kab/kota: Yerusalem

  • Israel Setujui Permukiman Kontroversial di Tepi Barat, Palestina Berang!

    Israel Setujui Permukiman Kontroversial di Tepi Barat, Palestina Berang!

    Ramallah

    Otoritas Palestina mengecam keras persetujuan Israel untuk pembangunan permukiman Yahudi kontroversial di wilayah Tepi Barat yang diduduki. Otoritas Palestina menilai pembangunan permukiman kontroversial, yang disebut sebagai “proyek E1” itu, merusak peluang untuk tercapainya solusi dua negara.

    “Ini merusak peluang untuk penerapan solusi dua negara, pembentukan negara Palestina di lapangan, dan memecah belah kesatuan geografis dan demografisnya,” kata Kementerian Luar Negeri Otoritas Palestina dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Kamis (21/8/2025).

    Kementerian Luar Negeri Otoritas Palestina menyebut pelaksanaan “proyek E1” itu akan semakin mengokohkan “pembagian Tepi Barat yang diduduki menjadi area-area terisolasi dan bagian-bagian yang terpisah satu sama lain”.

    “Mengubahnya menjadi sesuatu yang mirip dengan penjara sungguhan, di mana pergerakan hanya dimungkinkan melalui pos-pos pemeriksaan Israel dan di bawah teror milisi pemukim bersenjata,” kritik Kementerian Luar Negeri Otoritas Palestina.

    Pembangunan permukiman dalam “proyek E1” itu telah menjadi ambisi Israel sejak lama, di mana Tel Aviv ingin membangun permukiman di lahan seluas kurang dari 12 kilometer persegi, yang dikenal sebagai E1 di Yerusalem bagian timur.

    Rencana itu terhenti selama bertahun-tahun karena ditentang oleh komunitas internasional, yang menilai proyek tersebut mengancam kelangsungan negara Palestina di masa depan.

    Permukiman “proyek E1” itu mencakup pembangunan sebanyak 3.401 unit rumah di area permukiman Ma’ale Adumim, yang ada di Yerusalem Timur, dan pembangunan 3.515 unit rumah lainnya di area sekitarnya.

    Proyek tersebut dinilai bertujuan untuk membagi Tepi Barat menjadi dua bagian, memutus koneksi antara kota-kota di area utara dan selatan, serta mengisolasi Yerusalem Timur.

    Persetujuan untuk “proyek E1” diumumkan pekan lalu oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Israel Bezalel Smotrich, dan mendapatkan persetujuan akhir dari komisi perencanaan Kementerian Pertahanan pada Rabu (20/8) waktu setempat. Smotrich memberikan pujian untuk persetujuan akhir yang diberikan otoritas Israel.

    “Dengan E1, kita akhirnya mewujudkan apa yang telah dijanjikan selama bertahun-tahun. Negara Palestina sedang dihapus, bukan dengan slogan-slogan tetapi dengan tindakan,” ucap Smotrich dalam pernyataan terbarunya menyusul persetujuan akhir tersebut, seperti dilansir Reuters.

    Kecaman dilontarkan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, yang menyerukan kepada Israel untuk “segera menghentikan semua aktivitas permukiman”. Guterres memperingatkan bahwa proyek permukiman itu menjadi “ancaman nyata bagi solusi dua negara”.

    Semua permukiman Israel di Tepi Barat, yang diduduki sejak tahun 1967 silam, dianggap ilegal menurut hukum internasional, terlepas apakah pembangunannya mendapatkan izin dari otoritas Tel Aviv.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Israel Setujui Permukiman Kontroversial di Tepi Barat, PBB Ingatkan Hal Ini

    Israel Setujui Permukiman Kontroversial di Tepi Barat, PBB Ingatkan Hal Ini

    Tepi Barat

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan Israel bahwa keputusan menyetujui pembangunan permukiman Yahudi kontroversial, yang disebut sebagai “proyek E1”, di Tepi Barat akan memiliki “dampak kemanusiaan yang menghancurkan” bagi warga Palestina.

    Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, seperti dilansir AFP dan Anadolu Agency, Kamis (21/8/2025), mengecam keras keputusan Israel tersebut dan secara tegas menyerukan kepada Tel Aviv untuk “segera menghentikan semua aktivitas permukiman”.

    “Sekretaris Jenderal mengecam keputusan Komite Perencanaan Tinggi yang memberikan persetujuan untuk lebih dari 3.400 unit perumahan di area E1 di Tepi Barat yang diduduki,” demikian pernyataan yang disampaikan oleh juru bicara Guterres, Stephane Dujarric, seperti dikutip dari situs resmi PBB.

    “Permukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur, merupakan pelanggaran hukum internasional dan bertentangan langsung dengan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa,” imbuh pernyataan tersebut.

    “Kemajuan proyek ini merupakan ancaman nyata bagi solusi dua negara. Proyek ini akan memisahkan wilayah Tepi Barat bagian utara dan bagian selatan, serta memiliki konsekuensi serius bagi kedaulatan wilayah Palestina yang diduduki,” tegas Guterres dalam pernyataannya.

    Dujarric menambahkan bahwa: “Sekretaris Jenderal menegaskan kembali seruannya kepada pemerintah Israel untuk segera menghentikan semua aktivitas permukiman dan untuk sepenuhnya mematuhi kewajibannya berdasarkan hukum internasional.”

    Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), dalam pernyataan terpisah, menyebut proyek E1 tersebut mengancam pergerakan dan akses warga Palestina karena “secara efektif akan memisahkan Tepi Barat utara dan tengah dari area selatan”.

    “Rencana tersebut akan memiliki dampak kemanusiaan yang menghancurkan, pertama dan yang terutama bagi warga Palestina di wilayah tersebut, tetapi juga bagi wilayah Palestina yang diduduki secara lebih luas,” sebut OCHA dalam peringatannya.

    “Rencana tersebut secara khusus menempatkan 18 komunitas Bedouin Palestina dalam risiko pengungsian yang lebih tinggi,” tambahnya.

    Perluasan permukiman Yahudi dalam “proyek E1” itu akan mencakup pembangunan jalan pintas yang mengalihkan lalu lintas warga Palestina dari jalanan utama Yerusalem-Yerikho.

    “Ruas jalanan tersebut merusak keutuhan wilayah, meningkatkan waktu tempuh, dan berdampak negatif terhadap mata pencaharian serta akses masyarakat terhadap layanan,” sebut OCHA memperingatkan.

    Menkeu Israel Puji Persetujuan Permukiman, Sebut ‘Palestina Dihapus’

    Persetujuan untuk “proyek E1” diumumkan pekan lalu oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Israel Bezalel Smotrich, dan mendapatkan persetujuan akhir dari komisi perencanaan Kementerian Pertahanan pada Rabu (20/8) waktu setempat.

    Smotrich memberikan pujian untuk persetujuan akhir yang diberikan otoritas Israel.

    “Dengan E1, kita akhirnya mewujudkan apa yang telah dijanjikan selama bertahun-tahun. Negara Palestina sedang dihapus, bukan dengan slogan-slogan tetapi dengan tindakan,” ucap Smotrich dalam pernyataan terbarunya menyusul persetujuan akhir tersebut, seperti dilansir Reuters.

    Israel sejak lama berambisi membangun permukiman di lahan seluas kurang dari 12 kilometer persegi, yang dikenal sebagai E1 di Yerusalem Timur. Rencana itu terhenti selama bertahun-tahun karena ditentang komunitas internasional, yang menilainya mengancam kelangsungan negara Palestina di masa depan.

    Semua permukiman Israel di Tepi Barat, yang diduduki sejak tahun 1967 silam, dianggap ilegal menurut hukum internasional, terlepas apakah pembangunannya mendapatkan izin dari otoritas Tel Aviv.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Robot Pembunuh Israel Basmi Manusia Seketika, Cek Faktanya

    Robot Pembunuh Israel Basmi Manusia Seketika, Cek Faktanya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sebanyak 62.000 warga Palestina tewas dibunuh pasukan Israel dalam perang yang meletus sejak Oktober 2023. Di antara korban ada 18.885 anak yang terbunuh, menurut Kantor Media Pemerintah Gaza, dikutip dari Aljazeera, Rabu (20/8/2025).

    Kekuatan militer Israel tak lepas dari teknologi canggih yang dimanfaatkan sebagai senjata. The New York Times pada 2023 lalu melaporkan rencana Israel mengembangkan senjata super canggih dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI).

    Drone berbasis AI mampu mendeteksi dan membidik target secara akurat. Selain Israel, drone AI ini juga dikembangkan oleh Amerika Serikat (AS) dan China.

    Kritikus mengatakan ‘robot pembunuh’ menandai pengembangan AI yang mengkhawatirkan. Hidup-mati manusia seakan diserahkan sepenuhnya ke mesin tanpa campur tangan manusia.

    Beberapa negara telah melobi PBB untuk mengeluarkan kebijakan pelarangan AI dalam menciptakan drone pembunuh. Namun, AS merupakan salah satu negara yang menentang negosiasi tersebut.

    Israel, Rusia, dan Australia juga sependapat dengan AS. Negara-negara ini ingin pengembangan teknologi untuk kepentingan militer tak dibatasi, menurut laporan The New York Times.

    “Isu ini adalah poin paling signifikan untuk masa depan kemanusiaan,” kata Alexander Kmentt, ketua negosiator Austria, kepada The New York Times.

    Kmentt mengatakan senjata otomatisasi akan membuat perubahan yang fundamental. Penggunaannya bisa memicu masalah hukum dan etika.

    Terpisah, Laporan Time pada Desember 2024 menyebut perang AI berpotensi membangkitkan gambaran robot pembunuh dan drone otonom. Namun, kenyataan berbeda sudah terjadi di Gaza.

    Di ‘area berdarah’ tersebut, Time mengatakan AI telah menyarankan target dalam kampanye balasan Israel untuk membasmi Hamas setelah serangan kelompok itu pada 7 Oktober 2023.

    Sebuah program yang dikenal sebagai “The Gospel” menghasilkan saran untuk bangunan dan struktur tempat militan mungkin beroperasi. “Lavender” diprogram untuk mengidentifikasi tersangka anggota Hamas dan kelompok bersenjata lainnya untuk dibunuh, mulai dari komandan hingga prajurit infanteri.

    “Where’s Daddy?” dilaporkan mengikuti pergerakan target dengan melacak ponsel mereka untuk. Pelacakan seringkali berpusat ke rumah target. Serangan udara yang menyusul mungkin membunuh semua orang di keluarga target, bahkan warga di sekitar tempat tinggal target.

    Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengaku sedang mengembangkan program-program senjata otomatis tersebut. Hal ini dapat membantu menjelaskan laju kampanye pengeboman paling dahsyat di abad ke-21, yang menewaskan lebih dari 62.000 warga Palestina.

