kab/kota: Washington

  • Kapal Perang AS Terdeteksi Lintasi Terusan Panama, Ada Apa?

    Kapal Perang AS Terdeteksi Lintasi Terusan Panama, Ada Apa?

    Panama City

    Sebuah kapal perang Amerika Serikat (AS), USS Lake Erie, terdeteksi melintasi perairan Terusan Panama. Kapal perang AS itu berlayar dari area Pasifik menuju ke kawasan Karibia pada Jumat (29/8) malam waktu setempat.

    Kehadiran kapal perang AS ini, seperti dilansir AFP, Sabtu (30/8/2025), terpantau setelah pemerintahan Presiden Donald Trump mengumumkan pengerahan sejumlah kapal perang ke dekat pantai Venezuela, saat ketegangan kedua negara semakin meningkat.

    Para jurnalis AFP melihat kapal penjelajah berpeluru kendali milik Angkatan Laut AS melewati salah satu pintu air di Terusan Panama pada Jumat (29/8) malam, pukul 21.30 waktu setempat, dan berlayar ke arah timur menuju ke Atlantik.

    AS sebelumnya mengatakan pengerahan sejumlah kapal perang ke kawasan Karibia bagian selatan, dekat perairan teritorial Venezuela, merupakan bagian dari operasi anti-perdagangan narkoba.

    “Saya tidak tahu kapal itu akan lewa… Saya terkejut,” kata seorang teknisi kesehatan berusia 32 tahun, Alfredo Cedeno, yang sempat mengambil foto kapal perang AS tersebut saat berbicara kepada AFP.

    Kapal perang USS Lake Erie telah ditambatkan selama dua hari terakhir di Pelabuhan Rodman, di pintu masuk Pasifik pada Terusan Panama.

    Aktivitas kapal perang AS itu terdeteksi setelah Washington menuduh Presiden Venezuela Nicolas Maduro memimpin kartel narkoba. AS juga menggandakan tawaran imbalan untuk penangkapan Maduro menjadi US$ 50 juta, atau setara Rp 821,7 miliar.

    Washington juga mengerahkan lima kapal perang dan mengirimkan 4.000 tentaranya di kawasan Karibia untuk memberikan tekanan terhadap Maduro.

    Namun demikian, AS sejauh ini belum secara terbuka mengancam akan menginvasi Venezuela.

    Maduro, dalam pernyataan pada Jumat (29/8), mengatakan “tidak mungkin” pasukan AS bisa menginvasi Venezuela. Dia bersumpah bahwa Venezuela telah bersiap untuk mempertahankan “perdamaian, kedaulatan, dan integritas teritorialnya”.

    “Tidak mungkin mereka dapat memasuki Venezuela,” kata Maduro dalam pernyataannya.

    Caracas merespons pengerahan AS itu dengan mengirimkan sejumlah kapal perang dan drone untuk berpatroli di garis pantai wilayahnya, dan meluncurkan upaya untuk merekrut ribuan anggota milisi guna memperkuat pertahanannya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Tak Seharusnya Batasi Akses Pejabat Palestina ke PBB

    Tak Seharusnya Batasi Akses Pejabat Palestina ke PBB

    Paris

    Prancis melontarkan kritikan terhadap Amerika Serikat (AS) yang baru saja mengumumkan akan menolak visa untuk para pejabat Otoritas Palestina, termasuk Presiden Mahmoud Abbas, yang dijadwalkan menghadiri Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York bulan depan.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis Jean-Noel Barrot dalam tanggapannya, seperti dilansir AFP, Sabtu (30/8/2025), mengatakan bahwa seharusnya tidak ada pembatasan akses untuk Sidang Umum PBB yang dijadwalkan pada September mendatang di markas besar PBB di Manhattan, New York.

    “Pertemuan Sidang Umum PBB… seharusnya tidak dikenakan pembatasan akses apa pun,” kata Barrot saat berbicara dalam pertemuan para Menlu Uni Eropa di Denmark.

    Sejumlah Menlu negara-negara Eropa yang menghadiri pertemuan di Copenhagen menyuarakan seruan senada dengan Prancis, yakni agar AS mengizinkan akses masuk bagi delegasi Palestina.

    Langkah luar biasa Washington itu muncul saat Prancis bersama beberapa negara sekutu AS lainnya, seperti Inggris, Kanada, dan Australia, berencana memberikan pengakuan resmi untuk negara Palestina di hadapan Majelis Umum PBB yang menggelar pertemuan tahunan di New York pada September mendatang.

