Kasus: bullying

  • 6
                    
                        Ejekan "Maut" yang Menewaskan Angga Siswa SMP Negeri 1 Geyer  
                        Regional

    6 Ejekan "Maut" yang Menewaskan Angga Siswa SMP Negeri 1 Geyer Regional

    Ejekan “Maut” yang Menewaskan Angga Siswa SMP Negeri 1 Geyer
    Penulis
    GROBOGAN, KOMPAS.com –
    Kasus dugaan perundungan atau
    bullying
    yang menewaskan Angga Bagus Perwira (12), siswa kelas VII SMP Negeri 1 Geyer, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, masih dalam penyelidikan oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Grobogan.
    Angga diduga menjadi korban kekerasan dari teman-teman sekelasnya, yang berujung pada kematian tragis di lingkungan sekolah, Sabtu (11/10/2025).
    Kapolres Grobogan melalui Kasat Reskrim AKP Rizky Ari Budianto menjelaskan, dugaan perundungan bermula saat kegiatan bersih-bersih kelas pagi hari. 
    Dalam momen tersebut, Angga direndahkan oleh temannya yang kemudian berujung perkelahian. 
    “Salah satu siswa berinisial F mengejek korban dengan kalimat yang merendahkan, mengatakan ‘Kamu cewek tho, sana bersih-bersih di dalam’. Korban menjawab ‘Aku bukan cewek’ sambil menendang F,” jelas AKP Rizky seperti dikutip dari
    Tribun Jateng
    , Rabu (15/10/2025).
    Cekcok tersebut kemudian berlanjut ke perkelahian fisik antara keduanya sebelum akhirnya dilerai oleh siswa lainnya.
    “Terjadi perkelahian kemudian dipisahkan dan selesai,” imbuhnya.
    Namun, pada pukul 11.00 WIB, insiden kedua kembali terjadi. Kali ini, korban kembali diprovokasi oleh siswa lain dan ditantang untuk duel.
    “Saat korban akan masuk kelas, ada yang nyeletuk ‘Kamu beraninya sama siapa?’ lalu korban menjawab, ‘Aku berani sama A’. Setelah itu mereka saling mendatangi dan terjadi perkelahian lagi,” ungkap AKP Rizky.
    Dalam duel tersebut, Angga terjatuh ke belakang dan kepalanya terbentur lantai.
    “Korban jatuh dan meninggal di situ. Lalu dibawa ke UKS dan Puskesmas, tapi dinyatakan sudah meninggal,” lanjutnya.
    Jenazah Angga kemudian diotopsi oleh tim Biddokkes Polda Jateng di RSUD Dr R Soedjati Soemodiardjo Purwodadi.
    “Hasil otopsi sementara bahwa ada patah tulang belakang kepala sehingga ini yang menyebabkan korban meninggal,” jelas AKP Rizky.
    Lebih lanjut, AKP Rizky menjelaskan bahwa cedera tersebut diduga terjadi akibat benturan keras saat korban terjatuh.
    “Korban jatuh ke belakang dan kepala terbentur lantai, kemudian kejang-kejang dan meninggal dunia,” imbuhnya.
    Hingga saat ini, Satreskrim Polres Grobogan masih mendalami peristiwa tersebut. Penyidik Unit PPA telah memeriksa sembilan saksi, terdiri dari enam siswa dan tiga guru.
    Para siswa diperiksa dengan pendampingan orang tua.
    “Masih mendalami keterangan saksi-saksi untuk mengetahui peran masing-masing di TKP,” ujar AKP Rizky.
    Selain itu, polisi juga telah menyita sejumlah barang bukti, termasuk rekaman CCTV dari area sekolah.
    “CCTV sedang kami periksa,” tambahnya.
    AKP Rizky menegaskan bahwa proses hukum akan dilakukan secara profesional dengan tetap mengacu pada perlindungan hak anak.
    “Kami berpegang pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Hak-hak anak tetap kami junjung, namun kasus ini kami tangani secara profesional,” tegasnya.
    Polres Grobogan juga telah mengirimkan tim psikologis ke SMP Negeri 1 Geyer untuk memberikan trauma healing bagi siswa dan guru.
    “Kami melakukan pendampingan dan mengirimkan tim psikologi dari Polres untuk melakukan trauma healing bagi anak-anak di sana,” tutup AKP Rizky.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 9
                    
                        Kisah Pilu Angga Siswa SMP di Grobogan Tewas Dibully Teman Sekelas, 2 Kali Duel Usai Dihina
                        Regional