    Dalam perang-perang Gaza sebelumnya, para veteran militer Israel mengatakan serangan udara terjadi dengan tempo yang jauh lebih lambat.

    “Selama saya bertugas di ruang target [antara tahun 2010 dan 2015], dibutuhkan tim yang terdiri dari sekitar 20 perwira intelijen untuk bekerja selama sekitar 250 hari guna mengumpulkan sekitar 200 hingga 250 target,” ujar Tal Mimran, dosen di Universitas Ibrani di Yerusalem dan mantan penasihat hukum di IDF, kepada Time.

    “Saat ini, AI akan melakukannya dalam seminggu,” ia menambahkan.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Sebanyak 7.000 Warga Palestina di Yerusalem Terancam Penggusuran

    Sebanyak 7.000 Warga Palestina di Yerusalem Terancam Penggusuran

    JAKARTA – Gubernur Yerusalem pada Senin mengumumkan bahwa sekitar 7.000 warga Palestina yang tinggal di 22 komunitas di Badia Yerusalem menghadapi ancaman penggusuran paksa akibat proyek E1 dan Jalan Kedaulatan oleh penjajah Israel.

    Proyek permukiman itu secara total akan mengisolasi dan memisahkan komunitas Jabal al-Baba dan Wadi Jamal dari Kota al-Eizariya, yang dihuni sekitar 100 orang.

    Kepala keuangan Israel Bezalel Smotrich telah mengumumkan persetujuannya atas pembangunan ribuan unit permukiman dalam rencana permukiman di daerah E1 yang terletak di sebelah timur Yerusalem.

    Rencana Zionis semacam itu akan mengacaukan kemungkinan berdirinya negara Palestina di tanah tersebut, menggerogoti kesatuan geografis dan demografis Palestina serta melanggengkan pemisahan Tepi Barat menjadi beragam daerah tumbal salam yang terisolasi.

    Menurut Pusat Informasi Israel untuk Hak Asasi Manusia di Wilayah Pendudukan, B’Tselem, eksekusi rencana pembangunan di wilayah E1 akan menciptakan jalur perkotaan untuk menghubungkan antara pemukiman Ma’ale Adumim dan Yerusalem.

    Rencana itu juga akan memperparah isolasi Yerusalem Timur dari wilayah lainnya di Tepi Barat dan juga merusak kedekatan geografis antara wilayah utara dan selatan Tepi Barat.

  • Polemik Rencana Permukiman Israel yang Akan Kubur Ide Negara Palestina

    Polemik Rencana Permukiman Israel yang Akan Kubur Ide Negara Palestina

    Jakarta

    Rencana proyek pemukiman kontroversial yang menurut Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, akan “mengubur ide negara Palestina” telah memicu kontroversi

    Skema yang disebut E1 untuk membangun 3.401 rumah di Tepi Barat yang diduduki antara Yerusalem Timur dan permukiman Maale Adumim telah dibekukan selama beberapa dekade di tengah-tengah penentangan keras.

    Sebagian besar masyarakat internasional menganggap permukiman tersebut ilegal menurut hukum internasional, meskipun Israel membantahnya.

    Pada Rabu (13/08), Smotrich mendukung skema ini, menyebut keputusan tersebut sebagai “pencapaian bersejarah”.

    Kementerian Luar Negeri Palestina menyebut rencana tersebut sebagai “perpanjangan dari kejahatan genosida, pemindahan dan pencaplokan”sebuah tuduhan yang telah lama dibantah Israel.

    PBB, Uni Eropa, dan berbagai negara, seperti Inggris dan Turki, juga mengkritik rencana pemukiman E1 dan menyerukan agar rencana tersebut dihentikan.

    Apa itu rencana pemukiman E1?

    Israel telah membangun banyak permukiman seperti Maale Adumim di Tepi Barat yang diduduki (Reuters)

    Proyek pemukiman E1yang pertama kali diusulkan di bawah pemerintahan Yitzhak Rabin pada 1990-andimulai dengan rencana awal untuk 2.500 rumah.

    Pada 2004, jumlah unit bertambah menjadi sekitar 4.000 unit, ditambah dengan fasilitas komersial dan pariwisata.

    Antara 2009 dan 2020, tahapan-tahapan baru dari rencana pemukiman ini diumumkan, termasuk penyitaan lahan, rencana desain dan pembangunan jalan.

    Namun, proposal-proposal tersebut selalu dibekukan karena tekanan internasional.

    Mengapa rencana pemukiman E1 kontroversial?

    Hal ini dikarenakan posisi strategis situs E1 yang memisahkan wilayah selatan dan utara Yerusalem, serta akan mencegah daerah perkotaan Palestina yang bersebelahan yang menghubungkan Ramallah, Yerusalem Timur, dan Betlehem.

    Menurut kelompok Israel Peace Now yang memantau aktivitas permukiman di Tepi Barat, unit-unit rumah baru tersebut akan mewakili 33% perluasan permukiman Maale Adumim, yang saat ini memiliki populasi sekitar 38.000 penduduk.

    BBC

    Proyek ini akan menghubungkan daerah permukiman dengan zona industri di sekitarnya dan akan membuka jalan untuk memperluas kontrol Israel atas sebagian besar wilayah Tepi Barat, menurut Peace Now.

    Kelompok ini mengatakan sidang persetujuan akhir untuk rencana penyelesaian E1 akan diadakan pada Rabu (20/08) mendatang oleh sebuah komite teknis yang telah menolak semua keberatan atas proposal-proposal tersebut.