    Langkah semacam ini juga menyelaraskan pemerintahan Presiden Donald Trump dengan pemerintah Israel, yang terus melancarkan perang di Jalur Gaza.

    Dalam pengumuman pada Jumat (29/8), pemerintahan Trump menyatakan akan menolak dan mencabut visa untuk para pejabat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Otoritas Palestina, yang berbasis di Tepi Barat, menjelang Sidang Umum PBB karena telah “merusak prospek perdamaian”.

    Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS, yang enggan disebut namanya, mengatakan bahwa Abbas dan sekitar 80 warga Palestina lainnya terdampak oleh langkah tersebut.

    Departemen Luar Negeri AS membenarkan keputusannya itu, dengan melontarkan kembali tuduhan lama soal PLO dan Otoritas Palestina telah gagal dalam menolak ekstremisme, sambil mendorong “pengakuan sepihak” atas negara Palestina.

    “Ini demi kepentingan keamanan nasional kami untuk meminta pertanggungjawaban PLO dan Otoritas Palestina atas ketidakpatuhan mereka terhadap komitmen mereka, dan karena merusak prospek perdamaian,” sebut Departemen Luar Negeri AS dalam pernyataannya.

    Kantor PM Palestina mengatakan pihaknya terkejut dengan keputusan AS tersebut, yang disebutnya bertentangan dengan “hukum internasional” dan telah melanggar “perjanjian markas besar” PBB.

    Berdasarkan “perjanjian markas besar” PBB tahun 1947, AS secara umum diwajibkan untuk mengizinkan akses bagi para diplomat asing ke markas PBB di New York. Namun, Washington mengatakan mereka dapat menolak visa dengan alasan keamanan, ekstremisme, dan kebijakan luar negeri.

    Otoritas Palestina, dalam tanggapannya, menyerukan AS untuk membatalkan keputusan tersebut.

    Abbas telah merencanakan perjalanan ke New York untuk menghadiri Sidang Majelis Umum PBB, pertemuan tingkat tinggi yang digelar secara tahunan, di New York.

    Abbas juga dijadwalkan menghadiri pertemuan puncak, yang digelar oleh Prancis dan Arab Saudi, di mana Prancis, Inggris, Kanada, dan Australia telah berjanji untuk secara resmi mengakui negara Palestina.

    Lihat juga Video: Prancis Akan Akui Negara Palestina

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Presiden Palestina Dilarang Masuk AS Jelang Sidang Umum PBB

    Presiden Palestina Dilarang Masuk AS Jelang Sidang Umum PBB

    Washington DC

    Amerika Serikat (AS) mengatakan bahwa mereka tidak akan mengizinkan Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk melakukan perjalanan ke New York, bulan depan, untuk menghadiri Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di mana beberapa negara sekutu AS akan mengakui negara Palestina.

    Pemerintahan Presiden Donald Trump, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Sabtu (30/8/2025), telah menolak dan mencabut visa untuk para pejabat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Otoritas Palestina, yang berbasis di Tepi Barat, menjelang Sidang Umum PBB karena telah “merusak prospek perdamaian”.

    Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS, yang enggan disebut namanya, mengatakan bahwa Abbas dan sekitar 80 warga Palestina lainnya terdampak oleh keputusan yang diumumkan pada Jumat (29/8) waktu setempat.

    Abbas telah merencanakan perjalanan ke New York untuk menghadiri Sidang Umum PBB tingkat tinggi yang digelar secara tahunan di markas besar PBB di Manhattan, New York, AS. Tahun ini, Sidang Umum PBB akan digelar pada September mendatang.

    Abbas juga dijadwalkan menghadiri pertemuan puncak, yang digelar oleh Prancis dan Arab Saudi, di mana Prancis, Inggris, Kanada, dan Australia telah berjanji untuk secara resmi mengakui negara Palestina.

    Kantor Abbas mengatakan pihaknya terkejut dengan keputusan AS menolak dan mencabut visa tersebut. Ditegaskan bahwa keputusan semacam itu melanggar “perjanjian markas besar” PBB.

    Berdasarkan “perjanjian markas besar” PBB tahun 1947, AS secara umum diwajibkan untuk mengizinkan akses bagi para diplomat asing ke markas PBB di New York.

    Namun, Washington mengatakan mereka dapat menolak visa dengan alasan keamanan, ekstremisme, dan kebijakan luar negeri.

    Departemen Luar Negeri AS membenarkan keputusannya itu, dengan melontarkan kembali tuduhan lama soal PLO dan Otoritas Palestina telah gagal dalam menolak ekstrmisme, sambil mendorong “pengakuan sepihak” atas negara Palestina.

