowo), ini semua kan korban konspirasi,” jelas dia.

    Jika Hercules saat ini dinilai meresahkan, kata dia, berarti masalahnya ada pada pembinaan.

    Ia membandingkan dengan para mantan teroris yang diberikan pembinaan oleh negara.

    “Ini bukan bekas teroris, ini bekas pahlawan, yang sebanarnya harus kita bina secara sistemik,” kata Hendropriyono lagi.

    Sebab menurut Hendropriyono, Hercules juga ikut dilibatkan dalam operasi di Timor Timur saat itu.

    Bahkan Hercules memiliki tugas penting, yakni pemegang kunci senjata dan peluru.

    “Padahal dulu dia waktu di Timor Timur sebelum Timor Leste, dia itu kita percaya pegang kunci senjata dan peluru, dia yang pegang, jadi saking kita percayanya,” ujarnya lagi.

    Sehingga menurut dia, Hercules sebaiknya dibina, bukan dihilangkan.

    HENDROPRIYONO PASANG BADAN – Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono membela Hercules. Ia menyebut Hercules memiliki banyak jasa terhadap negara. (Kompas.com/Moh Nadlir dan tangkapan layar iNews TV). (Kompas.com/Moh Nadlir dan tangkapan layar iNews TV)

    “Jadi orang yang kita percaya sekarang berbuat apapun, jangan dibunuh, kasarnya. Walaupun pembunuhan itu perdata,” ucap dia.

    Sebab dengan begitu, kata Hendropriyono, bisa membuat rasa nasionalisme Hercules bisa langsung padam.

    “Bukannya saya mau bela, saya tetap anti premanisme. Tapi kita kan punya hati nurani, kalau soal ini kan kecil,” tandasnya.

    “Masyarakat harus bisa menerima dulu cerita ini, harus sama-sama mengatasi premanisme secara sistemik,” tambahnya.

    Perseteruan Hercules dengan Purnawirawan TNI

    Hendropriyono mencoba menengahi perseteruan yang terjadi antara Ketua Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Hercules dan sejumlah purnawirawan TNI.

    Menurutnya, kedua belah pihak seharusnya dapat saling introspeksi diri, termasuk juga masyarakat.

    Hercules sepatutnya mendengarkan masukan dari para purnawirawan TNI.

    Sementara itu, purnawirawan TNI dan masyarakat akan lebih baik untuk tidak membalas makian Hercules.

    Pasalnya, yang terjadi sekarang publik justru melakukan bullying terhadap Hercules.

    “Dia (Hercules) jadi kayak begini (disebut seperti seorang preman) kan akibat dari kita, kondisi masyarakat kita secara sosial ekonomi, akhlak kejiwaan, rasa kebangsaan, rasa profesionalisme kita membentuk dia.”

    “Kok, jadi seperti ini. Di mana salahnya? Ini lah yang harus kita pikirkan untuk memperbaiki dan rasanya dia itu patut merubah organisasinya menjadi bagaimana yang diharapkan oleh para purnawirawan semua dan rakyat,” kata Hendropriyono pada Sabtu (4/5/2025) dilansir Tribun Jakarta.

    Hercules baru-baru ini menjadi “lumbung hujatan” publik yang geram lantaran tingkahnya seperti seorang preman.

    Hendropriyono menjelaskan Hercules juga seorang anak bangsa yang memiliki jasa bagi Indonesia.

    “Hercules seperti halnya juga setiap orang Indonesia adalah anak bangsa kita, dia dulu juga sebagai TBO (Tenaga Bantuan Operasi), kemudian partisan, itu ikut bahu-membahu bersama kita melaksanakan tugas negara.”

    “Waktu itu di Timor Timur yang sekarang menjadi Timor Leste,” ujar Hendropriyono.

