Kasus: bullying

  • Bahaya Mengintai Anak RI di Internet, Menteri Meutya Ungkap Datanya

    Bahaya Mengintai Anak RI di Internet, Menteri Meutya Ungkap Datanya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan komitmennya dalam memerangi kejahatan siber, khususnya perundungan digital atau cyberbullying yang kian mengancam anak-anak Indonesia.

    Dalam peluncuran film edukasi Cyberbullying, Menteri Komdigi Meutya Hafid mengungkap data bahwa 48% anak Indonesia yang mengakses internet mengaku pernah mengalami perundungan online.

    “Jadi ini yang kita lihat bahwa memang permasalahan perundungan online atau cyberbullying adalah masalah yang cukup serius,” ujar Meutya saat ditemui di mal Grand Indonesia, Jakarta, Kamis(4/7/2025).

    Meutya menegaskan, langkah utama Komdigi dalam menangani masalah ini adalah deteksi dini dan take down konten yang mengandung unsur cyberbullying.

    Namun ia mengakui, tantangan terbesar justru datang dari sifat perundungan yang kerap terjadi di ruang privat seperti grup pertemanan atau percakapan personal.

    “Sehingga yang paling penting di luar melakukan take down adalah edukasi yang masif. Karena sekali lagi kita dukung film ini dan kita harapkan juga tidak hanya di Jakarta tapi bisa juga ditonton di banyak daerah di Indonesia,” kata Meutya.

    Dukungan juga datang dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, yang mengingatkan bahwa satu dari dua anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan, berdasarkan hasil survei nasional yang dilakukan pihaknya.

    “Dan yang paling banyak adalah kekerasan emosional. Jadi film ini mudah-mudahan memberikan kesadaran kepada semua pihak bahwa bullying itu tidak boleh ada lagi dimanapun, kapapun, oleh siapapun,” tegas Arifah.

    Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah, menyebut cyberbullying bukan sekadar kenakalan anak-anak, melainkan bisa dikategorikan sebagai tindak pidana.

    “Kita bukan hanya diharapkan bijak dengan jari-jari kita ini, tetapi sadar akan konsekuensi dan sadar bahwa ini tentu mengancam. Tumbuh-kembang seseorang, rasa kemanusiaan seseorang,” ujar Ai.

    Ia juga menekankan pentingnya intervensi sosio-psikologis dan edukasi berkelanjutan agar masyarakat semakin sadar akan dampak dan konsekuensi hukum dari tindakan perundungan di dunia maya.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ekosistem Lagu Anak Indonesia Perlu Diperkuat

    Ekosistem Lagu Anak Indonesia Perlu Diperkuat

    PIKIRAN RAKYAT – Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyatakan bahwa ekosistem lagu anak Indonesia perlu diperkuat. Hal ini sebagai bagian dari upaya mendukung tumbuh kembang anak melalui karya-karya bermuatan nilai positif dan edukatif.

    Ia mengatakan, selama ini Kementerian Budaya memiliki program Kita Cinta Lagu Anak Indonesia (KILA), sebagai komitmen dalam memperkuat ekosistem lagu anak di Indonesia. Pada tahun ini, ajang pembuatan lagu anak itu kembali dilaksanakan. 

    Menurutnya, penyelenggaraan KILA secara konsisten melibatkan berbagai kelompok masyarakat yang peduli terhadap pengembangan lagu anak. “Para pencipta lagu, pembuat aransemen, guru-guru, dan anak-anak Indonesia bergabung dalam KILA, baik sebagai peserta lomba maupun penikmat karya-karya lagu anak Indonesia,” kata Fadli Zon di Jakarta pada Kamis, 19 Juni 2025.

    Menurutnya, tidak hanya mencetak nama-nama baru dalam dunia penciptaan lagu anak, KILA juga berupaya memperkaya koleksi lagu anak Indonesia. Variasi tema dan jenis musik yang dihasilkan dari tiap penyelenggaraan Kila diklaimnya terus bertambah dari tahun ke tahun. 

    “Selain itu, kegiatan ini juga melahirkan sejumlah penyanyi anak berbakat berusia 5 hingga 13 tahun, yang kini menjadi bagian penting dalam ekosistem kreatif musik anak nasional,” tuturnya. 