    9 Kisah Pilu Angga Siswa SMP di Grobogan Tewas Dibully Teman Sekelas, 2 Kali Duel Usai Dihina Regional

    Kisah Pilu Angga Siswa SMP di Grobogan Tewas Dibully Teman Sekelas, 2 Kali Duel Usai Dihina
    Tim Redaksi
    GROBOGAN, KOMPAS.com
    – Kasus tewasnya Angga Bagus Perwira (12), siswa kelas VII SMP Negeri 1 Geyer, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, yang diduga menjadi korban
    bullying
    teman-teman sekelasnya, pada Sabtu (11/10/2025) mencoreng dunia pendidikan.
    Faktanya, selama ini, bocah pendiam asal Desa Ledokdawan, Geyer, itu disebut sering mengalami perundungan verbal dan fisik.
    Kepala SMPN 1 Geyer, Sukatno, mengatakan, dua bulan lalu tepatnya pada 28 Agustus, Nenek Angga pernah melaporkan ke pihak sekolah menyoal perundungan yang dialami Angga di kelas VII G.
    Namun, kata Sukatno, permasalahan tersebut sudah berhasil dimediasi internal oleh pihak sekolah.
    “Guru BK langsung menindaklanjuti dengan memberi bimbingan. Mereka teman satu kelas. Masalah selesai, pelaku sudah minta maaf. Selanjutnya mereka berteman seperti biasa,” kata Sukatno saat ditemui di ruangannya, Senin (13/10/2025).
    Menurut Sukatno, kasus perundungan yang menimpa Angga saat itu berbeda dengan dugaan
    bullying
    kali ini meski pelaku sama-sama satu kelas VII G.
    Karenanya, pihak sekolah pun mengaku kecolongan lantaran perisakan saat itu dipastikan telah berakhir damai.
    “Beda pelaku dengan yang ini. Kami sangat menyesal dan mohon maaf hal itu bisa terjadi. Kami percayakan penanganan kasus ini kepada kepolisian,” tutur Sukatno.
    Sukatno sendiri mengaku syok dengan peristiwa tragis yang merenggut nyawa anak didiknya itu.
    “Saya syok dan prihatin. Kenapa hal itu bisa terjadi. Itu pas jam istirahat kedua. Kami akan terus melakukan evaluasi meski sosialisasi soal bahaya
    bullying
    dan sebagainya sudah sering kita upayakan,” kata Sukatno saat ditemui di SMPN 1 Geyer, Senin (13/10/2025).
    Disampaikan Sukatno, dari keterangan yang dihimpun pihak sekolah, dugaan
    bullying
    itu berlangsung di teras atau depan ruang kelas VII G.
    Berdasarkan pantauan, lokasi kejadian ini berada di lantai 2 dan cukup jauh dari ruang guru.
    “Kejadian pukul 11.10 saat istirahat kedua. Jadi waktu itu kami tidak tahu. Tiba-tiba ada siswa yang lapor dan kami langsung ke UKS membawa Angga ke Puskesmas. Namun Puskesmas menyatakan Angga sudah meninggal,” ungkap Sukatno.
    Sukatno dan jajarannya sangat menyayangkan insiden tak pantas itu bisa terjadi. Sukatno dan guru-guru lain tak menyangka karena kelas VII G tempat Angga menuntut ilmu, diisi oleh 29 murid paling berprestasi.
    “Kelas VII G kelas paling baik dibanding kelas VII lainnya. Kami memohon maaf sebesar-besarnya dan berduka cita atas meninggalnya siswa kami, Angga Bagus Perwira,” tutur Sukatno.
    Pascakejadian, kata Sukatno, pihak SMPN 1 Geyer langsung membuat laporan ke Polres Grobogan.
    Saat itu jenazah Angga langsung dilarikan ke RSUD Dr R Soedjati Soemodiardjo, Purwodadi, untuk kepentingan otopsi yang dikehendaki keluarga Angga.
    Selanjutnya, Sukatno beserta guru dan siswa yang didampingi orangtuanya langsung menjalani serangkaian pemeriksaan di Unit PPA Satreskrim Polres Grobogan. Ia pun berharap kasus ini diungkap secara profesional.
    “Kami dimintai keterangan di Unit PPA Satreskrim Polres Grobogan. Kami sangat prihatin dan kami harap segera terungkap. Kami percayakan kepada polisi,” kata Sukatno.
    Dalam perkara dugaan penganiayaan yang menewaskan Angga ini, pihak keluarga menuntut keadilan dan mendesak kepolisian bersikap profesional.
    Padahal,
    bullying
    verbal dan fisik yang membayangi Angga akhir-akhir ini sudah pernah dilaporkan ke pihak sekolah.
    “Harapannya berlanjut seadil-adilnya. Enggak ada kata maaf intinya. Soalnya nyawa hubungannya ini. Kalau bisa nyawa dibayar nyawa. Tapi ini negara hukum, kita ikuti aturan yang berlaku. Harus dihukum setuntas-tuntasnya,” tegas Sawendra yang sudah 20 tahun merantau sebagai pekerja pabrik di Cianjur ini.
    Kakek korban, Pujiyo, mengatakan, tim medis yang menyerahkan jenazah Angga usai diotopsi di RSUD Dr R Soedjati Soemodiardjo, Purwodadi, menyampaikan adanya dugaan unsur penganiayaan.
    “Ada benturan kepala bagian kanan kiri. Ada penggumpalan darah di otak dan tengkorak di bawah otak belakang remuk. Kata dokternya seperti itu,” tutur Pujiyo saat ditemui di rumah duka di Desa Ledokdawan, Kecamatan Geyer, Minggu (12/10/2025).
    Disampaikan Pujiyo, saat ini keluarga Angga berharap kepolisian bisa segera mengusut tuntas perkara dugaan
    bullying
    yang melibatkan anak-anak di bawah umur ini. Mereka menuntut para pelaku dihukum seberat-beratnya.
    “Hukum harus ditegakkan seadil-adilnya. Biar ada efek jera juga,” tegas Pujiyo.
    APR (12), temen seangkatan Angga, mengatakan, pada Sabtu (11/10/2025) pagi, Angga diketahui sempat adu jotos dengan salah satu teman sekelasnya, El (12). Saat itu aktivitas belajar mengajar baru dimulai, namun guru belum datang.
    “Awal mulanya Angga diejek teman-temannya, lalu Angga tidak terima dan berkelahi. Angga dipukuli kepalanya dan kemudian berhenti. Itu saat jam ketiga, tapi belum ada guru,” kata APR, siswi kelas VII F yang ruangan kelasnya berdampingan dengan kelas VII G, bangku sekolah Angga.
    Bullying
    yang dialami Angga terus berlanjut hingga jam pelajaran selanjutnya. Menurut APR, ketika pukul 11.00, Angga kembali menerima perundungan dari teman-teman sekelasnya. Saat itu Angga dikerubungi teman-temannya sekelas dan diadu dengan salah seorang temannya, AD (12).
    “Kamu beraninya sama siapa? Lalu Angga berkelahi dengan AD hingga kepala Angga kena pukul berkali-kali. Dia kejang-kejang dan dibawa ke UKS tapi meninggal. Saat itu jam pelajaran tapi guru belum datang,” tutur APR.

