kab/kota: Washington

  • 7 Fakta 2 Tahun Perang di Gaza

    7 Fakta 2 Tahun Perang di Gaza

    Jakarta

    Serangan tentara Israel di Gaza, Palestina, telah berlangsung selama dua tahun. Ribuan orang meninggal hingga bencana kelaparan terjadi di Gaza saat ini.

    Dirangkum detikcom, Rabu (8/10/2025), pihak Israel berdalih agresi mereka di Gaza dipicu serangan Hamas di Tel Aviv pada 7 Oktober 2023. Tentara Israel lalu langsung melancarkan serangan balik ke Gaza mulai saat itu hingga hari ini.

    detikcom merangkum deretan fakta terkait dua tahun serangan Israel di Gaza. Berikut uraiannya:

    66 Ribu Orang di Gaza Tewas

    Operasi militer Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah menewaskan sedikitnya 66.000 orang, sekitar 80% di antaranya warga sipil, dan melukai sekitar 169.000 orang, menurut estimasi konservatif dari Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas. Lembaga internasional memperkirakan jumlah korban sebenarnya jauh lebih tinggi.

    Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) melaporkan bahwa 90% rumah di Gaza telah hancur atau rusak, membuat 1,9 juta dari 2,1 juta penduduknya kehilangan tempat tinggal. Karena “blokade total” yang diberlakukan Israel, sebagian besar wilayah Gaza mengalami kelaparan parah yang telah menewaskan sedikitnya 450 orang, termasuk 150 anak-anak.

    Setelah serangan 7 Oktober, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menetapkan dua tujuan utama perang di Gaza: membebaskan semua sandera dan menghancurkan Hamas. Dua tahun berlalu, keduanya belum tercapai. Dari 251 sandera yang dibawa ke Gaza, 148 telah dikembalikan hidup-hidup, delapan diselamatkan oleh IDF dan 140 dibebaskan Hamas melalui pertukaran tahanan. Jenazah beberapa sandera yang tewas juga telah dikembalikan.

    Menurut pemerintah Israel, 48 sandera masih ditahan, dan hanya 20 yang diyakini masih hidup. Hamas, yang oleh Israel, Uni Eropa, dan AS dikategorikan sebagai organisasi teroris, masih bertahan di Gaza meski banyak anggotanya tewas. Beberapa pemimpinnya, termasuk Ismail Haniyeh dan Yahya Sinwar, telah terbunuh. Namun, organisasi itu tetap beroperasi.

    Warga Israel Ingin Perang Berakhir

    Dua tahun perang di Gaza membuat masyarakat Israel lelah dan frustrasi. Survei yang dirilis Israel Democracy Institute pekan lalu, menunjukkan 66 persen warga Israel percaya sudah saatnya perang diakhiri.

    Selain itu, 64 persen responden mengatakan Netanyahu harus bertanggung jawab atas serangan mematikan tersebut dan mengundurkan diri.

    Pendapat publik terbelah tentang apakah situasi keamanan Israel kini lebih baik, namun sebagian besar mengakui posisi Israel di kancah internasional merosot tajam.

    Meskipun Amerika Serikat tetap menjadi pendukung utama Israel, pandangan komunitas Yahudi Amerika juga tampaknya sudah berubah.

    Enam puluh satu persen responden yang disurvei oleh surat kabar The Washington Post percaya Israel melakukan kejahatan perang terhadap warga Palestina di Gaza, dan 32 persen percaya Amerika Serikat terlalu mendukung tindakan Israel.

    Meski begitu, 76 persen responden mengatakan keberadaan Israel tetap penting bagi masa depan jangka panjang masyarakat Yahudi.

    Membandingkan sikap warga Israel tentang perang di Gaza dengan perang 12 hari melawan Iran terasa signifikan.

    Dalam perang bulan Juni lalu, ketika Israel melancarkan serangan terhadap target nuklir dan militer Iran dan menghadapi serangan balik ratusan rudal, banyak warga Israel yang saat itu mengatakan kepada ABC jika serangan tersebut dapat dibenarkan.