    HENDROPRIYONO IKUT BICARA – Mantan Kepala BIN Hendropriyono, pasang badan membela Hercules yang di-bully setelah melakukan penghinaan terhadap Sutiyoso. (Tangkapan layar GRIB TV dan tangkapan layar YouTube Kilat Media). (Tangkapan layar GRIB TV dan tangkapan layar YouTube Kilat Media)

    Saat konflik itu terjadi, Timor Leste melepaskan diri dari Indonesia, banyak orang yang pindah ke sana berganti kewarganegaraan, tetapi Hercules tetap setia kepada Republik Indonesia.

    “Dalam kebersamaannya dengan kita di medan pertempuran, itu tercatat banyak juga jasa dia yang sampai kakinya buntung, dia kan orang berkaki buntung satu, tangannya juga satu, matanya juga satu,” kata Hendropriyono.

    Menurut Hendropriyono, jika publik mengolok-oloknya, itu sama saja membunuhnya secara perdata. 

    “Kalau terus kita ramai-ramai menghujat, semuanya langsung ikut pro dan kontra pada nge-bully itu kan namanya membunuh secara perdata,” ujar Hendropriyono.

    (TribunJakarta)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.

    Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Buka-bukaan, Ini Daftar RS dan Prodi dengan Kasus Bullying PPDS Terbanyak di Indonesia

    Buka-bukaan, Ini Daftar RS dan Prodi dengan Kasus Bullying PPDS Terbanyak di Indonesia

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) menerima 2.668 pengaduan terkait bullying atau perundungan di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) sejak Juni 2023. Setelah diverifikasi, sebanyak 632 di antaranya terbukti sebagai tindakan perundungan.

    Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan kasus bullying ini terjadi di berbagai jenis rumah sakit, mulai yang di bawah naungan Kemenkes, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), hingga rumah sakit swasta. Perundungan ini melibatkan tenaga medis di berbagai program studi (prodi).

    Menkes Budi menambahkan bahwa perundungan ini bentuknya beragam. Sekitar 57 bentuk perundungan merupakan non-fisik dan non-verbal, yakni 91 kasus pembiayaan di luar kebutuhan pendidikan, dengan kisaran puluhan hingga ratusan juta rupiah.

    Diikuti 91 kasus pengaduan tugas jaga di luar batas wajar, 50 kasus penugasan untuk kepentingan pribadi konsulen atau senior, dan terakhir 98 kasus pengucilan atau pengabaian. Bentuk perundungan lain adalah kekerasan verbal hingga 34 persen, seperti sebutan tidak pantas yang terlihat di jaringan komunikasi PPDS.

    “Yang fisik biasanya disuruh mengunyah cabai, harus push up, makan telur mentah, disuruh berdiri selama 7 sampai 8 jam, ini hampir di semua pengaduan itu terjadi,” ungkap Menkes Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (30/4/2025).

    Berikut adalah daftar rumah sakit dengan kasus perundungan terbanyak yang telah dikurasi oleh Kementerian Kesehatan.

    Rumah Sakit Kemenkes

    RSUP Kandou Manado 77 kasusRSUP Hasan Sadikin 55 kasusRSUP IGNG Ngoerah 42 kasusRSUP Dr Sardjito 36 kasusRSUPN Dr Cipto Mangunkusumo 32 kasusRSUP Moh. Hoesin Palembang 29 kasusRSUP Dr Kariadi 28 kasusRSUP H. Adam Malik 27 kasusRSUP Dr. M. Djamil 22 kasusRSUP Dr Wahidin Sudirohusodo 15 kasus

    Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

    RSUD Zainal Abidin Banda Aceh 31 kasusRSUD Moewardi Surakarta 21 kasusRSUD Saiful Anwar Malang 10 kasusRSUD Dr Soetomo Surabaya 9 kasusRSUD Arifin Ahmad 5 kasusRSUD Ulin Banjarmasin 4 kasusRSUD Provinsi NTB 3 kasusRSUD Semara Ratih Tabanan 3 kasusRSUD Sosodoro Bojonegoro 2 kasusRSUD Gorontalo 2 kasus

