kab/kota: Wuhan

  • 5 Tahun Berlalu, Asal usul COVID-19 Masih Misteri! WHO Minta China Transparan

    5 Tahun Berlalu, Asal usul COVID-19 Masih Misteri! WHO Minta China Transparan

    Jakarta

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak China untuk membagikan informasi soal asal-usul COVID-19. Seperti yang diketahui, COVID-19 yang pertama kali ditemukan 5 tahun yang lalu itu membuat dunia lumpuh akibat pandemi.

    Setidaknya tercatat ada 7,1 juta orang di seluruh dunia meninggal akibat virus tersebut. WHO meminta agar China dapat berbagi akses data soal COVID-19 agar pihaknya bisa memahami secara jelas asal-usulnya.

    “Kami terus meminta China untuk berbagi data dan akses sehingga kami dapat memahami asal-usul COVID-19,” kata pihak WHO dikutip dari SCMP, Selasa (31/12/2024).

    “Ini adalah keharusan moral dan ilmiah. Tanpa transparansi, berbagi, dan kerja sama antar-negara, dunia tidak dapat mencegah, dan mempersiapkan diri secara memadai untuk epidemi dan pandemi di masa mendatang,” sambungnya.

    Pihak WHO sebenarnya sudah sejak lama meminta China untuk membagikan semua informasi soal COVID-19. Namun, China bersikeras sudah memberikan semua data yang diperlukan dan menuding WHO mempolitisasi masalah tersebut.

    Beberapa minggu setelah klaster pertama infeksi COVID-19 muncul, China memberlakukan karantina wilayah yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap sekitar 11 juta orang di Wuhan dan beberapa wilayah lain.

    Pada bulan-bulan berikutnya, pemerintah di seluruh dunia mulai memberlakukan hal yang serupa. Aturan tersebut meliputi pembatasan penerbangan, perintah untuk tidak keluar rumah, hingga kewajiban mengenakan masker.

    Asal-usul COVID-19 telah menjadi masalah kontroversial dan penuh perdebatan karena adanya saling kritik dari China dan Amerika Serikat dalam cara masing-masing menangani pandemi. Ketegangan ini juga muncul akibat adanya dugaan bahwa virus ini berasal dari kebocoran laboratorium di Wuhan, yang secara tegas dibantah oleh China.

    Awal bulan ini, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan dunia telah belajar banyak dari era COVID tetapi masih banyak yang harus dilakukan.

    “Jika pandemi berikutnya tiba hari ini, dunia masih akan menghadapi beberapa kelemahan dan kerentanan yang sama yang membuat COVID-19 bercokol lima tahun lalu,” katanya.

    “Namun, dunia juga telah belajar banyak dari pelajaran menyakitkan yang diberikan pandemi ini kepada kita, dan telah mengambil langkah-langkah signifikan untuk memperkuat pertahanan terhadap epidemi dan pandemi di masa mendatang,” tandas Tedros.

    (avk/naf)

  • Penyakit Misterius di DR Kongo Tewaskan Lebih dari 100 Orang, Didominasi Remaja

    Penyakit Misterius di DR Kongo Tewaskan Lebih dari 100 Orang, Didominasi Remaja

    Jakarta

    Penyakit misterius yang menghantui Demokratik Republik Kongo telah menewaskan 143 orang dan dilaporkan terus bertambah. Sebagian besar korbannya adalah remaja menurut laporan pihak berwenang.

    “Penyakit yang tak diketahui identitasnya itu telah menginfeksi lebih dari 300 orang sejak 10 November, menyebabkan gejala seperti flu termasuk demam, sakit kepala, batuk, kesulitan bernapas dan anemia,” kata kementerian kesehatan negara itu kepada BBC.

    Pihak berwenang mengatakan, sebagian besar korban tewas berusia antara 16 dan 18 tahun.

    Pemerintah setempat juga telah mengirim tim medis ke Provinsi Kwango, tempat penyakit ini paling umum, untuk menyelidiki wabah aneh tersebut. Juga menghimbau warga untuk tetap tenang. Cephorien Manzanza, seorang pemimpin masyarakat sipil, mengatakan kepada Reuters bahwa peningkatan jumlah kasus benar-benar mengkhawatirkan.

    “Panzi adalah zona kesehatan pedesaan, jadi ada masalah dengan pasokan obat-obatan,” katanya, mengacu pada desa yang paling parah terkena dampak.