    Sementara itu, Satreskrim Polres Grobogan masih mendalami kasus dugaan
    bullying
    yang menewaskan Angga. Bocah malang ini diduga meninggal dunia akibat mengalami kekerasan dari teman-teman sekelasnya.
    Sebelumnya Satreskrim Polres Grobogan juga menggandeng Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) Polda Jateng untuk mengotopsi jenazah korban. Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti permintaan keluarga korban sekaligus mengetahui penyebab pasti kematian korban.
    Sejauh ini, penyidik Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) telah berupaya mengumpulkan keterangan dengan memeriksa sejumlah saksi termasuk menggelar olah Tempat Kejadian Perkara (TKP).
    Kasat Reskrim Polres Grobogan AKP Rizky Ari Budianto, mengatakan, saat ini penyidik belum bisa menetapkan adanya tersangka menyusul pemeriksaan masih berlangsung.
    “Masih mendalami keterangan dari saksi-saksi. Supaya tahu peran masing-masing yang ada di TKP,” kata Rizky saat dihubungi melalui ponsel, Senin (13/10/2025).
    Menurut Rizky, hingga kini sebanyak sembilan saksi masih menjalani serangkaian pemeriksaan. Para saksi yang dihadirkan yakni para guru dan murid satu kelas korban.
    “Ada sembilan saksi yang diperiksa, enam di antaranya siswa. Untuk siswa didampingi orangtuanya,” kata Rizky.
    Selain olah TKP dan pemeriksaan saksi, sambung Rizky, penyidik juga telah mengumpulkan barang bukti. Salah satunya yakni Closed Circuit Television (CCTV) yang terpasang di sudut-sudut sekolah.
    Disampaikan Rizky, dalam penanganan kasus yang melibatkan anak-anak di bawah umur ini, penyidik tetap memberlakukan prinsip keadilan. Tentunya, kata Rizky, jika terbukti bersalah, anak yang berkonflik dengan hukum akan diproses merujuk Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
    “Harus benar-benar teliti karena ini anak-anak,” pungkas Rizky.
    Kepala Dinas Pendidikan Grobogan, Purnyomo, mengaku prihatin dengan kasus dugaan
    bullying
    yang menewaskan siswa kelas VII G, SMPN 1 Geyer. Purnyomo pun berharap Unit PPA Satreskrim Polres Grobogan yang menangani kasus ini bisa bersikap adil dan profesional.
    “Kami sangat prihatin dan menyesalkan kejadian itu bisa terjadi. Ini jadi bahan evaluasi kami supaya hal serupa tidak terulang. Kami ucapkan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya kepada keluarga Angga Bagus Perwira dan semoga polisi bisa mengungkap tuntas,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Grobogan, Purnyomo.
    Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, meminta Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melakukan investigasi kematian Angga.
    Lalu mengatakan bahwa investigasi itu merupakan perintah Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
    “Kita tentu tegas menolak segala bentuk kekerasan di dunia pendidikan dan mendorong Kemendikdasmen untuk segera melakukan investigasi menyeluruh,” kata Lalu saat dihubungi Kompas.com, Senin (13/10/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 2
                    
                        Angga Dibully hingga Tewas, Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Geyer Buka Suara
                        Regional

    2 Angga Dibully hingga Tewas, Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Geyer Buka Suara Regional

    Angga Dibully hingga Tewas, Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Geyer Buka Suara
    Penulis
    GROBOGAN, KOMPAS.com –
    Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Geyer, Sukatno, akhirnya angkat bicara terkait meninggalnya siswa kelas VII, Angga Bagus Perwira (12), yang diduga menjadi korban perundungan atau
    bullying
    di lingkungan sekolah.
    Melalui pesan singkat kepada
    Kompas.com
    pada Minggu (12/10/2025), Sukatno menyampaikan bahwa penanganan kasus tersebut telah diserahkan kepada aparat penegak hukum.
    “Maaf baru balas. Permasalahan di sekolah sudah ditangani oleh pihak berwajib Polres Grobogan,” kata Sukatno.
    Sebelumnya, Angga ditemukan dalam kondisi tak bernyawa di ruang kelas VII G pada Sabtu (11/10/2025) sekitar pukul 11.00 WIB.
    Berdasarkan keterangan temannya APR (12), Angga sempat terlibat dua kali perkelahian dengan rekan sekelasnya di hari yang sama sebelum akhirnya mengalami kejang-kejang dan meninggal dunia.
    “Awal mulanya Angga diejek teman-temannya, lalu Angga tidak terima dan berkelahi. Angga dipukuli kepalanya dan kemudian berhenti. Itu saat jam ketiga, tapi belum ada guru,” ungkap APR (12), teman seangkatan Angga, saat ditemui di rumah duka pada Minggu pagi.
    “Kamu beraninya sama siapa? Lalu Angga berkelahi dengan AD hingga kepala Angga kena pukul berkali-kali. Dia kejang-kejang dan dibawa ke UKS tapi meninggal. Saat itu jam pelajaran tapi guru belum datang,” ujar APR menambahkan.
    Kabar kematian Angga mengejutkan banyak pihak, termasuk keluarganya.
    Kedua orangtuanya, Sawendra dan Ike Purwitasari, yang berdomisili di Cianjur, Jawa Barat, langsung pulang ke Grobogan dan tiba ketika jenazah Angga sudah tidak bernyawa.
    Jenazah Angga dimakamkan di pemakaman umum Desa Ledokdawan, Kecamatan Geyer, Minggu pagi sekitar pukul 09.00 WIB, disaksikan oleh warga dan para pelayat.
    Paman korban, Suwarlan (45), mengungkapkan bahwa keluarga mendapat kabar kematian Angga dari pihak sekolah pada Sabtu siang.
    “Kata teman-teman sekolahnya, diduga korban bullying. Saat itu kejang-kejang dan mau dibawa ke UKS tapi sudah meninggal dunia,” ujar Suwarlan.
    Jenazah Angga sempat dibawa ke puskesmas terdekat dan kemudian dirujuk ke RSUD Dr. R. Soedjati Soemodiardjo, Purwodadi, untuk dilakukan otopsi.
    “Permintaan kami supaya diotopsi kepolisian, biar jelas penyebab kematiannya. Perut dan dadanya menghitam,” jelas Suwarlan.
    Sementara itu, kakek korban, Pujiyo (50), menuturkan bahwa cucunya sering mengeluh soal perundungan yang dialaminya di sekolah. Bahkan, sempat enggan masuk sekolah karena mengalami kekerasan secara verbal maupun fisik.
    “Pernah sakit juga di kepala karena dipukuli dan tidak masuk sekolah. Kami akhirnya datangi sekolah dan melaporkannya. ABP pun kemudian mau masuk sekolah meski tetap dihina dan dianiaya. Dia itu anak penurut dan enggak aneh-aneh. Hobinya sepak bola,” kata Pujiyo.
    “Harusnya diawasi, kan udah kejadian. Kasihan mas, anaknya pendiam. Orangtuanya kalau pulang hanya pas Lebaran,” tambahnya sambil menangis.
    Keluarga juga menerima informasi simpang siur, termasuk dugaan bahwa Angga sempat dijatuhkan dari tangga sebelum meninggal.
    Untuk itu, mereka menuntut agar penyebab kematian Angga diusut tuntas melalui otopsi oleh kepolisian.
    “Kami melihat jenazah ABP di Puskesmas sebelum dilarikan ke RSUD Dr. R. Soedjati Soemodiardjo, Purwodadi untuk diotopsi atas permintaan kami. Info yang kami terima, dia di-
    bully
    , sampai kejang-kejang dan meninggal di ruang kelas,” tegas Pujiyo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 9
                    
