kab/kota: Wina

  • Negara Ini Jadi Opsi Pertemuan Putin-Zelensky

    Negara Ini Jadi Opsi Pertemuan Putin-Zelensky

    Berlin

    Para pemimpin Eropa terlihat lega karena upaya intensif mereka untuk memastikan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mendapat tempat dalam pembicaraan masa depan Ukraina akhirnya membuahkan hasil. Hanya saja, tantangan diplomatik yang sesungguhnya justru baru akan dimulai.

    Pertanyaannya, di mana lokasi yang benar-benar bisa mempertemukan Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin?

    “Di Eropa Ada Banyak Tempat Layak”

    Kepada DW, Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman Johann Wadephul mengatakan bahwa ada “banyak tempat layak di Eropa” untuk melakukan negosiasi. Berlin, kata dia, tidak berniat menjadi tuan rumah dan menyebut Swiss sebagai lokasi yang “selalu layak dari dulu”.

    Namun, menemukan “lokasi netral” dalam artian harfiah, antara Amerika Serikat, Rusia, Ukraina, dan mungkin negara-negara Eropa lainnya bukan hal mudah. Secara hukum, hal itu juga cukup rumit.

    Vladimir Putin saat ini menjadi buronan internasional. Dia didakwa oleh Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) dalam kasus dugaan kejahatan perang, termasuk pemindahan anak-anak secara ilegal dari wilayah Ukraina yang diduduki ke Rusia. Tuduhan ini, dibantah oleh Putin.

    Oleh karena itu, dakwaan ICC tersebut membuat perjalanan internasional Putin menjadi rumit. Secara teknis, 125 negara yang menjadi anggota ICC wajib menangkap siapa pun yang menjadi subjek surat perintah ICC jika memasuki wilayah mereka.

    Baik Rusia maupun AS tidak mengakui yurisdiksi ICC, sehingga muncul perdebatan hukum soal kekebalan yang dimiliki Putin. Pada hari Rabu (20/08), Washington meningkatkan tekanan diplomatik terhadap ICC dengan menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah hakim.

    Jerman dan Prancis Andalkan Swiss

    Menlu Swiss Ignazio Cassis mengatakan negaranya “lebih dari siap” untuk menjadi tuan rumah pertemuan tersebut. Pihak Prancis juga menyetujui hal tersebut dan mengatakan Jenewa adalah lokasi ideal untuk negosiasi perdamaian.

    Meskipun Swiss adalah anggota ICC, tapi pemerintahnya mengatakan Putin akan diberikan “kekebalan” untuk pembicaraan.

    Hanya saja, dosen hukum pidana Internasional dari University of Amsterdam Mathhias Holvoet mengatakan bahwa hal tersebut cukup lemah dari kaca mata hukum. Kepada DW dia mengatakan, dalam sistem demokrasi liberal, pihak yudikatif yang independen nonpemerintah, harusnya mengambil keputusan soal penangkapan tersebut.

    “Pada kenyataannya, saya menduga akan ada semacam kesepakatan antara eksekutif dan yudikatif untuk tidak mengeksekusi surat perintah penangkapan ini,” papar Holvoet, sambil mencatat bahwa ada sedikit konsekuensi untuk mengabaikan aturan ICC.

    Swiss memiliki sejarah panjang dalam hal netralitas. Mereka menjadi markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hingga menjaga jarak dengan Uni Eropa dan aliansi militer NATO. Namun, Swiss telah memberlakukan sanksi terhadap Rusia atas invasi ke Ukraina.

    Pemerintah Swiss mengatakan mereka telah terlibat dalam 30 proses perdamaian, termasuk pembicaraan tentang Armenia, Siprus, Mozambik, dan Sudan. Pada tahun 2021, Jenewa menjadi tuan rumah pembicaraan antara Putin dan mantan presiden AS Joe Biden.

    Wilayah Uni Eropa, di Luar NATO: Austria

    Kanselir Austria juga menawarkan ibu kota negaranya, Wina, sebagai calon tempat yang potensial. Austria adalah anggota Uni Eropa, tetapi telah netral secara militer sejak tahun 1950-an dan tetap berada di luar NATO.

    “Austria membayangkan dirinya sebagai jembatan antara timur dan barat,” kata Reinhard Heinisch, seorang profesor ilmu politik di University of Salzburg, kepada DW.

    Dia menyoroti rekam jejak Austria dalam hal diplomatik. Mulai dari pembicaraan AS-Rusia saat era Perang Dingin, hingga negosiasi tentang program nuklir Iran dalam dekade ini.

    Sebagai anggota ICC, Austria menghadapi dilema hukum yang sama dengan Swiss. Hanya saja, kata Heinisch, “Austria terkenal dengan komprominya,” dan menambahkan bahwa banyak hal dalam hukum Austria yang “masih bisa ditafsirkan.”

    Profesor hukum Holvoet menyebut penundaan surat perintah bisa dilakukan lewat kesepakatan dengan pihak Dewan Keamanan PBB. Hanya saja opsi itu, kata dia, secara politik tidak realistis.

    Kenangan Buruk di Budapest

    Pihak Paman SAM dikabarkan mempertimbangkan Hungaria sebagai lokasi. Negara Eropa Tengah tersebut mundur dari ICC awal 2025, setelah pengadilan mengeluarkan dakwaan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang merupakan sekutu dekat pemimpin Hungaria Viktor Orban.