    Wabah ini terjadi tepat sebelum peringatan lima tahun kasus pertama COVID-19 yang tercatat di Wuhan, China. Republik Demokratik Kongo adalah sarang penyakit berbahaya, termasuk ebola dan, yang terbaru, mpox, yang menginfeksi sedikitnya 14.500 orang dari Januari hingga Juli tahun ini.

    (suc/kna)

  • 5 Tahun Berlalu, Asal usul COVID-19 Masih Misteri! WHO Minta China Transparan

    AS Lagi-lagi Sebut Pandemi COVID-19 Dipicu Kebocoran Lab di Wuhan

    Jakarta

    Sebuah komite Kongres Amerika Serikat (AS) telah mendukung teori bahwa kebocoran laboratorium menyebabkan pandemi COVID-19.

    Dalam sebuah laporan yang dirilis pada hari Senin, Subkomite Terpilih DPR yang dikendalikan Partai Republik mengenai Krisis Virus Corona telah menyimpulkan bahwa virus corona kemungkinan muncul karena kecelakaan laboratorium atau penelitian yang terkait.

    Laporan setebal 520 halaman, yang pembuatannya memakan waktu dua tahun, mengkaji respons tingkat federal dan negara bagian terhadap pandemi, serta asal-usul dan upaya vaksinasi.

    “Karya ini akan membantu Amerika Serikat, dan dunia, memprediksi pandemi berikutnya, mempersiapkan diri menghadapi pandemi berikutnya, melindungi diri kita dari pandemi berikutnya, dan mudah-mudahan mencegah pandemi berikutnya,” kata Brad Wenstrup, ketua panel dari Partai Republik, dalam suratnya kepada Kongres, dikutip dari Aljazeera.

    Di antara kesimpulan utama laporan tersebut adalah bahwa Institut Kesehatan Nasional AS mendanai penelitian “perolehan fungsi” yang kontroversial, yang meningkatkan virus untuk menemukan cara memeranginya di Institut Virologi Wuhan di China sebelum wabah terjadi.

    Kasus COVID-19 pertama kali teridentifikasi di Wuhan, yang terletak di provinsi Hubei, China bagian tengah pada bulan Desember 2019. Kota tersebut diyakini sebagai tempat pertama virus tersebut muncul.

    Virus ini dengan cepat menyebar ke seluruh dunia, menewaskan lebih dari 7 juta orang dan menciptakan kekacauan dalam ekonomi global karena banyak negara menutup perbatasan dan memerintahkan karantina wilayah.

    Sementara badan-badan federal AS, Organisasi Kesehatan Dunia, dan ilmuwan di seluruh dunia telah berupaya menentukan asal-usul COVID-19, belum ada konsensus yang muncul.

    Banyak peneliti meyakini virus tersebut berasal dari zoonosis, menyebar dari hewan ke manusia, dan mungkin ditularkan di pasar basah di Wuhan.

    Namun, Kementerian Energi AS menilai dalam laporan intelijen tahun lalu bahwa virus tersebut kemungkinan besar bocor dari laboratorium.

    Temuan departemen tersebut selaras dengan temuan Biro Investigasi Federal, yang mengatakan pada tahun 2021 kemungkinan bahwa virus tersebut kemungkinan menyebar setelah kesalahan laboratorium.

    Komite DPR yakin dengan teori kebocoran laboratorium setelah bertemu 25 kali selama dua tahun terakhir, melakukan lebih dari 30 wawancara yang ditranskripsi dan meninjau lebih dari satu juta halaman dokumen.

    (suc/suc)

  • Jumat pagi, kualitas udara Jakarta tidak sehat bagi kelompok sensitif

    Jumat pagi, kualitas udara Jakarta tidak sehat bagi kelompok sensitif

    Jakarta (ANTARA) – Kualitas udara di Jakarta pada Jumat pagi tidak sehat bagi kelompok sensitif dan bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.

    Selain itu Jakarta menduduki peringkat kedelapan sebagai kota dengan udara terburuk di dunia.

    Menurut situs pemantau kualitas udara IQ Air yang dipantau pada Kamis pukul 07.53 WIB, kualitas udara di DKI Jakarta masuk kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif dengan angka 137 mengacu kepada penilaian PM2,5 dengan nilai konsentrasi 50 mikrogram per meter kubik.

