Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Kapolri Didesak Cabut Putusan Bripda FA Batal Dipecat usai Nikahi Korban Asusila dan Menelantarkan – Halaman all

Kapolri Didesak Cabut Putusan Bripda FA Batal Dipecat usai Nikahi Korban Asusila dan Menelantarkan – Halaman all

TRIBUNNEWS.COM – Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mendesak Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, untuk turun tangan terkait kasus anggota polisi di Sulawesi Selatan (Sulsel), Bripda FA yang batal dipecat dan aktif kembali setelah menikah mantan kekasihnya yang menjadi korban asusila dan berujung penelantaran.

Sugeng mengatakan hal itu bisa dilakukan Kapolri karena aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Polisi (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.

Berdasarkan aturan tersebut, kata Sugeng, Kapolri bisa melakukan peninjauan kembali terkait putusan terhadap Bripda FA.

Apabila mau, Listyo Sigit bisa membatalkan putusan menjadi Bripda FA dijatuhi sanksi Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) atau dipecat.

“Berdasarkan ketentuan Perpol Nomor 7 Tahun 2022, (Kapolri) dapat membuat putusan berdasarkan kewenangannya melalui peninjauan dengan memberhentikan karena tindakan yang tercelanya menelantarkan (korban),” katanya kepada Tribunnews.com, Minggu (12/1/2025).

Sugeng mengatakan langkah ini perlu dilakukan Kapolri semata-mata demi membersihkan citra Polri di mata publik.

“Untuk membersihkan (citra-red) polisi dari oknum-oknum yang licik semacam ini,” katanya.

Sementara terkait dibatalkannya pemecatan terhadap Bripda FA, Sugeng mengatakan bahwa hal ini menjadi wujud keterbatasan hukum di Indonesia.

Sugeng mengungkapkan jika korban dari Bripda FA adalah anak di bawah umur, maka yang bersangkutan dipastikan akan langsung dipecat dan dijatuhi sanksi pidana.

Hal itu karena kasus asusila yang menjerat anak di bawah umur bukan merupakan delik aduan.

Namun, kata Sugeng, hal berbeda terjadi ketika korban asusila Bripda FA adalah mantan kekasihnya yang sudah cukup umur.

Maka, perlu adanya delik aduan lewat laporan oleh korban kepada pihak kepolisian.

Hanya saja, hal tersebut justru bisa menjadi ‘alat’ Bripda FA untuk menghindari pemecatan dan sanksi pidana lewat menikahi korban.

“Kalau delik aduan, maka pintu delik aduan ini bisa menjadi strategi dari pihak pelaku untuk melumpuhkan sanksi atau ancaman kepada dirinya apabila terjadi satu restorative justice.”

“Misalnya, terjadi kesepakatan bahwa dia menikahi. Maka, korban bisa mencabut laporan tersebut. Nah, inilah keterbatasan hukum kita karena jika korban sudah dinikahi, maka perbuatan asusila ini sudah dinyatakan dimaafkan,” jelasnya.

Bripda FA Kembali Aktif Jadi Polisi, Kini Korban Laporkan Pelaku soal Penelantaran

Sebelumnya, Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) membenarkan bahwa Bripda FA kembali aktif menjadi anggota polisi setelah mengajukan banding terkait sanksi pemecatan kepadanya atas kasus dugaan asusila terhadap mantan kekasihnya.

Adapun banding Bripda FA berujung dikabulkan sehingga sanksi pemecatan dibatalkan.

Salah satu memori banding Bripda FA adalah dengan menikahi mantan kekasihnya tersebut.

“Memang awalnya sanksi PTDH. Tapi karena dia (Bripda FA) banding dan diterima karena sepakat untuk menikahi mantan pacarnya,” kata Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Didik Supranoto, Minggu (12/1/2025), dikutip dari Kompas.com.

Meski tidak dipecat, Didik menegaskan Bripda FA tetap diberi sanksi berupa demosi atau penundaan kenaikan pangkat selama 15 tahun dan mutasi.

“Sanksinya itu demosi 15 tahun dan mutasi,” jelas Didik.

Di sisi lain, Bripda FA kini menghadapi laporan anyar dari istrinya karena diduga melakukan penelantaran.

“Laporan (KDRT) dan etiknya masih dalam proses. Tetapi, nanti saya konfirmasi dulu sudah sejauh mana prosesnya,” katanya.

Kuasa hukum keluarga korban, Muhammad Irvan, membenarkan bahwa Bripda FA kini memang masih menjadi anggota polisi dan bertugas di Sat Samapta Polres Toraja Utara.

Selain itu, Irvan juga membenarkan pernyataan Didik bahwa Bripda FA kembali dilaporkan atas dugaan penelantaran keluarga.

“Iya kami laporkan (Bripda FA) terkait penelantaran rumah tangga,” ucap Irvan.

Penelantaran Bripda FA terhadap istrinya, kata Ivan, berupa menolak tinggal satu atap hingga tak memberikan nafkah yang layak.

Bahkan, Bripda FA sudah tidak tinggal satu rumah dengan istrinya sejak pertama kali nikah.

“Di hari pertama pernikahannya langsung ditinggalkan. Di Makassar hingga di Toraja Utara, korban ditolak serumah. Jadi korban ini tinggal di kos sendiri. Kalau korban sakit juga diacuhkan,” kata Irvan. 

Korban, kata Irvan, selalu berupaya untuk memposisikan dirinya sebagai istri, seperti menghubungi Bripda FA hingga aktif dalam kegiatan Bhayangkari.

Dengan fakta ini, Irvan menduga alasan Bripda FA menikahi sang istri untuk menghindari sanksi pemecatan.

“Jadi, kuat dugaan kami, dia (Bripda FA) ini menikahi korban karena ingin lolos PTDH,” pungkasnya.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Kompas.com/Reza Rifaldi)