    Secara hukum internasional, opsi ini mungkin lebih mudah, tapi secara politik, Budapest tidak disukai banyak negara Eropa. Perdana Menteri Polandia Donald Tusk bahkan mengingatkan bahwa Ukraina pernah mendapat jaminan keamanan yang gagal di Budapest pada 1994. Saat itu Ukraina menyerahkan senjata nuklirnya, sebagai imbalannya Ukraina mendapat jaminan dari AS, Rusia, dan Inggris.

    “Mungkin saya agak percaya dengan takhayul, tapi kali ini saya akan mencari tempat lain,” tulis Tusk di akun X resminya.

    Hungaria, juga dikenal sebagai pihak bermasalah utama di Uni Eropa. Mereka sering kali memblokir atau meringankan sanksi Uni Eropa terhadap Rusia.

    “Banyak pihak Uni Eropa melihat Orban sebagai semacam ‘kuda troya’ bagi kepentingan Rusia,” papar Heinisch. Namun, dia menambahkan, Eropa mungkin kesulitan menolak jika Trump dan Putin sepakat memilih Budapest, ibu lota Hungaria, sebagai lokasi pertemuan.

    Turki: Anggota NATO, Tapi di Luar ICC

    Media Turki mulai berspekulasi soal pertemuan Zelenskyy dan Putin di negara tersebut. Hal itu menyusul komunikasi antara Presiden Recep Tayyip Erdogan dengan Putin pada Rabu (20/08).

    Kementerian Luar Negeri Rusia menyebut Putin berterima kasih atas “upaya Erdogan memfasilitasi pembicaraan Rusia-Ukraina di Istanbul.”

    Turki telah menjadi tuan rumah beberapa putaran pembicaraan tingkat rendah antara Kyiv dan Moskow tahun 2025 ini, termasuk pertukaran tahanan.

    Secara geografis, Turki berada di persimpangan Eropa dan Asia, dan seperti Rusia dan Ukraina, mereka memiliki garis pantai di Laut Hitam.

    Turki adalah anggota NATO, tapi bukan bagian dari Uni Eropa dan tidak menandatangani Statuta ICC. Meski telah memasok senjata ke Ukraina, Turki tetap menjaga hubungan baik dengan Moskow.

    Potensi Kawasan Teluk

    Kemungkinan pertemuan dilakukan di luar kawasan Eropa juga disebut-sebut, mulai dari Arab Saudi hingga Qatar. Keduanya memiliki rekam jejak sebagai mediator internasional dan bukan anggota ICC.

    Awal 2025, pejabat dari Ukraina, AS, dan Rusia mengadakan pembicaraan di Kota Jeddah, Arab Saudi. Pertemuan itu berakhir dengan keputusan Washington untuk kembali berbagi informasi intelijen kepada Kyiv.

    Qatar, tetangga Saudi, juga telah memediasi pembicaraan yang menghasilkan kesepakatan antara Rusia dan Ukraina untuk memulangkan sejumlah anak.

    Uni Eropa sebelumnya telah mendorong negara-negara Teluk agar lebih kritis terhadap Moskow, memperketat pengawasan terhadap pelanggaran sanksi, dan memberikan dukungan lebih besar kepada Ukraina.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh: Muhammad Hanafi

    Editor: Rahka Susanto

    (nvc/nvc)

  • Prosedur Aneh, Tim Keamanan Rusia Disebut Bawa ‘Koper Kotoran’ Putin

    Prosedur Aneh, Tim Keamanan Rusia Disebut Bawa ‘Koper Kotoran’ Putin

    GELORA.CO – Media internasional kembali menyoroti langkah keamanan tidak lazim Presiden Rusia Vladimir Putin. Menurut laporan The Express US, para pengawal Putin diduga membawa “koper kotoran” setiap kali ia melakukan perjalanan ke luar negeri, termasuk saat pertemuan puncak dengan Presiden AS Donald Trump di Alaska.

    Tujuan dari prosedur ini bukanlah hal biasa. Disebut-sebut pihak intelijen Rusia melakukannya untuk mencegah pihak asing memperoleh informasi medis tentang Putin melalui sampel biologisnya.

    Bagaimana Prosedurnya?

    Mengutip investigasi Regis Gente dan Mikhail Rubin yang pernah diterbitkan di majalah Prancis Paris Match, disebutkan bahwa anggota Badan Perlindungan Federal Rusia (FPS) memiliki tugas khusus: mengumpulkan limbah tubuh Putin, menyimpannya dalam kantong steril, lalu membawanya kembali ke Moskow menggunakan tas khusus.

    Langkah ini dilaporkan sudah berlangsung bertahun-tahun. Misalnya, ketika Putin berkunjung ke Prancis pada Mei 2017 maupun saat kunjungan ke Wina. Bahkan, menurut jurnalis Farida Rustamova, Putin pernah menggunakan toilet portabel khusus untuk memastikan tidak ada jejak yang tertinggal.

    Mengapa Hal Ini Dilakukan?

    Menurut sejumlah analis, sampel biologis seperti kotoran manusia dapat mengungkap kondisi kesehatan seseorang. Dengan mengontrol jejak biologisnya, Rusia diyakini berusaha mencegah kemungkinan negara lain mengumpulkan informasi medis rahasia tentang sang presiden.