    RS Universitas

    RS Universitas Diponegoro Semarang 10 kasusRS Universitas Kristen Indonesia 3 kasusRSGM Universitas Airlangga 3 kasusRS Universitas Indonesia Depok 2 kasusRS Universitas Sriwijaya Palembang 1 kasusRS Universitas Hasanuddi Makassar 1 kasusRS Universitas Andalas Padang 1 kasusRS Lambung Mangkurat 1 kasus

    FK Universitas

    Universitas Hasanuddin 8 kasusUniversitas Syah Kuala 8 kasusUniversitas Andalas 8 kasusUniversitas Airlangga 7 kasusUniversitas Brawijaya 6 kasusUniversitas Indonesia 4 kasusUniversitas Sebelas Maret 4 kasusUniversitas Sumatera Utara 3 kasusUniversitas Padjajaran 3 kasusUniversitas Pembangunan Nasional 2 kasus

    RS Lainnya

    Rumah sakit swasta 19 kasusPuskesmas 3 kasusRumah sakit TNI/Polri 2 kasusKlinik kesehatan swasta 1 kasus

    NEXT: Prodi PPDS dengan laporan kasus bullying terbanyak

    Dari hasil koordinasi dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Menkes Budi mencatat sedikitnya ada 10 prodi PPDS dengan temuan kasus bullying atau perundungan terbanyak. Berikut catatannya:

    Prodi penyakit dalam: 80 kasusProdi bedah: 46 kasusProdi anestesi: 27 kasusProdi obgyn: 22 kasusProdi anak: 21 kasusProdi mata: 16 kasusProdi bedah plastik: 16 kasusProdi bedah saraf: 16 kasusProdi orthopedi:15 kasusProdi neurologi: 14 kasus

    Simak Video “Video: Menkes Sebut Kasus Bullying PPDS Undip Dokter Aulia Sudah P21”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Uya Kuya Usul Kemenkes Bentuk Satgas Anti-Bullying di PPDS, KPK Diminta Turut Terlibat – Halaman all

    Uya Kuya Usul Kemenkes Bentuk Satgas Anti-Bullying di PPDS, KPK Diminta Turut Terlibat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  – Anggota Komisi IX DPR RI, Uya Kuya, mengusulkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membentuk satuan tugas (Satgas) anti-bullying untuk mengatasi maraknya kekerasan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

    “Begitu banyaknya kasus bullying di PPDS yang terungkap saya pikir perlu adanya satgas anti bullying yang pastinya melibatkan Kemenkes. Terus saya pikir harus melibatkan KPK, kenapa KPK? Karena yang saya tahu peserta PPDS itu beasiswa di mana beasiwa adalah dibiayai sepenuhnya negara,” ujar Uya Kuya dalam rapat kerja bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Senayan, Jakarta, Selasa (29/4/2025).

     

    Menurut Uya, keterlibatan KPK diperlukan karena adanya indikasi pemerasan terhadap peserta PPDS. Bahkan, pemerasan disinyalir mencapai ratusan juta.

    “Sementara di pendidikan PPDS masih ada pemerasan, dimintai uang jutaan, puluhan sampai ratusan juta. Dijadikan wahana bagi senior-senior di kedokteran PPDS. Ke mana uangnya? Jadi itu perlu KPK terlibat di sini, dan instansi seperti kejaksaan, polisi juga perlu, dan DPR di sini sebagai perwakilan rakyat kita perlu mengawal ini,” tegasnya.

     

    Lebih lanjut, Uya menilai efek jera penting untuk menghentikan budaya kekerasan di lingkungan pendidikan dokter spesialis. Pasalnya, banyak kasus pelanggaran hanya diberikan sanksi administratif 6 bulan.

     

    “Saya pikir ini memang perlu adanya efek jera karena kalau selama ini kecuali yang Undip ya, kasus-kasus di kedokteran PPDS ini hanya diberikan sanksi administratif seperti skor 6 bulan atau sanksi tidak bisa mengajar selama berapa lama, tapi buktinya sampai sekarang masih terus lanjut,” kata dia.

     

    Ia juga menyinggung kasus baru yang terjadi di Universitas Sriwijaya (Unsri).