    Apa itu Tepi Barat yang diduduki?

    Tepi Barat adalah wilayah yang terletak di antara Israel dan Sungai Yordan dan merupakan rumah bagi sekitar tiga juta warga Palestina.

    Bersama dengan Yerusalem Timur dan Gaza, kota ini merupakan bagian dari apa yang secara luas dikenal sebagai Wilayah Palestina yang Diduduki.

    Ada sekitar 160 permukiman Israel, yang menampung sekitar 700.000 orang Yahudi, di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

    Israel masih menguasai Tepi Barat secara keseluruhan, namun sejak 1990-an, pemerintah Palestinayang dikenal sebagai Otoritas Palestinatelah menjalankan sebagian besar kota dan kotanya.

    Sejak serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 silam, tekanan Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat meningkat tajam, yang dibenarkan sebagai tindakan keamanan yang sah.

    Pada Juni lalu, PBB mencatat jumlah korban luka bulanan tertinggi warga Palestina dalam lebih dari dua dekade terakhir menyatakan bahwa 100 warga Palestina telah terluka oleh pemukim Israel.

    Selama paruh pertama 2025, tercatat 757 serangan pemukim yang mengakibatkan korban jiwa atau kerusakan properti warga Palestina meningkat 13% dari periode yang sama pada 2024.

    Warga Palestina dan kelompok-kelompok hak asasi manusia juga menuduh pasukan keamanan Israel gagal dalam menjalankan tugas hukum mereka sebagai penjajah untuk melindungi warga Palestina dan juga warga negara mereka sendiri tidak hanya menutup mata terhadap serangan pemukim, tetapi bahkan ikut serta, menurut laporan tahun 2024 dari Human Rights Watch.

    Israel mengklaim Konvensi Jenewa yang melarang pemukiman di wilayah pendudukan tidak berlaku, sebuah pandangan yang diperdebatkan oleh banyak sekutunya sendiri dan juga oleh para ahli hukum internasional.

    Para pemukim Israel menyaksikan dari kejauhan ketika tentara Israel menolak akses petani Palestina untuk memanen zaitun di dekat Ramallah di Tepi Barat yang diduduki Israel. (Reuters)

    Warga Palestina ingin semua permukiman Israel dihapuskan karena mereka melihat Tepi Barat yang diduduki sebagai tanah bagi negara Palestina merdeka di masa depan.

    Namun, pemerintah Israel tidak mengakui hak Palestina untuk memiliki negara sendiri dan berargumen bahwa Tepi Barat adalah bagian dari tanah air Israel.

    Pada Juli 2024, pengadilan tertinggi PBB, Mahkamah Internasional (ICJ), mengatakan bahwa keberadaan Israel di Wilayah Palestina yang Diduduki adalah ilegal dan Israel harus menarik para pemukim.

    Di antara putusan-putusannya, ICJ mengatakan bahwa pembatasan Israel terhadap warga Palestina di wilayah pendudukan merupakan “diskriminasi sistemik yang didasarkan pada, antara lain, ras, agama, dan asal-usul etnis”.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa ICJ telah membuat “putusan bohong”.

    “Orang-orang Yahudi bukanlah penjajah di tanah mereka sendiritidak di ibu kota abadi kami Yerusalem, atau di warisan leluhur kami di Yudea dan Samaria [Tepi Barat],” kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan.

    Bagaimana reaksi dunia soal rencana pemukiman E1?

    Setelah mengumumkan rencana tersebut, Smotrich berterima kasih kepada Presiden AS Donald Trump dan Duta Besar Mike Huckabee atas dukungan mereka.

    Smotrich menegaskan dalam pandangannya, Tepi Barat adalah “bagian tak terpisahkan dari Tanah Israel yang dijanjikan Tuhan”.

    Dia juga mengatakan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mendukung rencananya untuk membawa satu juta pemukim baru ke Tepi Barat.

    Kementerian Luar Negeri Palestina mengutuk proyek pemukiman E1, menyebutnya sebagai serangan terhadap kesatuan wilayah Palestina dan sebuah pukulan terhadap kemungkinan pendirian sebuah negara.

    Dikatakan bahwa rencana tersebut merusak kohesi geografis dan demografis serta mengukuhkan pembagian Tepi Barat menjadi daerah-daerah terisolasi yang dikelilingi oleh ekspansi kolonial, sehingga membuat pencaplokan menjadi lebih mudah.

    Menanggapi rencana pembangunan di area E1, Departemen Luar Negeri AS mengatakan, “Tepi Barat yang stabil membuat Israel tetap aman dan sejalan dengan tujuan pemerintahan ini untuk mencapai perdamaian di wilayah tersebut”.

    Namun, PBB dan Uni Eropa malah mendesak Israel untuk tidak melanjutkan rencana tersebut.

    PBB mengatakan pembangunan di wilayah E1 akan memisahkan Tepi Barat bagian utara dan selatan, “sangat merusak prospek terwujudnya Negara Palestina yang layak dan berdampingan”.

    Kaja Kallas, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, bilang rencana baru terkait E1 “semakin melemahkan solusi dua negara dan juga melanggar hukum internasional”.

    Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, menentang rencana tersebut, dengan mengatakan bahwa rencana tersebut akan “membagi negara Palestina di masa depan menjadi dua dan menandai pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional”.