    Spekulasi ini semakin menarik perhatian karena usia Putin kini sudah 72 tahun, dan rumor soal kesehatannya terus beredar.

    Spekulasi Kesehatan Putin

    Selama beberapa tahun terakhir, kesehatan Putin menjadi bahan perbincangan global. Pada November 2024, ia terekam kamera tampak menghentakkan kaki saat konferensi pers di Astana, Kazakhstan — sebuah gerakan yang oleh sebagian dokter dianggap bisa mengindikasikan masalah neurologis seperti Parkinson.

    Pada 2023, Putin juga terlihat gelisah di kursinya saat bertemu Presiden Belarusia, Alexander Lukashenko. Bahkan pada 2022, Kremlin sampai harus membantah rumor yang tersebar di Telegram, yang menyebut Putin sempat terjatuh dan mengalami insiden memalukan.

    Meski Kremlin berulang kali membantah kabar soal kesehatan presiden, isu ini tidak pernah benar-benar surut. Prosedur keamanan yang unik seperti “koper kotoran Putin” justru menambah bahan spekulasi baru di mata publik internasional.

    Dengan latar ketegangan geopolitik Rusia di berbagai kawasan, setiap detail tentang kesehatan Vladimir Putin kini dianggap punya dampak besar terhadap masa depan politik global.

  • OPEC Ramal Permintaan Minyak Dunia Meningkat pada 2026

    OPEC Ramal Permintaan Minyak Dunia Meningkat pada 2026

    Bisnis.com, JAKARTA — Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memperkirakan permintaan global terhadap minyak akan meningkat pada 2026 di tengah percepatan pertumbuhan permintaan dan melambatnya ekspansi pasokan dari produsen pesaing.

    Melansir Bloomberg pada Rabu (13/6/2025), OPEC menaikkan estimasi pertumbuhan permintaan minyak dunia pada 2026 sebesar 100.000 barel per hari (bph) menjadi 1,4 juta bph, sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun ini, seiring prospek ekonomi yang lebih kuat. Sementara itu, proyeksi pertumbuhan pasokan dari luar OPEC dipangkas dengan jumlah yang sama.

    Data dari sekretariat OPEC di Wina menunjukkan persediaan minyak global akan terkuras signifikan tahun depan—hampir 1,2 juta bph—kecuali kelompok tersebut dan sekutunya mengaktifkan kembali sebagian produksi yang masih tertahan.

    Meski demikian, proyeksi OPEC dalam beberapa tahun terakhir kerap dinilai terlalu optimistis, bahkan tahun lalu organisasi ini memangkas proyeksi permintaan hingga 32% dalam enam kali revisi bulanan.

    Kebijakan terbaru menunjukkan bahwa Arab Saudi sebagai pemimpin OPEC turut merasakan optimisme tersebut. Keputusan awal bulan ini mempercepat penuh pengaktifan kembali produksi 2,2 juta bph, satu tahun lebih cepat dari jadwal.

    Harga minyak justru melemah di tengah percepatan pasokan tersebut, seiring memburuknya prospek ekonomi akibat perang dagang Presiden Amerika Serikat Donald Trump. 

    Harga minyak mentah di London sudah turun 11% sepanjang tahun menjadi sekitar US$66 per barel. OPEC dan sekutunya mengisyaratkan langkah berikutnya dapat berupa kenaikan, jeda, atau bahkan pengurangan produksi.

    Perubahan Data

    Dalam laporan bulanan OPEC yang dirilis Selasa (12/8/2025), data pasokan dari OPEC+ menunjukkan gambaran yang bercampur, diperumit oleh perubahan metode pelaporan yang mulai diterapkan bulan lalu.

    Produksi minyak mentah dari 22 anggota OPEC+ naik 335.000 bph pada Juli, dengan sekitar separuh kenaikan berasal dari Arab Saudi. Namun, untuk bulan kedua berturut-turut, data tersebut menampilkan angka “supply-to-market” dari Saudi—yang mengecualikan pergerakan ke dan dari persediaan—alih-alih ukuran tradisional berupa volume produksi.

    Laporan mencatat pasokan ke pasar dari Saudi naik 165.000 bph menjadi 9,525 juta bph, tetapi dalam catatan kaki disebutkan bahwa kerajaan itu melaporkan penurunan produksi aktual sebesar 551.000 bph menjadi 9,2 juta bph.

    Bulan lalu, Arab Saudi menyatakan telah menaikkan produksi pada Juni untuk mengamankan pasokan di tengah konflik Israel-Iran, tanpa menjual tambahan pasokan tersebut kepada pembeli.

    Sejumlah perusahaan yang memverifikasi produksi atas nama OPEC menyebut diminta untuk melaporkan angka supply-to-market pada Juni, yang lebih rendah dibanding estimasi produksi mereka sehingga menunjukkan kepatuhan Saudi terhadap kuota OPEC+.

    OPEC tidak menjelaskan alasan mulai memasukkan data alternatif ini untuk anggota terkuatnya.

    Para anggota kunci OPEC+ yang dipimpin Saudi dan Rusia akan menggelar konferensi video pada 7 September untuk membahas langkah selanjutnya.