    “Ini demi kepentingan keamanan nasional kami untuk meminta pertanggungjawaban PLO dan Otoritas Palestina atas ketidakpatuhan mereka terhadap komitmen mereka, dan karena merusak prospek perdamaian,” sebut Departemen Luar Negeri AS.

    Para pejabat Palestina menolak tuduhan tersebut, dengan mengatakan bahwa perundingan-perundingan yang dimediasi AS selama puluhan tahun telah gagal mengakhiri pendudukan Israel dan mengamankan negara Palestina yang merdeka.

    Dikatakan Departemen Luar Negeri AS bahwa mereka mendesak PLO dan Otoritas Palestina untuk “secara konsisten menolak terorisme”, termasuk serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Abbas, dalam surat kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Juni, mengecam serangan Hamas dan menyerukan pembebasan sandera.

    Departemen Luar Negeri AS juga menambahkan bahwa mereka terbuka untuk kembali terlibat “jika Otoritas Palestina/PLO memenuhi kewajiban mereka dan secara nyata mengambil langkah konkret untuk kembali ke jalur kompromi yang konstruktif dan hidup berdampingan secara damai dengan negara Israel”.

    Lebih lanjut, Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa misi Palestina untuk PBB, yang terdiri atas para pejabat yang bermarkas permanen di sana, akan terhindar dari pembatasan tersebut.

    Menanggapi situasi tersebut, juru bicara PBB Stephane Dujarric menyatakan PBB akan membahas masalah visa dengan Departemen Luar Negeri AS “sesuai dengan perjanjian markas besar PBB antara PBB dan AS”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Tarif Global Dinyatakan Ilegal oleh Pengadilan AS, Trump Murka!

    Tarif Global Dinyatakan Ilegal oleh Pengadilan AS, Trump Murka!

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberikan reaksi keras terhadap putusan pengadilan banding AS yang menyatakan sebagian besar tarif yang diberlakukannya secara global adalah ilegal. Trump bersumpah akan melawan putusan tersebut hingga ke Mahkamah Agung AS.

    Dalam putusan pada Jumat (29/8), pengadilan banding AS untuk Sirkuit Federal menyatakan sebagian besar tarif yang diberlakukan Trump adalah ilegal. Namun, pengadilan AS mengizinkan tarif Trump untuk tetap berlaku saat ini, memberikannya waktu untuk melanjutkan kasus ini ke Mahkamah Agung.

    Putusan pengadilan banding AS tersebut memperkuat putusan pengadilan lebih rendah, yang sebelumnya menyatakan bahwa Trump telah melampaui kewenangannya dalam memanfaatkan kekuatan ekonomi darurat untuk mengenakan bea masuk yang luas.

    Dalam tanggapannya, seperti dilansir AFP, Sabtu (30/8/2025), Trump menyebut pengadilan banding AS telah “secara keliru” menjatuhkan putusan tersebut. Dia juga menuduh pengadilan banding AS “sangat partisan” dalam menjatuhkan putusannya.

    “SEMUA TARIF MASIH BERLAKU! Hari ini, Pengadilan Banding yang sangat partisan secara keliru menyatakan bahwa tarif kita harus dihapus, tetapi mereka tahu bahwa Amerika Serikat pada akhirnya akan menang,” kata Trump dalam pernyataannya via Truth Social pada Jumat (29/8).

    “Jika tarif ini dihapuskan, itu akan menjadi bencana besar bagi negara ini. Itu akan membuat kita lemah secara finansial, dan kita harus kuat,” sebutnya.

    Menurut Trump, putusan pengadilan banding AS itu akan memiliki dampak “menghancurkan” jika dibiarkan begitu saja.

    “AS tidak akan lagi mentoleransi defisit perdagangan yang sangat besar dan tarif yang tidak adil, serta hambatan perdagangan non-tarif yang diberlakukan oleh negara-negara lainnya, baik kawan atau lawan, yang merugikan produsen, petani, dan semua orang,” ujarnya.

    “Jika dibiarkan, keputusan ini benar-benar akan menghancurkan Amerika Serikat,” tegas Trump.

    Lebih lanjut, Trump menyatakan bahwa dirinya akan melawan balik “dengan bantuan Mahkamah Agung Amerika Serikat”. Trump bahkan mengisyaratkan jika Mahkamah Agung AS akan menjatuhkan putusan yang mendukung dirinya.