    Kementerian Luar Negeri Turki juga mengutuk keputusan tersebut, dengan mengatakan bahwa keputusan tersebut “mengabaikan hukum internasional” dan menargetkan “integritas teritorial” negara Palestina.

    Mesir menyebut proyek tersebut sebagai “pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan resolusi Dewan Keamanan.”

    Tentara Israel berhadapan dengan dua petani tua Palestina, mencegah mereka memetik buah zaitun di Tepi Barat yang diduduki Israel. (Reuters)

    Kementerian Luar Negeri Yordania juga menentang skema tersebut, dan menggambarkannya sebagai serangan terhadap “hak yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina untuk mendirikan sebuah negara yang merdeka dan berdaulat berdasarkan perbatasan 4 Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya”.

    Pengumuman rencana pemukiman E1 datang tak lama setelah beberapa negara, seperti Prancis dan Kanada, mengatakan mereka berencana untuk mengakui negara Palestina akhir tahun ini.

    Saat ini sebagian besar negara147 dari 193 negara anggota PBB secara resmi mengakui negara Palestina.

    Perdana Menteri Inggris Sir Keir Starmer mengatakan bahwa Inggris juga akan mengakui negara Palestina pada bulan September kecuali jika Israel memenuhi syarat-syarat tertentu, termasuk menyetujui gencatan senjata di Gaza dan menghidupkan kembali prospek solusi dua negara.

    Setelah pengumuman rencana penyelesaian baru E1, Smotrich mengatakan bahwa “tidak akan ada negara yang mengakui”.

    “Siapapun di dunia ini yang mencoba untuk mengakui negara Palestina hari ini akan menerima jawaban dari kami di lapangan.”

    “Bukan dengan dokumen atau keputusan atau pernyataan, tetapi dengan fakta. Fakta-fakta tentang rumah-rumah, fakta-fakta tentang lingkungan,” tambahnya.

    Laporan tambahan oleh Alla Daraghme dan Muhannad Tutanji dari BBC News Arabic.

    (ita/ita)

  • Negara-Negara Arab dan Muslim Respons Rencana “Israel Raya” Netanyahu

    Negara-Negara Arab dan Muslim Respons Rencana “Israel Raya” Netanyahu

    Jakarta, CNBC Indonesia – Koalisi negara-negara Arab dan Muslim menyatakan kecaman keras terhadap pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang secara terbuka mendukung gagasan tentang “Israel Raya”. Pernyataan itu dianggap sebagai ancaman langsung bagi keamanan kawasan serta pelanggaran serius terhadap hukum internasional.

    Kecaman tersebut dituangkan dalam pernyataan bersama 31 negara Arab dan Islam bersama Liga Arab. Mereka menilai pernyataan Netanyahu mencerminkan “pengabaian serius terhadap aturan hukum internasional serta fondasi hubungan internasional yang stabil”.

    “Pernyataan itu juga merupakan ancaman langsung terhadap keamanan nasional Arab, kedaulatan negara-negara, serta perdamaian dan keamanan regional maupun internasional,” tulis pernyataan bersama tersebut, dikutip dari Al Jazeera, Minggu (17/8/2025).

    Pernyataan Netanyahu muncul dalam wawancara dengan Sharon Gal di saluran Israel i24NEWS yang ditayangkan Selasa lalu. Saat ditanya apakah ia meyakini visi tentang “Israel Raya”, Netanyahu menjawab tegas: “Sangat meyakini.”

    Konsep “Israel Raya” yang banyak dianut kalangan ultranasionalis Israel dipahami sebagai visi ekspansionis yang mencakup klaim atas wilayah Tepi Barat, Gaza, sebagian Lebanon, Suriah, Mesir, dan Yordania.

    Selain mengecam Netanyahu, negara-negara Arab dan Islam juga menyoroti pernyataan Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich pada Kamis lalu yang berjanji akan melanjutkan ekspansi permukiman di Tepi Barat yang diduduki.

    “Langkah itu adalah pelanggaran nyata terhadap hukum internasional dan serangan terang-terangan terhadap hak tak terpisahkan rakyat Palestina untuk mewujudkan negara merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota,” kata pernyataan tersebut.

    Koalisi itu menegaskan Israel tidak memiliki kedaulatan atas wilayah Palestina yang diduduki. Mereka juga menyinggung pernyataan Smotrich yang mengatakan akan menyetujui ribuan unit perumahan dalam proyek permukiman ilegal yang lama tertunda di Tepi Barat. Smotrich bahkan menyatakan langkah tersebut “mengubur ide negara Palestina”.

    Pernyataan itu muncul di tengah agresi militer Israel yang telah berlangsung 22 bulan di Gaza, menewaskan sedikitnya 61.827 orang dan melukai 155.275 lainnya. Pekan lalu, Kabinet Keamanan Israel menyetujui rencana Netanyahu untuk sepenuhnya menduduki Kota Gaza.

    Netanyahu juga kembali menyerukan agar warga Palestina “dibiarkan meninggalkan Gaza”. “Kami tidak mengusir mereka, tetapi kami mengizinkan mereka untuk pergi,” katanya.

    Aktivis hak asasi mengecam ucapan tersebut dan menyebutnya sebagai bentuk lain dari “pembersihan etnis” Gaza. Wilayah berpenduduk 2,1 juta jiwa itu sebagian besar dihuni oleh pengungsi dan keturunan pengungsi sejak Nakba 1948, ketika lebih dari 700.000 warga Palestina terusir dari tanah mereka yang kemudian menjadi negara Israel.