  • Panitia Kongres PWI 2025 sepakati mekanisme pemilihan ketua umum baru

    Panitia Kongres PWI 2025 sepakati mekanisme pemilihan ketua umum baru

    Jakarta (ANTARA) – Steering Committee atau Panitia Pengarah Kongres Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tahun 2025 menetapkan mekanisme pencalonan ketua umum yang akan bertarung pada kongres mendatang.

    Untuk dapat mendaftar, bakal calon ketua umum wajib mendapat dukungan minimal dari 20 persen PWI provinsi atau sekitar delapan provinsi dan proses pendaftaran bagi para calon ketum dibuka secara gratis atau tanpa dipungut biaya.

    “Kita ingin memastikan bahwa proses pencalonan benar-benar terbuka dan adil untuk semua kader PWI dari seluruh Indonesia,” ujar Ketua SC Zulkifli Gani Ottoh selepas rapat di Hall Dewan Pers, Jakarta, Senin, dikutip dari keterangan tertulisnya.

    Sebagai bagian dari proses tersebut, dibentuk pula Tim Penjaringan Calon Ketua Umum yang terdiri atas tujuh anggota SC dan tiga anggota dari Organizing Committee (OC) atau Panitia Pelaksana, yakni Ketua OC Marthen Selamet Susanto, Wakil Ketua Raja Parlindungan Pane, dan Sekretaris OC TB. Adhi.

    Wakil Ketua OC Raja Parlindungan Pane menyatakan dukungannya atas keputusan tersebut. “Ini keputusan yang solid dan terbuka, kami menyambutnya dengan baik demi kelancaran kongres,” katanya.

    Rapat SC tersebut dihadiri lengkap oleh tujuh anggotanya, termasuk dua anggota baru pengganti Atal S. Depari yang mengundurkan diri dan almarhum Wina Armada Sukardi.

    Tujuh anggota SC tersebut, yakni Zilkifli Gani Ottoh, Totok Suryanto, Dwikora Putra, Zacky Anthony, Lutfil Hakim, Marah Sakti Siregar, dan Diapari Sibatangkayu.

    Rapat SC juga menyelesaikan isu penting terkait keikutsertaan PWI Provinsi Banten pada kongres.

    SC menyepakati bahwa dua kubu PWI Banten, yakni hasil konferensi provinsi dan hasil konferensi luar biasa dinyatakan sah sebagai peserta Kongres PWI 2025.

    Jalan tengah lainnya, yakni Banten yang memiliki tiga suara, dinyatakan hanya berhak atas dua suara sehingga masing-masing akan diberi satu suara.

    Khusus untuk Banten, SC juga secara khusus akan mengundang kedua belah pihak pada pekan ini.

    “Ini adalah keputusan yang mengedepankan semangat persatuan. Kedua kubu PWI Banten kita anggap sah dan diundang untuk diberikan hak suara secara proporsional,” kata Raja Parlindungan Pane.

    Sementara itu, untuk daftar pemilih tetap (DPT), SC memutuskan akan menggunakan daftar yang sama seperti pada Kongres PWI sebelumnya di Bandung pada September 2023.

    Zulkifli menambahkan bahwa keputusan itu juga merupakan aspirasi dan kesepakatan dari dua Ketua Umum PWI.

    Dalam rapat itu pula, SC dan OC menyepakati masa bakti kepengurusan hasil Kongres PWI 2025 akan berlaku selama lima tahun penuh, yakni periode 2025–2030.

    Hal itu dilakukan untuk mengembalikan normalitas organisasi setelah kepengurusan hasil Kongres Bandung 2023 dinilai tidak berjalan semestinya.

    “Baru berjalan satu tahun sudah terjadi dualisme kepengurusan, artinya kepengurusan sebelumnya tidak berjalan normal. Maka penting bagi kami menetapkan masa bakti kepengurusan mendatang selama lima tahun penuh,” ujar Zulkifli.

    Pada kesempatan sama, OC menyampaikan persiapan teknis penyelenggaraan kongres telah mencapai 70 persen.

    Rangkaian Kongres PWI 2025 dijadwalkan akan digelar pada 29–30 Agustus 2025 di BPPTIK Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

    “Kita akan menyampaikan undangan untuk seluruh peserta besok,” kata Zulkifli.

    Pewarta: Benardy Ferdiansyah
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kongres Persatuan PWI Segera Digelar, Kubu Hendry dan Zul Sepakati SC Baru
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 Agustus 2025

    Kongres Persatuan PWI Segera Digelar, Kubu Hendry dan Zul Sepakati SC Baru Nasional 3 Agustus 2025

