kab/kota: Yerusalem

  • Israel Tahan Nyaris 100 Warga Palestina dalam Penggerebekan di Tepi Barat

    Israel Tahan Nyaris 100 Warga Palestina dalam Penggerebekan di Tepi Barat

    Tepi Barat

    Militer Israel menahan nyaris 100 warga Palestina dalam operasi penggerebekan di beberapa wilayah sekaligus di Tepi Barat bagian utara pada Rabu (10/12) waktu setempat. Ini menjadi salah satu operasi penangkapan besar-besaran yang dilakukan Tel Aviv di wilayah Tepi Barat.

    Sejumlah saksi mata, seperti dilansir Anadolu Agency, Kamis (11/12/2025), menuturkan bahwa pasukan Israel menggerebek area Nablus, Salfit, dan beberapa kota di area Jenin, Tulkarem, dan Qalqilya, serta Jericho dan dua kota di Yerusalem Timur yang diduduki.

    Pasukan Israel, menurut seorang koresponden Anadolu di Tepi Barat, menangkap sedikitnya 50 warga Palestina di Nablus, 15 orang di Salfit, 13 orang di Jericho, dan 20 orang lainnya di Yerusalem Timur. Beberapa orang di antaranya dibebaskan setelah diinterogasi di lapangan.

    Di antara mereka yang ditahan di Jenin terdapat Nasser Al-Din Al-Shaer yang merupakan mantan Wakil Perdana Menteri (PM) Otoritas Nasional Palestina dan pernah menjabat Menteri Pendidikan dan Pendidikan Tinggi pada tahun 2006-2007 silam.

    Al-Shaer dibebaskan setelah ditahan selama beberapa jam dalam interogasi di lapangan.

    Militer Israel telah meningkatkan serangannya di Tepi Barat sejak dimulainya perang Gaza pada Oktober 2023 lalu.

    Sedikitnya 1.092 warga Palestina tewas dan nyaris 11.000 orang lainnya mengalami luka-luka dalam serangkaian serangan yang didalangi tentara dan pemukim Israel di Tepi Barat sejak Oktober 2023.

    Lebih dari 21.000 orang juga ditangkap pada periode yang sama di wilayah tersebut.

    Dalam sebuah putusan penting yang dikeluarkan pada Juli tahun lalu, Mahkamah Internasional (ICJ) menyatakan pendudukan Israel atas wilayah Palestina merupakan tindakan ilegal dan menyerukan evakuasi semua permukiman Yahudi di Tepi Barat juga Yerusalem Timur.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Putra Mahkota Saudi Tolak Desakan Trump untuk Normalisasi dengan Israel

    Putra Mahkota Saudi Tolak Desakan Trump untuk Normalisasi dengan Israel

    Washington DC

    Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), menolak desakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk bergerak maju menuju normalisasi hubungan dengan Israel dalam pertemuan puncak keduanya baru-baru ini di Gedung Putih.

    Penolakan MBS itu, seperti dilansir Al Arabiya, Rabu (26/11/2025), dilaporkan oleh media Axios yang mengutip sejumlah pejabat AS yang enggan disebut namanya.

    Pembahasan di Gedung Putih pekan lalu, menurut laporan Axios, menyentuh soal keinginan Washington agar Riyadh bergabung dengan perjanjian perdamaian regional yang semakin luas, Abraham Accords, yang mengatur normalisasi dengan Tel Aviv.

    Namun, MBS dengan tegas menegaskan kembali posisi Saudi sejak lama bahwa normalisasi apa pun bergantung pada penerimaan Israel terhadap solusi dua negara dan pembentukan negara Palestina berdasarkan perbatasan tahun 1967 silam, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

    “Putra Mahkota Saudi menanggapi dengan tegas permintaan Trump dan memegang teguh posisinya,” sebut Axios dalam laporannya, sembari menambahkan bahwa dua pejabat AS menggambarkan MBS sebagai “pemimpin yang kuat”.

    “Selama pertemuan 18 November, Trump merupakan pihak yang mengangkat isu tersebut dan mendesak keras MBS untuk bergabung dengan Abraham Accords,” demikian dilaporkan Axios, yang mengutip sejumlah pejabat AS.

    “Pada saat itu, percakapan menjadi tegang. Saat Trump menekannya, MBS menekan balik,” imbuh laporan Axios tersebut.

    MBS tiba di Washington DC dalam kunjungan kerja resmi pada 18 November pekan lalu, atas arahan Raja Salman bin Abdulaziz, menyusul undangan dari Trump. Keduanya menggelar pembicaraan di Ruang Oval Gedung Putih, setelah MBS mendapatkan sambutan sangat hangat oleh Trump.

    Dalam konferensi pers yang digelar usai pembicaraan itu, MBS mengatakan negaranya ingin melakukan normalisasi hubungan dengan Israel melalui Abraham Accords yang digagas Trump. Tetapi, MBS menegaskan bahwa status negara Palestina menjadi kunci dalam terjalinnya hubungan dengan Israel.

    Dikatakan oleh MBS bahwa diperlukan “jalan yang jelas” menuju pembentukan negara Palestina, sebelum normalisasi bisa dilakukan.

    Ketika didesak oleh Trump, yang mengatakan bahwa tamunya memiliki “perasaan yang sangat baik” terhadap Abraham Accords, sang Putra Mahkota Saudi mengatakan bahwa: “Kami menginginkan perdamaian bagi Israel. Kami menginginkan perdamaian bagi Palestina.”

    “Kami ingin mereka hidup berdampingan secara damai di kawasan, dan kami akan melakukan yang terbaik untuk mewujudkan hal tersebut,” tegas MBS.

    Riyadh telah berulang kali menggarisbawahi perlunya resolusi yang adil, yang dimulai dengan pembentukan negara Palestina yang merdeka dan pada akhirnya mengarah pada perdamaian regional yang komprehensif juga langgeng.

    Lihat juga Video: Jelang Perdamaian Israel-Arab Saudi dan Harapan Era Baru di Timur Tengah

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Sekte Yahudi Lev Tahor Dituduh Culik-Perdagangkan Anak, Siapa Mereka?

