TRIBUNJATIM.COM – Pasangan suami istri bernama Kamalludin dan Wahyu Pitri Ningsih sudah 3 tahun merawat beruang madu.
Beruang madu itu mereka asuh sejak bayi.
Kini mereka ikhlas menyerahkan beruang madu itu ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng pada Jumat (8/11/2024).
Awal mula mereka merawat beruang madu itu pun terkuak.
Pasutri ini merawat dan memperlakukan satwa dilindungi itu seperti anak sendiri di rumahnya yang terletak di Desa Sikui, Kecamatan Teweh Baru, Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah.
Kamalludin kembali mengenang saat-saat pertama kali bertemu dengan beruang madu, persisnya di awal tahun 2022.
Awalnya, kakak Kamalludin yang bernama Edy Susanto (38) menemukan bayi beruang saat tengah bekerja memotong kayu di PT Austral Bina, perusahaan pengusahaan hutan di desa setempat.
“Waktu beliau menebang kayu di areal hutan perusahaan, terdengar suara teriakan, beliau datangi sumber suara, eh ternyata ada bayi beruang,” ungkap Kamalludin berbincang-bincang melalui sambungan telepon, Jumat (15/11/2024), melansir dari Kompas.com.
Sang kakak mencoba memastikan apakah bayi beruang tersebut memiliki induk atau tidak.
Setelah berjam-jam menunggu, tangis bayi beruang tak kunjung reda, sang induk pun tidak terlihat juga batang hidungnya.
“Beliau dekati lagi, bayi beruang itu ternyata masih ada tali pusarnya, kemungkinan kurang dari satu minggu dilahirkan, dilihat-lihat tidak ada induknya, langsung dibawa pulang,” ujar pria berusia 33 tahun ini.
Edy hanya bisa merawat bayi beruang itu selama tiga hari karena kesibukan bekerja.
Dia akhirnya memercayakan hewan dengan nama latin Helarctos malayanus itu untuk dirawat oleh Kamalludin dan sang istri.
Meski beruang itu sempat ditawar untuk dibeli seharga Rp 1,5 juta-3 juta, sang kakak bersikukuh tak ingin menjual beruang itu.
“Meski ditawar, beliau nggak mau menjual, khawatir beruang itu terjadi apa-apa. Karena kebetulan kami juga senang merawat binatang, jadi beliau memercayakan kami untuk merawatnya,” ungkap ayah dua anak ini.
Kamalludin dan istri sepakat memberikan nama “Lutung” kepada beruang tersebut.
Dalam bahasa Dayak Bakumpai, ujar dia, Lutung berarti hitam.
Selaras dengan kondisi fisik beruang madu berjenis kelamin laki-laki tersebut yang diselimuti bulu hitam.
“Tapi lama kelamaan, nama Lutung tadi berubah jadi sapaan yang lebih akrab, yakni Untung, setelah itu beruangnya kami panggil Untung, itu panggilan manis dia,” ungkap Kamalludin.
Sempat bingung bagaimana cara memberi makan si beruang, Kamalludin dan istri pun berinisiatif untuk memperlakukan beruang itu selayaknya bayi manusia.
Beruang diberikan sayur-sayuran dan nasi seiring pertumbuhannya.
Dengan niat merangsang tumbuh kembang, mereka memberikan bayi beruang susu bayi manusia sesuai rentang umur yang mereka perkirakan.
“Dari kecil kami rawat, kurang lebih waktu usia setahun sampai 1,5 tahun, kami kasih susu formula saja,” ucap dia.
Awalnya, susu bayi yang mereka berikan cukup untuk satu bulan.
Tetapi lama-kelamaan, bayi beruang terlihat ketagihan untuk meminum susu itu.
“Yang satu kilogram kemudian hanya cukup untuk satu minggu, setelah itu tak berselang lama, hanya tahan sampai empat hari,” ujar dia.
Dengan pola konsumsi demikian, bayi beruang memperlihatkan tumbuh kembang yang positif.
“Alhamdulillah membesar dengan sehat, rupanya cocok dengan pola perlakuan seperti bayi manusia,” imbuh dia.
Kamalludin menyebut tidak ada sifat buas yang ditampilkan dari hewan ini, mengingat mereka sudah merawat hewan itu sejak bayi hingga jinak.
Kedua pasutri ini berusaha agar si beruang dijaga dengan baik.