    Kongres Persatuan PWI Segera Digelar, Kubu Hendry dan Zul Sepakati SC Baru
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) hasil Kongres Bandung, Hendry Ch Bangun, dan Ketua Umum PWI hasil KLB,
    Zulmansyah Sekedang
    , telah menyepakati anggota pengganti
    Steering Committee
    (SC) sehingga Kongres Persatuan PWI bisa digelar.
    Kedua kubu setuju untuk mengganti dua anggota SC. Mereka adalah Wina Armada Sukardi, yang meninggal dunia, dan Atal Depari yang mengundurkan diri.
    “Alhamdulillah. SC sudah lengkap,” ujar Zulmansyah dalam keterangannya, Sabtu (2/8/2025).
    Kedua pihak sepakat, Marah Sakti Siregar dan Sebatang Kayu Harahap akan menggantikan Wina Armada dan Atal Depari.
    Selain itu, kedua kubu PWI ini juga menyepakati soal peserta
    Kongres PWI
    yang bakal hadir pada 29-30 Agustus 2025 nanti.
    “Dan, peserta Kongres PWI pun sudah disepakati semuanya mengikuti aturan PDPRT PWI. Semoga semua draf tata tertib yang akan disusun SC nantinya juga mengacu kepada PDPRT dan apa pun hasil Kongres PWI Persatuan tidak boleh ada satu pihak pun melakukan gugatan hukum,” lanjut Zulmansyah.
    Kesepakatan ini dicapai pada Sabtu (2/8/2025) setelah serangkaian negosiasi yang dimediasi Dahlan Dahi, anggota Dewan Pers.
    Dengan kesepakatan tersebut, SC dan Organizing Committee (OC) Kongres Persatuan bisa dengan mulus mempersiapkan dan menyelenggarakan kongres.
    “Soal kelengkapan pengganti SC sudah selesai dan soal peserta sudah selesai secara prinsip untuk 39 provinsi dan cabang khusus Solo, tinggal masalah teknis yang perlu dirapikan,” kata Hendry.
    Lebih lanjut, panitia kongres ini akan bekerja intensif agar undangan dapat disebarkan kepada peserta pada Selasa (5/8/2025).
    Saat ini, SC tengah menetapkan syarat-syarat calon Ketua Umum PWI. Sejauh ini, sudah ada tujuh calon yang disebut-sebut bakal menjadi calon ketua umum.
    Para bakal calon Ketua Umum PWI dapat mulai mempersiapkan diri dengan melengkapi dokumen dan memenuhi persyaratan yang dibutuhkan.
    Sementara panitia menyebarkan undangan kepada 38 pengurus PWI provinsi dan cabang khusus Surakarta.
    Kongres Persatuan PWI akan diselenggarakan di Cikarang, Jawa Barat. Kongres berlangsung dua hari, 
    Pada hari pertama, agenda kongres adalah konsolidasi organisasi.
    Lalu, hari kedua, agenda utama kongres adalah pemilihan Ketua Umum dan Ketua Dewan Kehormatan PWI.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 1
                    
                        Pocari soal Bagi-bagi Bir Gratis: Kami Dirugikan, Tak Ada Izin, Free Runner Kami Boikot
                        Bandung

    1 Pocari soal Bagi-bagi Bir Gratis: Kami Dirugikan, Tak Ada Izin, Free Runner Kami Boikot Bandung

    Pocari soal Bagi-bagi Bir Gratis: Kami Dirugikan, Tak Ada Izin, Free Runner Kami Boikot
    Editor
    KOMPAS.com
    – PT Amerta Indah Otsuka menyatakan kekecewaan dan keberatan atas aksi pembagian
    bir gratis
    yang dilakukan komunitas lari,
    Free Runner Bandung
    , dalam ajang
    Pocari Sweat
    Run 2025 di Kota Bandung.
    Kegiatan ilegal ini dianggap mencoreng citra acara dan tidak mendapatkan izin dari pihak penyelenggara.
    Marketing Director PT Amerta Indah Otsuka, Puspita Winawati, yang akrab disapa Wina, hadir dalam pertemuan yang diinisiasi Pemerintah Kota Bandung bersama sponsor kegiatan tersebut.
    Ia menyampaikan bahwa aksi tersebut merugikan nama baik Pocari Sweat sebagai penyelenggara resmi.
    “Kami dari pihak penyelenggara Pocari Sweat Run Indonesia 2025 sangat menyayangkan dan juga kami merasa dirugikan karena kegiatan ini sama sekali tidak ada pemberitahuan ataupun meminta izin atau persetujuan dari pihak penyelenggara,” ujar Wina di Balai Kota Bandung, Kamis (24/7/2025).
    Sebagai bentuk respons tegas, Pocari Sweat memutuskan untuk memboikot selamanya komunitas Free Runner Bandung dari seluruh rangkaian kegiatan mereka selanjutnya.
    “Nanti kami akan bicarakan kepada pihak Free Runner. Tentunya dengan kejadian seperti ini, ada hal yang akan kami tegaskan. Free Runner juga tidak bisa mengikuti acara Pocari selanjutnya,” tegasnya.
    Wina juga menyampaikan apresiasi terhadap sikap Pemerintah Kota Bandung yang bertindak tegas dan cepat dalam menangani pelanggaran tersebut.
    “Justru kami juga sangat berterima kasih kepada Pemerintah Kota Bandung yang sangat siap, tegas memberikan sanksi sesuai dengan peraturan pemerintah yang ada,” ucapnya.
    “Jadi, kami mengikuti semua prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah,” katanya.
    (Penulis Kontributor Bandung Kompas.com: Putra Prima Perdana)
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7
                    
                        Dirugikan Ulah Bagi-bagi Bir Gratis Saat Lari, Pocari: Free Runner Tak Bisa Ikuti Event Selanjutnya
                        Bandung