    Menurut Fadli, dalam program KILA tahun 2025 ini akan terdapat kekhususan, yaitu pemanfaatan lagu-lagu pemenang lomba cipta lagu anak tahun-tahun sebelumnya sebagai lagu wajib dalam lomba menyanyi. Lagu-lagu tersebut juga akan disosialisasikan lebih luas dalam bentuk pentas drama musikal anak-anak Indonesia yang akan digelar sebagai puncak kegiatan KILA 2025.

    Lomba KILA 2025 dibuka sejak 1 Juni hingga 20 Juli 2025, dan akan dilanjutkan dengan proses seleksi serta audisi, hingga pengumuman pemenang pada Agustus 2025 di Jakarta, bersamaan dengan pentas drama musikal yang menjadi puncak kegiatan.

    Seluruh karya pemenang lomba cipta lagu anak KILA dan informasi syarat serta tata cara pendaftaran dapat diakses melalui laman resmi kila.kemenbud.go.id atau akun media sosial Instagram @pusbangfilm. Menurut Fadli, lagu anak KILA dapat dimanfaatkan oleh para guru dan masyarakat sebagai bahan pembelajaran dan hiburan anak. 

    Fadli mengatakan, tahun 2025 merupakan tahun ke-6 penyelenggaraan KILA. Selama ini, program tersebut telah  membentuk dan memperluas jaringan serta database pencipta dan pemerhati lagu anak dari berbagai daerah di Indonesia. Selain dari jumlah pencipta lagu anak yang bertambah dengan nama baru setiap tahunnya, program ini juga menambah jumlah koleksi lagu anak yang dihasilkan dari setiap kegiatan.

    “Karya-karya dari KILA sarat pesan tentang sikap tenggang rasa, toleransi, saling menghargai, cinta terhadap tanah air, di mana hal ini juga sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk mencegah tindak kekerasan di lingkungan anak-anak, tindakan bullying dan karena itu kami berharap karya-karya lagu dari program KILA dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat khususnya orang tua dan tenaga pengajar agar dapat dimanfaatkan di sekolah maupun di rumah,” ujarnya.*”*

     

  • Relawan Polisikan Akun Medsos Hina Jokowi-Kahiyang, Bobby: Saya Enggak Tahu
                
                    
                        
                            Medan
                        
                        14 Juni 2025

    Relawan Polisikan Akun Medsos Hina Jokowi-Kahiyang, Bobby: Saya Enggak Tahu Medan 14 Juni 2025

    Relawan Polisikan Akun Medsos Hina Jokowi-Kahiyang, Bobby: Saya Enggak Tahu
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com
    – Relawan Gubernur Sumatera Utara
    Bobby Nasution
    , bernama Pelayanan Rakyat Horas Bobby Surya (Parhobas), melaporkan akun TikTok @tripx313 ke
    Polda Sumut
    , Jumat (13/6/2025).
    Laporan dilakukan lantaran akun tersebut diduga menghina Bobby, Kahiyang Ayu, serta Presiden ketujuh RI, Joko Widodo, yang tak lain mertua Bobby.
    Namun, terkait laporan itu, Bobby mengaku belum mengetahuinya.
    “Saya enggak tahu, enggak tahu,” ujar Bobby saat ditanya wartawan di Kota Gunung Sitoli, Kepulauan Nias, Sabtu (14/6/2025).
    Lalu, mantan Wali Kota Medan itu enggan berkomentar terlalu banyak.
    Dia mengatakan akan menanyakan hal itu setelah kunjungan kerja di Nias.
    “Belum (ada) monitor, coba saya tanya nanti,” ujarnya.
    Sementara itu, Kasubbid Penmas Polda Sumut Kompol Siti Rohani Tampubolon membenarkan laporan tersebut.
    Pihaknya masih mempelajari laporan tersebut.
    “Bentuk pengaduannya laporan masyarakat (Dumas),” kata Siti saat dihubungi Kompas.com melalui telepon seluler.
    Sebelumnya diberitakan, Ketua
    Relawan Parhobas
    , Alexius Turnip, mengatakan total ada 30 kelompok relawan yang membuat pengaduan.
    Dia mengatakan, laporan dalam bentuk Dumas ini dilakukan karena menilai apa yang disampaikan akun @tripx313 sebagai bentuk
    penghinaan
    kepada Bobby dan keluarganya.
    “Yang paling dasar (bentuk) penghinaan
    ‘boleh aku pakai istrimu 3 bulan
    ?’ Itu bagi kami pelecehan verbal termasuk
    cyber bullying
    . Terlepas dari Pak Bobby sebagai gubernur, kami sebagai relawan merasa tersakiti itu, juga karena dia dewan pembina kami,” ujar Alexius usai membuat laporan kepada wartawan, Jumat (13/6/2025).
    Lalu, kata dia, penghinaan lainnya lantaran pria dalam video menyebut Presiden ketujuh RI Joko Widodo sebagai PKI.
    Kendati demikian, Alexius tidak menampik Bobby tidak mengetahui pihaknya telah membuat laporan ke Polda Sumut.
    “Bobby enggak tahu kami (buat) laporan. Inisiatif relawan sendiri. Karena bagi kami, Bobby simbol (bagi) kami, jadi kami merasa terusik dan terganggu dengan ada kejadian ini,” katanya.
    Terkait laporannya, Alexius berharap penyidik bekerja profesional.
    “Mudah-mudahan (kasus ini) bisa terungkap,” tutur Alexius.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dekan FKUI Bicara ‘Biang Kerok’ Bullying, Singgung soal Nihil Insentif