     

    “Khusus untuk yang viral ini saya pikir sudah menghentikan kasus bully, tapi beberapa hari yang lalu di Unsri terjadi lagi sampai ada dokter senior yang menendang testis dari salah satu dokter PPDS anestesi, prodinya kalau gak salah, dan ini yang dilakukan inisial YS.

     Dan YS ini bukan hanya sekali melakukan tapi di 2019 pernah ada laporan, dia diberi sanksi selama 2 tahun tidak mengajar karena melakukan bullying, dan di 2023 juga sempat mendapat sanksi disiplin karena melakukan aksi-aksi lainnya,” ujar Uya.

     

    Oleh karena, ia kembali meminta Kemenkes untuk membentuk Satgas Anti-Bullying. Sebaliknya, kasus-kasus kekerasan yang sudah ditangani harus dibuka oleh Kemenkes.

     

    “Saya pikir memang perlu adanya Satgas anti bullying ini yang perlu kita sikapi bersama. Dan perkara-perkara PPDS yang berhubungan dengan kekerasan yang datanya mungkin sudah ada di Kemenkes menurut saya harus dibuka, diserahkan ke kepolisian biar ada efek jera,” ucapnya.

     

    “Dan adanya Satgas anti bullying tadi, kita bayangkan jika Satgas anti bullying berhasil menindak secara hukum, akhirnya menyebloskan 5 aja dokter selama setahun, saya pikir tidak akan ada dokter-dokter lain yang melakukan hal itu,” tandasnya.

     

  • Menkes Bakal Wajibkan Tes Kejiwaan Rutin Dokter PPDS, Hasil Pengaruhi Kelulusan

    Menkes Bakal Wajibkan Tes Kejiwaan Rutin Dokter PPDS, Hasil Pengaruhi Kelulusan

    Jakarta

    Maraknya kasus bullying dan kekerasan seks di kalangan dokter mendapat sorotan tajam. Butuh perbaikan secara komprehensif terhadap sistem pendidikan dokter untuk mencegah kasus-kasus serupa terus berulang.

    Dalam rapat di Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap rencana penerapan tes kejiwaan bagi dokter yang menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Hasil tes ini nantinya akan turut menentukan lulus tidaknya peserta didik.

    “Kalau tes kejiwaan, saya akan segera keluarkan aturan, di semua RS pendidikan akan dilakukan rutin maksiimal 1 tahun sekali, minimal 6 bulan sekali,” kata Menkes Budi, Rabu (30/4/2025).

    Terkait rencana tes kejiwaan, Menkes Budi menyebut pihaknya telah berkonsultasi dengan kolegium terkait. Termasuk, menentukan jenis tes apa yang paling tepat untuk digunakan.

    “Itu menjadi kewajiban untuk kolegium dalam menentukan apakah dia bisa lulus atau tidak,” lanjutnya.

    Selain itu, peserta PPDS juga akan menjalani pemantauan kesehatan mental secara rutin melalui ‘well-being wizard’ yang mengacu pada Mayo Clinic. Sistem ini akan memberikan ‘red-flag’ atau notifikasi jika menemukan adanya ketidaknyamanan yang dialami calon dokter spesialis.

    “Kalau ada yang tidak nyaman, redflag-nya akan masuk by system ke kita, jadi kita bisa melakukan intervensi langsung,” jelas Menkes Budi.

    (up/up)

  • Menkes Buka-bukaan, Ini Prodi PPDS dengan Laporan Kasus Bullying Terbanyak

    Menkes Buka-bukaan, Ini Prodi PPDS dengan Laporan Kasus Bullying Terbanyak

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI menerima 2 ribu laporan perundungan sejak dibukanya kanal pengaduan bullying Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Juni 2023 lalu. Ada 600 di antaranya yang terkonfirmasi perundungan.