    Sekte Yahudi Lev Tahor Dituduh Culik-Perdagangkan Anak, Siapa Mereka?

    Jakarta

    Otoritas keamanan Kolombia menyatakan telah menyelamatkan 17 anak di bawah umur dari sekte Yahudi ultra-Ortodoks Lev Tahor, Minggu (23/11).

    Operasi penyelamatan itu berlangsung satu hari sebelumnya di Yarumal, sekitar 120 kilometer di utara kota terbesar kedua di negara itu, Medellin. Kepolisian turut membawa surat perintah penangkapan yang diterbitkan interpol terkait dugaan penculikan dan perdagangan manusia.

    Menurut laporan kepolisian, anak-anak tersebut diyakini berasal dari Guatemala, Amerika Serikat, dan Kanada.

    “Ada indikasi bahwa beberapa di antaranya mungkin telah diculik, menyiratkan kemungkinan skenario perdagangan manusia yang disamarkan sebagai ajaran agama,” kata laporan tersebut.

    Menurut otoritas imigrasi Kolombia, kelompok tersebut “mencari negara di mana mereka tidak akan menghadapi pembatasan untuk melanjutkan aktivitas ilegal yang diduga mereka lakukan”.

    Getty ImagesKelompok ultra-ortodoks tersebut telah berpindah-pindah ke berbagai negara, termasuk Amerika Serikat dan Kanada.

    Keberadaan sekte Lev Tahor di Amerika Latin bukanlah hal yang baru.

    Pada Desember 2024, otoritas Guatemala menyelamatkan 160 anak dari pemukiman sekte di kota Oratorio, sekitar 60 kilometer sebelah tenggara ibu kota, Guatemala City.

    Anggota sekte tersebut selalu membantah tuduhan tersebut dan menuduh adanya penganiayaan agama terhadap mereka.

    BBC

    Sekte yang berkelana

    Lev Tahor, yang berarti “hati yang murni” dalam bahasa Ibrani, didirikan di Yerusalem pada 1988 oleh Rabbi Shlomo Helbrans.

    Sekte ini, yang diperkirakan memiliki antara 250 hingga 500 anggota, sejak pendiriannya juga dituding melakukan pelecehan anak, pedofilia, penculikan, dan penelantaran anak.

    Berbagai kasus hukum itu menyebabkan anggotanya terus berpindah lokasi untuk menghindari intervensi sistem peradilan.

    Pada 1990, Helbrans memindahkan kelompok tersebut ke Amerika Serikat. Di negara itu dia mendirikan sekolah Yahudi, tepatnya di kawasan Brooklyn, New York.

    Pada 1993, Helbrans ditangkap di New York, dituduh menculik seorang remaja yang sedang belajar dengannya untuk mempersiapkan bar mitzvah, upacara keagamaan yang menandai awal transisi ke dewasa dalam Yahudi.

    Orang tua remaja tersebut menuduh Helbrans mencoba “cuci otak” putranya. Pengadilan lantas menghukum Helbrans atas tuduhan penculikan. Dia menjalani hukuman dua tahun penjara sebelum dibebaskan dengan syarat pada 1996.

    Pada 2000, Helbrans dideportasi ke Israel, namun dia tidak tinggal lama di sana dan memutuskan untuk pindah bersama komunitasnya ke Quebec, Kanada.

    Sekte tersebut kemudian menetap di Sainte-Agathe, sebuah kota kecil dengan sekitar 10.000 penduduk, yang terletak sekitar dua jam perjalanan mobil dari Montreal.

    Tuduhan baru diajukan terhadap kelompok tersebut, yang dituduh melakukan penelantaran anak oleh layanan sosial pada 2013.

    Menurut laporan media lokal saat itu, otoritas Kanada khawatir tentang kesehatan dan kebersihan anak-anak, serta pendidikan mereka.

    Guatemala dan Meksiko

    Tak lama setelah itu, anggota sekte Lev Tahor meninggalkan negara tersebut untuk menetap di San Juan La Laguna, Guatemala, sebuah kota yang dihuni sebagian besar oleh suku Maya asli.

    Namun, setelah beberapa bulan terjadi perselisihan, dewan tetua San Juan memutuskan untuk mengusir kelompok tersebut. Anggota sekte itu menolak berinteraksi dengan penduduk setempat, menolak menyapa mereka, bergaul dengan mereka, atau bahkan berbicara dengan mereka.

    Untuk memaksa mereka pergi, otoritas lokal memberikan ultimatum dan mengancam akan memotong akses mereka ke layanan publik.

    Sekte tersebut memutuskan untuk pindah ke Guatemala City, di mana markas besarnya kemudian digerebek oleh jaksa dari Kejaksaan Agung yang menyelidiki kemungkinan kasus kekerasan terhadap anak.

    Getty ImagesWarga negara Israel Yoel Alter, 35 tahun, anggota sekte Yahudi ultra-ortodoks Lev Tahor, dikawal oleh anggota aparat penegak hukum Guatemala.

    Pada 2016, mereka pindah lagi ke kota El Amatillo, di wilayah Oratorio, sekitar 80 kilometer dari Guatemala City.

    Setahun kemudian, media Israel menerbitkan laporan tentang kematian Helbrans, yang diduga terjadi saat dia melakukan ritual keagamaan di sebuah sungai di Chiapas, Meksiko.

    Kepemimpinan Lev Tahor kemudian jatuh ke tangan Nachman Helbrans, putra pendiri, yang dianggap lebih ekstrem.

    Kasus penculikan dua anak di bawah umur pada 2018yang dibawa ke New York oleh ibunya setelah melarikan diri dari komunitas di Guatemala berakhir dengan sembilan anggota Lev Tahor dituntut dan empat di antaranya, termasuk pemimpin baru Nachman Helbrans, dijebloskan ke penjara.

    Ibu dari anak-anak tersebut adalah saudara perempuan Helbrans sendiri.

    Pada 2018 juga, anggota kelompok tersebut mencari suaka di Iran setelah bersumpah setia kepada Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei.

    Dalam beberapa tahun terakhir, mereka berusaha menetap di negara-negara seperti Rumania, Turki, dan Makedonia, dari mana mereka dideportasi.