    Iran kerap digambarkan sebagai “ancaman eksistensial” bagi Israel yang perlu ditangani, sementara perang di Gaza dianggap sudah berlangsung terlalu lama.

    Konflik ini juga tampaknya memengaruhi migrasi dan pertumbuhan penduduk Israel. Data yang disampaikan ke parlemen Israel, Knesset, menunjukkan 82.700 warga Israel meninggalkan Israel pada 2024, atau meningkat 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

    Hampir separuh dari mereka yang pergi lahir di luar Israel dan pernah pindah ke Israel. Meski terjadi eksodus, secara keseluruhan jumlah penduduk Israel tetap meningkat pada 2023.

    Perubahan Lanskap Politik di Israel

    Tomer Persico, peneliti dari Shalom Hartman Institute di Yerusalem, mengatakan lanskap politik dan sosial Israel berubah drastis selama perang berlangsung.

    Sebagai peneliti identitas Yahudi modern, Dr Persico mengatakan kepada ABC jika “cara termudah” menggambarkan perubahan ini adalah pergeseran signifikan ke arah kanan.

    “Kita sudah dua tahun berada dalam perang yang berawal dari trauma yang tak terbayangkan bagi orang Israel, dan juga bagi orang Yahudi,” ujarnya.

    “Ini membangkitkan ingatan, luka pasca-trauma yang kita semua bawa dari Holocaust, dari pogrom, karena inilah yang terjadi, kan? Seluruh komunitas dibantai.”

    “Ketika trauma ini menumpuk di atas semua ingatan itu, reaksinya bisa dipahami, akan menjadi penuh kekerasan, akan penuh dendam.”

    Komunitas Israel, kata Dr Persico, banyak yang kembali memeluk nilai-nilai agama Yahudi tradisional.

    “Kita melihat banyak orang, banyak kelompok, kembali ke tradisi dengan mengadopsi kebiasaan tradisional, beberapa bahkan menjadi Yahudi Ortodoks,” katanya.

    “Dan ini, mirip dengan yang terjadi setelah Perang Yom Kippur 1973, yang juga merupakan trauma besar.”

    Kucuran Duit AS Bantu Israel Perangi Gaza

    Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan mantan Presiden Joe Biden dan Presiden Donald Trump telah mengucurkan setidaknya US$ 21,7 miliar, atau setara Rp 359,3 triliun, dalam bentuk bantuan militer kepada Israel sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang memulai perang tanpa henti di Jalur Gaza.

    Angka tersebut, seperti dilansir Associated Press, Selasa (7/10), diungkapkan dalam studi akademis terbaru dari proyek Costs of War di Watson School of International and Public Affairs pada Universitas Brown yang dirilis pada Selasa (7/10), bertepatan dengan peringatan dua tahun dimulainya perang Gaza.

    Laporan utama menyebutkan bahwa AS memberikan bantuan militer US$ 17,9 miliar (Rp 296,4 triliun) kepada Israel pada tahun pertama perang — ketika Biden masih menjabat — dan bantuan sebesar US$ 3,8 miliar (Rp 62,9 triliun) pada tahun kedua.

    Menurut laporan itu, sebagian bantuan militer itu telah dikirimkan, sedangkan sisanya akan dipasok dalam beberapa tahun mendatang.

    Sebuah studi lainnya yang juga dirilis proyek tersebut menyatakan bahwa AS telah menghabiskan sekitar US$ 10 miliar lebih banyak untuk bantuan keamanan dan operasi di Timur Tengah yang lebih luas dalam dua tahun terakhir.

    Laporan tersebut disusun bekerja sama dengan Quincy Institute for Responsible Statecraft yang berbasis di Washington. Institut ini telah dituduh oleh beberapa kelompok pro-Israel sebagai penganut isolanionis dan anti-Israel. Tuduhan tersebut telah dibantah oleh organisasi itu.

    Meskipun sebagian besar mengandalkan materi sumber terbuka untuk temuannya, laporan tersebut menawarkan beberapa perhitungan paling komprehensif tentang bantuan militer AS kepada sekutu dekatnya, Israel, dan perkiraan biaya keterlibatan militer langsung Amerika di kawasan Timur Tengah.

