Mataram, Beritasatu.com – Kasus pelecehan seksual di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang melibatkan seorang penyandang disabilitas, IWAS alias Agus, menjadi perhatian publik. Dalam beberapa waktu terakhir, kasus ini viral dan memicu berbagai spekulasi.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, meluruskan kesalahpahaman yang beredar. Ia menegaskan kasus ini bukan pemerkosaan, melainkan pelecehan seksual secara fisik sebagaimana diatur dalam Pasal 6c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
“Kasus ini tergolong pelecehan seksual secara fisik, bukan kekerasan fisik lengkap seperti yang dibayangkan banyak pihak,” jelas Kombes Syarif pada Senin (2/12).
Kasus ini berawal dari laporan seorang perempuan ke Polda NTB. Proses hukum melalui tahapan penyelidikan, pengumpulan bukti, dan pemeriksaan mendalam sebelum menetapkan tersangka. Visum menunjukkan adanya tanda kekerasan benda tumpul pada korban, yang menjadi alat bukti kuat.
“Polda NTB tidak mencari kesalahan, melainkan menjalankan proses hukum berdasarkan laporan korban dengan mempertimbangkan aspek hukum dan kemanusiaan,” tambahnya.
Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Mataram, Joko Jumadi, mengungkapkan pendampingan terhadap Agus dilakukan sejak awal laporan diterima. Hal ini sesuai dengan PP Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi Layak bagi Penyandang Disabilitas Berhadapan dengan Hukum.
“Begitu terlapor diketahui sebagai penyandang disabilitas, Polda NTB segera berkoordinasi dengan kami,” ujar Joko.
Agus didampingi tim advokat dari LBH Fakultas Hukum untuk memastikan proses hukum berjalan adil. Hingga kini, Agus ditempatkan dalam tahanan rumah mengingat kondisinya.
Dalam perkembangan kasus, ditemukan dua korban lain dengan modus serupa. Bahkan, laporan masyarakat menyebut adanya tiga korban lain, termasuk anak-anak. Saat ini, penyelidikan lebih lanjut sedang berlangsung.
“Penyandang disabilitas memiliki hak yang sama di mata hukum. Kami mengimbau masyarakat untuk mempercayakan proses hukum kepada pihak berwenang dan menghindari spekulasi,” tutup Joko.