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin merinci 57 persen bentuk perundungan merupakan non fisik dan non verbal yakni 91 kasus pembiayaan di luar kebutuhan pendidikan, dengan kisaran puluhan hingga ratusan juta rupiah, diikuti 91 kasus pengaduan tugas jaga di luar batas wajar, 50 kasus penugasan untuk kepentingan pribadi konsulen atau senior, dan terakhir 98 kasus pengucilan atau pengabaian.

    Bentuk perundungan lain yang juga banyak dilaporkan adalah kekerasan verbal hingga 34 persen, Menkes Budi menyoroti banyak sebutan tidak pantas yang juga terlihat di jaringan komunikasi PPDS.

    Sementara perundungan fisik terjadi pada 8 persen kasus pengaduan. “Yang fisik biasanya disuruh mengunyah cabai, harus push up, makan telur mentah, disuruh berdiri selama 7 sampai 8 jam, ini hampir di semua pengaduan itu terjadi,” ungkap Menkes Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (30/4/2025).

    Terbanyak Terjadi di Prodi Apa?

    Dari hasil koordinasi dengan Kemenristekdikti, Menkes Budi mencatat sedikitnya 10 prodi terbanyak yang melaporkan kasus bullying atau perundungan.

    Berikut catatannya:

    Prodi penyakit dalam: 80 kasusProdi bedah: 46 kasusProdi anestesi: 27 kasusProdi obgyn: 22 kasusProdi anak: 21 kasusProdi mata: 16 kasusProdi bedah plastik: 16 kasusProdi bedah saraf: 16 kasusProdi orthopedi:15 kasusProdi neurologi: 14 kasus

    Sementara dari 600 kasus perundungan yang diterima Kemenkes RI, lebih dari 300 laporan terjadi di rumah sakit pemerintah. Terbanyak ada di rumah sakit berikut:

    “Kami bagi juga mana yang terjadi di RS Kemenkes,” lanjutnya.

    Rumah Sakit Kemenkes

    RSUP Kandou Manado 77 kasusRSUP Hasan Sadikin 55 kasusRSUP IGNG Ngoerah 42 kasusRSUP Dr Sardjito 36 kasusRSUPN Dr Cipto Mangunkusumo 32 kasusRSUP Moh. Hoesin Palembang 29 kasusRSUP Dr Kariadi 28 kasusRSUP H. Adam Malik 27 kasusRSUP Dr. M. Djamil 22 kasusRSUP Dr Wahidin Sudirohusodo 15 kasus

    (naf/kna)

  • Menkes Buka Data, Ini Daftar RS dengan Kasus Bullying Terbanyak

    Menkes Buka Data, Ini Daftar RS dengan Kasus Bullying Terbanyak

    Jakarta

    Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin buka-bukaan terkait jumlah kasus bullying atau perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Perundungan ini terjadi di Rumah Sakit Kemenkes, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), rumah sakit universitas, hingga rumah sakit swasta.

    “Begitu kita buka di Juni 2023, pengaduan yang masuk itu 2.668. Nah Irjen kita menyaring mana yang benar-benar perundungan, mana yang nggak. Dari hasilnya, 632 itu perundungan,” kata Menkes Budi saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (30/4/2025).

    “Kami bagi juga mana yang terjadi di RS Kemenkes, di rumah sakit lainnya, di fakultas kedokteran. Sampai sekarang ini (laporan) tetap masuk,” lanjutnya.

    Berikut adalah daftar rumah sakit dengan kasus perundungan terbanyak yang telah dikurasi oleh Kementerian Kesehatan.

    Rumah Sakit Kemenkes

    RSUP Kandou Manado 77 kasusRSUP Hasan Sadikin 55 kasusRSUP IGNG Ngoerah 42 kasusRSUP Dr Sardjito 36 kasusRSUPN Dr Cipto Mangunkusumo 32 kasusRSUP Moh. Hoesin Palembang 29 kasusRSUP Dr Kariadi 28 kasusRSUP H. Adam Malik 27 kasusRSUP Dr. M. Djamil 22 kasusRSUP Dr Wahidin Sudirohusodo 15 kasus

    Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

    RSUD Zainal Abidin Banda Aceh 31 kasusRSUD Moewardi Surakarta 21 kasusRSUD Saiful Anwar Malang 10 kasusRSUD Dr Soetomo Surabaya 9 kasusRSUD Arifin Ahmad 5 kasusRSUD Ulin Banjarmasin 4 kasusRSUD Provinsi NTB 3 kasusRSUD Semara Ratih Tabanan 3 kasusRSUD Sosodoro Bojonegoro 2 kasusRSUD Gorontalo 2 kasus

    RS Universitas

    RS Universitas Diponegoro Semarang 10 kasusRS Universitas Kristen Indonesia 3 kasusRSGM Universitas Airlangga 3 kasusRS Universitas Indonesia Depok 2 kasusRS Universitas Sriwijaya Palembang 1 kasusRS Universitas Hasanuddi Makassar 1 kasusRS Universitas Andalas Padang 1 kasusRS Lambung Mangkurat 1 kasus

    FK Universitas

    Universitas Hasanuddin 8 kasusUniversitas Syah Kuala 8 kasusUniversitas Andalas 8 kasusUniversitas Airlangga 7 kasusUniversitas Brawijaya 6 kasusUniversitas Indonesia 4 kasusUniversitas Sebelas Maret 4 kasusUniversitas Sumatera Utara 3 kasusUniversitas Padjajaran 3 kasusUniversitas Pembangunan Nasional 2 kasusRumah sakit swasta 19 kasusPuskesmas 3 kasusRumah sakit TNI/Polri 2 kasusKlinik kesehatan swasta 1 kasus

    (dpy/up)

  • Menkes Buka-bukaan, Ini Prodi PPDS dengan Laporan Kasus Bullying Terbanyak

    Menkes Ungkap Ada Lebih dari 2.000 Pengaduan di Kanal Pelaporan Bullying PPDS

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menuturkan ada 2.668 pengaduan di kanal pelaporan perundungan PPDS (program pendidikan dokter spesialis) Kementerian Kesehatan sejak dibuka Juni 2023. Laporan yang masuk dikurasi oleh pihak Kemenkes untuk ditentukan mana yang masuk kategori perundungan.

    Terhadap laporan yang termasuk kategori perundungan, Kemenkes akan melakukan pemeriksaan lanjutan.

    “Kita ada ratusan bukti yang sudah dikumpulkan oleh Irjen begitu memeriksa. Begitu kita buka (kanal laporan) Juni 2023, pengaduan yang masuk itu sampai 2.668. Irjen kita menyaring apakah mana yang perundungan, mana yang nggak, kemudian dari hasilnya kita simpulkan 632 laporan (24 pesen) itu perundungan,” kata Menkes dalam rapat dengar pendapat bersama DPR-RI Komisi IX, Rabu (30/4/2025).

    Dari 632 laporan yang ada, rumah sakit Kemenkes menjadi fasilitas kesehatan dengan aduan perundungan terbanyak sekitar 370 kasus. Jumlahnya diikuti oleh rumah sakit umum daerah dengan 110 kasus, rumah sakit universitas 22 kasus, rumah sakit lainnya 25 kasus, fakultas kedokteran 72 kasus, dan 33 kasus tidak mengisi lokus.

    Khusus rumah sakit Kemenkes, yang paling banyak meliputi RSUP Kandou Manado 77 kasus, RSUP Hasan Sadikin 55 kasus, RSUP IGNG Ngoerah 42 kasus, RSUP DR Sardjito 36 kasus, dan RSUPN DR Cipto Mangunkusumo 32 kasus.

    “Ini data-data yang masuk ke pengaduan kita dan sudah kita saring sifatnya benar-benar ada perundungan,” ungkap Menkes.

    “Karena nggak semuanya ini ada di bawah Kemenkes, kita juga melakukan koordinasi Pak Nadiem (mantan Mendikbudristek) dan pak Mendagri untuk melakukan koordinasi karena juga terjadinya di rumah sakit daerah dan rumah sakit perguruan tinggi,” tandasnya.