    7 Dirugikan Ulah Bagi-bagi Bir Gratis Saat Lari, Pocari: Free Runner Tak Bisa Ikuti Event Selanjutnya Bandung

    Dirugikan Ulah Bagi-bagi Bir Gratis Saat Lari, Pocari: Free Runner Tak Bisa Ikuti Event Selanjutnya
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Marketing Director PT Amerta Indah Otsuka, 
    Puspita Winawati
    , menghadiri pertemuan dengan sponsor kegiatan
    bagi-bagi bir gratis
    yang dilakukan oleh komunitas lari Free Runner Bandung dalam ajang lomba lari
    Pocari Sweat Run 2025
    di Kota Bandung.
    Dalam pertemuan yang diinisiasi oleh Pemerintah Kota Bandung tersebut, wanita yang karib disapa Wina ini sangat menyayangkan adanya
    kegiatan ilegal
    yang merugikan Pocari Sweat selaku penyelenggara Pocari Sweat Run 2025.
    “Kami dari pihak penyelenggara Pocari Sweat Run Indonesia 2025 sangat menyayangkan dan juga kami merasa dirugikan karena kegiatan ini sama sekali tidak ada pemberitahuan ataupun meminta izin atau persetujuan dari pihak penyelenggara,” kata Wina di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukencana, Kota Bandung, Kamis (24/7/2025).
    Lebih lanjut, Wina menambahkan bahwa karena dianggap telah merugikan nama baik dan kredibilitas brand Pocari Sweat, komunitas Free Runners Bandung diboikot selamanya dari kegiatan Pocari Sweat Run di mana pun.
    “Nanti kami akan bicarakan kepada pihak Free Runner. Tentunya dengan kejadian seperti ini, ada hal yang akan kami tegaskan. Free Runner juga tidak bisa mengikuti acara Pocari selanjutnya,” ujarnya.
    Wina pun mengapresiasi ketegasan Pemerintah Kota Bandung dalam pemberian sanksi kepada dua pihak penyelenggara bagi-bagi bir gratis di ajang Pocari Sweat Run 2025 di Kota Bandung.
    “Justru kami juga sangat berterima kasih kepada Pemerintah Kota Bandung yang sangat siap, tegas memberikan sanksi sesuai dengan peraturan pemerintah yang ada. Jadi, kami mengikuti semua prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah,” ucapnya.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Badan Pengawas Nuklir PBB Kunjungi Iran Bulan Depan, Bahas Apa?

    Badan Pengawas Nuklir PBB Kunjungi Iran Bulan Depan, Bahas Apa?

    Jakarta

    Delegasi dari Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) akan mengunjungi Iran dalam dua hingga tiga pekan ke depan. Kunjungan tersebut menjadi penanda baru dari keputusan Iran yang sempat menangguhkan kerja sama dengan badan pengawas nuklir PBB tersebut.

    “Kami telah sepakat untuk menerima delegasi IAEA, sebuah delegasi teknis, untuk berkunjung ke Iran segera, dalam dua hingga tiga minggu,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Iran Kazem Gharibabadi dilansir AFP, Kamis (24/7/2025).

    Gharibabadi mengatakan kunjungan tersebut akan berfokus pada pembentukan hubungan baru dengan badan pengawas nuklir PBB. Dia menyebut delegasi IAEA tidak akan mengunjungi situs-situs nuklir Iran.

    “Delegasi tersebut akan datang ke Iran untuk membahas modalitasnya, bukan untuk mengunjungi situs-situs tersebut,” katanya.

    Ia berbicara di Perserikatan Bangsa-Bangsa menjelang negosiasi pada hari Jumat (25/7) di Istanbul dengan Prancis, Inggris, dan Jerman, yang mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada Iran atas dugaan kegagalannya dalam mematuhi komitmen nuklirnya.

    “Jika negara-negara Eropa menjatuhkan sanksi, “kami akan merespons, kami akan bereaksi,” kata Gharibabadi.

    Pada awal Juli, tim inspektur IAEA meninggalkan Iran untuk kembali ke kantor pusat organisasi tersebut di Wina setelah Teheran menangguhkan kerja sama dengan badan tersebut.

    Amerika Serikat melancarkan serangannya sendiri pada 22 Juni. Serangan itu menargetkan fasilitas nuklir Iran di Fordo, Isfahan, dan Natanz.

    Presiden AS Donald Trump telah berulang kali menyebut serangan itu sukses karena “menghancurkan sepenuhnya” situs-situs tersebut, tetapi beberapa media telah melaporkan kebocoran intelijen yang menunjukkan gambaran yang lebih kabur.

    Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan minggu ini bahwa Teheran tidak berencana untuk menghentikan program nuklirnya, termasuk pengayaan uranium, meskipun fasilitasnya mengalami kerusakan “parah”.

    Berbicara pada hari Rabu (23/7) tentang dimulainya kembali perundingan nuklir AS-Iran, yang dibatalkan pada pertengahan Juni, Gharibabadi mengatakan ‘semakin cepat, semakin baik’ meskipun ia menekankan bahwa Amerika Serikat harus mengesampingkan tindakan militer lebih lanjut.

    (ygs/ygs)

  • Mengapa Banyak Orang di Dunia Ingin Punya Anak Tapi Takut Punya Anak?

    Mengapa Banyak Orang di Dunia Ingin Punya Anak Tapi Takut Punya Anak?

    PIKIRAN RAKYAT Orang-orang di seluruh dunia semakin sedikit yang memiliki anak, dan ini bukan semata-mata karena mereka tidak menginginkannya.

    Menurut temuan PBB, rata-rata tingkat kesuburan global kini turun hingga kurang dari setengah dari tingkatnya pada tahun 1960. Angka ini telah berada di bawah “tingkat pengganti” yang dibutuhkan untuk menjaga kestabilan jumlah penduduk di sebagian besar negara.