Untung ditempatkan di kandang yang sesuai dengan kondisi fisiknya.
Apabila dilepas, maka keluarga Kamalludin sebisa mungkin menjaganya agar tidak berkeliaran.
“Kalau dilepas kan membuat khawatir, makanya diawasi terus,” tuturnya.
Mereka juga sudah sering mendapat tawaran pembelian berjuta-juta atas beruang madu tersebut.
Masyarakat umum kerap menawarkan pembelian atas beruang itu.
Namun, mereka sudah kadung sayang dan sadar bahwa hewan tersebut harus dilindungi.
“Kami sering didatangi orang, untuk sekadar memfoto atau membeli, kami tegas menolak harga berapapun yang ditawarkan, karena kami merawat ini dengan baik, justru kami khawatir kalau dia dilepaskan di sembarang tempat,” jelasnya.
Seiring dengan semakin besarnya si beruang, kandang yang mereka buat pun sudah tidak layak lagi karena terlalu kecil.
Mereka sempat berpikir untuk melepasliarkan di hutan yang dekat dengan rumah, namun khawatir akan keselamatan si beruang.
“Kami berpikir lama sebelum akhirnya kami serahkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di sini, sehingga pada Jumat (8/11/2024) kemarin dibawa oleh mereka,” ucapnya.
Meski sempat bersedih akan kehilangan hewan yang mereka rawat sejak bayi, namun mereka iba dengan kondisi si beruang.
“Kami merasakan, meskipun dia senang bersama kami, tetapi kami seperti menghukum dia, kapan dia bebas, dan lain-lain, karena memang semestinya dia bebas,” ujarnya.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Kalteng, Hendi Nasoka menjelaskan, saat diserahkan beruang itu dalam kondisi sehat.
Pihaknya tengah merawat beruang itu di kandang habituasi Cagar Alam Pararawen di Kecamatan Teweh Tengah.
“Kami rawat dulu, sambil kami munculkan sifat liarnya lagi, kalau nanti sudah siap untuk dilepasliarkan, akan kami lepasliarkan,” ujarnya saat dikonfirmasi, Kamis (14/11/2024).
Mereka belum dapat memastikan kapan beruang itu bisa dilepasliarkan.
Sebab kondisi itu tergantung dari kecepatan beruang untuk beradaptasi di alam liar.
Jika dilepasliarkan dalam kondisi belum siap, sifat liarnya tidak muncul, maka tidak akan bisa survive di alam.
“Terkait tempat mana nanti dia akan dilepas, kemungkinan di Cagar Alam Pararawen itu juga, jadi tidak terlalu jauh kami lepaskan, karena di sana juga ada habitat untuk beruang madu juga,” pungkasnya.
Peristiwa Lain
Sementara itu seekor beruang hitam kembali terekam sedang mencari makan di tempat sampah di Kabupaten Lampung Barat.
Diduga, beruang ini adalah satwa yang sama dengan yang terekam Agustus 2024.
Kepala Bidang Humas Polda Lampung, Komisaris Besar Umi Fadillah, membenarkan adanya laporan dari anggota Polres Lampung Barat terkait satwa liar yang memasuki wilayah permukiman warga.
“Benar, ada penampakan satwa liar jenis beruang di lokasi. Tim sudah ke lokasi untuk menelusurinya,” kata Umi saat dikonfirmasi via telepon, Rabu (9/10/2024) siang.
Beruang tersebut terlihat berada di belakang tempat pembuangan sampah (TPS) Pekon Kubu Perahu, Kecamatan Balik Bukit, pada Selasa (8/10/2024) sore.
Mengawal Astacita Pariwisata Artikel Kompas.id Dari hasil penelusuran sementara, diduga satwa tersebut sedang mencari makanan di TPS tersebut.
Sementara itu, Komandan Kodim 0422 Lampung Barat, Letnan Kolonel Inf Rinto Wijaya menyatakan, beruang itu kemungkinan adalah individu yang sama dengan beruang yang pernah dilihat warga pada 10 Agustus 2024.
Rinto menjelaskan, ada perubahan perilaku dari satwa liar tersebut.
Beruang itu kini keluar dari hutan dan masuk ke permukiman warga untuk mencari makanan.
“Perilaku ini terjadi karena memang di dalam sana (hutan) tidak ada makanan,” tambahnya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com