    (avk/up)

  • Soal Bullying di Pendidikan Kesehatan, Menkes: Yang Ngajar Seniornya Bukan Guru  – Halaman all

    Soal Bullying di Pendidikan Kesehatan, Menkes: Yang Ngajar Seniornya Bukan Guru  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin menyatakan, banyaknya kasus perundungan atau bullying di dunia pendidikan kesehatan terjadi karena proses belajar di rumah sakit pendidikan lebih banyak dilakukan oleh senior ketimbang guru mereka.

    Hal ini disampaikan Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025).

    Budi mengatakan, saat ini Kementerian Kesehatan tengah menyiapkan sistem pemantauan proses pendidikan program pendidikan dokter spesialis (PPDS) melalui aplikasi e-logbook

    “Dulu lulus enggak lulus susah kalau dokter spesialis, enggak lulus kenapa? Saya enggak suka, nanti enggak, kita lihat, melakukan operasi usus buntu, bener enggak operasinya, berhasil atau enggak, kalau dia dari 10 berhasil 10, kalau dia enggak lulus itu akan kelihatan karena semuanya by sistem dan dijaga dua orang,” kata Budi.

    Dengan penerapan sistem baru ini, kelulusan peserta tidak lagi bergantung pada senior. Sebab, praktik perundungan kerap muncul lantaran proses pengajaran dilakukan oleh senior, sementara guru atau dosen yang seharusnya mengajar tidak terlibat secara langsung.

    “Jadi enggak bisa like, dislike dari senior. Kenapa bullying terjadi, karena senior yang menentukan yang ngajar sekarang di PPD sekarang bukan gurunya, gurunya sibuk,” ujar Budi.

    Menurut Budi, situasi ini terjadi hampir di semua rumah sakit pendidikan lantaran jumlah murid yang banyak tidak sebanding dengan jumlah pengajar yang tersedia.

    “Di semua rumah sakit pendidikan Bapak/Ibu bisa tanya, Dirutnya Soetomo, Cipto mereka tuh pasti merasa berat sekali karena muridnya banyak sekali gurunya enggak bisa ngajar, karena harusnya kan namanya praktek itu gurunya yang ngajarin, sebelah-sebelahan ini, gurunya enggak bisa ngajar akhirnya dikasih ke senior,” tuturnya.

    Dia mengungkapkan, kondisi inilah yang membuat praktik bullying menjadi lebih sering terjadi. Menurutnya, melalui sistem baru tersebut, proses pembelajaran dan pengawasan akan lebih terstruktur.

    “Jadi yang ngajar di kita itu senior yang bukan gurunya yang ngajar, senior ya bullying itu, karena gurunya enggak bisa ngawasin, dan itu yang kita ubah di sistem ini jadi semua masuk ke sistem,” ujar dia.

    Selain itu, Budi menjelaskan, dalam sistem terbaru ini, kelulusan senior juga akan dipengaruhi oleh umpan balik dari para junior secara anonim. 

    “Ini juga penting kita juga memberikan 360°. Kalau seniornya mau lulus itu ada feedback dari bawahannya dari juniornya dan ini dibikin anonimous, kita bisa tahu kalau ada redflag, oh seniornya bisa seksual itu kan terkenal sekali kan, yang junior enggak bisa apa-apa kalau enggak dikasih jadi susah enggak bisa lulus,” ujarnya.

    “Sekarang dengan demikian sekarang ada kontrol semua metode-metode ini merupakan standar yang dilakukan di luar negeri sistemnya ada yang kita tiru,” ucapnya menambahkan.

     

     

  • Legislator Ingatkan Tak Lindungi Kasus Dokter, Menkes Tegaskan Tak Halangi

    Legislator Ingatkan Tak Lindungi Kasus Dokter, Menkes Tegaskan Tak Halangi

    Jakarta

    Anggota Komisi IX DPR Fraksi PDIP Edy Wuryanto mewanti-wanti Menkes Budi Gunadi Sadikin agar tak ada intervensi terhadap kasus bullying maupun pemerkosaan yang pelakunya dokter. Menkes Budi menegaskan tak ada yang menghalangi dalam kasus-kasus tersebut.