    Deteksi di Kolombia

    Menurut laporan di media lokal dan sumber-sumber lain yang dikonsultasikan oleh BBC Mundo, anggota Lev Tahor tiba di Kolombia pada akhir Oktober.

    Menurut surat kabar El Colombiano, kehadiran mereka di Yarumal, sebuah kota dengan sekitar 44.000 penduduk, tidak luput dari perhatian penduduk setempat.

    Pihak imigrasi Kolombia melacak anggota kelompok tersebut ke sebuah hotel.

    “Ada peringatan terkait beberapa anggotanya yang diduga terlibat dalam kejahatan terhadap anak-anak,” kata Gloria Arriero dari Badan Imigrasi Kolombia.

    Marcos Peckel, profesor diplomasi dan hubungan internasional serta perwakilan komunitas Yahudi di Kolombia, menyambut baik operasi otoritas tersebut.

    “Operasi ini tepat waktu dan cepat. Mereka sudah berada di sini selama sebulan, dan kini kami berharap sekte ini tidak menetap di Kolombia. Kami menyambut operasi ini karena telah mengusir mereka dari zona nyaman mereka,” kata Peckel kepada BBC.

    Peckel menjelaskan bahwa sekte tersebut tidak memiliki hubungan dengan komunitasnya dan bahwa dia tidak pernah menerima kontak dari anggotanya baik di Kolombia maupun Guatemala.

    “Lev Tahor bertentangan dengan hukum dan tradisi Yahudi,” katanya.

    Dengan geografis yang berbukit-bukit dan banyak daerah terpencil dengan kehadiran negara yang terbatas, Kolombia dapat menawarkan peluang bagi sekte tersebut untuk berlindung.

    Wilayah-wilayah terpencilnya selama puluhan tahun telah digunakan sebagai persembunyian oleh kelompok bersenjata dan kriminal.

    Getty ImagesAnggota sekte Lev Tahor melakukan protes di luar pusat penahanan tempat anak-anak yang diselamatkan oleh otoritas Guatemala dikirim pada Januari 2025.

    Diet ketat dan busana

    Kelompok ini mempraktikkan banyak adat istiadat Hasidisme, sebuah aliran Ortodoks dan mistis dalam Yahudi, namun dalam penerapannya mereka bahkan lebih ketat.

    Perempuan harus mengenakan pakaian hitam dari kepala hingga kaki, hanya wajah mereka yang terlihat, sementara pria mengenakan pakaian hitam, memakai topi, dan tidak pernah mencukur janggut mereka.

    Diet mereka didasarkan pada hukum kashrut, seperangkat aturan Alkitab yang menentukan makanan apa (kosher) yang boleh dikonsumsi oleh mereka yang mempraktikkan Yahudi.

    Namun, mereka mengikuti versi yang lebih ekstrem, dan sebagian besar makanan dibuat sendiri menggunakan bahan-bahan alami dan tidak diolah.

    Penggunaan teknologi mereka juga sangat dibatasi, menghindari perangkat elektronik, termasuk televisi dan komputer.

    Anti-Zionis dan sederhana

    Getty ImagesDoa dan studi teks agama Yahudi, Torah, merupakan hal yang mendasar bagi anggota Lev Tahor.

    Posisi politik mereka menentang Zionisme karena kekhawatiran bahwa agama Yahudi mungkin digantikan oleh nasionalisme sekuler di negara Israel.

    Meskipun memiliki pandangan ekstrem, anggota sekte ini meyakini bahwa mereka beroperasi sepenuhnya dalam batas-batas tradisi dan hukum agama Yahudi, dan bahwa pada kenyataannya, tidak ada yang baru atau berbeda dalam apa yang mereka lakukan.

    “Mereka melihat diri mereka sebagai satu-satunya yang mengikuti jalan yang benar, sebagai penjaga tembok, sebagai pembela api terakhir yang tersisa di dunia Yahudi,” tulis Shay Fogelman, seorang jurnalis dari surat kabar Israel Haaretz, yang pada 2012 memiliki kesempatan langka untuk menghabiskan lima hari tinggal bersama anggota komunitas Lev Tahor.

    Fogelman menjelaskan bahwa persyaratan dasar yang diminta dari anggota Lev Tahor adalah “untuk menyembah dan melayani Tuhan setiap saat, dengan segenap jiwa dan hati mereka. Perpustakaan mereka hanya berisi buku-buku Yahudi. Konsep seperti waktu luang, memperluas wawasan, atau mencari pengembangan pribadi … tidak ada di sini.”

    Simak video ‘Sekte Yahudi Lev Tahor Dituding Culik-Jual Anak, Siapa Mereka?’:

    (ita/ita)

  • Konflik Tak Berkesudahan Nahdlatul Ulama adalah Cermin Gejolak Elit Politik Indonesia

    Konflik Tak Berkesudahan Nahdlatul Ulama adalah Cermin Gejolak Elit Politik Indonesia

    JAKARTA – Konflik berulang yang terjadi di tubuh Nahdlatul Ulama (NU) terjadi karena organisasi dengan basis nilai spiritual terlibat dalam politik dan bisnis.

    Polemik di tubuh NU kembali menyeruak setelah beredar risalah Rapat Harian Syuriah Pengurus Besar NU.  Dalam risalah tersebut ada lima poin keputusan, yang salah satunya menyatakan bahwa musyawarah antara Rais Aam dan Wakil Rais Aam memutuskan Yahya Cholil Staquf harus mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Umum PBNU.

    Awal mula konflik ini terjadi karena Yahya dinilai melanggar nilai dan ajaran Ahlussunah wal Jamaah An Nahdliyah serta bertentangan dengan Muqaddimah Qanun Asasi NU lantaran mengundang tokoh pro-zionis, Peter Berkowitz dalam kegiatan Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU).

    Pengamat politik Adi Prayitno menilai, isu yang mencuat ke publik tentang PBNU baru sebagian dari dinamika yang lebih besar.