    Konsentrasi sebanyak itu setara 10 kali nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). PM 2,5 adalah partikel udara yang berukuran kecil dari 2,5 mikron (mikrometer).

    Situs tersebut juga merekomendasikan terkait kondisi udara di Jakarta, yaitu bagi masyarakat sebaiknya menghindari aktivitas di luar ruangan. Jika berada di luar ruangan gunakanlah masker, kemudian menutup jendela untuk menghindari udara luar yang kotor.

    Baca juga: Legislator minta DKI kejar target RTH 30 persen untuk tekan polusi
    Baca juga: Pemprov DKI bangun sepuluh taman di tiga wilayah selama 2024

    Sementara dari data yang sama, kota dengan kualitas udara terburuk di dunia urutan pertama, yaitu Baghdad (Irak) di angka 222, urutan kedua Hanoi (Vietnam) di angka 202, urutan ketiga Kinshasa (Kongo) di angka 192, keempat
    Wuhan (China) dengan angka 163 dan kelima Delhi (India) di angka 163.

    Sebelumnya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta telah meluncurkan platform pemantau kualitas udara terintegrasi hasil pantauan di 31 titik Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) tersebar di kota metropolitan tersebut.

    Dari SPKU tersebut, kemudian data yang diperoleh ditampilkan melalui platform pemantau kualitas udara sebagai penyempurnaan dari yang sudah ada sebelumnya dan sesuai dengan standar yang berlaku secara nasional.

    Laman ini juga menampilkan data dari 31 SPKU di Jakarta yang mengintegrasikan data dari SPKU milik DLH Jakarta, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), World Resources Institute (WRI) Indonesia dan Vital Strategis.

    Dengan demikian, data mengenai kualitas udara di Jakarta bisa disajikan secara lebih komprehensif.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2024

  • Australia Ingin ‘Bijak’ Mengelola Perbedaan dengan China

    Australia Ingin ‘Bijak’ Mengelola Perbedaan dengan China

    Jakarta

    Antagonisme masih menggelayuti kunjungan Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi ke Australia seperti kunjungan terakhir kali tahun 2017 silam. Namun saat bertandang di Canberra, Rabu (20/3), dia mengaku perbedaan kedua negara telah dikikis melalui upaya diplomatik sejak beberapa bulan silam. Menurut Wang, pendekatan tersebut berhasil “mencairkan suasana” dan kedua pihak kini berusaha membangun “rasa saling percaya” dan mempertahankan “momentum baik” dalam relasi diplomatik.

    “Hal yang paling penting adalah untuk terus mencari titik temu dalam mengelola perbedaan,” ujar Menlu Cina itu. “Setiap kali kami bertemu, rasa saling percaya antara kedua pihak meningkat dan hubungan Cina-Australia melangkah maju.”

    Kedua negara berusaha meredakan ketegangan yang memuncak dalam perang dagang, ketika Cina dan Australia saling balas memasang tarif impor yang tinggi.” “Hubungan yang stabil antara Australia dan Cina tidak terjadi begitu saja, tapi membutuhkan upaya berkelanjutan,” kata Menlu Australia Penny Wong.

    Tapi dia mengakui, betapa “banyak kemajuan yang sudah kami capai dalam tempo yang singkat.”

    Hambatan perdagangan

    Keretakan antara kedua negara muncul pada tahun 2018, setelah Australia mengucilkan raksasa telekomunikasi Cina, Huawei, dari jaringan internet 5G nasional atas alasan keamanan. Kisruh memuncak pada 2020 ketika Canberra menuntut investigasi internasional terhadap asal usul virus Corona di Wuhan. Beijing meyakini laku Australia bermuatan politik. Buntutnya, Cina memberi ganjaran berupa pembatasan dagang untuk sejumlah komoditas ekspor Australia dan menghentikan impor batu bara.

    Sejak itu, Cina secara perlahan mencabut sebagian besar pembatasan dagang, kecuali untuk produk minuman anggur Australia. Wang mengatakan, keputusan akhir mengenai pajak impor anggur akan diambil akhir Maret mendatang.

    Sebelum pembatasan perdagangan diberlakukan, Cina adalah negara tujuan ekspor terbesar produk anggur botolan Australia dan menyumbang 33 persen pendapatan ekspor pada tahun 2020, menurut data pemerintah di Canberra.

