Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Kasus AKBP Bintoro: Pandangan DPR, Kompolnas, Polri, dan Pengamat soal Dugaan Pemerasan – Halaman all

Kasus AKBP Bintoro: Pandangan DPR, Kompolnas, Polri, dan Pengamat soal Dugaan Pemerasan – Halaman all

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, terus bergulir.

Bintoro bersama dua anggota Polri dan 2 orang sipil digugat Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo dan teregister dengan nomor perkara 30/Pdt.G/2025/PN.Jkt.SEL.

Dalam gugatan tersebut, AKBP Bintoro Cs diminta mengembalikan uang senilai Rp 1,6 miliar.

Arif juga melayangkan permintaan kepada hakim agar Bintoro dan 4 tergugat lainnya mengembalikan mobil hingga motor mewah yang sebelumnya telah dijual.

AKBP Bintoro menghadapi tuduhan melakukan pemerasan terhadap dua tersangka kasus pembunuhan yang ditanganinya.

Berikut pendapat sejumlah kalangan mengenai kasus AKBP Bintoro Cs dirangkum, Kamis (301/2/25):

Anggota DPR dari Gerindra: Jangan Terulang

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Martin Daniel Tumbelaka, mengingatkan Polri agar menindak tegas anggota yang melanggar hukum demi menjaga marwah institusi.

Hal ini disampaikan Martin mengenai kasus dugaan pemerasan  KBP Bintoro yang kini telah ditahan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya.

 Martin menegaskan, penanganan kasus tersebut harus dilakukan secara transparan dan profesional untuk menjaga kepercayaan publik terhadap Polri.

“Tidak boleh ada tebang pilih dalam penegakan hukum. Jika terbukti bersalah, anggota Polri yang terlibat harus diproses sebagaimana mestinya,” kata Martin kepada wartawan pada Rabu (29/1/2025).

“Jangan sampai kasus seperti ini terus berulang karena tindakan tegas tidak diambil,” ujarnya.

Dia juga meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo konsisten dalam menindak tegas anggota yang indisipliner tanpa pandang bulu. 

Polda Metro Jaya: Ada Pihak Lain

Polda Metro Jaya mengungkap adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan pemerasan yang menjerat eks Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan AKBP Bintoro.

Hal itu disampaikan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (29/1/2025).

“Dugaan keterlibatan pihak lain dalam peristiwa ini pada 27 Januari, Polda Metro telah terima laporan polisi LP/B/612 tentang dugaan tindak pidana penipuan dan atau tindak pidana penggelapan dan atau tindak pidana pencucian uang yang dilaporkan saudara PM,” katanya.

Menurutnya, PM melaporkan mantan kuasa hukum tersangka AN yakni EDH.

Ade menjelaskan EDH dilaporkan karena meminta AN menjual mobil mewah Lamborghini untuk penanganan perkara hukum yang dialami.

Adapun kejadian itu terjadi sekitar April 2024 lalu.

AN meminta hasil penjualan mobil itu ditransfer kepadanya dengan nilai sebesar Rp3,5 miliar.

“Akan tetapi sampai saat ini uang penjualan mobil milik korban tidak diberikan oleh pelapor dan saat ini mobil milik korban tak dikembalikan oleh terlapor sehingga korban merasa dirugikan Rp 6,5 miliar,” ucapnya.

Polda Metro akan melakukan pendalaman dan sedang tahap penyelidikan oleh tim penyelidik.

Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Radjo Alriadi Harahap memastikan AKBP Bintoro bersama tiga anggota polisi lainnya segera menjalani sidang etik kasus dugaan pemerasan.

“Tidak terlampau lama lagi (sidang etik, red),” jelasnya.

Pengamat Duga Sering Terjadi

Pengamat kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menduga kasus semacam ini cukup banyak terjadi, tetapi hanya sedikit yang berani melaporkan atau mengungkapkan.

“Tapi yang mencuat, yang berani speak up (berbicara) hanya beberapa orang, seperti pada kasus DWP. Dan yang berani speak up adalah warga negara asing, seperti itu,” kata Bambang dikutip dari Kompas.TV, Rabu (29/1/2025).

Oleh karena itu kepolisian memang harus ada pembenahan dalam sistem kontrol karena kalau tidak ada perbaikan dalam sistem kontrol, ini akan terulang-terulang lagi.

Bambang menambahkan, sebenarnya kepolisian harus membangun sistem informasi proses penyelidikan untuk transparansi.

Tujuannya, agar masyarakat bisa melihat sejauh mana proses hukum itu dilakukan oleh kepolisian.

“Kalau tidak, yang muncul ya seperti ini, masyarakat tidak bisa mengontrol, akhirnya muncullah transaksi-transaksi haram seperti ini. Ada yang menyuap, ada yang memeras, seperti itu. Siapa yang memeras atau menyuap, sama-sama tentu adalah tindak pidana,” bebernya.

Publik, kata dia,  tentu tidak bisa menyudutkan salah satu pihak.

Oleh karenanya, penyelidikan terkait kasus AKBP Bintoro memang harus dibuka secara transparan.

“Aliran uang itu ke mana saja, dan pihak yang korban, dalam hal ini memang harus memberikan bukti-bukti yang kuat terkait dengan laporan yang diberikannya.”

Kompolnas: Perlu Sidang Etik

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Choirul Anam, mengungkapkan bahwa sidang etik juga diperlukan untuk menguji kebenaran dalam kasus dugaan pemerasan yang diduga dilakukan AKBP Bintoro Cs.

“Ya, ketika terjadi satu dugaan pelanggaran etik oleh anggota kepolisian, AKBP Bintoro dan rekan-rekannya itu seperti dalam gugatan, ya saya kira memang enggak ada pilihan lain kecuali memang sidang etik di situ. Diuji di situ, diurai di situ,” ungkap Choirul Anam, kepada wartawan, Selasa (28/1/2025).

Apabila dalam sidang etik nanti Bintoro terbukti melakukan kesalahan, maka akan ditindak pidana.

“Jika memang ada perbuatan tercela tersebut dan memang terbukti ada tindak pidana, ya harus dipidana, jelas itu,” tegas Anam.

Kompolnas, kata Anam, mengingatkan institusi Polri harus tegas menindak setiap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh anggotanya.

“Kita tidak bisa mentolerir apapun kejahatan dalam bentuk apapun dan ini komitmen Kompolnas sekaligus komitmen kepolisian.”

“Tindak tegas siapapun anggota yang melakukan pelanggaran, termasuk etik dan pidananya, nah itu kita harapkan,” ungkap dia. 

Dalam kasus ini, Anam mengaku pihaknya akan melakukan pendalaman sembari menunggu proses pemeriksaan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya.

Kompolnas juga mengikuti dan menghormati adanya bantahan dari Bintoro terhadap tudingan yang disangkakan kepadanya.

“Oleh karenanya, ya sambil menunggu proses juga pengadilan perdata, pengujian di Propam, khususnya terkait bantahan yang juga viral, kami juga memonitoring proses dan menghormati itu dan akan juga melakukan pendalaman,” pungkas Anam.

Sumber: Tribunnews.com/Kompas.TV

 

Merangkum Semua Peristiwa