                        Tak Ada Guru Saat Angga Dibully hingga Tewas di Sekolah SMP Grobogan
                        Regional

    9 Tak Ada Guru Saat Angga Dibully hingga Tewas di Sekolah SMP Grobogan Regional

    Tak Ada Guru Saat Angga Dibully hingga Tewas di Sekolah SMP Grobogan
    Tim Redaksi
    GROBOGAN, KOMPAS.com –
    Jenazah Angga Bagus Perwira (12) telah dimakamkan di pemakaman umum dekat rumahnya di Desa Ledokdawan, Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, pada Minggu (12/10/2025) sekitar pukul 09.00 WIB.
    Orangtua Angga, Sawendra dan Ike Purwitasari, yang datang dari Cianjur, Jawa Barat, telah berada di rumah duka. Keduanya tampak syok menerima kenyataan pahit atas kepergian putra mereka.
    Angga meninggal setelah diduga menjadi korban penganiayaan atau
    bullying
    oleh rekan-rekannya di SMP Negeri 1 Geyer. 
    Kabar meninggalnya Angga mengejutkan banyak pihak, termasuk rekan-rekan sekolahnya.
    Seorang teman seangkatan Angga, APR (12), mengungkapkan bahwa peristiwa tragis itu bermula pada Sabtu (11/10/2025) pagi. 
    Saat itu, Angga sempat terlibat perkelahian dengan El (12), salah satu teman sekelasnya.
    “Awal mulanya Angga diejek teman-temannya, lalu Angga tidak terima dan berkelahi. Angga dipukuli kepalanya dan kemudian berhenti. Itu saat jam ketiga, tapi belum ada guru,” kata APR, siswi kelas VII F, yang kelasnya bersebelahan dengan ruang kelas Angga, VII G, saat ditemui di rumah duka, Minggu pagi.
    Menurut APR, perundungan terhadap Angga tidak berhenti di situ.
    Sekitar pukul 11.00 WIB, Angga kembali dikerubungi teman-temannya dan diadu dengan siswa lain, AD (12).
    “Kamu beraninya sama siapa? Lalu Angga berkelahi dengan AD hingga kepala Angga kena pukul berkali-kali. Dia kejang-kejang dan dibawa ke UKS, tapi meninggal. Saat itu jam pelajaran, tapi guru belum datang,” lanjut APR.
    Angga ditemukan tidak bernyawa di ruang kelas VII G, SMP Negeri 1 Geyer, sekitar pukul 11.00 WIB.
    Dugaan sementara, korban meninggal dunia akibat penganiayaan yang dilakukan oleh teman-teman sekelasnya.
    Paman korban, Suwarlan (45), mengatakan, keluarga mendapat informasi dari pihak sekolah bahwa Angga meninggal dunia saat jam sekolah masih berlangsung.
    “Kata teman-teman sekolahnya, diduga korban
    bullying
    . Saat itu kejang-kejang dan mau dibawa ke UKS tapi sudah meninggal dunia,” tutur Suwarlan di rumah duka.
    Jenazah Angga sempat diperiksa di puskesmas terdekat, sebelum akhirnya dirujuk ke RSUD Dr. R. Soedjati Soemodiardjo, Purwodadi, untuk keperluan otopsi.
    “Permintaan kami supaya diotopsi kepolisian, biar jelas penyebab kematiannya. Perut dan dadanya menghitam,” tambah Suwarlan.
    Kakek korban, Pujiyo (50), mengatakan bahwa sebelum meninggal, Angga sering mengeluh menjadi korban
    bullying
    verbal dan fisik di sekolah.
    Trauma akibat perlakuan itu sempat membuat Angga enggan berangkat sekolah.
    “Pernah sakit juga di kepala karena dipukuli dan tidak masuk sekolah. Kami akhirnya datangi sekolah dan melaporkannya. ABP pun kemudian mau masuk sekolah meski tetap dihina dan dianiaya. Dia itu anak penurut dan enggak aneh-aneh. Hobinya sepak bola,” ungkap Pujiyo.
    Ia pun menyayangkan lemahnya pengawasan dari pihak sekolah, yang menyebabkan kasus perundungan tersebut terus terjadi hingga akhirnya merenggut nyawa cucunya.
    “Harusnya diawasi, kan udah kejadian. Kasihan mas, anaknya pendiam. Orangtuanya kalau pulang hanya pas Lebaran.,” tambahnya sambil menangis.
    Pihak keluarga juga menerima informasi simpang siur, termasuk dugaan bahwa Angga sengaja dijatuhkan dari tangga oleh rekan-rekannya.
    Karena itu, untuk mengetahui penyebab pasti kematian Angga, keluarga menegaskan agar dilakukan otopsi secara menyeluruh oleh pihak kepolisian.
    “Kami melihat jenazah ABP di Puskesmas sebelum dilarikan ke RSUD Dr. R. Soedjati Soemodiardjo, Purwodadi untuk diotopsi atas permintaan kami. Info yang kami terima, dia di-
    bully
    , sampai kejang-kejang dan meninggal di ruang kelas,” ujar Pujiyo.
    Sementara itu, Kepala Sekolah SMPN 1 Geyer, Sukatno, telah angkat bicara soal kasus ini. 
    “Maaf baru balas. Permasalahan di sekolah sudah ditangani oleh pihak berwajib Polres Grobogan,” kata Sukatno dalam pesan singkat kepada
    Kompas.com
    , Minggu (12/10/2025). 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 2
                    
                        Angga Dibully hingga Tewas, Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Geyer Buka Suara
                        Regional

    1 “Gak Mau Sekolah…” Isyarat Terakhir Angga Sebelum Tewas Dibully Teman-temannya Yogyakarta