    “Selama bertahun-tahun, tarif dibiarkan digunakan untuk melawan kita oleh para politisi kita yang tidak peduli dan tidak bijaksana. Sekarang, dengan bantuan Mahkamah Agung Amerika Serikat, kita akan menggunakannya untuk kepentingan bangsa kita, dan menjadikan Amerika, kaya, kuat, dan berkuasa kembali!” cetusnya.

    Putusan pengadilan banding AS itu menjadi pukulan bagi Trump, yang telah menggunakan bea masuk sebagai alat kebijakan ekonomi yang luas. Hal itu juga dapat menimbulkan keraguan atas kesepakatan yang telah dicapai Trump dengan mitra-mitra dagang utama, seperti Uni Eropa.

    Sejak kembali menjabat Presiden AS pada Januari lalu, Trump telah menggunakan Undang-undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA) untuk mengenakan tarif kepada hampir semua mitra dagang AS, dengan tarif dasar sebesar 10 persen dan tarif yang lebih tinggi untuk puluhan negara.

    Putusan pengadilan banding AS pada Jumat (29/8) menekankan bahwa “undang-undang tersebut memberikan wewenang yang signifikan kepada Presiden untuk mengambil sejumlah tindakan sebagai respons terhadap keadaan darurat nasional yang ditetapkan, tetapi tidak satu pun dari tindakan ini secara eksplisit mencakup wewenang untuk mengenakan tarif, bea masuk, atau sejenisnya, atau wewenang untuk memungut pajak”.

    Putusan itu masih bisa digugat lebih lanjut ke Mahkamah Agung, namun jika akhirnya tarif tersebut dinyatakan ilegal, maka perusahaan-perusahaan kemungkinan akan menuntut ganti rugi.

    Lihat juga Video: LPS Sebut RI Tak Rugi soal Nego Tarif AS 19%, Ini Alasannya

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Tok! Pengadilan AS Nyatakan Tarif Global Trump ‘Ilegal’

    Tok! Pengadilan AS Nyatakan Tarif Global Trump ‘Ilegal’

    Washington DC

    Pengadilan banding federal Amerika Serikat (AS) pada Jumat (29/8) waktu setempat memutuskan bahwa sebagian besar tarif yang diberlakukan Presiden Donald Trump, yang telah menjungkirbalikkan perdagangan global, adalah ilegal.

    Namun demikian, pengadilan AS mengizinkan tarif Trump untuk tetap berlaku saat ini, memberikannya waktu untuk melanjutkan kasus ini ke Mahkamah Agung.

    Dari total 11 panel hakim pengadilan banding AS untuk Sirkuit Federal, seperti dilansir AFP, Sabtu (30/8/2025), sebanyak tujuh hakim menyatakan tarif Trump itu ilegal, sedangkan empat hakim lainnya menyatakan sebaliknya.

    Putusan pengadilan banding AS tersebut memperkuat putusan pengadilan lebih rendah, yang sebelumnya menyatakan bahwa Trump telah melampaui kewenangannya dalam memanfaatkan kekuatan ekonomi darurat untuk mengenakan bea masuk yang luas.

    Namun, para hakim banding AS mengizinkan tarif Trump untuk tetap berlaku hingga pertengahan Oktober, sehingga para pihak dapat membawa kasus ini lebih lanjut ke Mahkamah Agung.

    Putusan pengadilan banding ini menjadi pukulan bagi sang Presiden AS, yang telah menggunakan bea masuk sebagai alat kebijakan ekonomi yang luas.

    Hal ini dapat menimbulkan keraguan atas kesepakatan yang telah dicapai Trump dengan mitra-mitra dagang utama, seperti Uni Eropa.

    Sejak kembali menjabat Presiden AS pada Januari lalu, Trump telah menggunakan Undang-undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA) untuk mengenakan tarif kepada hampir semua mitra dagang AS, dengan tarif dasar sebesar 10 persen dan tarif yang lebih tinggi untuk puluhan negara.

    Dia menggunakan wewenang serupa untuk mengenakan tarif terpisah terhadap Meksiko, Kanada, dan China terkait aliran obat-obatan terlarang yang mematikan ke wilayah AS.

    Putusan pengadilan banding AS pada Jumat (29/8) menekankan bahwa “undang-undang tersebut memberikan wewenang yang signifikan kepada Presiden untuk mengambil sejumlah tindakan sebagai respons terhadap keadaan darurat nasional yang ditetapkan, tetapi tidak satu pun dari tindakan ini secara eksplisit mencakup wewenang untuk mengenakan tarif, bea masuk, atau sejenisnya, atau wewenang untuk memungut pajak”.