    Rais Aam PB Nahdlatul Ulama, KH Miftahul Akhyar. (ANTARA)

    Polemik Melebar

    Isu yang mencuat ke permukan sekarang ini adalah pentolan PBNU dianggap pro-Zionis, lantaran mengundang akademisi asal AS yang dikenal pro Israel, Peter Berkowitz dalam AKN NU. Selain itu, muncul dugaan adanya masalah tata kelola keuangan organisasi yang dipimpin Yahya.

    Terkait kedekatan NU dengan Zionis, ini bukan isu baru. Pada pertengahan Juli 2024, lima simpatisan NU atau Nahdliyin bertemu dengan Presiden Israel Isaac Herzog di tengah meningginya konflik Gaza dan Israel.

    Lebih jauh ke belakang, tepatnya pada 2018, Yahya Staquf sendiri pernah bertemu dengan PM Israel Benjamin Netanyahu saat menghadiri sebuah forum di Yerusalem.

    “Saya itu tahun 2018 sudah pernah pergi ke Israel. Saya bertemu Netanyahu, saya bertemu dengan Presiden Israel, saya bertemu dengan berbagai elemen di sana di dalam berbagai forum,” kata Yahya.

    Peter Berkowitz salam sebuah acara PBNU. (Istimewa)

    Ia menegaskan, kunjungannya ke Israel kala itu tidak pernah menjadi masalah di internal NU. Buktinya, mayoritas pengurus NU memilihnya sebagai Ketua Umum pada Muktamar NU ke-34 di Bandar Lampung 2021.

    Bahkan sebelum riuh tudingan NU pro-zionis sekarang ini, Presiden Keempat RI Aburrahman Wahid sempat dikecam lantaran wacana membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Derasnya kritik yang dilontarkan kepada Gus Dur membuat rencana tersebut batal terlaksana. 

    Di tengah konflik berulang, sejumlah pengamat meyakini ini lebih dari sekadar kisruh biasa. Bahkan isu kedekatan NU dengan Zionis hanya sebagian kecil dari masalah internal ormas tersebut, seperti dituturkan pengamat politik Adi Prayitno.

    Yahya Cholil Staquf saat bertemu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada 15 Juni 2018 di Yerusalem. (Twitter Benjamin Netanyahu/Anadolu Agency)

    Berawal dari isu pro-zionis, polemik melebar karena PBNU adalah organisasi besar dengan pengaruh politik, sosial, dan kultural yang luas. Artinya, setiap gesekan internal secara otomatis menjadi bahan perbincangan, terutama menyangkut kursi ketua umum.

    “Ada juga yang mengaitkan dengan banyak hal, mulai isu soal izin pengelolaan tambang, suksesi kepemimpinan, dan lainnya. Namanya publik, spekulasinya banyak sekali,” ujarnya.

    Masalah Kompleks

    NU menjadi sorotan ketika mereka melayangkan permintaan izin tambang usai organisasi kemasyarakatan keagamaan mendapat karpet merah dari Presiden Ketujuh Joko Widodo (Jokowi) mengelola tambang. Hal ini Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. 

    “Nahdlatul Ulama telah siap dengan sumber-sumber daya manusia yang mumpuni, perangkat organisasi yang lengkap, dan jaringan bisnis yang cukup kuat untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut,” tegas Yahya waktu itu.

    Dengan ini, ia juga berharap dapat memberikan kemaslahatan yang seluas-luasnya kepada umat.

    Keputusan NU untuk menerima konsesi tambang ini kemudian menjadi sorotan. Tak sedikit kalangan cedekiawan memberi respons negatif. Mereka mengingatkan soal dampak yang terjadi jika ormas keagamaan mau menerima konsesi tambang dari pemerintah.

    Bisnis tambang, diyakini memiliki daya destruktif, baik kepada lingkungan maupun manusia itu sendiri. Ormas keagamaan justru harus mengkritik tambang, bukan sebaliknya, malah menjadi aktor tambang.

    Sejumlah alat berat beroperasi di kawasan penambangan batu bara Desa Sumber Batu, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Jumat (24/5/2024). (ANTARA/Syifa Yulinnas/foc/am)

    Bagi pengamat politik Rocky Gerung, prahara yang terjadi saat ini mencerminkan dilema klasik NU, antara bertahan di jalur kultural keagamaan atau terjun lebih dalam ke kubangan pragmatisme politik.

    Memang, undangan Peter Berkowitz menimbulkan kontroversi hingga berujung desakan mundur Yahya. Tapi menurut keyakinan Rocky, akar masalah sebenarnya jaluh lebih dalam dan kompleks. Ia juga menyinggung soal polemik konsesi tambang era Presiden Ketujuh RI Joko Widodo, yang kabarnya nasibnya masih menggantung sampai sekarang.

    “Rentetan masalah ini berakumulasi sekarang dalam persaingan antar tokoh. Ada yang menerima bisnis tambang sebagai potensi organisasi massa, ada yang menduga terjadi tukar tambah dan kepentingan pribadi lebih diuntungkan ketimbang organisasi NU sendiri,” jelas Rocky.

    “Jadi ini bukan cuma soal satu undangan yang salah. Ada sejarah panjang dan kepentingan yang bertumpuk di baliknya,” sambungnya.

    Ia menduga ada persaingan internal dalam tubuh NU yang turut mendasari kisruh organisasi tersebut. Meski demikian, menurut dia, adanya persaingan atau kompetisi internal di tubuh NU adalah hal yang wajar, terutama di dunia politik Indonesia, di mana sudah banyak tokoh yang lahir dari NU.

    Rocky menyebut konflik berulang di NU seperti “nasib historis” organisasi yang didirikan dengan basis nilai spiritual kuat namun terlibat dalam politik dan bisnis. Nahdlatul Ulama, kata dia, akan selalu ada dalam kondisi prahara.

    “Ini dilema antara memilih menjadi organisasi kultural berbasis keagamaan atau organisasi kultural yang ada arah politiknya. Organisasi yang dirancang untuk memelihara nilai etika namun terlibat dalam soal-soal politik-pragmatis,” ungkap Rocky.

    “Gejolak NU, bagaimanapun adalah cermin dari gejolak elit politik nasional. Dan kegelisahan ini, dipastikannya, akan memengaruhi dinamika politik nasional,” pungkasnya.