    “Gak Mau Sekolah…” Isyarat Terakhir Angga Sebelum Tewas Dibully Teman-temannya
    Tim Redaksi
    GROBOGAN, KOMPAS.com –
    Pagi itu, Sabtu (11/10/2025), matahari belum begitu hangat menyentuh rutinitas kehidupan di Dusun Muneng, Desa Ledokdawan, Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
    Tak seperti biasanya, Angga Bagus Perwira (12) justru masih terlihat bermalas-malasan di ranjang di rumahnya yang berdekatan dengan rel perlintasan kereta api.
    Selama ini, sudah menjadi identitas Angga yang selalu lebih dini mempersiapkan perbekalan sekolah.
    Namun tidak kali ini, siswa kelas VII SMPN 1 Geyer itu malah enggan masuk sekolah.
    Mungkin saja akibat bullying yang dialaminya akhir-akhir ini, Angga jadi tak lagi bergairah menuntut ilmu.
    Sayangnya, Angga lebih memilih membisu lantaran karakternya yang tak ingin menyusahkan orang.
    Membaca gelagat tak lazim cucunya itu membuat Kustinah geleng kepala.
    Berkali-kali, wanita sepuh itu memperingatkan Angga untuk segera mandi dan berangkat bersekolah.
    “Sarapan juga tidak mau dan ogah sekolah. Angga ini pemalu, pasti takut dibully lagi. Tapi setelah saya tegur, akhirnya berangkat sekolah diantar naik motor,” tutur Kustinah, Minggu (12/10/2025).
    Siapa sangka keinginan Angga yang menolak untuk masuk sekolah saat itu merupakan isyarat terakhir darinya.
    Ya, siang itu sekitar pukul 11.00 WIB, tersiar kabar bahwa Angga tewas usai diduga dianiaya teman-teman sekelasnya di sekolah.
    Seketika, hancur sudah asa keluarga Angga yang mendengar insiden tragis itu.
    “Ya Allah, le,” tangis Kustinah.
    Ayah Angga, Sawendra (38), menuturkan, putra sulungnya itu semasa hidup dikenal berkepribadian baik.
    Angga bahkan tak sekalipun merengek meminta hajat berlebihan.
    Angga sadar betul kondisi perekonomian orangtuanya.
    Meski hidup berjauhan, Angga dan orangtuanya intens berkomunikasi melalui sambungan telepon.
    “Anaknya pendiam, nurut, dan gak neko-neko. Gak pernah minta yang aneh-aneh,” tutur pekerja industri kulit di Cianjur ini.
    Hanya satu permintaan kecil dari Angga yang selamanya akan menjadi cerita tentang kesederhanaannya.
    Bocah polos itu ingin dibelikan sepatu bola karena telah mengikuti ekstrakurikuler.
    Angga merasa malu lantaran tak punya sepatu bola.
    Sawendra pun sudah mewujudkannya, namun takdir berkata lain, Angga sudah pulang dalam pelukan “Sang Khalik.” Sepatu bola impiannya itu tak sempat Angga pakai merumput.
    “Sepatu bola impianmu sudah terbeli, nak, tapi kamu pergi selama-lamanya,” tutur Sawendra.
    Dalam kasus dugaan perundungan dan penganiayaan yang menewaskan Angga ini, pihak keluarga menuntut keadilan dan mendesak kepolisian bertindak profesional.
    Sawendra pun tak habis pikir mengapa tidak ada pengawasan serius dari tenaga pendidik di SMPN 1 Geyer hingga petaka merenggut nyawa anaknya.
    Padahal, bullying verbal dan fisik yang membayangi Angga akhir-akhir ini sudah pernah dilaporkan ke pihak sekolah.
    “Harapannya berlanjut seadil-adilnya. Gak ada kata maaf intinya. Soalnya nyawa hubungannya ini. Kalau bisa nyawa dibayar nyawa. Tapi hukum kita ikuti aturan yang berlaku. Tapi harus dihukum setuntas-tuntasnya,” tegas Sawendra yang sudah 20 tahun merantau di Cianjur ini.
    Kasat Reskrim Polres Grobogan, AKP Rizky Ari Budianto, mengatakan, kasus kematian Angga yang diduga korban bullying dan pengeroyokan teman sekolahnya masih didalami.
    Penyidik Satreskrim Polres Grobogan masih memeriksa sejumlah saksi, di antaranya teman-teman sekolah Angga termasuk para guru SMPN 1 Geyer.
    “Masih proses pemeriksaan semua. Saksi yang diperiksa banyak,” kata Rizky.
    Selain itu, saat ini Satreskrim Polres Grobogan juga menggandeng Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) Polda Jateng untuk mengautopsi jenazah Angga.
    Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti permintaan keluarga Angga sekaligus mengetahui penyebab pasti kematian remaja tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 9
                    
                        Tak Ada Guru Saat Angga Dibully hingga Tewas di Sekolah SMP Grobogan
                        Regional

    Terungkap, Penggumpalan Darah di Kepala Siswa SMP Grobogan Tewas Diduga Dianiaya Teman Yogyakarta 12 Oktober 2025