    Di tengah penurunan bersejarah tersebut, hampir 20% orang dewasa usia reproduksi dari 14 negara di seluruh dunia menyatakan bahwa mereka kemungkinan tidak akan bisa memiliki jumlah anak yang mereka inginkan, hal ini disampaikan dalam laporan yang dirilis minggu ini oleh United Nations Population Fund (UNFPA), badan PBB yang menangani kesehatan dan hak reproduksi. Namun, bagi sebagian besar dari mereka, penyebabnya bukan karena kemandulan yang menghalangi mereka untuk melakukan hal tersebut. Mereka menyebut berbagai faktor seperti keterbatasan finansial, hambatan dalam akses pelayanan kesehatan terkait kesuburan atau kehamilan, dan kekhawatiran terhadap kondisi dunia saat ini yang menjadi penghalang mereka dalam mewujudkan keputusan mereka sendiri terkait kesuburan dan reproduksi.

    Seperti dilansir TIME, “Ada banyak orang di luar sana yang bersedia memiliki anak —bahkan lebih banyak dari yang mereka miliki saat ini— jika kondisinya memungkinkan. Dan kewajiban pemerintah untuk menyediakan kesejahteraan dan jaminan sosial yang memungkinkan terciptanya keseimbangan kerja dan kehidupan, pekerjaan yang aman, pengurangan hambatan hukum, serta layanan kesehatan yang lebih baik,” kata Shalini Randeria, Presiden Central European University di Wina sekaligus penasihat eksternal senior dalam laporan UNFPA tersebut. Namun, menurut Randeria, kebijakan yang diterapkan sebagian pemerintah—seperti pemangkasan layanan Medicaid di AS atau pembatasan hak atas kesehatan dan otonomi reproduksi—merupakan langkah mundur bagi hak individu, sekaligus “kontraproduktif dari sudut pandang demografis.”

    Dalam laporan tersebut, UNFPA bekerja sama dengan YouGov melakukan survei terhadap responden dari 14 negara di Asia, Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Afrika—wilayah yang secara keseluruhan mewakili lebih dari sepertiga populasi dunia.

    “Ada kesenjangan antara jumlah anak yang ingin dimiliki seseorang dan jumlah anak yang benar-benar mereka miliki,” kata Randeria. “Bagi kami, penting untuk mencari tahu—dengan bertanya langsung pada mereka—apa yang menyebabkan kesenjangan itu.”

    Faktor Finansial Jadi Hambatan Utama

    Ilustrasi Seorang Pria Tidak Memiliki Uang freepik.com

    Hambatan paling signifikan yang diidentifikasi para responden survei sebagai alasan mereka tidak memiliki jumlah anak yang diinginkan adalah faktor ekonomi: 39% menyebutkan keterbatasan finansial, 19% keterbatasan dalam ketersediaan perumahan, 12% kurangnya layanan pengasuhan anak yang memadai atau berkualitas, dan 21% pengangguran atau ketidakamanan kerja.

    Harga semua jenis barang dan pelayanan telah naik dengan cepat dalam beberapa tahun terakhir. Inflasi global mencapai tingkat tertinggi sejak pertengahan tahun 1990-an pada Juli 2022, menurut World Bank Group. Meskipun kini sudah menurun, level inflasi saat ini masih jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi Covid-19.

    Meningkatnya biaya hidup telah berdampak besar pada perumahan dan pengasuhan anak. Di Amerika Serikat, contohnya, Departemen Keuangan menemukan bahwa harga rumah telah meningkat lebih cepat daripada pendapatan selama dua dekade terakhir, melonjak sekitar 65% sejak tahun 2000 jika disesuaikan dengan inflasi. Riset juga menunjukkan bahwa biaya pengasuhan anak di AS dalam beberapa tahun terakhir bahkan melampaui biaya perumahan atau kuliah bagi banyak keluarga.

    Krisis perumahan saat ini berdampak luas di “semua wilayah dan negara,” menurut laporan Program Pemukiman Manusia PBB (UN-Habitat) tahun lalu, yang memperkirakan bahwa antara 1,6 miliar hingga 3 miliar orang di seluruh dunia tanpa akses perumahan yang layak.   

    Tantangan Akses Reproduksi dan Layanan Kesehatan

    Ilustrasi Wanita Menatap Tes Kehamilan Negatif freepik.com

    Orang-orang mengutip bahwa faktor lain yang menghalangi mereka untuk memiliki jumlah anak yang diinginkan, termasuk hambatan dalam akses terhadap teknologi reproduksi berbantu (seperti IVF, In Vitro Fertilization) dan ibu pengganti (surrogacy)

    Sejumlah negara—termasuk Prancis, Spanyol, Jerman, dan Italia— telah melarang praktik ibu pengganti. Laporan UNFPA juga menunjukkan bahwa banyak negara membatasi atau bahkan melarang akses terhadap reproduksi berbantu dan ibu pengganti bagi pasangan sesama jenis. Di Eropa, contohnya, hanya 17 dari 49 negara yang memperbolehkan inseminasi medis bagi individu, tanpa memandang orientasi seksual atau identitas gender mereka, menurut laporan tersebut.  

