Kasus Bocah Lewat Sungai karena Jalan Ditutup Tetangga, Mediasi Hasilkan 2 Opsi: Buka Akses atau Pindah Sementara Regional 1 Agustus 2025

Kasus Bocah Lewat Sungai karena Jalan Ditutup Tetangga, Mediasi Hasilkan 2 Opsi: Buka Akses atau Pindah Sementara
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        1 Agustus 2025

Kasus Bocah Lewat Sungai karena Jalan Ditutup Tetangga, Mediasi Hasilkan 2 Opsi: Buka Akses atau Pindah Sementara
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com –
Permasalahan lahan yang menyebabkan bocah di Kelurahan Bendan Ngisor, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, Jawa Tengah, terpaksa sekolah lewat sungai mulai ada titik terang.
Diketahui, bocah berinisial JES (8) terpaksa berangkat sekolah menyusuri sungai karena lahan yang biasa dia lalui ditutup tetangganya karena konflik lahan.
Mediasi telah dilakukan pada Jumat (1/8/2025) di Kelurahan Bendan Ngisor yang diikuti oleh pihak yang berkonflik, termasuk orang tua bocah tersebut.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Bambang Pramusinto mengatakan, dari hasil mediasi ada dua opsi yang bisa dilakukan.
“Pertemuan tadi dihadiri pengacara kedua belah pihak,” kata Bambang saat dikonfirmasi, Jumat.
Opsi pertama adalah akses pintu yang awalnya ditutup akan dibuka kembali dengan sejumlah catatan.
“Tetapi anjing tidak boleh keluar (dibiarkan liar),” ujarnya.
Hasil pertemuan tersebut, kedua belah pihak tak langsung memutuskan. Keputusan akan ditentukan dalam tiga hari kedepan.
“Pemilik lahan akses diberi waktu 3 hari untuk berpikir dan mengambil keputusan,” lanjut dia.
Untuk opsi kedua, keluarga anak tersebut diminta untuk pindah untuk sementara waktu.
“Sambil nunggu putusan pengadilan,” ungkapnya.
Sementara itu, Juladi Boga Siagian (54), orang tua bocah tersebut, mengatakan bahwa akses jalan itu sudah ditutup sejak Kamis (24/7/2025).
“Kami terpaksa lewat sungai,” kata Juladi saat dikonfirmasi.
Permasalahan itu muncul setelah Zaenal meninggal dunia. Dia menerangkan bahwa tanah tersebut Siagian beli dari Zaenal.
Setelah Zaenal meninggal, tiba-tiba dia digugat oleh Sri Rejeki, adik kandung Zainal yang mengklaim sebagai pemilik sah tanah tersebut berdasarkan sertifikat resmi.
“Yang aneh, setelah Pak Zaenal meninggal, kami tidak ada masalah. Namun, kemudian Bu Sri Rejeki melaporkan saya ke polisi karena dianggap menyerobot tanah,” ujar dia.
Padahal, dia meyakini bahwa tanah tersebut sudah dibelinya pada 2011. Transaksi juga telah dilakukan secara bertahap.
“Saya diberi kemudahan dan kemurahan oleh Pak Zainal kemudian saya mengangsur waktu itu,” katanya.
Perselisihan berlanjut ke proses hukum. Juladi dinyatakan bersalah oleh pengadilan pada 17 Juli 2025 karena menggunakan lahan tanpa hak. Dia juga diputus penjara 3 bulan.
“Saya memang salah, saya akui. Namun, saya ingin tahu, berapa meter sebenarnya yang saya serobot? Itu yang saya minta dijelaskan lewat banding nanti,” ujarnya.
Selepas putusan, pihak Sri Rejeki menutup akses jalan yang selama ini digunakan keluarganya.
Dia mengaku sudah mengadu ke ketua RT hingga kelurahan, tetapi belum ada solusi. Akhirnya, dia merekam video anaknya yang harus menyusuri sungai dan mengunggahnya ke media sosial.
“Kasihan anak saya,” ujarnya.
Sebelumnya, viral sebuah video di media sosial yang memperlihatkan seorang anak yang mengenakan serentak Sekolah Dasar (SD) terpaksa berangkat lewat aliran sungai karena akses keluar masuk rumahnya diduga ditutup oleh tetangga.
Peristiwa itu viral setelah videonya diunggah oleh akun Instagram @im.semarang_official.
Dalam video tersebut terlihat seorang bocah melewati jalan setapak di bantaran sungai dengan ditemani oleh ibunya.
Sri Rejeki, pemilik lahan yang disengketakan di Kelurahan Bendan Ngisor, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, memberikan klarifikasi melalui kuasa hukumnya, Roberto Sinaga.
Dia menegaskan, apa yang dilakukan pihaknya bukanlah bentuk kesewenang-wenangan, melainkan murni pelaksanaan hukum.
“Kami hanya menjalankan penegakan hukum yang benar, sesuai dengan proses hukum yang sudah berjalan sejak 2019,” ujar Roberto saat dikonfirmasi, Selasa.
Roberto menguraikan bahwa konflik kepemilikan tanah antara kliennya dan Juladi Boga Siagian telah melewati serangkaian proses hukum, termasuk mediasi yang kandas.
Dalam sidang pidana, Siagian dinyatakan bersalah karena memakai lahan tanpa hak yang sah. Menurut Roberto, bukti yang disodorkan Siagian dianggap lemah di mata hukum.
“Siagian hanya menunjukkan denah rumah dengan coretan bolpoin. Itu tidak bisa dibuktikan secara autentik di majelis hakim. Sementara dasar kepemilikan tanah klien kami jelas, dibuat di hadapan pejabat negara dan memiliki legalitas seperti SHM atau SHGB,” jelasnya.
Dia menambahkan bahwa rumah milik Siagian hanya sebagian kecil yang terdampak.
“Hanya 3,5 meter yang masuk. Itu sudah diukur oleh BPN dan memang kena bangunan milik Siagian,” imbuh Roberto.
Penutupan akses rumah, kata Roberto, juga dipicu oleh laporan dari warga dan penghuni kos yang merasa terganggu dengan situasi yang makin tak kondusif.
“Beberapa warga melapor bahwa situasi di sana sudah tidak kondusif. CCTV juga sempat dirusak. Jadi kami tutup untuk menjaga ketertiban,” tegasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.