    Terungkap, Penggumpalan Darah di Kepala Siswa SMP Grobogan Tewas Diduga Dianiaya Teman
    Tim Redaksi
    GROBOGAN, KOMPAS.com –
    Jenazah Angga Bagus Perwira (12), siswa 1 Geyer, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, yang diduga jadi korban penganiayaan rekan-rekannya, rampung diautopsi oleh Biddokkes Polda Jateng di RSUD Dr R Soedjati Soemodiardjo, Purwodadi, Grobogan, Sabtu (11/10/2025) malam.
    Hasilnya, ada pengumpalan darah di kepala Angga diduga akibat kekerasan fisik.
    “Ada penggumpalan darah di kepala,” ujar Paman korban, Suwarlan (45).
    Jasad siswa SMPN 1 Geyer itu kemudian diantarkan ke rumah duka di Desa Ledokdawan, Kecamatan Geyer, menggunakan ambulans.
    Jenazah Angga akan dimakamkan di tempat pemakaman umum Desa Ledokdawan pada Minggu (12/10/2025) sekitar pukul 09.00.
    “Kami masih menunggu orangtua korban yang sedang dalam perjalanan dari Cianjur. Dini hari ini tiba dan akan kami jemput,” tutur Suwarlan.
    Sementara, Kasat Reskrim Polres Grobogan, AKP Rizky Ari Budianto, mengatakan, kasus kematian Angga masih didalami.
    Penyidik Satreskrim Polres Grobogan masih memeriksa sejumlah saksi, di antaranya teman-teman sekolah korban termasuk para guru SMPN 1 Geyer.
    “Masih proses pemeriksaan semua. Saksi yang diperiksa banyak,” kata Rizky.
    Sebelumnya diberitakan, Angga, siswa kelas VII SMP Negeri 1 Geyer, tewas usai diduga dianiaya teman-teman sekolahnya, Sabtu (11/10/2025).
    Bocah berusia 12 tahun itu dilaporkan sudah dalam kondisi tak bernyawa di dalam ruang kelasnya, VII G.
    Paman korban, Suwarlan, mengatakan, keluarga menerima informasi Angga meninggal di sekolah sekitar pukul 11.00.
    Suwarlan mendapat informasi keponakannya itu diduga dikeroyok teman sekelasnya saat jam istirahat sekolah.
    “Kata teman-teman sekolahnya, diduga korban bullying. Saat itu kejang-kejang dan mau dibawa ke UKS, tapi sudah meninggal dunia,” tutur Suwarlan saat ditemui di rumah duka di Desa Ledokdawan, Kecamatan Geyer.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Siswa SMP di Grobogan Tewas Dianiaya Temannya, Keluarga: Harusnya Diawasi
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        11 Oktober 2025

    Siswa SMP di Grobogan Tewas Dianiaya Temannya, Keluarga: Harusnya Diawasi Regional 11 Oktober 2025

    Siswa SMP di Grobogan Tewas Dianiaya Temannya, Keluarga: Harusnya Diawasi
    Tim Redaksi
    GROBOGAN, KOMPAS.com
    – Suasana duka menyelimuti rumah Angga Bagus Perwira (12) di Desa Ledokdawan, Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Sabtu (11/10/2025) sore.
    Siswa SMPN 1 Geyer itu dilaporkan tewas saat jam istirahat sekolah usai diduga dianiaya teman-teman sekelasnya.
    Rumah kecil berkonstruksi papan itu terus saja didatangi para pelayat. Tampak beberapa karangan bunga dari Dinas Pendidikan Grobogan terpajang di depan rumah yang berdekatan dengan rel perlintasan kereta api itu.
    Di ruangan depan rumah, terlihat beberapa kerabat korban menangis histeris. Mereka tak menyangka bocah yang dikenal energik itu meninggal dunia secepat itu.
    Selama ini, korban tinggal dengan kakeknya di Dusun Muneng, Desa Ledokdawan. Sementara orangtua korban beserta adiknya menetap di Cianjur, Jawa Barat.
    Kakek korban, Pujiyo (50), menuturkan, cucunya itu merupakan anak yang berkepribadian baik. Sebelum meninggal, Angga acap kali mengeluh kepada keluarganya lantaran menjadi korban
    bullying
    teman-temannya. Bahkan, akibat perundungan verbal dan fisik yang dialaminya itu membuat Angga takut untuk bersekolah.
    “Pernah sakit juga di kepala karena dipukuli dan tidak masuk sekolah. Kami akhirnya datangi sekolah dan melaporkannya. Angga pun kemudian mau masuk sekolah meski tetap dihina dan dianiaya. Dia itu anak penurut dan enggak aneh-aneh. Hobinya sepakbola dan ikut ekstra kulikuler,” tutur Pujiyo.
    Pujiyo mengaku sangat terpukul dengan kepergian cucunya itu. Beberapa kali ia pun tak kuasa menahan tangis ketika mengenang keseharian Angga.
    Pujiyo sendiri menyayangkan tidak adanya pengawasan dari pihak sekolah hingga
    bullying
    yang menimpa cucunya itu bisa kembali terulang.
    “Harusnya diawasi kan udah kejadian. Kasihan mas, anaknya pendiam. Orangtuanya kalau pulang hanya pas Lebaran. Malam ini orangtuanya perjalanan pulang tapi justru bertemu Angga sudah meninggal,” tangis Pujiyo.
    Disampaikan Pujiyo, keluarga menerima informasi perihal kematian Angga pada Sabtu siang dari pihak sekolah. 
    Berdasarkan keterangan teman-teman sekolahnya, Angga dilaporkan meninggal dunia sekitar pukul 11.00 WIB usai diduga dianiaya teman-teman sekelasnya. Ada juga yang menyebut Angga meninggal dunia lantaran sengaja dijatuhkan dari tangga.
    Karenanya, untuk mengetahui penyebab pasti kematian ABP, keluarga menghendaki dilakukan otopsi.
    “Kami melihat jenazah Angga di puskesmas sebelum dilarikan ke RSUD Dr. R. Soedjati Soemodiardjo, Purwodadi untuk diotopsi atas permintaan kami. Info yang kami terima dia di-
    bully
    , sampai kejang-kejang dan meninggal di ruang kelas,” tutur Pujiyo.
    Kasat Reskrim Polres Grobogan, AKP Rizky Ari Budianto mengatakan, kasus kematian Angga yang diduga korban
    bullying
    teman-teman sekolahnya masih didalami. 
    Penyidik Satuan Reskrim Polres Grobogan masih memeriksa sejumlah saksi, di antaranya teman-teman sekolah korban termasuk para guru SMPN 1 Geyer.
    “Masih proses pemeriksaan semua. Saksi yang diperiksa banyak,” kata Rizky.
    Selain itu, saat ini Sat Reskrim Polres Grobogan juga menggandeng Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) Polda Jateng untuk mengotopsi jenazah korban.
    Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti permintaan keluarga korban sekaligus mengetahui penyebab pasti kematian korban.
    “Kami masih koordinasi dan masih menunggu. Otopsi malam ini,” kata Rizky saat dihubungi melalui ponsel, Sabtu malam.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Buntut Bullying Viral di SMP 13 Kambo Palopo Sulsel, 3 Siswa Cuma Diskorsing

    Buntut Bullying Viral di SMP 13 Kambo Palopo Sulsel, 3 Siswa Cuma Diskorsing

    Sebelumnya, kasus perundungan atau bullying di SMP Negeri 3 Kambo, Kota Palopo, Sulawesi Selatan, menjadi viral usai videonya diunggah ke media sosial.

