Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Kaleidoskop 2024 : Kematian Vina Cirebon, Viral Berkat Film dan Usaha Cari Kebenaran yang Belum Usai – Halaman all

Kaleidoskop 2024 : Kematian Vina Cirebon, Viral Berkat Film dan Usaha Cari Kebenaran yang Belum Usai – Halaman all

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus pembunuhan Vina dan Eky sempat menjadi perhatian masyarakat di sepanjang bulan Juli hingga Desember 2024 ini.

Sejumlah pihak terbelah, ada yang beraggapan Vina memang dibunuh namun ada juga yang menduga kecelakaan lalu lintas biasa.

Kasus ini kembali mencuat setelah film yang diadaptasi dari kasusnya, “Vina: Sebelum 7 Hari”, dirilis dan menjadi perbincangan publik.

Kasus ini terjadi pada 2016 silam. Vina dirudapaksa dan dibunuh oleh sejumlah anggota geng motor.

Kekasih Vina, Eky juga menjadi korban keberingasan anggota geng motor.

Dalam kasus ini, polisi telah menangkap delapan dari 11 pelaku, tujuh di antaranya dijatuhi hukuman penjara sumur hidup.

Mereka adalah Rivaldi Aditya Wardana, Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Jaya, Eka Sandi, Sudirman, dan Supriyanto.

Sementara satu terpidana lainnya, Saka Tatal dijatuhi hukuman 8 tahun penjara.

8 tahun berlalu, satu pelaku yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Pegi Setiawan ditangkap polisi pada Selasa (21/5/2024).

Dengan penangkapan Pegi, dua orang yang masuk DPO dinyatakan tidak ada dan dihapuskan.

Hingga akhirnya Pegi Setiawan sendiri dibebaskan dan status tersangkanya gugur setelah menang dalam gugatan praperadilan.

Sementara kini, tujuh terpidana kasus Vina yang divonis penjara seumur hidup melawan melalui jalur peninjauan kembali (PK).

Sampai saat ini peristiwa yang terjadi pada tahun 2016 silam itu masih menyisakan tanda tanya di dalam benak keluarga korban Vina Cirebon.

Bahkan bukan saja keluarga Vina, keluarga 7 tersangka yang diduga sebagai pelaku juga meminta keadilan.

Pasalnya mereka menduga, mereka yang ditahan dan diduga pelaku bukanlah pelaku sebenarnya melainkan ‘dikorbankan’ agar kasus selesai.

Aminah, kakak dari Supriyanto, salah satu terpidana Kasus Vina Cirebon masih menaruh harapan pada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Presiden Prabowo Subianto untuk bisa membebaskan para terpidana kasus Vina Cirebon.

Kepada Kapolri, Aminah berharap agar ia bisa membantu membebaskan tujuh terpidana kasus Vina Cirebon.

Aminah juga memohon agar Kapolri bisa membantu untuk mengecek kembali berkas-berkas kasus Vina Cirebon pada tahun 2016 silam.

Apalagi ada pengakuan pelaku yang telah vonis bebas yakni Saka Tatal (23) yang mengaku disiksa polisi untuk mengakui perbuatannya.

Cerita pilu terpidana dan mantan terpidana kembali terungkap menjelang putusan PK Kasus Vina Cirebon. (Tribunnews)

Dalam wawancara di rumahnya yang berlokasi sekitar SMPN 11 Cirebon, Jawa Barat, Saka menceritakan pengalaman pahitnya.

“Kronologi saya kurang paham (soal kasus Vina dan Eki), karena saya tidak ada di tempat waktu itu. Saya ada di rumah, lagi sama kakak saya dan paman saya dan teman-teman. Saya enggak kenal sama Eki dan Vina,” ujarnya, Sabtu (18/5/2024).

Ia menyampaikan, bahwa sebelum ditangkap, ia sedang diperintahkan membeli bensin oleh sang paman.

“Jadi ceritanya, waktu itu sebelum ditangkap saya disuruh sama paman untuk beli bensin bareng sama adiknya paman. Setelah isi bensin, saya niat nganterin motor paman itu. Pas baru nyampe, sudah ada polisi,” ucapnya.

Menurutnya, ia menjadi korban penangkapan tanpa alasan jelas.

 “Saya sudah jelasin, saya waktu itu cuma nganterin motor (ke paman), eh ikut ketangkep juga, tanpa penyebab apapun, tanpa penjelasan apapun, langsung dibawa,” ujar dia, dengan nada getir.

Di kantor Polres, Saka mengaku mengalami penyiksaan yang memaksanya agar mengakui perbuatan yang tidak ia lakukan.

“Nyampe kantor Polres, saya langsung dipukulin, suruh mengakui yang enggak saya lakuin.”

“Saya dipukulin, diinjak, segala macam sampe saya disetrum.”