    “Saya mendukung dokter ini harus diproses hukum, APH harus betul-betul menjadikan kasus ini kasus besar, rumah sakit dan siapapun tidak boleh mengintervensi, termasuk Pak Menteri sekalipun jangan sekali-sekali mengintervensi proses pada dokter yang melakukan ini,” kata Edy dalam rapat Komisi IX DPR bersama Kemenkes di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025).

    Edy lalu menyoroti lokasi bullying dan pemerkosaan tersebut terjadi di rumah sakit. Padahal, kata dia, rumah sakit seharusnya memiliki pelayanan yang ketat.

    “Lokusnya ini di rumah sakit Pak ini yang nggak habis pikir, jadi nggak masuk akal gitu loh, rumah sakit ini rumah sakit institusi yang sangat rigid SOP-nya, layanannya sangat ketat, jadi publik tidak bisa menerima dengan akal sehat, kok ini bisa terjadi di rumah sakit,” ujarnya.

    Menurutnya, kejadian itu merupakan bentuk kegagalan dalam menciptakan lingkungan praktik kesehatan yang positif. Edy menilai hal itu menjadi persoalan besar bagi seluruh rumah sakit.

    “Karena itu di UU Kesehatan yang baru kita sahkan kemarin, setiap pelanggaran malpraktik dokter atau tenaga kesehatan di RS, itu direktur RS bertanggung jawab, nggak bisa lepas, itu di dalam norma UU yang kita sahkan,” paparnya.

    “Karena itu kasus ini tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab direktur rumah sakit. Pertanyaan saya kenapa Pak Menteri tak memberhentikan direktur rumah sakit? Karena ini di wilayah rumah sakit vertikal sebagai bentuk tanggung jawab Pak Menteri kepada publik,” ujarnya.

    Edy menilai adanya sikap menutup-nutupi yang dilakukan oleh Menkes. Edy menegaskan setiap kasus harus ada pihak yang bertanggung jawab.

    “Fenomena ini adalah puncak dari seluruh akibat dari kegagalan kita menciptakan lingkungan pembelajaran yang sehat dan positif,” sambung dia.

    Dalam kesempatan yang sama, Menkes Budi menegaskan tak ada intervensi dalam kasus dokter bullying dan pemerkosaan. Menkes mengatakan tak ada yang menghalangi dalam pengungkapan kasus tersebut.

    “Kita proses bukan hanya secara administratif tapi secara yudikatif juga kita proses, jadi kita masukin ke polisi, kita tidak ada yang lagi menghalang-halangi,” jelas Budi.

    “Saya bilang, Pak Edy bilang Menkes jangan mengintervensi, loh Menkes-nya diintervensi, kita di kasus-kasus ini saya pikir nggak ada tuh teman-teman Pak Edy yang melobi, mengintervensi Menkes, kan banyak kasus yang nggak pernah naik,” sambung dia.

    Budi mengatakan kasus bullying yang menewaskan mahasiswa PPDS anestesi Undip dapat berjalan lancar lantaran adanya hubungan baik. Meski begitu, Budi menegaskan akan memproses hukum kasus-kasus yang tersebut.

    “Saya pikir yang di Undip juga mulus, nggak mulus, juga. Untung kita punya hubungan baik, kalau nggak kan kena intervensi juga. Jadi ini proses hukumnya harus jalan, supaya apa, supaya terbuka,” tuturnya.

    (amw/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Video: Menkes Sebut Kasus Bullying PPDS Undip Dokter Aulia Sudah P21

    Video: Menkes Sebut Kasus Bullying PPDS Undip Dokter Aulia Sudah P21

    Jakarta – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin ungkap perkembangan kasus dugaan bullying yang menyebabkan tewasnya mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Aulia Risma. Budi menyebut jika kasusnya telah lengkap atau P21.

    (/)