    Kasat Reskrim Polres Palopo, Iptu Sahrir membenarkan hal tersebut. Dia menjelaskan bahwa korban telah melapor ke polisi pada Rabu (8/10/2025) malam dan akan segera memanggil para siswa yang melakukan perundungan.

    “Tadi malam sudah melapor resmi. Besok para pihak (terlapor) akan diundang ke polres,” kata Sahrir kepada Liputan6.com, Kamis (9/10/2025).

    Dari data yang diterima, korban perundungan dalam insiden tersebut adalah RL (13), sementara para pelaku yang terlibat dalam kejadian itu ada lima orang siswa, yakni MA (13), MT (13), AR (13), A (13), dan R (13).

    Sementara itu, Kapolres Palopo, AKBP Dedi Surya Dharma, turut angkat bicara terkait kasus perundungan dan pengeroyokan siswa SMP Negeri 13 Kambo, Kota Palopo, Sulawesi Selatan, yang sempat viral di media sosial.

    Dedi menegaskan, karena para pelaku masih berstatus anak di bawah umur, maka penyelesaian kasus tersebut lebih dulu diupayakan melalui jalur mediasi.

    “Iya, kalau untuk kasus anak-anak diupayakan mediasi dahulu,” kata AKBP Dedi melalui pesan singkat, Kamis (9/10/2025).

    Lebih lanjut, Dedi menjelaskan bahwa penanganan perkara pidana dengan pelaku anak berbeda dengan orang dewasa. Ada mekanisme hukum khusus yang disebut diversi, yakni pengalihan penyelesaian perkara dari jalur peradilan pidana ke luar pengadilan.

    “Kalau kasus anak sebagai pelaku nanti ada beberapa kali diversi, mulai sebelum penyidikan, saat penyidikan, penuntutan, hingga persidangan,” jelasnya.

    Menurut Dedi, tujuan dari diversi adalah mengedepankan pembinaan dan pemulihan, bukan semata-mata menghukum anak. Karena itu, setiap tahapan proses hukum tetap membuka ruang mediasi antara pelaku, korban, serta pihak keluarga.

    “Jadi dilihat bagaimana perkembangan nanti ya,” tambahnya.

     

  • Pemkot Jaktim bina pelajar SMA/SMK agar sadar dan taat hukum

    Pemkot Jaktim bina pelajar SMA/SMK agar sadar dan taat hukum

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Timur (Jaktim) melakukan pembinaan dan sosialisasi kepada pelajar tingkat SMA/SMK di wilayah setempat untuk meningkatkan kesadaran dan ketaatan hukum.

    “Sosialisasi dan pembinaan hukum ini diikuti sekitar 300 pelajar tingkat SMA/SMK yang merupakan perwakilan dari 18 sekolah di Jakarta Timur, dan bertempat di SMK Negeri 26 Jakarta,” kata Wakil Walikota Jakarta Timur Kusmanto di Jakarta, Rabu.

    Dia menyebutkan para pelajar itu umumnya telah berusia dewasa dan memiliki KTP, sehingga mereka mempunyai tanggung jawab hukum atas setiap tindakan yang dilakukan.

    Pembinaan tersebut, sambung dia, bertujuan membentuk karakter pelajar sehingga dapat menghindari berbagai permasalahan hukum, seperti perundungan, tawuran, dan penyalahgunaan narkoba.

    “Kami wajib memberikan bimbingan kepada anak-anak kita ini, supaya mereka terhindar dari sanksi hukum yang berkaitan dengan pidana tadi, kekerasan, tawuran, dan narkoba,” ujar Kusmanto.

    Selain itu, dia mengatakan pembinaan itu merupakan salah satu upaya Pemkot Jaktim mencetak generasi muda sebagai agen perubahan, sekaligus mendorong pelajar untuk saling menasihati teman-temannya.

    “Dari sosialisasi tersebut, para pelajar diharapkan dapat menyebarluaskan atau membawa efek positif untuk kalangan pelajar lainnya sehingga para pelajar dapat tumbuh menjadi generasi emas di kemudian hari,” ucap Kusmanto.

    Penyelenggaraan kegiatan pembinaan itu berkolaborasi dengan Polres Metro Jakarta Timur, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Timur, Bagian Hukum Setko Jakarta Timur, serta Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta.

    Sebelumnya, Pemkot Jaktim telah menggelar sosialisasi stop perundungan (bullying), tawuran, dan narkoba di SMAN 51 Batu Ampar, Kelurahan Batu Ampar Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur, pada 16 September 2025.

    Perundungan, tawuran, dan penyalahgunaan narkoba merupakan permasalahan yang kerap ditemui pada anak-anak kalangan sekolah.

    Oleh karena itu, sosialisasi dan edukasi perlu dilakukan untuk mengingatkan siswa agar menjauhi ketiga permasalahan yang dapat merugikan mereka di masa depan itu.

    Kegiatan pembinaan tersebut diikuti oleh 864 siswa, mulai dari kelas 10, 11 hingga 12. Dari jumlah tersebut, sebanyak 288 siswa di antaranya berasal dari kelas 10.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Noble Academy, Oase Pendidikan untuk Anak Cerdas Istimewa yang Sempat Terasing
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        7 Oktober 2025

    Noble Academy, Oase Pendidikan untuk Anak Cerdas Istimewa yang Sempat Terasing Megapolitan 7 Oktober 2025