“Yang mukulnya pokoknya anggota polisi, cuma enggak tahu namanya, karena enggak kuat dari siksaan, saya akhirnya mengaku juga, terpaksa, enggak kuat lagi,” katanya.

Kekerasan fisik saat BAP

Para terdakwa kasus pembunuhan dan pemerkosaan Vina dan pacarnya Eki mengaku mendapat kekerasan fisik selama proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Pengakuan tersebut diungkapkan pengacara dari lima 5 terdakwa kasus pembunuhan Vina dan pacarnya Eki, Jogi Nainggolan dalam konferensi pers yang di Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (18/5/2024).

Ia menjelaskan, penyampaian informasi ini bertujuan untuk mengeliminasi narasi yang berkembang di masyarakat serta pernyataan dari para pakar yang tidak mengetahui secara detail perjalanan kasus ini.

“Pertama, kami kuasa hukum dari delapan terdakwa kasus Vina, khususnya saya menerima kuasa 5 terdakwa yang notabenenya dari keluarga yang tidak mampu. Mereka adalah pekerja bangunan, yang mana tersangka-tersangka ini sudah dilimpahkan ke Polda Jabar,” ucapnya.

Pengacara tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina, Jutek Bongso mengaku kliennya disiksa oleh Iptu Rudiana. (Tribunnews)

Ia juga menegaskan, bahwa kliennya menerima tekanan fisik saat BAP di Polres Cirebon Kota.

“Justru saat BAP lah, klien kami mendapatkan tekanan atau perlakuan fisik seperti foto-foto yang tersebar di media sosial sekaligus ini,” jelas dia.

Saat kekerasan fisik ini dialami kliennya, kata Jogi, tidak didampingi oleh pengacara.

“Keterangan yang disampaikan mereka di BAP di Polres Cirebon Kota itu penuh tekanan, karena saat itu tidak didampingi lawyer dan saat itu para terdakwa ini mendapatkan perlakuan fisik seperti foto-foto yang tersebar di media sosial,” katanya.

Dalam konferensi pers yang digelar di sebuah kantor advokat di Jalan Raya Kalitanjung, Kota Cirebon pada Sabtu (18/5/2024), mereka pun mengungkapkan sejumlah fakta mencengangkan.

Informasi yang diterima, kedelapan tersangka yang kini mendekam di penjara itu ditangani tiga kuasa hukum.

Mereka adalah Jogi Nainggolan yang memegang lima tersangka, masing-masing Eko Ramdani bin kosim, Hadi Saputra Kasanah, Jaya bin Sabdul, Eka Sandy bin Muran dan Supriyanto bin Sutadi.

Lalu, Titin yang menjadi kuasa hukum terdakwa dari Saka Tatal dan Sudirman.

Kemudian, tersangka Rivaldy Aditiya Wardhana bin Asep Kusnadi alias Ucil menunjuk Wiwit Widianingsih dan Shindy sebagai kuasa hukumnya.

Ketiga kuasa hukum tersebut mengawal para tersangka sejak bulan Januari 2017 hingga selesai persidangan.

“Ini para terdakwa yang selama ini berada di dalam sel bukan pelaku pembunuhan,” ujar Titin di depan para awak media, Sabtu (18/5/2024).

Aep Jadi Saksi Kunci 

Salah seorang saksi yang melihat kasus pembunuhan itu adalah Aep.

Aep diketahui memberikan beberapa kesaksian, termasuk dirinya yang melihat secara langsung bahwa Vina dan Eky diburu oleh geng motor.

Aep menjadi sosok di balik penangkapan delapan terpidana oleh Ayah Eky, Iptu Rudiana.

Berdasarkan kesaksian Aep, Iptu Rudiana langsung turun tangan menangkap para terpidana yang saat ini berada di penjara.

Bahkan setelah Pegi ditangkap, Aep juga mengaku bahwa Pegi adalah sosok yang ia lihat saat Vina dan Eky dikejar oleh anggota geng motor

Eks Kabareskrim Susno Yakini 100 Persen Kasus Kecelakaan

Eks Kabareskrim Komjen Pur Susno Duadji meyakini kasus Vina bukan pembunuhan melainkan kecelakaan tunggal lalu lintas.

“Kalau saya katakan 100 persen kecelakaan, sampai hari ini tidak ada seorang pun yang membuktikan itu sebagai tindak pidana,” kata Susno Duadji, Senin (22/7/2024).

 Untuk itu Susno Duadji yang juga pernah menjabat sebagai Kapolda Jawa Barat ini mewanti-wanti hakim yang mengadili sidang Peninjauan Kembali (PK) Saka Tatal untuk berlaku adil.

Menurut Susno, bukti bahwa kasus Vina adalah kecelakaan sudah sangat jelas.

Sementara bila itu pembunuhan, tidak ada seorangpun yang dapat membuktikannya dan hanya berupa tudingan.