    Pengadilan Perdagangan Internasional AS, pada Mei lalu, memutuskan bahwa Trump telah melampaui wewenangnya dengan mengenakan pungutan global secara menyeluruh.

    Tarif yang diberlakukan Trump dengan alasan keadaan darurat telah menuai sejumlah gugatan hukum. Putusan pengadilan banding AS itu masih bisa digugat lebih lanjut ke Mahkamah Agung, namun jika akhirnya tarif tersebut dinyatakan ilegal, maka perusahaan-perusahaan kemungkinan akan menuntut ganti rugi.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • AS Tabuh Genderang Perang Baru dengan China, Raksasa Korsel Terseret

    AS Tabuh Genderang Perang Baru dengan China, Raksasa Korsel Terseret

    Jakarta, CNBC Indonesia – Amerika Serikat kembali memperketat pengawasan terhadap industri semikonduktor global dengan mencabut izin khusus yang selama ini memungkinkan raksasa cip Korea Selatan, Samsung Electronics dan SK Hynix, tetap mengoperasikan fasilitas produksinya di China menggunakan peralatan buatan AS.

    Kementerian Perdagangan AS menyatakan bahwa pengecualian yang diberikan sejak 2022 kini resmi berakhir. Tanpa izin khusus itu, perusahaan seperti Samsung dan SK Hynix wajib mengajukan lisensi baru untuk bisa mendapatkan peralatan semikonduktor asal AS bagi pabrik mereka di China.

    “Lisensi akan tetap diberikan untuk memastikan fasilitas yang ada bisa terus beroperasi, tetapi tidak untuk ekspansi maupun peningkatan teknologi,” demikian pernyataan resmi Kementerian Perdagangan AS, dikutip Sabtu (30/8/2025).

    Keputusan ini juga mencakup Intel, meskipun perusahaan tersebut telah menjual fasilitas produksinya di Dalian, China, pada awal tahun.

    Kebijakan baru ini diyakini akan memukul para pemasok peralatan semikonduktor asal AS seperti KLA Corp., Lam Research, dan Applied Materials, yang selama ini memasok peralatan ke perusahaan asing di China. Tak lama setelah pengumuman, saham Lam Research anjlok 4%, Applied Materials turun 2,8%, sementara KLA merosot 2,4%.

    Ribuan aplikasi lisensi dari perusahaan AS untuk mengekspor peralatan ke China, termasuk bernilai miliaran dolar, disebut masih menumpuk di meja pemerintah. Adapun pemerintah memberikan tenggat 120 hari sebelum aturan baru ini benar-benar berlaku, untuk memberi waktu perusahaan menyesuaikan diri.

    Samsung dan SK Hynix sebelumnya mendapat status Validated End User (VEU), yang memungkinkan mereka lebih mudah mendapatkan peralatan dari pemasok AS. Kini, status itu dicabut sehingga keduanya harus mengikuti prosedur perizinan yang sama dengan perusahaan asing lain.

    Langkah ini datang setelah berbulan-bulan spekulasi. Pada Juni lalu, seorang pejabat Gedung Putih mengisyaratkan pencabutan izin bisa dilakukan jika negosiasi dagang AS-China gagal. Saat ini, kedua negara masih berada dalam masa “gencatan tarif” hingga November, dengan bea masuk 30% untuk produk China dan 10% untuk ekspor AS tetap diberlakukan.

    Perang dagang yang sudah berlangsung bertahun-tahun telah mengganggu rantai pasok global, mulai dari mineral langka penting bagi industri AS hingga ekspor kedelai ke China.

    Sementara itu, hubungan perdagangan AS-Korea Selatan juga tengah berada di sorotan. Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung baru saja bertemu Presiden AS Donald Trump, namun keduanya tidak menandatangani kesepakatan dagang terkait tarif yang sebelumnya diumumkan.

    Chris Miller, penulis buku Chip War, menilai langkah Washington ini berisiko menempatkan Samsung dan SK Hynix dalam posisi sulit.

    “Langkah ini akan membuat produsen cip Korea dengan fasilitas di China kesulitan melanjutkan produksi cip canggih. Jika ini tidak dibarengi dengan langkah serupa terhadap produsen cip China seperti YMTC dan CXMT, justru bisa membuka ruang pasar bagi perusahaan China dengan mengorbankan perusahaan Korea,” kata Miller kepada Reuters.