  • Gus Yahya Bantah Kedekatannya dengan Zionis Israel: Saya Datang Demi Palestina

    Gus Yahya Bantah Kedekatannya dengan Zionis Israel: Saya Datang Demi Palestina

    Surabaya (beritajatim.com) – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya, membantah tegas kabar yang menyebutkan kedekatannya dengan zionis Israel.

    Bantahan ini disampaikan setelah kabar tersebut beredar bersamaan dengan surat “Risalah Rapat Harian Syuriyah PBNU” tertanggal 20 November 2025 yang mencuatkan desakan pemakzulan terhadap dirinya.

    Dalam keterangannya di Hotel Novotel Samator Surabaya pada Minggu (23/11/2025) dini hari, Gus Yahya mengaku telah melakukan kunjungan ke Israel pada tahun 2018. “Saya itu tahun 2018 sudah pernah pergi ke Israel. Saya bertemu Netanyahu, saya bertemu dengan Presiden Israel, saya bertemu dengan berbagai elemen di sana di dalam berbagai forum,” ungkap Gus Yahya.

    Namun, ia menegaskan bahwa pertemuan tersebut tidak memiliki kaitan dengan afiliasi atau kedekatan dengan Zionis. “Tapi tahun 2021 Muktamar, Ketua Cabang dan PWNU memilih saya. Mereka sudah tahu saya sudah pernah ke Israel, sudah ketemu dengan Netanyahu, mereka memilih saya kenapa? Karena mereka tahu dan sampean bisa lihat juga di berbagai unggahan di internet apa yang saya lakukan di Israel pada waktu itu,” lanjutnya.

    Gus Yahya menjelaskan bahwa dalam pertemuan tersebut, ia membawa pesan perdamaian untuk Palestina. Bahkan, di hadapan Netanyahu, ia menyatakan sikap tegasnya untuk selalu mendukung Palestina.

    “Saya dengan terang-terangan dan tegas di berbagai forum di Yerusalem pada waktu itu, bahkan di depan Netanyahu dalam pertemuan itu, bahwa saya datang ke sini (Israel) demi Palestina. Itu saya nyatakan di semua kesempatan dan saya tidak akan pernah berhenti dengan posisi ini, apapun yang terjadi,” tegas Gus Yahya.

    Di tengah desakan pemakzulan yang datang menyusul kabar tersebut, Gus Yahya menolak untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum PBNU. Ia menegaskan bahwa pemilihannya sebagai Ketua Umum PBNU pada Muktamar ke-34 tahun 2021 dilakukan melalui mekanisme yang sah oleh pengurus NU Cabang dan Wilayah. “Saya telah menerima mandat selama lima tahun sebagai Ketua Umum PBNU terpilih,” ujarnya.

    Selain itu, Gus Yahya juga menilai bahwa desakan pemakzulan yang tertuang dalam Risalah Rapat Harian Syuriyah PBNU bertentangan dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi. Ia juga menegaskan bahwa tanda tangan dalam risalah tersebut tidak sesuai dengan panduan dokumen organisasi yang sah.

    Gus Yahya kini sedang menghadapi tekanan besar terkait berbagai kontroversi yang muncul, termasuk kehadiran akademikus Zionis, Peter Berkowitz, dalam kegiatan Akademi Kepemimpinan Nasional NU (AKNU).

    Kehadiran Berkowitz dianggap melanggar nilai-nilai Ahlussunnah wal Jamaah An Nahdliyah serta bertentangan dengan Muqaddimah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama. Meski demikian, Gus Yahya tetap teguh pada posisinya untuk mempertahankan jabatannya sebagai Ketua Umum PBNU. [rma/suf]

  • Pasukan Israel Tembak Mati 2 Remaja Palestina di Tepi Barat

    Pasukan Israel Tembak Mati 2 Remaja Palestina di Tepi Barat

    Kufr Aqab

    Kementerian Kesehatan Palestina menyebut pasukan Israel menembak dua remaja di kota Kufr Aqab di Tepi Barat. Kedua remaja Palestina itu dilaporkan meninggal dunia.

    “Pemuda Amr Khaled Ahmed Al-Marbou (18) dan anak laki-laki Sami Ibrahim Sami Mashayekh (16) gugur akibat tembakan pasukan pendudukan di kota Kufr Aqab dekat Ramallah,” kata Kementerian Kesehatan Palestina dalam sebuah pernyataan, dilansir AFP, Jumat (21/11/2025).

    Tentara dan polisi Israel, yang berwenang di wilayah tersebut, tidak segera menanggapi permintaan komentar dari AFP.

    Bulan Sabit Merah Palestina melaporkan pihaknya telah membawa dua remaja itu ke rumah sakit. Satu korban dilaporkan mengalami luka tembak peluru tajam yang sangat serius dan korban kedua dengan luka tembak peluru tajam di dada.

    Oday al-Shurfa, teman dari korban Marbou, mengaku menyaksikan insiden tersebut. Dia menyebut bahwa keduanya berada di jalan saat bentrokan antara pasukan Israel dan warga Palestina setempat, dan ditembak oleh pasukan Israel.

    “Marbou terkena (tembak) di dada, di jantung. Ia pingsan dan gugur di tempat,” kata Shurfa, seraya menegaskan bahwa ia tidak melempar batu atau ikut serta dalam bentrokan tersebut.

    Namun kota tersebut tidak menerima layanan yang memadai dari pemerintah kota Yerusalem karena adanya pembatas, begitu pula dari kota-kota Palestina yang berdekatan, Ramallah dan Al-Bireh.

    Kekerasan di Tepi Barat, yang diduduki Israel sejak 1967, telah meningkat sejak serangan Hamas terhadap Israel memicu perang Gaza pada Oktober 2023.

    Lihat juga Video: Serangan Terjadi di Tepi Barat, Satu Orang Tewas-3 Luka-Luka

    (fas/jbr)

  • Heboh Penerbangan Misterius, Israel Pindahkan Warga Gaza secara ‘Sukarela’?

    Heboh Penerbangan Misterius, Israel Pindahkan Warga Gaza secara ‘Sukarela’?