“Sepeda motornya, dagingnya, kemudian posisi korban, darah menumpuk di situ. Kemudian TKP Cirebon Kabupaten jadi yurisdiksi daripada Polres Cirebon Kabupaten, bukan Polres Cirebon Kota,” jelasnya.

(Dari kiri ke kanan) Mega, Vina, dan Widi. Terungkap detik-detik Vina Cirebon jelang ajalnya. Widi dan Mega sempat bisikkan kalimat syahadat sebelum Vina meninggal. (Kolase Tribunnews.com)

Selain itu, Susno Duadji juga meyakini bahwa yang jadi tempat kejadian perkara (TKP) itu hanya satu, yakni deket flyover Talun.

“TKP-nya satu, bukan di dua atau tiga tempat,” tegasnya.

Ia mengatakan, jika Vina dan Eky dibunuh maka akan aneh karena saat ditemukan Vina dalam kondisi masih hidup.

“Mana ada pembunuh menyisakan nyawa dari yang dibunuh. Vina masih hidup kan? Masa gak dihabisi? Kemudian ngapaian bunuh orang di 3 tempat? Bunuh dan perkosa di belakang showroom, dibawa lagi ke jembatan, edan apa?,” jelas Susno.

Namun jika kasus itu adalah kecelakaan, maka sudah terbukti dengan kesimpulan yang diambil oleh Polres Cirebon.

“Polres Cirebon Kabupaten memprosesnya sudah tepat. Kalau ini mau dijadikan pembunuhan ayo, siapa yang bisa membuktikan? Sampai kiamat gak akan terbukti, wong bukan pembunuhan kok,” tandasnya.

Saksi kunci kasus Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat, Adi Hariyadi menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (29/8/2024).

Adi mendatangi Bareskrim Polri didampingi perwakilan dari Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Williard Malau.

Williard mengatakan, Adi adalah orang pertama yang melihat kejadian tersebut.

Dia menuturkan, kliennya menyaksikan Vina dan Eky meninggal akibat kecelakaan tunggal, bukan pembunuhan.

“Iya (orang pertama yang melihat kejadian). Dia yang melihat pertama kejadian itu.”

“Tidak ada kejar-kejaran, tidak ada apa-apa, dia hanya melihat motor itu celaka,” ungkapnya kepada wartawan, Kamis (29/8/2024), dilansir Kompas.com.

Setelah itu, baru sejumlah orang datang. Kala itu, Adi sempat meminta satu di antara orang yang datang ke lokasi untuk menghubungi polisi.

 “Dia meminta kepada satu orangyang hadir di situ untuk menelepon polisi dan gak berapa lama polisi datang mengambil dua korban tersebut,” jelasnya.

Menurutnya, Adi merupakan saksi baru dalam kasus Vina.

Awalnya, Adi menganggap kejadian itu hanya kecelakaan biasa. Selain itu, kliennya ini hanya pendatang yang kebetulan menyaksikan kejadian nahas di Cirebon 2016.

“Waktu itu dia melihatnya hanya kecelakaan biasa kan, jadi sudah setelah itu sudah berlalu, dia (kira) hanya kecelakaan biasa.”

“Tapi setelah di tahun 2024 ini dia melihat, lha kok jadi begini. Sehingga dia mau bersaksi,” tandasnya.

Dalam pemeriksaan itu, Adi dicecar 29 pertanyaan oleh penyidik.

“Seputar posisi dia dari apa yang dia lihat, apa yang dia dengar dari sebelum kejadian dan sesudah kejadian,” tukasnya.

Dede Diperintahkan Beri Kesaksian Palsu 

Dede, saksi kunci kasus Vina mengakui diperintahkan untuk memberi kesaksian palsu pada 2016 lalu.

Menurut Dede, perintah itu disampaikan langsung oleh Iptu Rudiana dan saksi kunci lainnya, Aep.

Pengakuan palsu itulah yang kemudian menjerat 8 terpidana kasus Vina ke penjara.

 Dede menyebut, dihantui rasa bersalah selama 8 tahun terakhir.

Ia mengaku terpaksa mengikuti perintah Iptu Rudiana dan Aep untuk memberi kesaksian palsu lantaran tidak mengerti soal hukum.

“Awalnya malam, sekitar jam berapa saya lupa. Aep nelepon saya, ‘De, anterin saya ke Polres yuk’. Saya posisi di rumah, rumah di Tangkil,” ujar Dede, dikutip dari TribunJakarta.com, Minggu (21/7/2024).

Dede mengatakan, kala itu Aep mengajaknya untuk menjadi saksi kasus tewasnya Vina dan anak Iptu Rudiana, Eky.

Ia yang tidak mengetahui apa pun terkait peristiwa itu sempat diberi arahan oleh Iptu Rudiana dan Aep.