    CEO Intel, Lip-Bu Tan, justru menyambut baik arah kebijakan Washington. “Sebagai satu-satunya perusahaan semikonduktor yang melakukan riset dan produksi logika canggih di AS, Intel berkomitmen penuh memastikan teknologi paling maju di dunia diproduksi di Amerika. Fokus Presiden Trump pada manufaktur chip AS mendorong investasi historis dalam industri vital yang sangat penting bagi keamanan ekonomi dan nasional negara,” ujarnya dalam pernyataan resmi.

    Pekan lalu, Intel juga mengumumkan akan memberikan 10% saham kepada pemerintah AS, kesepakatan yang menurut Lip-Bu Tan lahir setelah pertemuan dengan Presiden Trump, hanya beberapa hari setelah sang presiden menyerukan pengunduran dirinya karena hubungan masa lalunya dengan China.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Brasil Kaji Pembalasan untuk Tarif 50 Persen Trump

    Brasil Kaji Pembalasan untuk Tarif 50 Persen Trump

    Brasilia

    Pemerintah Brasil sedang mempertimbangkan langkah-langkah perdagangan sebagai pembalasan untuk tarif 50 persen yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap berbagai produk impor negara tersebut.

    Dua sumber pemerintah Brasil mengatakan seperti dilansir AFP, Jumat (29/8/2025), Presiden Luiz Inacio Lula da Silva telah memberikan persetujuannya untuk sebuah studi tentang langkah balasan apa — jika ada — yang dapat diambil untuk penerapan tarif sangat besar oleh AS tersebut.

    Tarif sebesar 50 persen itu diyakini oleh pemerintah Brasilia, menurut dua sumber pemerintah, sebagai hukuman yang diberikan Trump atas persidangan kasus upaya kudeta yang menjerat mantan Presiden Jair Bolsonaro, sekutu sang Presiden AS.

    Trump, beberapa waktu terakhir, mengkritik persidangan terhadap Bolsonaro sebagai “perburuan penyihir”. Dia bahkan mengutip kasus Bolsonaro sebagai pembenaran atas tarif 50 persen terhadap Brasil.

    Kementerian Perdagangan dan Industri Brasil memiliki waktu 30 hari untuk menentukan apakah tarif AS termasuk dalam Undang-undang Timbal Balik Ekonomi yang baru-baru ini disahkan.

    Jika iya, menurut sumber diplomatik Brasil, maka sekelompok pakar akan mengusulkan langkah-langkah balasan, yang dapat mencakup tarif timbal balik.

    Disebutkan lebih lanjut oleh sumber tersebut bahwa pemerintah Brasil akan secara resmi memberitahu AS pada Jumat (29/8) mengenai keputusannya untuk memeriksa kemungkinan tindakan balasan.

    “Ruang untuk konsultasi diplomatik masih terbuka,” sebut sumber diplomatik Brasil tersebut.

    Undang-undang Timbal Balik Ekonomi, yang diadopsi mulai April lalu, memungkinkan pemerintah Brasil untuk mengambil “langkah balasan” terhadap negara-negara yang secara sepihak bertindak merugikan daya saing Brasil.

    Langkah-langkah itu mencakup penangguhan konsesi perdagangan, investasi, atau perjanjian kekayaan intelektual. Langkah balasan semacam itu dimaksudkan sebagai tindakan terakhir jika negosiasi dengan negara atau blok perdagangan lainnya berujung kegagalan.

    Hubungan antara Brasil dan AS menemui jalan buntu sejak tarif 50 persen untuk kopi dan produk Brasil lainnya mulai diberlakukan pada 6 Agustus. Lula da Silva, pada Kamis (28/8), mengeluhkan bahwa Washington “tuli” terhadap keluhan Brasilia.

    “Kami tidak dapat berbicara dengan siapa pun dari Amerika Serikat,” ucapnya.

    Lihat Video ‘Dikenakan Tarif 50%, Presiden Brasil Ogah Telepon Trump’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Presiden Venezuela Yakin AS Tak Mungkin Bisa Invasi Negaranya

    Presiden Venezuela Yakin AS Tak Mungkin Bisa Invasi Negaranya

    Caracas

    Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengatakan “tidak mungkin” pasukan Amerika Serikat (AS) bisa menginvasi negaranya. Hal itu disampaikan setelah Washington mengerahkan lima kapal perang dan mengirimkan 4.000 tentaranya di kawasan Karibia untuk memberikan tekanan terhadap Maduro.

    AS mengatakan bahwa pengerahan pasukan ke kawasan Karibia selatan, dekat perairan teritorial Venezuela, merupakan operasi anti-perdagangan narkoba.

