Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Kadin Indonesia dan Asosiasi Dunia Usaha Dukung Revisi Aturan Devisa Hasil Ekspor – Halaman all

Kadin Indonesia dan Asosiasi Dunia Usaha Dukung Revisi Aturan Devisa Hasil Ekspor – Halaman all

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bersama Anggota Luar Biasa (ALB) Asosiasi, Himpunan, Gabungan, dan Ikatan melihat bahwa implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) perlu untuk direvisi.

Hal ini disampaikan oleh pelaku usaha nasional di acara focus group discussion (FGD) membahasrencana perpanjangan aturan devisa hasil ekspor.

Beberapa perwakilan asosiasi yang turut hadir dalam FGD mengenai DHE tersebut, antara lain Indonesian Mining Association (IMA), Forum Industri Nikel Indonesia (FINI), Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI-ICMA), Rumah Sawit Indonesia, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia
(GIMNI), dan Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA).

Wakil Ketua Umum Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Publik Kadin Indonesia, Suryadi Sasmita menjelaskan, kebijakan DHE yang sudah berjalan selama satu tahun.

Aturan tersebut perlu dievaluasi karena tidak efektif dalam implementasinya meskipun bertujuan baik untuk memperkuat cadangan devisa serta fungsi stabilitas nilai tukar.

“Kami melihat bahwa PP Nomor 36 Tahun 2023 kurang efektif dalam tahapan implementasi jika tujuannya untuk memperkuat nilai tukar rupiah.”

“Faktanya, setahun terakhir rupiah masih terus menghadapi pelemahan. Selain itu, sektor swasta juga terus menerus menghadapi tantangan terhadap arus kas operasional perusahaan di tengah ketidakpastian ekonomi global,” kata Suryadi dalam pernyataannya, Rabu(15/1/2025).

Dia bilang, tidak seluruh perusahaan juga dapat memperoleh kemudahan akan kredit perbankan domestik sehingga mencari pendanaan dari luar negeri.

Berbagai perusahaan yang turut terdampak oleh kewajiban yang terdapat dalam aturan PP Nomor 36 Tahun 2023 tentang DHE ini menghadapi banyak tantangan dalam mengatur operasional usaha dan kesehatan arus kas perusahaan.

Selain kewajiban DHE, perusahaan-perusahaan ini juga memiliki kewajiban dalam membayar pajak, royalti, serta beban usaha lainnya sehingga menekan margin keuntungan (margin of profitability).

“Kadin Indonesia serta para asosiasi dunia usaha berharap agar revisi kebijakan dan aturan terkait DHE nantinya tidak memberatkan para eksportir, terlebih terdapat usulan untuk menaikkan DHE dari 30 persen menjadi 50 persen atau 75 persen dalam 1 tahun, sehingga memberatkan arus kas perusahaan,” ujarnya.

“Jika kebijakan ini terus dilakukan, kami melihat kontribusi sektor swasta terhadap perekonomian nasional akan menurun, dimana dampaknya ini juga dirasakan oleh pemerintah,” kata dia.

Karena itu, dia berharap agar pemerintah mempertimbangkan pengecualian bagi eksportir yang telah memenuhi kewajiban pajak dan mengonversikan devisa ke dalam rupiah.

Ketua Komite Tetap Bidang Kebijakan Publik Kadin Indonesia, Chandra Wahjudi, menyarankan agar pemerintah dapat mempertimbangkan rencana perubahan aturan DHE SDA dengan kondisi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian serta permintaan pasar yang lemah, sehingga eksportir mendapatkan dukungan dan kemudahan ekspor yang diharapkan sebagai stimulan.

“Kita mau menggenjot ekspor agar pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Namun, disisi lain eksportir dihadapkan dengan permasalahan yang serius dalam menjalankan kegiatan usaha, yaitu cash flow. Ini berpotensi memberikan dampak yang kontraproduktif terhadap target pertumbuhan ekonomi 8 persen,” tutup Chandra.