    Tahun lalu, harga nikel jatuh sebanyak 40 persen yang membuat resah industri tambang Australia dan memaksa perusahaan menunda proyek atau menjual aset-asetnya. “Saya menegaskan bahwa prediktabilitas dalam bisnis dan perdagangan adalah bagian dari kepentingan ekonomi kita,” ujar Menlu Australia Penny Wong.

    Terganjal isu HAM

    Meskipun memuji “stabilitas” baru antara Beijing dan Canberra, Wong juga mengisyaratkan sejumlah titik perselisihan yang masih berlangsung. “Kami membahas hukuman terhadap Dr Yang Hengjun,” kata dia merujuk pada warga Australia yang ditahan di Cina. “Saya katakan kepada menteri luar negeri bahwa warga Australia terkejut dengan hukuman yang dijatuhkan,” katanya.

    Bulan Februari lalu, penulis berdarah Cina itu dijatuhi hukuman mati yang ditangguhkan oleh pengadilan Beijing usai dinyatakan bersalah melakukan spionase. Yang Hengjun membantah keras dakwaan tersebut.

    “Saya menyampaikan kekhawatiran Australia mengenai hak asasi manusia, termasuk di Xinjiang, Tibet, danHong Kong,” kata Penny Wong. Hong Kong pada hari Selasa (19/3) mengesahkan undang-undang keamanan nasional baru, yang memberlakukan hukuman berat bagi kejahatan yang terkait dengan pengkhianatan dan pemberontakan.

    Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengritik pemerintah Hong Kong lantaran mengkhawatirkan dampaknya terhadap hak-hak sipil warga.

    Di Canberra, pertemuan kedua menteri luar negeri dibayangi aksi unjuk rasa menentang pelanggaran hak asasi oleh Cina. Para demonstran ikut mengibarkan bendera Tibet dan Xinjiang serta mengacungkan plakat bertuliskan “hak asasi manusia tidak untuk dijual” dan “bebaskan Yang Hengjun”.

    Pertemuan di ibu kota Australi menandakan akhir lawatan Wang Yi di Pasifik Selatan, setelah sebelumnya melawat ke Selandia Baru untuk menawarkan perluasan Perjanjian Perdagangan Bebas.

    rzn/as (afp,ap)

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • China Luncurkan Jalur Kereta Peluru Lintas Laut Pertama

    China Luncurkan Jalur Kereta Peluru Lintas Laut Pertama

    Jakarta

    Cina meluncurkan jalur kereta api berkecepatan tinggi pertamanya yang terbentang melintasi beberapa teluk di sepanjang pantai provinsi Fujian dekat Selat Taiwan, demikian dilaporkan media pemerintah, Xinhua, pada Kamis (28/09).

    Menurut laporan Xinhua, sebuah kereta peluru telah berangkat dari Fuzhou, ibu kota provinsi Fujian di Cina bagian timur pada Kamis (28/09) pagi, membuka jalur kereta api Fuzhou-Xiamen-Zhangzou sepanjang 277 km itu.

    Xinhua dengan mengutip China State Railway Group Co Ltd, perusahaan kereta api negara tersebut, mengatakan bahwa jalur ini adalah jalur cepat lintas laut pertama di Cina, yang akan digunakan oleh kereta peluru melintasi jembatan dan tiga teluk pesisir dengan kecepatan hingga 350 km per jam.

    Waktu tempuh antara Fuzhou dan Xiamen, pusat ekonomi dan tujuan wisata populer di Cina, diperkirakan kurang dari satu jam.

    Hingga tahun 2022, Cina telah mengoperasikan 42.000 km jalur kereta api berkecepatan tinggi. Sementara, panjang jalur kereta api berkecepatan tinggi yang biasanya beroperasi dengan kecepatan 350 km per jam telah mendekati angka 3.200 km pada Juni 2022.

    Cina baru-baru ini mengumumkan rincian rencananya untuk mengubah Fujian menjadi zona pembangunan terintegrasi dengan Taiwan, yang terletak di seberang provinsi tersebut. Cina berharap proyek ini akan meningkatkan peluang investasi dan mempermudah perjalanan.

    Awal pekan ini, Cina juga telah meluncurkan jalur monorel suspense komersial pertama di Wuhan, inu kota provinsi Hubei.

    (ita/ita)