    UNFPA mencatat bahwa, di tengah menurunnya angka fertilitas global, beberapa pemerintah mengambil “langkah-langkah drastis untuk mendorong kaum muda mengambil keputusan fertilitas yang sejalan dengan target nasional.” Namun, laporan tersebut menekankan bahwa “krisis yang sebenarnya” adalah “krisis dalam lembaga reproduksi—yaitu kemampuan individu untuk membuat pilihan bebas, terinformasi, dan tidak terkekang dalam segala hal mulai dari berhubungan seks, menggunakan kontrasepsi, hingga memulai sebuah keluarga.”

    Menurut Center for Reproductive Rights, 40% perempuan di usia reproduksi di dunia hidup di bawah hukum aborsi yang ketat. Banyak negara—termasuk Brazil, Filipina, dan Polandia, di antara yang lainnya— memberlakukan pembatasan aborsi. Pada 2022, Mahkamah Agung Amerika Serikat mencabut putusan penting Roe v. Wade, yang menghapuskan hak konstitusional atas aborsi. Sejak saat itu, lebih dari selusin negara bagian di AS telah menerapkan larangan total atau pembatasan aborsi. Ada banyak laporan menyebutkan bahwa perempuan hamil ditolak mendapatkan perawatan kritis karena undang-undang tersebut, dan banyak perempuan mengaku tidak merasa aman untuk hamil di negara bagian yang melarang aborsi.

    Meski semakin banyak perempuan di dunia yang kebutuhan perencanaan keluarganya telah terpenuhi, PBB menemukan bahwa sekitar 164 juta perempuan masih belum mendapatkan akses tersebut hingga tahun 2021, menurut laporan yang dirilis tahun 2022.

    Selain menganggap akses terhadap perencanaan keluarga sebagai hak asasi manusia, PBB juga menekankan bahwa hal ini merupakan kunci dalam upaya pengentasan kemiskinan.

    Ketakutan akan Masa Depan yang Tak Pasti

    Ilustrasi Pasangan Menatap Cakrawala freepik.com

    Sekitar 14% responden dalam laporan UNFPA mengatakan kekhawatiran mereka tentang situasi politik atau sosial, seperti perang dan pandemi, telah atau akan menyebabkan mereka memiliki anak lebih sedikit dari yang diinginkan. Sekitar 9% responden juga menyatakan bahwa kekhawatiran terhadap perubahan iklim atau kerusakan lingkungan telah atau akan mempengaruhi keputusan mereka untuk memiliki lebih sedikit anak dari yang direncanakan.

    Kekerasan dan konflik global meningkat dalam beberapa tahun terakhir.  Periode antara tahun 2021 dan 2023 tercatat sebagai masa paling penuh kekerasan sejak berakhirnya Perang Dingin, menurut World Bank Group. Jumlah korban tewas dalam konflik bersenjata dan jumlah konflik itu sendiri meningkat dalam satu dekade terakhir.

    Kekerasan tersebut turut memicu pada meningkatnya pengungsian global selama bertahun-tahun: Lebih dari 122 juta orang di seluruh dunia terpaksa mengungsi, menurut laporan badan pengungsi PBB pada hari kamis, jumlah tersebut hampir dua kali lipat dari jumlah yang tercatat satu dekade lalu.

    Dampak pandemi global ini semakin terasa, bahkan belum menunjukkan tanda-tanda mereda karena Covid-19 terus menyebar, menghasilkan varian baru, dan berdampak pada jutaan orang dengan masa pemulihan yang bisa berlangsung berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Di luar Covid-19, wabah penyakit menular menjadi semakin umum terjadi—dan para ahli memperkirakan bahwa di tahun-tahun mendatang risiko wabah meningkat menjadi epidemi dan pandemi akan semakin meningkat.

    Dalam survei Program Pembangunan PBB tahun 2024, yang secara statistik mewakili sekitar 87% populasi global, sekitar 56% responden mengatakan mereka memikirkan tentang perubahan iklim harian atau mingguan. Sekitar 53% dari responden juga mengatakan mereka lebih khawatir tentang perubahan iklim sekarang dari tahun sebelumnya. 1/3 dari responden mengatakan bahwa perubahan iklim secara signifikan mempengaruhi keputusan-keputusan besar dalam hidup mereka.

    “Saya ingin punya anak, tapi makin lama makin sulit,” kata seorang perempuan berusia 29 tahun dari Meksiko dalam laporan tersebut. “Hampir mustahil membeli atau menyewa tempat tinggal dengan harga terjangkau di kota saya. Saya juga tidak ingin melahirkan anak di masa perang dan kondisi planet yang memburuk jika itu berarti si anak harus menderita karenanya.” (Naomi Dongoran/PKL Polban) ***

  • Usai AS Serang Iran, Badan Atom Internasional Gelar Rapat Darurat

    Usai AS Serang Iran, Badan Atom Internasional Gelar Rapat Darurat

    Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) mengadakan pertemuan darurat di Wina, Senin (23/6). Pertemuan itu untuk membahas dampak serangan Amerika Serikat (AS) terhadap fasilitas nuklir Iran, termasuk pabrik pengayaan uranium Fordow.

    Direktur Jenderal IAEA, Rafael Grossi meminta semua pihak menahan diri. Dia bilang, pengeboman AS mungkin menyebabkan kerusakan “sangat signifikan” pada bagian bawah tanah fasilitas Fordow.