Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Kadisbud DKI Jakarta Iwan Henry Sediakan Ruang Khusus untuk EO yang Dimiliki Tersangka Gatot Ari – Halaman all

Kadisbud DKI Jakarta Iwan Henry Sediakan Ruang Khusus untuk EO yang Dimiliki Tersangka Gatot Ari – Halaman all

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tersangka kasus kegiatan fiktif sekaligus Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana ternyata menyediakan ruangan khusus untuk event organizer (EO) yang dimiliki oleh tersangka Gatot Ari Rahmadi.

Seperti diketahui, EO yang dimiliki Gatot ini merupakan vendor yang ditunjuk oleh Iwan Henry dan tersangka Muhammad Fairza Maulana selaku Kepala Bidang Pemanfaatan Disbud DKI Jakarta untuk menjalankan kegiatan fiktif tersebut.

“EO ini dibuatkan ruangan di Dinas Kebudayaan serta mempunyai beberapa orang staf yang juga ikut berkantor disitu. (Disediakan) kepala dinas, sudah 2 tahun disitu,” ucap Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Patris Yusrian Jaya saat jumpa pers di kantornya, Kamis (2/1/2025).

Selain itu, EO tersebut kata Patris sudah berkantor di Dinas Kebudayaan sejak dua tahun lalu.

Kuat dugaan bahwa EO itu dimanfaatkan oleh Iwan Henry untuk memonopoli kegiatan-kegiatan yang ada di lingkungan Dinas Kebudayaan.

“Sehingga EO ini adalah EO yang memonopoli di Dinas tersebut. Kami masih mendalami apakah EO ini juga dipakai oleh dinas-dinas lain, itu yang masih kami dalami,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) Jakarta Iwan Henry Wardhana (IHW) sebagai tersangka kasus korupsi anggaran kegiatan fiktif senilai Rp 150 miliar di lingkungan Dinas Kebudayaan Jakarta.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta, Patris Yusrian Jaya menjelaskan, selain Iwan Henry dalam kasus ini pihaknya juga menetapkan dua orang lainnya, yakni Kepala Bidang Pemanfaatan Disbud Jakarta Muhammad Fairza Maulana dan Gatot Arif Rahmadi selaku pemilik Event Organizer (EO).

“Hari ini kami telah menetapkan tiga orang tersangka, dua orang aparatur sipil negara dari Dinas Kebudayaan dan satu orang dari pihak swasta atau vendor,” kata Patris saat jumpa pers di Kantor Kejati DKI Jakarta, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (2/1/2025).

Adapun terkait peran para tersangka, Henry dan Fairza kata Patris bersepakat menggunakan EO yang dimiliki oleh Gatot Arif untuk menggelar kegiatan di lingkungan Dinas Kebudayaan Jakarta.

Kemudian Fairza dan Gatot Ari menggunakan sanggar-sanggar fiktif dalam pembuatan Surat pertanggungjawaban (SPJ) guna mencairkan dana pelaksanaan kegiatan seni dan budaya.

“Kemudian uang SPJ yang telah masuk ke rekening sanggar fiktif maupun sanggar yang dipakai namanya ditarik kembali oleh tersangka GAR dan ditampung di rekening tersangka GAR,” jelas Patris.

Lebih jauh Patris menuturkan, diduga kuat uang yang ditampung oleh Gatot Ari digunakan untuk keperluan pribadi dari Iwan Henry dan Fairza.

Kini usai ditetapkan sebagai tersangka, untuk Gatot Ari, Kejati kata Patris langsung melakukan penahanan terhadap yang bersangkutan di Rutan Cipinang, Jakarta Timur.

“Dan dua tersangka lagi masih kami lakukan pemanggilan dan saya masih menunggu pendapat dari penyidik mengenai upaya-upaya paksa yang dilakukan dalam proses hukum ini diantaranya upaya penahanan,” katanya.

Terhadap para tersangka Kejati DKI Jakarta menjerat mereka dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Kepala Dinas Kebudayaan Pemerintah Provinsi Jakarta, Iwan Henry Wardhana, saat ditemui awak media, di Balai Kota Jakarta, Rabu (12/2/2020). (TRIBUNJAKARTA.COM/MUHAMMAD RIZKI HIDAYAT)

Terkait kasus ini Jaksa penyidik dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta sebelumnya menemukan ratusan stempel palsu pada saat menggeledah kantor Dinas Kebudayaan DKI Jakarta terkait dugaan korupsi penyimpangan anggaran senilai Rp 150 miliar.

Kasipenkum Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan menerangkan, ratusan stempel palsu tersebut disinyalir digunakan untuk memanipulasi persetujuan kegiatan-kegiatan fiktif dan bertujuan mencairkan anggaran.

“Misal stempel sanggar kesenian, stempel (kegiatan) UMKM. Seolah-olah kegiatan dilaksanakan dibuktikan dengan stempel tersebut untuk mencairkan anggaran padahal faktanya kegiatannya sama sekali tidak ada,” kata Syahron saat dikonfirmasi, Rabu (18/12/2024).

Syahron pun menerangkan, bahwa jumlah anggaran dinas yang telah dikeluarkan oleh Dinas Kebudayaan DKI Jakarta untuk persetujuan kegiatan fiktif tersebut sejauh ini berjumlah Rp 150 miliar.

Sedangkan untuk nilai kerugian negara dari dugaan korupsi ini, Syahron mengatakan hal itu masih dalam tahap audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Nilai kegiatannya Rp 150 (miliar) lebih. Nilai kerugiannya sedang kita mintakan audit BPKP dan BPK,” pungkasnya.

Selain itu Syahron juga menerangkan bahwa pihaknya turut menyita uang senilai Rp 1 miliar pada saat melakukan rangkaian penggeledahan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi di lingkungan Dinas Kebudayaan Pemprov Jakarta.

“Iya betul (turut menyita uang Rp 1 miliar),” kata Syahron saat dihubungi, Kamis (19/12/2024).

Dia menuturkan, uang Rp 1 miliar itu pihaknya temukan di rumah salah satu aparatur sipil negara (ASN) Dinas Kebudayaan Jakarta.

Hanya saja ia tak menyebutkan siapa sosok ASN yang dirinya maksud termasuk lokasi rumah penemuan uang tersebut.

“(Uang Rp 1 M) disita di rumah salah satu pegawai ASN Dinas Kebudayaan,” kata dia.

Sementara ketika disinggung apakah uang yang disita itu merupakan anggaran yang digunakan untuk kegiatan fiktif di Dinas Kebudayaan, Syahron hanya menjawab singkat.

Ia hanya menjelaskan bahwa pihaknya masih melakukan penyidikan untuk menentukan status uang yang telah disita tersebut.

“Sedang didalami penyidik ya,” pungkasnya. (*)