    Jakarta

    Bukan penerbangan pertama dari Israel, tetapi pastinya yang paling menyedot perhatian. Akhir pekan lalu, sebanyak 153 warga Palestina dari Gaza tiba di Afrika Selatan dengan pesawat sewaan dari Bandara Ramon, Israel. Mereka mendarat tanpa dokumen lengkap.

    Dengan kontrol perbatasan yang begitu ketat -termasuk di wilayah Palestina yang harus mereka lintasi sebelum mencapai bandara -otoritas Afrika Selatan tak habis pikir bagaimana pesawat itu bisa lepas landas.

    Belakangan, terungkap perjalanan itu diatur oleh sebuah organisasi bernama Al-Majd Europe.

    Di situsnya, Al-Majd mengklaim mengurus “evakuasi kemanusiaan”. Namun sejak musim panas lalu, aktivis sudah mencium kejanggalan pada sejumlah penerbangan yang mereka kelola.

    Organisasi bayangan

    Al-Majd mengklaim berdiri di Jerman pada tahun 2010 dan kini berkantor di Yerusalem. Namun, pencarian di registri pemerintah Jerman maupun Israel tidak menemukan keberadaan organisasi tersebut.

    Situsnya menggunakan foto-foto dari krisis di tempat lain, dan mengklaim sebagai milik mereka sendiri. Lokasi server tersembunyi oleh perangkat privasi. Sementara tombol “donasi” tak berfungsi. Penelusuran DW menemukan rekening Bitcoin yang mereka cantumkan hanya pernah menerima setara US$106 – bertolak belakang dengan klaim bahwa aktivitas al-Majd Europe hanya didanai dari donasi.

    Para penumpang Palestina yang terbang ke Afrika Selatan mengaku membayar US$1.500–US$2.000, ditransfer ke rekening pribadi.

    Dua perusahaan sewaan – Fly Yo dari Rumania dan Kibris Turkish Airlines dari Siprus – yang menerbangkan rombongan itu juga ternyata dimiliki pengusaha Israel.

    Operasi pemerintah Israel?

    Rangkaian fakta itu memicu kecurigaan aktivis, politisi, dan media Afrika Selatan bahwa Al-Majd berperan dalam rencana memindahkan warga Palestina dari Gaza.

    “Laporan mengenai warga yang diterbangkan ke tujuan tak jelas oleh Al-Majd sangat mengkhawatirkan,” kata Tania Hary, Direktur Eksekutif Gisha, organisasi Israel untuk kebebasan bergerak warga Palestina. “Entitas yang meragukan ini tampak memanfaatkan keputusasaan orang dan mulai menggerakkan visi Israel soal transfer penduduk Palestina.”

    Pada Februari 2025, Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana “Gaza Riviera”, yang mensyaratkan relokasi warga Gaza ke negara ketiga. Pada bulan yang sama, Al-Majd mulai beriklan di media sosial. Maret lalu, pemerintah Israel mengumumkan pembentukan “direktorat emigrasi sukarela” di bawah Kementerian Pertahanan.

    Saat itu pun, kelompok-kelompok HAM di Israel sudah membunyikan alarm. Hingga kini, pegiat mengaku masih belum memiliki informasi mengenai aktivitas direktorat tersebut. Hary menyebut kebijakan “emigrasi sukarela” didukung politisi senior Israel, dan badan intelijen negara pernah mengirim pesan singkat ke warga Gaza, yang “mengundang mereka menjajaki opsi keberangkatan” ke luar negeri.

    DW meminta klarifikasi Kementerian Pertahanan Israel soal kaitan dengan Al-Majd, tetapi tak ada jawaban hingga Selasa (18/11) malam.

    ‘Membantu orang untuk hidup’

    DW berhasil menghubungi seorang pria bernama Omar, nomor yang tercantum di situs Al-Majd. Lewat WhatsApp, dia mengaku sebagai warga Palestina di Yerusalem, namun menolak menyebut nama lengkap dengan alasan keamanan.

    Omar menyebut tudingan mengenai hubungan Al-Majd dengan pemerintah Israel berasal dari Hamas dan Otoritas Palestina – dua kelompok, katanya, yang tak ingin warga Gaza pergi.

    Omar mengakui bahwa untuk membawa orang keluar Gaza menuju bandara di Israel, Al-Majd harus berkoordinasi dengan COGAT, badan di bawah Kementerian Pertahanan Israel yang mengatur urusan resmi Israel di Gaza.

    “Saya membantu rakyat saya di Gaza, ini bukan emigrasi,” ujar Omar. “Saya membantu mereka yang ingin hidup, bukan mati di Gaza.”

    Namun dia menolak menjawab pertanyaan sulit: hubungannya dengan Lind, bagaimana dia menyewa pesawat milik pengusaha Israel, tentang situs yang tidak bekerja, serta sumber keuangan Al-Majd. Omar juga “tak ingat” berapa banyak warga Gaza yang sudah dibawa keluar oleh Al-Majd.

    Apakah Al-Majd terkait pemerintah Israel, hanya inisiatif warga yang mendukung kebijakan resmi, atau sekadar upaya mencari keuntungan – semuanya masih gelap.

    Kerja sama aparat Israel

    Yang pasti, operasi penerbangan gelap itu mustahil terjadi tanpa restu aparat keamanan Israel.

    Sejak 1967, Israel membatasi ketat pergerakan warga Palestina, dengan kadar ketat–longgar tergantung tensi politik. Sebelum perang terakhir, warga Gaza hanya boleh keluar untuk bekerja, berobat, atau “kasus kemanusiaan luar biasa”.

    Sejak blokade pulih total pasca serangan Hamas 7 Oktober 2023, keluar dari Gaza makin sulit – meski sejak diumumkannya direktorat emigrasi, media Israel melaporkan prosesnya sedikit lebih longgar.

    Tak ada data resmi jumlah warga Gaza yang telah meninggalkan wilayah itu.

    WHO mencatat 2.589 evakuasi medis tahun ini, dengan 5.000 pendamping. Awal 2024, lebih dari 100 ribu warga Gaza diduga sempat menyeberang ke Mesir. Namun sejak Mei, jumlahnya merosot.