 “Cuma saya sudah di dalam, saya bisa apa. Cuma saya bingung, saya takut. Saya kan istilahnya gak ngerti hukum Pak. Itu makanya saya ungkapin di sini, saya mikirnya bahwa saya enggak pernah tahu peristiwa itu sama sekali,” ujar Dede.

Setibanya di kantor polisi, Dede langsung menjalani BAP.

Saat itu, Dede diminta mengatakan melihat detik-detik pembunuhan Vina dan Eky.

“Sebelum masuk ke ruangan kan dibilangin dulu Pak (sama Rudiana dan Aep), kamu bilang aja lagi nongkrong di warung, ada orang nongkrong segerombolan anak-anak ngelempar batu, bawa bambu, sama pengejaran.”

“Itu udah diomongin dari luar dulu Pak (sebelum masuk ruangan pemeriksaan),” papar Dede.

“Aep sama Rudiana ngasih tahu (yang mengarahkan) saya Pak,” tambahnya.

Semua kesaksian Dede di BAP sudah sesuai dengan arahan Iptu Rudiana.

Ia mengaku di BAP selama satu setengah jam.

Semenjak memberi kesaksian palsu itu, Dede terus dihantui rasa bersalah.

Terlebih, ada sejumlah orang tak bersalah yang masuk penjara akibat kesaksian palsunya itu.

Dede mengaku bingung dan ketakutan atas apa yang dia perbuat di masa lalu.

“Setiap hari saya berpikir, susah tidur, jam 3, jam 2 malam baru tidur, saya mikir terus,” kata Dede.

Tak tahan dengan penderitaan tersebut, Dede akhirnya memberanikan diri untuk berbicara di hadapan publik.

Ia mengaku sudah siap menerima semua konsekuensi atas keputusannya tersebut. Termasuk, jika ia harus berhadapan dengan pihak kepolisian.

“(Dilaporkan) Tahu, (terancam masuk penjara) pasti,” ungkap Dede.

Pengajuan PK 7 Terpidana Ditolak 

Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) para terpidana kasus pembunuhan Vina dan Muhammad Rizky alias Eky di Cirebon, Jawa Barat.

Diketahui, para terpidana tersebut di antaranya ada Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Sudirman, Rivaldi Aditya Wardana.

Jubir Mahkamah Agung, Yanto, mengungkapkan apa yang menjadi pertimbangan majelis hakim dalam menolak permohonan PK terpidana kasus Vina Cirebon ini.

 Yanto menuturkan, MA menilai tak ada kekhilafan dari majelis hakim dalam mengadili para terpidana.

Selain itu, bukti baru atau novum yang diajukan dalam PK terpidana kasus vina juga bukanlah bukti baru.

“Tidak terdapat kekhilafan dalam mengadili para terpidana. Bukti baru yang diajukan oleh terpidana bukan merupakan bukti baru sebagaimana ditentukan dalam pasal 263 ayat 2 A KUHAP,” kata Yanto dalam konferensi pers MA hari ini, Senin (16/12/2024).

Lebih lanjut Yanto mengatakan, dengan ditolaknya permohonan PK terpidana kasus Vina ini, maka putusan sebelumnya tetap berlaku.

Artinya, ketujuh terpidana kasus Vina Cirebon ini akan tetap menjalani hukuman penjara seumur hidup.

 “Dengan ditolaknya permohonan PK para terpidana tersebut maka putusan yang dimohonkan PK tetap berlaku,” terang Yanto.

Sebagai informasi, permohonan PK kasus Vina Cirebon ini terbagi dalam dua berkas perkara masing-masing dengan nomor perkara 198/PK/PID/2024 dengan terpidana Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya.

Sementara, berkas perkara dengan nomor 199/PK/PID/2024 terdaftar nama terpidana Eka Sandi, Hadi Saputra, Sudirman, Supriyanto dan Jaya.

Meski berbeda berkas perkara, sidang PK tersebut sama-sama diadili oleh Ketua Majelis Hakim Burhan Dahlan.

“Amar putusan, Tolak PK para terpidana,” demikian bunyi putusan tersebut dikutip dari laman resmi MA, Senin.

Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, memberikan tanggapannya terkait putusan MA terkait permohonan PK para terpidana kasus Vina Cirebon

Akses Terbatas ke Barang Bukti: Para terpidana tidak memiliki akses untuk melakukan pengujian tandingan terhadap barang bukti.

Bukti Komunikasi Elektronik: Bukti yang diajukan oleh para terpidana belum pernah divalidasi secara resmi.

Putusan ini juga membuat Iptu Rudiana cs bebas dari hukum.

Reza juga menyarankan agar tim penasihat hukum (PH) mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait poin ketiga yang telah disebutkan di atas.

Ia menegaskan nurani pimpinan Polri patut diketuk lebih keras untuk mencari keadilan.