    Dekan FKUI Bicara ‘Biang Kerok’ Bullying, Singgung soal Nihil Insentif

    Jakarta

    Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH membenarkan bahwa bullying atau perundungan dalam pendidikan kedokteran nyata adanya. Menurutnya, ini terjadi karena kurangnya ‘apresiasi’ yang diberikan kepada para dokter.

    “Kenapa senior melakukan suatu tindakan (bullying) karena mereka itu merasa beban kerja berat. Itu terkait pelayanan rumah sakit, dan yang terpenting adalah tidak adanya insentif,” kata Prof Ari dalam sesi konferensi pers di FKUI Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Prof Ari menambahkan terkait insentif mahasiswa kedokteran yang bertugas di rumah sakit sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran serta Undang-Undang 17 tahun 2023.

    “Disebutkan bahwa peserta didik spesialis dan sub-spesialis mendapatkan insentif oleh rumah sakit di mana mereka bekerja, tapi sampai saat ini itu masih wacana,” tegas Prof Ari.

    “Kalau itu saja bisa diatasi oleh pemerintah, rasanya tingkat bullying itu bisa semakin turun,” sambungnya.

    Untuk FKUI sendiri, Prof Ari menegaskan bahwa pihaknya tidak menoleransi segala bentuk perundungan yang dilakukan oleh mahasiswanya.

    “Sejak tahun 2018 kami sudah menyampaikan bahwa kami zero tolerance terhadap bullying. Kami tidak mentolerir siapapun pelakunya, apakah itu tenaga pendidikan, staf pengajar, atau senior misalnya dalam jenjang pendidikan,” kata Prof Ari.

    “Kami akan melakukan tindakan tegas terhadap para pelaku bullying,” tutupnya.

    (dpy/naf)

  • Awal Mula Protes Guru Besar FK UI hingga Sebut Tak Lagi Percaya Menkes

    Awal Mula Protes Guru Besar FK UI hingga Sebut Tak Lagi Percaya Menkes

    Jakarta

    Sekitar 100 Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) terang-terangan menyatakan hilangnya kepercayaan pada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Dekan FKUI, Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, merinci sejumlah kekecewaan dan alasan di balik kepercayaan kepada Menkes memudar.

    Suara mereka sebagai Guru Besar disebut tak lagi diindahkan. Tidak seperti masa-masa RUU Kesehatan Omnibus Law.

    “Kami tidak lagi diberi ruang berdialog secara konstruktif. Banyak kebijakan besar dikeluarkan tanpa melibatkan institusi akademik dan profesi kedokteran. Padahal kami sudah menyampaikan masukan sejak awal,” ujar Prof Ari saat ditemui di FK UI Salemba, Kamis (12/6/2025).

    Dulu Diundang, Kini Dikesampingkan

    Prof Ari mengungkapkan, di awal pembahasan RUU Kesehatan, para dekan fakultas kedokteran sempat diundang langsung oleh Menkes.

    “Awal-awal sebelum RUU itu, para dekan dua kali diundang langsung ke rumah beliau. Kami juga beberapa kali undang beliau di kegiatan asosiasi pendidikan kedokteran, baik online di Jakarta maupun langsung ke Surabaya,” tuturnya.