    Isu emigrasi yang sensitif

    Kepergian warga Gaza adalah isu politik yang sarat sensitivitas.

    “Setiap orang berhak hidup aman dan bermartabat di negaranya, berhak meninggalkan negara untuk alasan apa pun, dan berhak kembali,” kata Omar Shakir, Direktur Israel–Palestina di Human Rights Watch. “Masalahnya, pemerintah Israel punya rekam jejak panjang mencegah pengungsi Palestina kembali ke rumah.”

    Pada Mei, survei Palestinian Center for Policy and Survey Research menyebut sekitar separuh warga Palestina di wilayah pendudukan ingin mengajukan emigrasi. Kolom komentar di TikTok Al-Majd dipenuhi seruan putus asa.

    “Dalam kondisi Gaza yang hancur seperti hari ini, segala bentuk ‘dorongan’ tidak bisa disebut pilihan bebas,” kata Hary. “Lebih-lebih karena Israel tak menjamin orang yang pergi akan boleh kembali. Kondisi tak layak huni yang dipadukan dengan promosi ‘keberangkatan sukarela’ menandai pola transfer paksa yang dikemas sebagai pilihan.”

    Transfer paksa masuk kategori kejahatan terhadap kemanusiaan menurut hukum internasional.

    “Tak ada unsur sukarela dalam kepergian warga Gaza saat ini,” kata Shakir. “Kebijakan pemerintah Israel memang bertujuan membuat Gaza tak layak dihuni, dan gencatan senjata tak mengubah itu.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga video “Israel Lancarkan Serangan Udara ke Gaza, 10 Orang Tewas”

    (ita/ita)

  • Rusia Nilai Resolusi Gaza Dewan Keamanan PBB Bertentangan dengan Keputusan Internasional

    Rusia Nilai Resolusi Gaza Dewan Keamanan PBB Bertentangan dengan Keputusan Internasional

    JAKARTA – Rusia mengatakan pada Hari Selasa, adopsi resolusi rancangan Amerika Serikat tentang Jalur Gaza oleh Dewan Keamanan PBB bertentangan dengan keputusan hukum internasional tentang pembentukan Negara Palestina.

    Dewan Keamanan pada Hari Senin mengadopsi resolusi yang membentuk Dewan Perdamaian transisi dan memberi wewenang kepada Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) untuk mengawasi tata kelola, rekonstruksi, dan upaya keamanan di Jalur Gaza.

    Keduanya akan beroperasi di Gaza hingga 31 Desember 2027, dengan ketentuan Dewan akan mengambil tindakan lebih lanjut.

    Resolusi ini disahkan dengan 13 suara mendukung, sementara Rusia dan Tiongkok abstain.

    Menanggapi keputusan tersebut, Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan resolusi tersebut tidak memberikan Dewan Keamanan “hak prerogatif yang diperlukan untuk menjaga perdamaian dan keamanan.”

    Dalam siaran pers, Kementerian Luar Negeri Rusia berargumen, resolusi tersebut bertentangan dengan “keputusan hukum internasional yang diakui secara umum yang mengatur pembentukan Negara Palestina yang merdeka dan bersebelahan secara teritorial di dalam perbatasan tahun 1967 dengan ibu kotanya di Yerusalem Timur, dan hidup berdampingan secara damai dan aman dengan Israel,” melansir Anadolu 19 November.

    Mencatat bahwa Rusia abstain dalam pemungutan suara hari Senin, dengan mempertimbangkan posisi Otoritas Palestina (PA) dan negara-negara Arab dan Muslim yang mendukung resolusi tersebut, pernyataan tersebut lebih lanjut menyatakan, abstain itu bertujuan untuk “menghindari terulangnya kekerasan dan aksi militer di Gaza.”

    Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan, perang di Gaza dapat dihentikan lebih awal jika Washington tidak menggunakan hak vetonya terhadap rancangan resolusi yang menuntut gencatan senjata segera, dan mencatat hal tersebut (veto AS) telah dilakukan enam kali selama dua tahun terakhir.

    “Hal utama saat ini adalah bahwa keputusan ini tidak menjadi kedok untuk eksperimen yang tidak terkendali di wilayah Palestina yang diduduki, dan tidak berubah menjadi putusan akhir tentang hak-hak sah rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, atau aspirasi rakyat Israel untuk keamanan dan koeksistensi damai di kawasan tersebut,” jelas kementerian.

    Sebelumnya, Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB Duta Besar Vasily Nebenzya menjelaskan abstainnya Moskow dengan mengatakan, hal itu dilakukan karena rencana tersebut mengesampingkan partisipasi Palestina.

    “Tidak ada kejelasan dalam draf mengenai jadwal pengalihan kendali atas Gaza kepada Otoritas Palestina, juga tidak ada kepastian mengenai Dewan Perdamaian dan Pasukan Stabilisasi Internasional, yang akan dapat bertindak sepenuhnya secara otonom, tanpa memperhatikan posisi dan pendapat Ramallah,” ujarnya kepada Dewan Keamanan setelah pemungutan suara.

    Diketahui, Konflik terbaru di Gaza pecah pada 7 Oktober 2023, ketika kelompok militan Palestina yang dipimpin Hamas menyerang wilayah selatan Israel, menewaskan 1.200 orang dan 251 lainnya disandera, menurut perhitungan Israel, dikutip dari Reuters.

    Sementara itu, sejak Oktober 2023, hampir 69.500 warga Palestina telah tewas – kebanyakan perempuan dan anak-anak – dan lebih dari 170.700 orang terluka agresi Israel yang telah menghancurkan sebagian besar wilayah kantong tersebut.

  • Arkeolog Temukan Piramida Berusia 2.200 Tahun di Israel, Fungsinya Misterius

    Arkeolog Temukan Piramida Berusia 2.200 Tahun di Israel, Fungsinya Misterius

    Jakarta

    Para arkeolog menemukan struktur piramida berusia 2.200 tahun di Gurun Yudea, sebuah gurun di Israel dan Tepi Barat yang berada di sebelah timur Yerusalem dan berdekatan dengan Laut Mati. Gurun ini menampilkan batu-batu yang beratnya masing-masing ratusan kilogram.