    Venezuela merespons dengan mengirimkan sejumlah kapal perang dan drone untuk berpatroli di garis pantai wilayahnya, dan meluncurkan upaya untuk merekrut ribuan anggota milisi guna memperkuat pertahanannya.

    “Tidak mungkin mereka dapat memasuki Venezuela,” kata Maduro dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Jumat (29/8/2025).

    Dia bersumpah bahwa Venezuela telah bersiap untuk mempertahankan “perdamaian, kedaulatan, dan integritas teritorialnya”.

    Namun demikian, AS sejauh ini belum secara terbuka melontarkan ancaman akan menginvasi Venezuela.

    Maduro yang mengklaim masa jabatan ketiga yang disengketakan dalam pemilu pada Juli 2024, telah menjadi incaran Presiden AS Donald Trump yang kembali menjabat untuk periode kedua pada Januari tahun ini.

    Sejak kembali ke Gedung Putih, serangan Trump terhadap Venezuela berfokus pada geng-geng berpengaruh di negara tersebut, beberapa di antaranya beroperasi di dalam wilayah AS.

    Washington menuduh Maduro memimpin kartel perdagangan kokain bernama “Cartel de los Soles”, yang telah ditetapkan oleh pemerintahan Trump sebagai organisasi teroris.

    Baru baru ini, AS menggandakan tawaran imbalan untuk penangkapan Maduro menjadi US$ 50 juta, atau setara Rp 823,8 miliar, terkait kasus perdagangan narkoba di wilayah AS.

    Maduro, yang menggantikan tokoh sosialis Hugo Chavez sejak tahun 2013, menuduh Trump berupaya melakukan perubahan rezim di Venezuela.

    Lihat juga Video ‘Penembakan Massal Terjadi di Sekolah Katolik AS, 2 Anak Tewas-17 Terluka’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Invasi AS Dimulai! Kapal Perang Mengepung, Presiden Ini Tak Gentar

    Invasi AS Dimulai! Kapal Perang Mengepung, Presiden Ini Tak Gentar

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ketegangan antara Caracas dan Washington kembali memanas setelah Presiden Venezuela Nicolas Maduro dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada kemungkinan pasukan Amerika Serikat dapat memasuki wilayah negaranya, meski kehadiran militer AS di kawasan Karibia terus bertambah.

    Pernyataan itu ia sampaikan pada Kamis (28/8/2025) waktu setempat, bersamaan dengan pengerahan kapal perang dan kapal selam bertenaga nuklir AS di perairan dekat Venezuela dalam operasi yang diklaim Washington sebagai upaya melawan kartel narkoba Amerika Latin.

    “Tidak ada cara mereka bisa memasuki Venezuela,” tegas Maduro dalam pidatonya di hadapan pasukan, dilansir Al Jazeera. “Hari ini, kami lebih kuat dari kemarin. Hari ini, kami lebih siap untuk membela perdamaian, kedaulatan, dan integritas teritorial.”

    Langkah AS itu juga menuai protes diplomatik. Duta Besar Venezuela untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Samuel Moncada, bertemu Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk menyampaikan keberatan negaranya.

    Usai pertemuan, Moncada menuding Washington melakukan kampanye pencitraan untuk membenarkan intervensi militer.

    “Ini adalah operasi propaganda besar-besaran untuk membenarkan apa yang oleh para pakar disebut aksi kinetik – artinya intervensi militer di sebuah negara yang berdaulat, merdeka, dan tidak mengancam siapa pun,” kata Moncada.

    Ia bahkan menyindir klaim Amerika dengan menyebut, “Mereka mengatakan mengirim kapal selam nuklir. Sungguh konyol membayangkan mereka melawan narkotika dengan kapal selam nuklir.”

    Sementara itu, pihak militer Amerika Serikat membenarkan pengerahan armada tersebut. Laksamana Daryl Claude, Kepala Operasi Angkatan Laut AS, memastikan kapal-kapal perang dikerahkan ke perairan Amerika Selatan dengan alasan keterlibatan sejumlah warga Venezuela dalam operasi narkoba berskala besar.

    Menurut laporan Reuters yang mengutip pejabat AS tanpa menyebut nama, sebanyak tujuh kapal perang dan satu kapal selam penyerang bertenaga nuklir telah berada atau dijadwalkan tiba di kawasan dalam sepekan. Armada itu membawa lebih dari 4.500 personel, termasuk sekitar 2.200 marinir.