    Departemen Luar Negeri AS belum memberikan komentar langsung mengenai jumlah bantuan militer yang diberikan kepada Israel sejak Oktober 2023. Gedung Putih meminta pertanyaan tersebut diberikan kepada Pentagon, yang hanya mengawasi sebagian dari bantuan tersebut.

    Laporan tersebut, yang sangat kritis terhadap Israel, menyatakan bahwa tanpa bantuan AS, Israel tidak akan mampu mempertahankan operasi militer melawan Hamas di Jalur Gaza. Laporan itu mencatat bahwa pendanaan puluhan miliar dolar Amerika di masa depan untuk Israel diproyeksikan berdasarkan berbagai perjanjian bilateral.

    Trump Nilai Perang Gaza Menuju Akhir

    Presiden AS Donald Trump menyatakan keyakinannya bahwa kesepakatan damai Gaza akan tercapai. Trump menyebut kelompok Hamas telah menyetujui hal-hal yang “sangat penting” seiring dimulainya perundingan dengan Israel.

    “Saya memiliki garis merah, jika ada hal-hal tertentu yang tidak terpenuhi, kita tidak akan melakukannya,” kata Trump kepada wartawan di Ruang Oval Gedung Putih saat ditanya apakah dirinya memiliki prasyarat, termasuk persetujuan Hamas untuk melucuti senjata mereka.

    “Tapi saya pikir kita melakukannya dengan sangat baik dan saya pikir Hamas telah menyetujui hal-hal yang sangat penting,” ujar Trump seperti dilansir AFP, Selasa (7/10).

    Trump mengatakan dirinya optimis tentang peluang tercapainya kesepakatan damai, ketika delegasi Hamas dan Israel memulai kembali perundingan tidak langsung di Mesir untuk mengakhiri perang Gaza, berdasarkan 20 poin rencana perdamaian yang diajukannya baru-baru ini.

    “Saya pikir kita akan mencapai kesepakatan. Sulit bagi saya untuk mengatakannya ketika selama bertahun-tahun mereka telah berusaha mencapai kesepakatan,” ucapnya.

    “Kita akan mencapai kesepakatan Gaza, saya cukup yakin, ya,” kata Trump.

    Hamas Tuntut Pasukan Israel Ditarik Keluar dari Gaza

    Hamas mengatakan bahwa mereka ingin mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perang di Gaza berdasarkan rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, tetapi masih memiliki serangkaian tuntutan. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa perundingan tidak langsung dengan Israel di Mesir bisa sulit dan panjang.

    Dilansir Reuters, Selasa (7/10), pejabat senior Hamas, Fawzi Barhoum, memaparkan posisi Hamas pada peringatan dua tahun serangan terhadap Israel yang memicu perang Gaza, dan satu hari setelah perundingan tidak langsung dimulai di Sharm el-Sheikh.

    Perundingan ini tampaknya paling menjanjikan untuk mengakhiri perang yang telah menewaskan puluhan ribu warga Palestina dan menghancurkan Gaza sejak serangan 7 Oktober 2023 terhadap Israel, yang menewaskan 1.200 orang dan membawa 251 orang kembali ke Gaza sebagai sandera.

    Namun, para pejabat dari semua pihak mendesak agar berhati-hati atas prospek kesepakatan cepat, karena Israel mengenang hari paling berdarah bagi orang Yahudi sejak Holocaust dan warga Gaza menyuarakan harapan akan berakhirnya penderitaan akibat perang selama dua tahun.

    “Delegasi gerakan (Hamas) yang berpartisipasi dalam negosiasi saat ini di Mesir sedang berupaya mengatasi semua hambatan untuk mencapai kesepakatan yang memenuhi aspirasi rakyat kami di Gaza,” kata Barhoum dalam sebuah pernyataan yang disiarkan televisi.

    Ia mengatakan kesepakatan harus memastikan berakhirnya perang dan penarikan penuh Israel dari Jalur Gaza–syarat-syarat yang tidak pernah diterima Israel. Israel, di sisi lain, menginginkan Hamas melucuti senjatanya, sesuatu yang ditolak kelompok itu.