    Sebelumnya, gagasan untuk merelokasi penduduk Gaza juga pernah dilontarkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Namun wacana tersebut selalu memicu kekhawatiran akan terjadinya pengusiran paksa, serta mendapat kecaman luas dari komunitas internasional.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Pemerintah Israel Wacanakan Perluasan Pendudukan di Tepi Barat

    Pemerintah Israel Wacanakan Perluasan Pendudukan di Tepi Barat

    Jakarta

    Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich pada hari Kamis (14/8) mengungkap rencana perluasan pemukiman di Tepi Barat yang diduduki Israel. Ekspansi pemukiman akan semakin menggerogoti wilayah Palestina dan dipandang sebagai batu sandungan terbesar bagi kedaulatan Palestina.

    Pendudukan Israel di Tepi Barat telah berlangsung sejak tahun 1967.

    Smotrich mengisyaratkan, ekspansi juga diniatkan untuk mencegah lebih banyak negara mengakui kedaulatan Palestina.

    Juru bicara PBB sebabnya mendesak Israel untuk membatalkan rencana ekspansi pemukiman karena akan mengakhiri prospek Solusi Dua Negara. PBB kembali menegaskan bahwa pemukiman Israel di Tepi Barat bertentangan dengan hukum internasional.

    Bagaimana rencana perluasan pemukiman?

    Menteri keuangan dari blok ekstrem kanan itu mengumumkan rencana perluasan pemukiman Israel, Maale Adumim, dengan membangun 3500 apartemen baru di sebidang tanah seluas 12 km2 di sebelah timur Yerusalem, yang dikenal sebagai wilayah East 1 (E1).

    Rencana perluasan area pemukiman Israel ini menurut para pakar akan “secara efektif” membelah wilayah Tepi barat, Israel menjadi dua bagian. Dalam pernyataan yang dirilis Smotrich, pihaknya akan “mengubur gagasan tentang negara Palestina.”

    Pengumuman Smotrich datang bersamaan dengan rencana Prancis, Inggris, dan Kanada untuk secara formal mengakui kedaulatan Palestina pada Sidang Umum PBB di bulan September mendatang.

    “Siapa pun di dunia yang saat ini mencoba mengakui negara Palestina, akan mendapat jawaban dari kami di lapangan,” tambahnya.

    Smotrich, yang juga pemimpin Partai Religious Zionism, mengancam akan menegaskan kedaulatan penuh Israel di semua wilayah Yudea dan Samaria, jika Prancis, Inggris, dan Kanada melanjutkan rencana pengakuan mereka atas negara Palestina.

    Istilah “Yudea dan Samaria” sering digunakan Israel merujuk wilayah Tepi Barat yang diduduki.

    Apa reaksi AS terhadap rencana Smotrich?

    Rencana perluasan pemukiman Yahudi di wilayah E1 sempat dibekukan sebelumnya pada masa pemerintahan AS di bawah Presiden Obama dan Biden dari partai Demokrat.

    Dalam konferensi pers tersebut, Smotrich menyebut Presiden Trump dan Duta Besar AS untuk Israel, Mike Huckabee, sebagai “sahabat sejati”, yang selalu memperkuat posisi Israel.

    Namun juru bicara Departemen Luar Negeri AS, mengelak memberikan tanggapen terkait ekspansi pemukiman, dan hanya mengatakan bahwa “Tepi Barat yang stabil ikut menjaga keamanan Israel ,dan sejalan dengan hal tersebut perdamaian di kawasan dapat tercapai.”

    Meski demikian, Trump dan Huckabee belum memberikan komentar atas rencana tersebut.

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu juga belum memberikan tanggapan resmi kepada publik terkait rencana Smotrich, meski Smotrich mengklaim Netanyahu dan Trump telah mendukung pembangunan unit perumahan baru.

    Posisi Smotrich sebagai menteri keuangan dalam pemerintahan koalisi, memberinya ruang untuk mendulang dukungan dari pemilih konservatif dan pemukim Yahudi garis keras.

    Meski belum mendapat persetujuan resmi dari Netanyahu atau Trump, agenda Smotrich berpotensi memperkuat pengaruh sayap kanan, dan mempengaruhi arah kebijakan pemerintah Israel.

    Rencana E1 masih membutuhkan persetujuan resmi dari pemerintah. Jika disetujui, pembangunan perumahan baru di pemukiman Maale Adumim bisa dimulai dalam waktu sekitar satu tahun.

    Bagaimana reaksi Palestina?

    Manuver untuk pembangunan kawasan E1 mendapat kecaman dari pejabat Palestina, kelompok hak asasi, dan negara-negara Arab.

    Kementerian Luar Negeri Otonomi Palestina di Tepi Barat dan kaum ekspatriat Palestina juga mengecam rencana tersebut, dan menuntut “pemberian sanksi” pada Israel untuk menghentikan pendudukan baru di E1. Mereka menyebut rencana ini sebagai kelanjutan rencana Israel untuk “menghancurkan eksistensi negara Palestina.”

    Organisasi kemanusiaan Israel Peace Now, yang memantau pemukiman Yahudi di Tepi Barat, menyebut rencana pemerintah “membunuh masa depan Israel, dan mematikan setiap peluang tercapainya solusi-dua negara yang damai.”

    Solusi-dua negara mengacu pada visi dua negara merdeka, Israel dan Palestina, yang hidup berdampingan secara damai.