    Namun menurutnya, sejumlah masukan yang sudah disampaikan kala itu tidak pernah direspons secara serius. Salah satu contohnya adalah soal narasi bullying yang menurutnya terlalu dibesar-besarkan oleh Menkes.

    “Kita sudah kerja keras atasi bullying, dan kenyataannya tidak se-horor itu. Tapi framing beliau tetap begitu. Kami sudah ingatkan, tapi tetap dijadikan narasi,” tegasnya.

    Prof Ari juga menyesalkan pernyataan Menkes yang menyebut hanya orang kaya yang bisa sekolah kedokteran, dan spesialis hanya bisa ditempuh dengan ‘izin’ Menteri.

    “Itu tidak benar. Saya punya bukti. Ada anak petani di Bengkulu, namanya Iqbal, bisa masuk FKUI. Anak-anak Papua juga ada, 28 orang dikirim belajar spesialis di FKUI, 5 di antaranya sudah lulus. Mereka bukan anak pejabat,” ungkapnya.

    Kekecewaan Lain: Soal Kolegium dan Rumah Sakit Pendidikan

    Dekan FKUI juga menyinggung kebijakan Kemenkes yang menurutnya inkonsisten dalam implementasi. Salah satunya menyangkut keberadaan kolegium dan penunjukan Rumah Sakit Pendidikan sebagai Penyelenggara Utama (RSPPU) atau hospital based.

    “Katanya akan disebar, nyatanya tetap ditentukan Menkes. Bahkan satu kolegium bisa diisi 78 orang. RSPPU juga katanya tidak akan di tempat yang punya university based, tapi kenyataannya seperti RS Jantung Harapan Kita dan Cijendo tetap dipilih. Ini inkonsistensi,” beber Prof. Ari.

    Lebih lanjut, ia juga menyoroti narasi-narasi publik yang disampaikan Menkes, termasuk soal ukuran celana yang dianggap menyudutkan pasien dengan obesitas.

    “Pernyataan soal ‘celana ukuran 30’ itu bikin stres pasien saya. Kalau yang bilang netizen mungkin bisa dimaklumi, tapi ini Menteri Kesehatan. Narasi-narasi seperti itu kontraproduktif,” ucapnya.

    NEXT: Puncak kekecewaan Guru Besar kepada Menkes

    Puncak kekecewaan juga datang saat Kementerian Kesehatan tetap menutup akses pendidikan spesialis anestesi di RS Hasan Sadikin, Bandung.

    “Kami sudah bilang sejak dua bulan lalu, tolong buka akses itu. Tapi sampai sekarang tetap tidak berubah. Ini yang bikin kami makin kecewa,” tutup Prof. Ari.

    Menkes Budi Gunadi Sadikin belum berkomentar lebih lanjut hingga berita ini diturunkan. Namun dalam sejumlah forum sebelumnya, Menkes menegaskan bahwa reformasi sistem kesehatan, termasuk pendidikan kedokteran, dilakukan untuk meningkatkan akses dan pemerataan layanan di seluruh Indonesia.

    Sementara juru bicara Kemenkes RI drg Widyawati menyebut pihaknya terbuka bila para guru besar menginginkan diskusi atau forum terbuka yang dibuat secara transparan.

    “Perlu kami sampaikan bahwa Kemenkes telah mengundang forum tersebut untuk berdialog secara langsung, namun undangan tersebut tidak direspons secara positif,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Kamis (12/6).

    “Apabila forum guru besar berinisiatif mengundang, kami menyatakan kesiapan untuk hadir dan berdialog secara terbuka demi kepentingan bersama,” lanjutnya.

  • Blusukan dan Kontestasi Kekuasaan

    Blusukan dan Kontestasi Kekuasaan

    Blusukan dan Kontestasi Kekuasaan
    Guru Besar bidang Antropologi dengan fokus kajian tentang konflik dan kolaborasi pengusaaan sumber daya ekologi, perubahan iklim, dan hubungan kekuasaan
    FENOMENA
    blusukan pemimpin tidak lagi menjadi proses satu arah. Kini blusukan kerap menghadirkan panggung kontestasi dinamik antara pemimpin dan masyarakat.
    Masyarakat menjadi aktor yang kritis dan berbeda pendapat dengan pemimpin. Masyarakat tidak sekadar menjadi obyek yang tunduk-patuh dan pemimpin pun harus memperbarui strategi dan taktik memengaruhi masyarakat.
    Fenomena sosial tersebut sejalan dengan perubahan cara pandang tentang hubungan kekuasaan dan praktiknya di lapangan.
    Kekuasaan dalam makna otoritatif yang selalu melekat pada kekuatan sistem/struktur yang mapan telah melonggar.
    Pemaknaan dan praktik kekuasaan berkembang ke arah yang lebih dinamik yang melekat pada aktor-aktor pada berbagai level.
    Kemajuan pemikiran sosial, penguatan demokrasi, kesadaran hak warga negara, dan hak asasi manusia telah mendinamisasi kontestasi kekuasaan berbasis aktor.
    Rakyat/warga tidak hanya sekadar menjadi komponen dan obyek yang dikendalikan oleh kekuatan struktur/sistem yang terpusat.
     