    Hasil penggalian awal telah menghasilkan banyak sekali artefak, mulai dari dokumen sejarah hingga bejana perunggu dan perabotan kuno. Namun arkeolog belum bisa menjelaskan fungsi dari struktur tersebut.

    Investigasi lebih lanjut diharapkan dapat mengungkap penggunaan situs tersebut, apakah sebagai menara penjaga, monumen, atau bahkan benteng pemungut pajak.

    Penemuan piramida ini disertai banyak petunjuk. Dipenuhi dengan dokumen sejarah Yunani yang ditulis pada papirus, koin perunggu yang dicetak di bawah penguasa Yunani, banyak senjata, dan bahkan perabotan kuno. Para arkeolog berharap bisa meneliti setiap harta karun itu untuk memahami mengapa bangunan ini ada.

    Aktif selama masa pemerintahan Ptolemeus dan Seleucid di Israel, situs yang terletak sekitar tiga kilometer di selatan Masada dan digambarkan sebagai ‘reruntuhan besar’ oleh Israel Antiquity Authority (IAA) ini memiliki kepentingan sejarah yang besar.

    “Apa yang kami temukan di sini adalah salah satu penggalian arkeologi terkaya dan paling menarik yang pernah ditemukan di Gurun Yudea,” kata direktur penggalian dalam sebuah pernyataan atas IAA, dikutip dari Popular Mechanics, Minggu (30/3/2025).

    “Struktur piramida yang kami temukan ini sangat besar, dan terbuat dari batu-batu yang dipahat dengan tangan, masing-masing beratnya mencapai ratusan kilogram,” ujarnya.

    Pada minggu pertama penggalian, para relawan yang bekerja dengan pihak berwenang menemukan dokumen sejarah tertulis, bejana perunggu, perkakas kayu, kain, dan banyak lagi, yang semuanya terawetkan oleh iklim gurun.

    “Ini adalah situs yang sangat menjanjikan. Setiap saat temuan baru ditemukan, dan kami dipenuhi dengan antisipasi,” tulis tim tersebut.

    Sebagai bagian dari operasi arkeologi Gurun Yudea yang lebih besar yang dimulai delapan tahun lalu untuk menyelamatkan temuan potensial dari penggalian dan pencurian ilegal, Unit Pencegahan Perampok secara sistematis menyurvei gurun di sepanjang tebing sepanjang 2,8 km, dan menemukan sekitar 900 gua.

    Ada ribuan benda langka ditemukan, termasuk gulungan yang sengaja disembunyikan. Para arkeolog menyebut, menemukan piramida ini adalah penemuan yang tak terduga.

    “Penggalian ini mengubah catatan sejarah situs tersebut. Bertentangan dengan hipotesis sebelumnya yang mengaitkan struktur ini dengan periode Bait Suci Pertama, tampaknya struktur ini dibangun kemudian, selama periode Helenistik, ketika tanah Israel berada di bawah kekuasaan Ptolemeus,” tulis ketiga pemimpin penggalian tersebut.

    Karena belum mengetahui tujuan pembangunan situs tersebut, tim menyebutnya sebagai ‘misteri sejarah yang memikat’ yang dibantu untuk diungkap melalui penggalian tersebut.

    Teori-teori yang berkembang menyebutkan bahwa bangunan itu adalah benteng untuk melindungi jalan, tetapi bisa juga berfungsi sebagai rumah bagi para pemungut pajak yang bekerja saat para pelancong melewatinya. Arkeolog yakin bangunan itu kemudian digunakan kembali sebagai makam monumental.

    “Awalnya, kami mengira situs itu hanya sebuah makam, tetapi kemudian, kami melihat bentuk dinding aslinya, dan kami memahami bahwa struktur itu adalah sebuah bangunan,” kata Eitan Klein, salah satu dari tiga arkeolog utama dalam penggalian tersebut.

    “Akhirnya, kami mengidentifikasinya sebagai menara atau benteng yang berasal dari periode Helenistik, atau 2.200 tahun yang lalu,” jelasnya.

    Penelitian tentang apa yang tertulis pada dokumen papirus tersebut belum dimulai, tetapi Klein yakin bahwa itu bisa jadi merupakan bagian dari dokumen pajak.

    “Menemukan catatan tertulis dari masa lampau sangat langka, dan merupakan impian setiap arkeolog,” katanya.

    (rns/rns)

  • Ratusan ribu Yahudi Ultra-Ortodoks di Yerusalem gelar aksi protes tolak wajib militer

    Ratusan ribu Yahudi Ultra-Ortodoks di Yerusalem gelar aksi protes tolak wajib militer

    Jumat, 31 Oktober 2025 12:44 WIB

    Sejumlah orang Yahudi Ultra-Ortodoks berdoa dalam aksi protes di Yerusalem, Kamis(30/10/2025). Ratusan ribu Yahudi Ultra-Ortodoks memenuhi jalan-jalan Yerusalem untuk memprotes rencana pemerintah memperluas wajib militer di komunitas mereka dan penangkapan orang yang menghindari wajib militer baru-baru ini oleh polisi militer. ANTARA FOTO/Xinhua/Gil Cohen Magen/nym.

    Sejumlah orang Yahudi Ultra-Ortodoks berpartisipasi dalam aksi protes di Yerusalem, Kamis(30/10/2025). Ratusan ribu Yahudi Ultra-Ortodoks memenuhi jalan-jalan Yerusalem untuk memprotes rencana pemerintah memperluas wajib militer di komunitas mereka dan penangkapan orang yang menghindari wajib militer baru-baru ini oleh polisi militer. ANTARA FOTO/Xinhua/ Jamal Awad/nym.

    Sejumlah orang Yahudi Ultra-Ortodoks berpartisipasi dalam aksi protes di Yerusalem, Kamis(30/10/2025). Ratusan ribu Yahudi Ultra-Ortodoks memenuhi jalan-jalan Yerusalem untuk memprotes rencana pemerintah memperluas wajib militer di komunitas mereka dan penangkapan orang yang menghindari wajib militer baru-baru ini oleh polisi militer. ANTARA FOTO/Xinhua/Gil Cohen Magen/nym.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.