    Operasi besar-besaran tersebut diluncurkan setelah pemerintahan Donald Trump menuding Maduro dan sejumlah pejabat tinggi Venezuela terlibat dalam perdagangan kokain melalui jaringan yang dikenal sebagai Cartel de los Soles. AS bahkan menetapkan jaringan itu sebagai organisasi teroris dan menawarkan hadiah hingga US$50 juta untuk penangkapan Maduro.

    Sebagai respons, Caracas meningkatkan kesiagaan militer. Pemerintah Venezuela mengerahkan kapal perang dan drone untuk berpatroli di sepanjang garis pantai, serta melancarkan kampanye perekrutan ribuan anggota milisi baru guna memperkuat pertahanan domestik. Sebanyak 15.000 tentara juga dikirim ke perbatasan dengan Kolombia untuk menindak perdagangan narkoba dan kelompok kriminal bersenjata.

    Maduro dalam kesempatan yang sama juga menyampaikan terima kasih kepada Kolombia karena mengirim tambahan 25.000 personel militer di wilayah perbatasan kedua negara. Langkah itu, menurut Maduro, merupakan bagian dari upaya bersama memerangi “geng narco-teroris”.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Duh, 2 Pemadam Kebakaran AS Ditangkap Imigrasi Saat Akan Bertugas

    Duh, 2 Pemadam Kebakaran AS Ditangkap Imigrasi Saat Akan Bertugas

    Washington DC

    Dua petugas pemadam kebakaran Amerika Serikat (AS) ditangkap oleh agen patroli perbatasan terkait dugaan pelanggaran imigrasi. Parahnya, penangkapan itu dilakukan saat kedua petugas itu sedang bersiap untuk memadamkan kebakaran hutan di negara bagian Washington.

    Sejumlah pejabat imigrasi AS, seperti dilansir AFP, Jumat (29/8/2025), mengatakan bahwa para agen federal menahan sejumlah personel dari kontraktor swasta pemadam kebakaran selama beberapa jam pada Rabu (27/8) waktu setempat, saat mereka bersiap untuk membantu memadamkan Bear Gulch Fire di Washington.

    Kebakaran hutan yang diberi nama Bear Gulch Fire itu telah melalap area seluas 3.600 hektare di negara bagian Washington.

    Keterangan sejumlah petugas pemadam kebakaran setempat kepada media lokal Seattle Times menyebutkan bahwa para agen patroli perbatasan AS membariskan 44 personel dan memerintahkan mereka untuk menunjukkan identitas.

    Disebutkan juga bahwa para petugas pemadam itu diberitahu untuk tidak merekam kejadian tersebut.

    “Anda mempertaruhkan nyawa Anda di sini untuk menyelamatkan masyarakat. Beginilah cara mereka memperlakukan kami,” ucap salah satu petugas pemadam kebakaran tersebut kepada Seattle Times.

    Otoritas Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) mengatakan bahwa para petugas patroli perbatasan berada di lokasi tersebut atas permintaan otoritas penjaga hutan yang ingin memverifikasi keakuratan nama-nama yang tercantum dalam daftar kontraktor.

    “Beberapa ketidaksesuaian teridentifikasi, dan dua orang didapati berada di Amerika Serikat secara ilegal, salah satunya dengan perintah pengusiran,” sebut CBP dalam pernyataannya.

    Dua orang tersebut, menurut CBP, telah ditangkap dan kemudian ditahan. Sedangkan 42 orang lainnya diusir dari lahan federal dalam apa yang disebut oleh CBP sebagai “pemutusan dan penegakan kontrak” menyusul penyelidikan kriminal.

    Ditegaskan oleh CBP bahwa operasi mereka itu “tidak mengganggu operasi pemadaman kebakaran respons terhadap kebakaran yang terjadi di area tersebut, juga tidak menimbulkan bahaya bagi masyarakat sekitar”.

    Tindakan agen imigrasi federal AS pada Rabu (27/8) itu tergolong tidak lazim, karena operasi semacam itu biasanya tidak dilakukan di sekitar lokasi bencana alam atau saat situasi darurat.

    Namun di bawah janji kampanye pemilu untuk melakukan deportasi terbesar dalam sejarah AS, pemerintahan Presiden Donald Trump terus-menerus bertindak secara berlebihan, melakukan penangkapan besar-besaran — seringkali di wilayah yang dikuasai Partai Demokrat — yang telah memicu kemarahan.

    Lihat juga Video ‘Detik-detik Helikopter Damkar Jatuh ke Danau di Prancis’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)