    Noble Academy, Oase Pendidikan untuk Anak Cerdas Istimewa yang Sempat Terasing
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Anak dengan kemampuan berpikir di atas rata-rata kerap menghadapi tantangan besar di sekolah reguler.
    Bagi anak cerdas istimewa dan berbakat istimewa (CIBI), potensi intelektual luar biasa sering muncul bersamaan dengan kerentanan emosional yang tinggi.
    Fenomena inilah yang melatarbelakangi berdirinya Noble Academy, sebuah sekolah swasta di Jakarta yang dirancang khusus bagi anak-anak CIBI.
    Mengusung slogan “
    Gifted and Talented Education
    ”, sekolah ini hadir sebagai ruang aman bagi anak-anak dengan kecerdasan istimewa yang sering kali tak menemukan tempatnya di sistem pendidikan konvensional.
    School Principal Noble Academy, Eunike Saliman (32), menjelaskan bahwa fokus pendidikan di sekolahnya bukan hanya mengasah otak, melainkan juga membangun fondasi sosial dan emosional yang kuat agar anak-anak CIBI tumbuh seimbang.
    “Karena mereka ini memang unik, kan. Fundamentalnya,
    big idea
    -nya ada dua, diferensiasi kurikulum dan pembelajaran sosial emosional,” ujar Eunike kepada
    Kompas.com,
    Selasa (7/10/2025).
    Menurut Eunika, anak-anak CIBI memerlukan sistem pendidikan yang fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak yang berbeda satu sama lain.
    Sehingga, penyeragaman cara belajar pun tak akan efektif bagi anak-anak CIBI.
    Eunike menjelaskan, anak-anak CIBI biasanya memiliki IQ tinggi dan kemampuan belajar cepat, bahkan dapat memahami pelajaran setara dengan anak beberapa tingkat di atasnya.
    Karena itu, Noble Academy menerapkan diferensiasi kurikulum, yang menyesuaikan pelajaran dengan kemampuan dan minat masing-masing anak.
    “Misalnya ada anak masih kelas 2 SD, tapi kemampuannya sudah bisa setara dengan kelas 5 SD. Kalau di sekolah biasa, dia kan ada
    textbook
    , enggak bisa lompat. Tapi kalau ikuti itu, nanti dia jenuh, bosan, potensinya malah enggak tergali,” kata Eunike.
    Diferensiasi tersebut juga meliputi cara masing-masing anak mempelajari sebuah pelajaran. Sekolah akan mencoba menyesuaikan dengan minat dan bakat yang tersimpan di dalam diri masing-masing anak.
    “Misalnya ada anak yang enggak suka tampil di video, nanti ditugaskannya bikin
    podcast
    yang ada suaranya saja. Jadi kita memberikan fleksibilitas,” ujarnya.
    Namun, di balik kecerdasan luar biasa itu, anak-anak CIBI kerap menghadapi dilema emosional.
    Mereka bisa berpikir setara anak yang lebih tua, tapi memiliki kematangan emosional jauh di bawah usia biologisnya.
    “Perkembangan kognitifnya bisa setara dengan anak yang beberapa tahun lebih tua, tapi perkembangan emosinya justru bisa beberapa tahun di bawah usia biologisnya. Celah inilah yang membuat mereka sangat rentan,” papar Eunike.
    Pada kondisi tertentu, anak CIBI justru bisa terpukul dan merasakan sakit hati yang berkali-kali lipat saat gagal dibanding anak lainnya. Pasalnya, mereka sangat sensitif terhadap stimulus dan cenderung kesulitan mengendalikan emosi yang dirasakan.
    Menurut Eunike, anak-anak CIBI merasakan emosi secara lebih dalam dibanding anak-anak pada umumnya. Kompleksitas ini menjadi tantangan utama dalam mengembangkan potensi mereka.
    “Persepsi orang kan kalau IQ-nya tinggi berarti pintar, encer otaknya. Itu tidak salah. Tetapi kondisi mereka tidak hanya sebatas itu. Ada dinamika emosi yang kompleks mereka rasakan,” jelasnya.
    Masalah ini sering membuat anak-anak CIBI kesulitan berbaur di sekolah reguler dan dicap “aneh”.
    “Menurut anak-anak CIBI ini, orang lain itu aneh. Tapi menurut orang lain, ya anak-anak ini yang aneh. Masalahnya berputar terus di situ. Makanya, mereka butuh belajar untuk mengendalikan emosi dan berempati dengan orang lain,” kata Eunike.
    Untuk menjawab tantangan itu, Noble Academy mengembangkan pembelajaran sosial emosional (
    Social Emotional Learning
    /SEL) sebagai pilar utama kurikulumnya.
    “Bagaimanapun sistem pembelajaran bagi anak, fondasi utamanya adalah SEL ini, karena tanpa kestabilan emosi, kecerdasan mereka sulit berkembang, termasuk berpengaruh juga ketika nanti mereka dewasa,” tambahnya.
    Pendekatan SEL meliputi latihan mengatur emosi, menghadapi kegagalan, validasi perasaan, serta membangun empati—tujuannya agar anak-anak CIBI memiliki ketangguhan mental dalam kehidupan sosialnya.
    Eunike mengakui, sebagian besar siswa Noble Academy merupakan murid pindahan dari sekolah reguler yang pernah menjadi korban
    bullying
    .
    Untuk itu, sekolah berupaya memberikan pengalaman baru yang menyembuhkan trauma mereka, termasuk pengalaman pahitnya dengan teman ataupun guru di sekolah.
    “Misalnya ada anak trauma karena gurunya tidak pernah memberikan apresiasi. Ya sudah, sekarang guru-guru kami sebisa mungkin memberikan apresiasi yang logis buat dia, sehingga dia
    re-experience
    itu dan pelan-pelan menghapus lukanya,” kata Eunike.
    Noble Academy mencoba memastikan di sekolah barunya, anak-anak CIBI tidak akan mendapat perlakuan yang sama, sehingga persepsi mereka mengenai teman-teman di sekolah yang kerap dianggap “jahat” dapat berubah seiring perkembangannya.
    Salah satu murid Noble Academy, Sky (12), berbagi kisah perubahannya setelah pindah dari sekolah reguler.
    “Di sekolah lamaku dulu, apa pun yang aku lakukan, aku disebut
    attention seeker
    sama yang lain. Setelahnya, aku jadi pendiam, enggak berani bicara,” ujar Sky.
    Sky mengaku tak mengerti mengapa teman-temannya menganggap dirinya sebagai anak aneh dan pencari perhatian, padahal dia hanya mencoba mengekspresikan diri sesuai dengan emosi yang tengah dirasakannya.
    Menurut dia, teman-teman dan gurunya di sekolah lamanya tidak memperbolehkannya menjadi dirinya sendiri, dan memaksa dirinya melawan pikirannya sendiri.
    Kendati demikian, ia mengaku kini merasa lebih bebas mengekspresikan diri dan belajar sesuai minatnya.
    “Semenjak pindah ke Noble, aku jadi lebih aktif dan lebih bahagia. Aku udah enggak jadi anak yang pendiam lagi,” kata Sky tersenyum.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.