    Rakyat/warga terus memperbarui posisinya menjadi aktor dengan kesadaran sebagai subyek yang aktif berkontestasi memengaruhi sistem (Saifuddin, 2011; Maring, 2022).
    Pada sisi lain, para penguasa harus berhitung ulang dan menempuh strategi/taktik mengurus masyarakat secara persuasif. Tindakan represif, pemaksaan kehendak, dan otoriter tidak patut dipertontonkan para penguasa.
    Konstruksi pemikiran di atas terpentas dalam realitas empirik. Semenjak pelantikan pejabat pemerintahan, perhatian publik banyak tertuju pada fenomena blusukan pemimpin ke titik-titik letupan masalah sosial di jalanan, pemukiman kumuh, dan bantaran sungai.
    Fenomena terkini memperlihatkan pemimpin yang blusukan siap berkontestasi dengan aktor-aktor di lapangan yang kritis dan berbeda pandangan dengan penguasa.
    Pemimpin siap turun lapangan, berdebat, dan berargumentasi dengan aktor-aktor yang tidak mudah dibungkam melalui pemberian sembako.
    Dari wilayah Jawa Barat, misalnya, saat ini tampil pemimpin yang siap blusukan dan berdebat dengan sopir truk proyek yang mengotori jalan raya.
    Sang pemimpin berdialog dengan siswa, guru, dan orangtua yang menentang pengaturan perpisahan sekolah,
    study tour
    , dan pembatasan wisuda lulusan pendidikan dasar/menengah.
    Ia siap menghadapi pengusaha wisata wilayah hulu yang memicu banjir bandang dan para penentang pengiriman siswa ke barak militer.
    Akibat kasus terakhir, sang pemimpin dilaporkan ke Polisi dan pada kasus lain ia ditolak keluarga yang menganggap diintervensi terlalu jauh.
    Realitas empirik serupa sedang berlangsung di wilayah lain. Di Jawa Timur, misalnya, melalui pemberitaan terlihat pemimpin yang sering blusukan dan bertatap muka dengan aktor-aktor di balik masalah penyerobotan lahan, ketidakadilan terhadap warga, tindakan penyempitan bantaran kali, dan arogansi perusahaan terhadap karyawan.
    Bahkan, akibat kasus terakhir berupa penahanan ijazah karyawan oleh perusahaan, sang pemimpin dilaporkan ke Polisi sehingga menyita perhatian publik dan intervensi pemerintah pusat.
    Dalam berbagai peristiwa yang muncul ke permukaan terlihat warga lugas berargumentasi dan menentang tindakan yang dilakukan sang pemimpin yang menghalangi kepentingan mereka.
    Pada beberapa kasus terjadi ketegangan dan kritik antara sesama aparatur negara/pemerintah karena kurangnya koordinasi kerja.
    Meski terlihat pendekatan lugas, adil, dan berbasis data, tapi beberapa kasus memperlihatkan para penguasa harus menunda aksinya dan melibatkan pihak-pihak lain yang berkompeten.
    Teknologi informasi mempercepat penyebarluasan peristiwa. Para penguasa dan warga tampil sebagai aktor-aktor berbeda pandangan, berdebat, dan berargumentasi.
    Di balik itu, terekam penilaian dan sikap pro-kontra di tingkat publlik. Publik terpolarisasi dalam sikap membela dan menghakimi (
    bullying
    ).
    Aktor-aktor di tingkat lapangan yang kritis kadang dituding tidak santun, tidak tahu berterima kasih, dan mengkritik tanpa memberi solusi.
    Sebaliknya, aktor-aktor yang proaktif turun lapangan dan berkontestasi dengan rakyat dituding sebagai pemimpin berbasis konten dan gemar cari panggung.
    Para pemikir ilmu sosial telah lama memberi rambu-rambu menghadapi kekuasaan berkarakter dinamik (Foucault, 1980; Haryatmoko, 2003).
    Perspektif tersebut membuka kesadaran bahwa semua orang memiliki kekuasaan yang melekat dalam dirinya.
    Dinamika relasi kekuasaan berlangsung pada semua level dan tidak bisa dihentikan sehingga diperlukan pendekatan persuasif.
    Untuk mengelola sumber kekuasaan dan kontestasi dinamik dari semua aktor pada berbagai level, maka diperlukan sabuk pengaman berupa tujuan kekuasaan yang ditransformasi menjadi tujuan bersama.
    Kemajuan teknologi membuka ruang kontestasi transparan. Publik menyaksikan pemimpin berdebat dan berargumentasi dengan rakyat.
     