    Kecaman negara-negara Arab

    Kritik juga datang dari kawasan Teluk. Qatar menilai rencana perluasan pemukiman di Tepi Barat sebagai “pelanggaran nyata terhadap legitimasi internasional,” dan menekankan urgensi “tindakan dari komunitas internasional untuk bersatu menghentikan Israel memperluas pemukiman dan, untuk mematuhi resolusi internasional.”

    Kementerian Luar Negeri Mesir mengecam keras rencana perluasan pemukiman Yahudi tersebut, dan mengecam “pernyataan ekstrem menteri Israel yang menyerukan perluasan pemukiman dan kedaulatan Israel di Tepi Barat.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor :Rizki Nugraha/Agus Setiawan

    Lihat juga Video ‘Trump Ingin Jurnalis Dapat Akses Masuk Gaza’:

    (ita/ita)

  • Jerman Serukan Israel Setop Bangun Permukiman di Tepi Barat!

    Jerman Serukan Israel Setop Bangun Permukiman di Tepi Barat!

    Berlin

    Jerman menolak keras rencana Israel untuk membangun ribuan rumah baru di wilayah Tepi Barat. Berlin menyerukan pemerintah Israel untuk “menghentikan pembangunan permukiman” di wilayah Palestina yang diduduki tersebut.

    “(Jerman) Sangat menolak pengumuman pemerintah Israel tentang ribuan permukiman baru di wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel,” tegas Kementerian Luar Negeri Jerman dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Jumat (15/8/2025).

    Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, menyatakan dukungan untuk rencana pembangunan sebanyak 3.400 rumah di area yang sangat kontroversial di Tepi Barat yang diduduki. Smotrich juga menyerukan aneksasi terhadap Tepi Barat untuk menanggapi rencana beberapa negara untuk mengakui negara Palestina.

    Israel telah sejak lama berambisi untuk membangun permukiman di atas lahan sensitif di Yerusalem Timur, yang dikenal sebagai E1. Rencana itu telah dibekukan selama beberapa dekade karena banyak ditentang komunitas internasional.

    Permukiman Israel di Tepi Barat dianggap ilegal menurut hukum internasional. Para pengkritik dan komunitas internasional memperingatkan bahwa pembangunan rumah baru di lahan seluas sekitar 12 kilometer persegi itu akan merusak harapan terbentuknya negara Palestina yang berdampingan di masa depan, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

    Area yang terletak di antara kota kuno dan permukiman Yahudi Maale Adumim, yang dekat dengan rute yang menghubungkan bagian utara dan selatan wilayah Palestina. Terdapat juga rencana terpisah, yang belum terwujud, untuk memperluas tembok pemisah Israel agar mencakup area tersebut.

    Smotrich, dalam pernyataannya pekan ini, mengatakan pekerjaan akan dimulai untuk pembangunan permukiman yang telah lama tertunda yang akan membagi Tepi Barat dan memisahkannya dari Yerusalem Timur. Langkah ini disebut akan “mengubur” gagasan negara Palestina.

    “Mereka yang ingin mengakui negara Palestina hari ini akan menerima respons dari kami di lapangan… Melalui tindakan nyata: rumah-rumah, lingkungan, jalanan, dan keluarga-keluarga Yahudi yang membangun kehidupan mereka,” cetusnya saat berbicara di acara untuk memajukan rencana pembangunan di lahan E1.

    “Pada hari penting ini, saya menyerukan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk menerapkan kedaulatan Israel di Yudea dan Samaria, untuk meninggalkan gagasan pembagian negara untuk selamanya, dan untuk memastikan bahwa pada September, para pemimpin Eropa yang munafik tidak akan memiliki apa pun lagi untuk diakui,” ucap Smotrich, menggunakan istilah Alkitab untuk menyebut Tepi Barat.

    Prancis dan Inggris termasuk di antara beberapa negara yang telah mengumumkan rencana untuk mengakui negara Palestina di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September mendatang. Negara-negara itu mengatakan pengakuan itu dimaksudkan untuk menjaga solusi dua negara tetap hidup.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Israel Setujui Permukiman Yahudi di Sekitar Yerusalem, Arab Saudi Geram!

    Israel Setujui Permukiman Yahudi di Sekitar Yerusalem, Arab Saudi Geram!

    Riyadh

    Arab Saudi mengutuk keras persetujuan yang diberikan pemerintah Israel terhadap pembangunan permukiman Yahudi di sekitar Yerusalem. Otoritas Riyadh menyebut langkah semacam itu sebagai “kebijakan ekspansionis ilegal” yang terus dilakukan oleh Tel Aviv.

    Saudi juga mengecam komentar yang dilontarkan Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, yang menolak pembentukan negara Palestina. Riyadh menyebut penolakan tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional.

    Ditegaskan oleh Saudi bahwa pembentukan negara Palestina merupakan hak rakyat Palestina “yang tidak dapat dicabut” untuk menentukan nasib mereka sendiri dan untuk bernegara.

    Kementerian Luar Negeri Saudi dalam pernyataannya, seperti dilansir Al Arabiya, Jumat (15/8/2025), mengutip resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang relevan, khususnya Resolusi 2234 (2016), yang menyerukan Israel untuk menghentikan aktivitas pembangunan permukiman di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan menegaskan sifat ilegal dari permukiman Israel di wilayah yang diduduki sejak tahun 1967 silam itu.