    Kadang publik waswas, jangan sampai aktor-aktor terpancing bertindak otoriter dan tidak saling menghormati.
    Fenomena sosial dan perubahan di atas akan terus berlangsung dan sulit dihindari. Hal ini membawa konsekuensi yang harus diantisipasi oleh aktor-aktor, baik yang secara sosial-politik berposisi sebagai pemimpin/penguasa maupun kelompok terbesar sebagai warga masyarakat.
    Apa yang perlu dilakukan? Para penguasa harus siap dan berbesar hati menerima respons “menolak” dari orang yang hendak diatur. Secara dini perlu dibangun gagasan perubahan bersama sebelum eksekusi lapangan.
    Penguasa harus ikhlas mendengarkan pikiran/suara yang mempersoalkan gagasan yang ditawarkan. Gagasan perubahan harus dijalankan melalui proses yang terbuka, mendengarkan, dan menyerap aspirasi.
    Semua pihak berkepentingan perlu dilibatkan agar tidak terkesan unjuk diri sang penguasa dan pemaksaan kebijakan dadakan.
    Pada sisi lain, sebagai warga kita diundang tampil sebagai aktor yang turut mengontrol dan memperjuangkan kepentingan rakyat/publik.
    Semua aktor diundang berkontestasi di atas panggung kekuasaan dalam bingkai tujuan bersama tanpa kebencian dan penghakiman.
    Semoga pemikiran ini menginspirasi kita mengelola hubungan kekuasaan secara persuasif di tengah dinamika kehidupan sosial kian terbuka.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bullying di Inhu Tewaskan Bocah SD, LPAI Riau Desak Penegakan Hukum

    Bullying di Inhu Tewaskan Bocah SD, LPAI Riau Desak Penegakan Hukum

    Pekanbaru, Beritasatu.com – Peristiwa tragis terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, saat seorang siswa sekolah dasar bernama Kristopel Butarbutar (8) meninggal dunia seusai diduga mengalami tindakan kekerasan oleh kakak kelasnya.

    Korban mengembuskan nafas terakhir pada Senin (26/5/2025) setelah sempat dirawat intensif di rumah sakit akibat keluhan sakit perut dan muntah darah. Ia diduga menjadi korban bullying berat yang berujung maut.

    Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Riau Ester Yuliani menyatakan, keprihatinannya atas kejadian ini. Ia menilai, tragedi tersebut seharusnya bisa dicegah dengan pengawasan lebih ketat dari semua pihak, baik sekolah, keluarga, maupun lingkungan sosial.

    “Kami sangat menyesalkan kejadian seperti ini yang seharusnya tidak terjadi. Apalagi sampai ada anak yang meninggal dunia. Ini membawa dampak trauma luar biasa bagi anak-anak lainnya,” ujar Ester, Selasa (3/6/2025).

    LPAI Riau menekankan kasus ini harus ditangani sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak karena baik korban maupun pelaku masih di bawah umur.

    Ester juga menyampaikan rencana pihaknya untuk turun langsung ke lapangan dan memberikan dukungan kepada keluarga korban. Rencananya, LPAI Riau pada Rabu (4/6/2025) bertemu orang tua korban dan pihak sekolah.

    “Pengawasan terhadap anak-anak, baik di sekolah maupun di luar, adalah tanggung jawab bersama,” katanya.

    Sementara itu, penyidikan kasus ini tengah dilakukan Polres Inhu. Polisi telah memeriksa sekitar 20 saksi. Polisi juga telah melakukan autopsi terhadap jenazah korban di RS Bhayangkara Polda Riau.