    Pernyataan Kementerian Luar Negeri Saudi itu juga menyinggung soal saran pendapat (advisory opinion) Mahkamah Internasional (ICJ) yang “menegaskan ilegalitas aneksasi wilayah Palestina yang diduduki dan menekankan perlunya mengakhiri pendudukan Israel”.

    Kementerian Luar Negeri Saudi menyebut keputusan dan pernyataan tersebut menyoroti “kebijakan ekspansionis ilegal” pemerintah Israel yang sedang berlangsung dan “hambatannya terhadap upaya perdamaian, dan ancaman serius yang ditimbulkan terhadap potensi solusi dua negara”.

    Ditekankan juga bahwa situasi semacam ini menuntut komunitas internasional untuk memikul tanggung jawab hukum dan moral, memberikan perlindungan bagi rakyat Palestina, dan menegakkan hak-hak sah mereka, termasuk pengakuan atas negara Palestina.

    Hal itu, menurut Kementerian Luar Negeri Saudi, juga berarti mewajibkan Israel untuk menghentikan serangan terhadap Jalur Gaza, mengakhiri tindakan-tindakan ilegalnya di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, dan “menghentikan kejahatan terhadap rakyat Palestina — khususnya yang merupakan genosida — sembari meminta pertanggungjawaban para pelaku”.

    Riyadh juga menegaskan kembali “penolakan mutlak terhadap kebijakan Israel yang didasarkan pada perluasan permukiman, pemindahan paksa, dan penolakan terhadap hak-hak sah warga Palestina”.

    Terakhir, Kementerian Luar Negeri Saudi menyerukan kepada komunitas internasional, terutama anggota tetap Dewan Keamanan PBB, untuk segera mengambil tindakan guna memaksa otoritas Israel “mengakhiri kejahatan mereka terhadap rakyat Palestina dan wilayah Palestina yang diduduki, serta untuk mematuhi resolusi PBB dan hukum internasional”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Israel Akan Bangun 3 Ribu Rumah Pemukim, Kubur Ide Negara Palestina

    Israel Akan Bangun 3 Ribu Rumah Pemukim, Kubur Ide Negara Palestina

    Jakarta

    Menteri garis keras Israel Bezalel Smotrich mengumumkan bahwa ia berencana untuk menyetujui tender pembangunan lebih dari 3.000 unit rumah di proyek permukiman E1 yang sangat kontroversial antara Yerusalem dan Ma’ale Adumim di Tepi Barat. Dia mengatakan bahwa langkah tersebut “mengubur ide tentang negara Palestina.”

    Proyek tersebut sebelumnya telah dibekukan selama beberapa dekade, di tengah pertentangan sengit dari komunitas internasional, yang khawatir lingkungan permukiman baru tersebut akan menghalangi pembentukan negara Palestina.

    “Persetujuan rencana pembangunan di E1 mengubur gagasan negara Palestina dan melanjutkan berbagai langkah yang kami ambil di lapangan sebagai bagian dari rencana kedaulatan de facto yang telah kami mulai laksanakan dengan pembentukan pemerintah,” kata Smotrich yang menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam sebuah pernyataan, dilansir The Times of Israel, Kamis (14/8/2025).

    Proyek kontroversial yang akan membagi Tepi Barat menjadi utara dan selatan itu telah dibekukan selama beberapa dekade karena tekanan internasional.

    “Setelah puluhan tahun tekanan dan pembekuan internasional, kami melanggar konvensi dan menghubungkan Ma’ale Adumim dengan Yerusalem. Inilah Zionisme yang terbaik – membangun, menetap, dan memperkuat kedaulatan kami di Tanah Israel,” kata Smotrich, yang juga seorang menteri di Kementerian Pertahanan yang bertanggung jawab atas isu-isu sipil Tepi Barat.

    Potensi pembangunan permukiman baru untuk permukiman Ma’ale Adumim di zona yang disebut E1, telah lama menimbulkan kekhawatiran di komunitas internasional. Hal ini akan membagi Tepi Barat menjadi wilayah utara dan selatan dan mencegah pembangunan kota metropolitan Palestina yang menghubungkan Yerusalem Timur dengan Betlehem dan Ramallah, yang telah lama diharapkan oleh Palestina akan menjadi fondasi negara masa depan mereka.

    Tonton juga video “Israel Gempur Gaza, Ratusan Orang Tewas dalam Sehari” di sini:

    Namun, menurut lembaga pengawas permukiman Peace Now, rencana yang disetujui bukanlah untuk proposal E1 yang asli, melainkan permukiman terpisah dari Ma’ale Adumim.

    “3.300 unit rumah di Ma’ale Adumim mewakili peningkatan sekitar 33% dalam stok perumahan permukiman tersebut – sebuah ekspansi yang sangat besar untuk permukiman yang populasinya stagnan di sekitar 38.000 jiwa selama dekade terakhir dan telah mengalami migrasi keluar bersih. Tender tersebut ditujukan untuk sebuah lingkungan besar yang akan menghubungkan kawasan terbangun Ma’ale Adumim dengan kawasan industri di sebelah timurnya,” demikian pernyataan Peace Now.

    Sebelumnya pada bulan Maret, kabinet keamanan Israel menyetujui pembangunan jalan pintas “Fabric of Life” khusus Palestina di wilayah Yerusalem, dalam upaya untuk memisahkan lalu lintas Israel dan Palestina serta memperkuat kehadiran Israel di luar Garis Hijau.

    Lihat Video ‘Israel Dikabarkan Berunding dengan 5 Negara untuk Terima Warga Gaza’:

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)