    “Hasil autopsi akan segera dirilis bersama dokter forensik untuk mengetahui penyebab pasti kematian,” ungkap Dirreskrimum Polda Riau Kombes Asep Darmawan.

    Kasus ini menjadi pengingat keras akan bahaya bullying di lingkungan pendidikan. Perlu adanya langkah konkret dari semua pemangku kepentingan untuk mencegah kekerasan antarpelajar, serta memberikan pendampingan psikologis bagi anak-anak yang terdampak.

  • Anggota Komisi X paparkan faktor pendorong UU Sisdiknas perlu direvisi

    Anggota Komisi X paparkan faktor pendorong UU Sisdiknas perlu direvisi

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi X DPR RI Sabam Sinaga memaparkan sejumlah hal dalam dunia pendidikan di Tanah Air yang menjadi faktor pendorong perlu dilakukannya revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

    “Hal-hal inilah yang menjadi salah satu atau bagian faktor pendorong kenapa perlu dilakukan revisi terhadap Undang-Undang Sisdiknas,” kata Sabam dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk RUU Sisdiknas untuk Sistem Pendidikan yang Ekslusif dan Berkeadilan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.

    Dia menyebut dalam dunia pendidikan di Indonesia saat ini, guru selaku tenaga pendidik saat ini kerap mengalami kejadian-kejadian intimidatif.

    “Kita juga mendengar adanya guru yang tidak sejahtera,” ucapnya.

    Tak hanya dari sisi guru, dia menyebut dalam dunia pendidikan di Indonesia saat ini juga kerap terjadi fenomena perundungan (bullying) yang menimpa siswa didik.

    Selain itu, dia mengatakan sarana dan prasarana pendidikan yang kurang memadai untuk menunjang jalannya kegiatan belajar mengajar menjadi salah satu faktor penyumbang perlu dilakukannya revisi UU Sisdiknas.

    Adapun faktor lainnya dia menyebut adanya disparitas atau perbedaan kompetensi pendidikan yang tidak merata di wilayah Indonesia sehingga memunculkan istilah daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

    Untuk itu, dia menggarisbawahi revisi UU Sisdiknas menjadi salah satu kebutuhan mendasar bagi perbaikan pendidikan di Tanah Air, mengingat perlu dilakukan pula penyesuaian dengan perkembangan zaman sejak UU tersebut diterbitkan.

    “Rencana revisi undang-undang ini menjadi salah satu kebutuhan mendasar bagi kita. Kalau berbicara tentang pendidikan pertama-tama mengingat bahwa Undang-Undang Sisdiknas ini sudah cukup lama dan menurut hemat kami mengingat tuntutan zaman perlu ada penyesuaian,” kata dia.

    Sebelumnya, Komisi X DPR RI menyampaikan bahwa upaya merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dengan metode kodifikasi, di antaranya bertujuan untuk memperkuat kepastian hukum dan memudahkan bagi masyarakat.

    “Kelebihan metode ini adalah terciptanya kepastian hukum dan kemudahan akses bagi masyarakat, karena semua aturan terkait pendidikan berada dalam satu dokumen,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI Mahfudz Abdurrahman saat membuka Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panitia Kerja (Panja) RUU Sisdiknas Komisi X DPR RI di Jakarta, Selasa (20/5).

    Ia menjelaskan melalui metode kodifikasi itu, revisi UU Sisdiknas akan menyatukan semua aturan yang tersebar dalam berbagai undang-undang terkait pendidikan menjadi satu undang-undang yang lengkap dan terintegrasi.

    Undang-Undang lainnya terkait pendidikan itu, kata dia, meliputi Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

    “Bahkan, (pembahasan revisi UU Sisdiknas) juga mengevaluasi pasal-pasal pendidikan pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” kata Mahfudz menambahkan.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Jombang Satukan Langkah Cegah Bullying di Pesantren: Legislator, Polisi, dan Kiai Turun Tangan

    Jombang Satukan Langkah Cegah Bullying di Pesantren: Legislator, Polisi, dan Kiai Turun Tangan

    Jombang Satukan Langkah Cegah Bullying di Pesantren: Legislator, Polisi, dan Kiai Turun Tangan

  • Narasi ‘Laki-Laki Tidak Bercerita’ Ternyata Bisa Picu Kesehatan Mental
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        31 Mei 2025

    Narasi ‘Laki-Laki Tidak Bercerita’ Ternyata Bisa Picu Kesehatan Mental Surabaya 31 Mei 2025

    Narasi ‘Laki-Laki Tidak Bercerita’ Ternyata Bisa Picu Kesehatan Mental
    Editor
    MALANG, KOMPAS.com
    – Narasi “
    laki-laki tidak bercerita
    ” terbukti sangat berbahaya bagi
    kesehatan mental
    , khususnya di kalangan Generasi Z.
    Di Malang, Jawa Timur, kelompok usia ini menjadi yang paling rentan mengalami gangguan psikologis, termasuk depresi berat, bipolar, hingga keinginan untuk mengakhiri hidup.
    Generasi Z tercatat mendominasi layanan kesehatan jiwa yang diselenggarakan Indonesia Sehat Jiwa.
    Mereka mengalami berbagai gejala gangguan jiwa akibat tekanan hidup, mulai dari perundungan
    (bullying),
    trauma keluarga, hingga jeratan pinjaman online (pinjol).
    “Masalah kesehatan mental banyak sekali pasien yang kami tangani. Mulai dari bipolar, kemudian masalah depresi berat yang paling banyak,” kata Ketua Indonesia Sehat Jiwa, Sofia Ambarini pada Sabtu (31/5/2025).
    Pasien yang datang sebagian besar berasal dari usia
    Gen Z
    , mulai dari pelajar SMA sederajat hingga pekerja muda.
    “Usia Gen Z, ya yang paling banyak datang ke kami. Pasien kami termuda ada yang 16 tahun, sampai 65 tahun. Dari 100 persen, 80 sampai 85 persen itu Gen Z,” kata dia.
    Salah satu temuan paling mencolok adalah banyaknya pasien laki-laki yang mengalami keinginan untuk bunuh diri. Sebagian besar dari mereka tidak pernah membagikan beban yang dirasakan karena merasa tidak tahu harus bercerita kepada siapa.
    “Kasus orang ingin bunuh diri paling banyak pada laki-laki, mencapai 95 persen. Kebanyakan yang ingin bunuh diri adalah mereka yang memendamnya sendiri, karena tidak tahu mau cerita ke mana, atau tidak bisa percaya orang,” ujar Ambarini.
    “Ini tentu sebagai peringatan keras terhadap stigma ‘laki-laki tidak bercerita’,” lanjut dia.
    Stigma tersebut membuat banyak laki-laki Gen Z menghindari bantuan psikologis, yang berujung pada kerentanan tinggi terhadap gangguan mental serius.
    Sebagian besar dari mereka terjebak dalam tekanan diam-diam hingga akhirnya merasa tidak sanggup lagi bertahan.
    Pasien bipolar
    biasanya memiliki latar belakang trauma mendalam, seperti ditelantarkan orang tua atau kendala dalam pendidikan.
    Sementara untuk kasus perundungan, pemicunya sangat beragam namun kerap berasal dari masalah keluarga.
    “Biasanya mengenai
    bullying,
    itu yang paling banyak.
    Bullying
    yang berangkat dari parenting,” jelas dia.
    Di tengah meningkatnya kasus, budaya konseling psikologis di Indonesia dinilai masih belum terbentuk.
    Hal ini menjadi tantangan besar, terutama ketika masyarakat masih menganggap gangguan mental sebagai hal yang tabu.
    “Itu yang kami coba untuk terus dimunculkan, sehingga pencari bantuan psikologis layaknya berobat ke dokter seperti sakit fisik,” kata dia.
    Indonesia Sehat Jiwa saat ini terus berupaya memperluas akses layanan psikologis. Salah satunya melalui kerja sama dengan PMI Kota Malang dengan mendirikan Poli Psikologi, yang kini telah berfungsi sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama (faskes 1) dengan dukungan BPJS.
    Selain itu, layanan Pojok Curhat di Gedung Malang Creative Center (MCC) juga dibuka setiap Senin dan Kamis, pukul 10.00–16.00 WIB sejak 17 April 2025.
    Sejak 2023, layanan konseling online gratis juga dibuka dan telah melayani 300 orang. Sedangkan untuk layanan konseling di MCC, baik online maupun offline, telah melayani sekitar 80–90 orang.
    (Penulis: Nugraha Perdana I Editor: Fabian Januarius Kuwado)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.