    Hamas menginginkan gencatan senjata permanen dan komprehensif, penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza, dan segera dimulainya proses rekonstruksi komprehensif di bawah pengawasan “badan teknokratis nasional” Palestina, ujarnya.

    Menggarisbawahi hambatan yang akan dihadapi dalam perundingan, faksi Palestina, termasuk Hamas, mengeluarkan pernyataan yang bersumpah untuk “menentang dengan segala cara” dan mengatakan “tidak seorang pun berhak menyerahkan senjata rakyat Palestina.” Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak segera berkomentar mengenai status perundingan di Sharm el-Sheikh.

    Kesepakatan Damai di Gaza Segera Tercapai?

    Para pejabat AS telah mengisyaratkan bahwa mereka ingin memfokuskan perundingan pada penghentian pertempuran dan logistik pembebasan para sandera dan tahanan politik. Namun, Qatar, salah satu mediator, mengatakan banyak detail yang harus diselesaikan, yang mengindikasikan bahwa kecil kemungkinan akan ada kesepakatan dalam waktu dekat.

    Tanpa adanya gencatan senjata, Israel terus melancarkan serangannya di Gaza, meningkatkan isolasi internasionalnya dan memicu protes pro-Palestina di luar negeri yang diperkirakan akan berlanjut pada hari Selasa.

    Pada peringatan serangan tahun 2023, beberapa warga Israel mengunjungi tempat-tempat yang paling terdampak pada hari itu. Orit Baron berdiri di lokasi festival musik Nova di Israel selatan di samping foto putrinya, Yuval, yang tewas bersama tunangannya, Moshe Shuva.

    Mereka termasuk di antara 364 orang yang ditembak, dipukuli, atau dibakar hingga tewas di sana. “Mereka seharusnya menikah pada 14 Februari, Hari Valentine. Dan kedua keluarga memutuskan, karena mereka ditemukan (meninggal) bersama dan mereka membawa mereka kepada kami bersama-sama, bahwa pemakamannya akan dilakukan bersamaan,” kata Baron.

    “Mereka dimakamkan bersebelahan karena mereka tidak pernah dipisahkan.”

    Israel berharap perundingan di Sharm el-Sheikh akan segera menghasilkan pembebasan ke-48 sandera yang masih ditawan di Gaza, 20 di antaranya diyakini masih hidup. “Rasanya seperti luka terbuka, para sandera, saya tak percaya sudah dua tahun berlalu dan mereka masih belum pulang,” kata Hilda Weisthal, 43 tahun.

    Di Gaza, Mohammed Dib, warga Palestina berusia 49 tahun, berharap berakhirnya konflik yang telah menyebabkan krisis kemanusiaan, membuat banyak warga Palestina mengungsi berkali-kali, dan menewaskan lebih dari 67.000 orang Palestina, menurut .

    “Sudah dua tahun kami hidup dalam ketakutan, kengerian, pengungsian, dan kehancuran,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 6

    (ygs/rfs)

  • 2 Tahun Perang Gaza, AS Kucurkan Bantuan Militer Rp 359 T ke Israel

    2 Tahun Perang Gaza, AS Kucurkan Bantuan Militer Rp 359 T ke Israel

    Washington DC

    Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan mantan Presiden Joe Biden dan Presiden Donald Trump telah mengucurkan setidaknya US$ 21,7 miliar, atau setara Rp 359,3 triliun, dalam bentuk bantuan militer kepada Israel sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang memulai perang tanpa henti di Jalur Gaza.

    Angka tersebut, seperti dilansir Associated Press, Selasa (7/10/2025), diungkapkan dalam studi akademis terbaru dari proyek Costs of War di Watson School of International and Public Affairs pada Universitas Brown yang dirilis pada Selasa (7/10), bertepatan dengan peringatan dua tahun dimulainya perang Gaza.

    Laporan utama menyebutkan bahwa AS memberikan bantuan militer US$ 17,9 miliar (Rp 296,4 triliun) kepada Israel pada tahun pertama perang — ketika Biden masih menjabat — dan bantuan sebesar US$ 3,8 miliar (Rp 62,9 triliun) pada tahun kedua.

    Menurut laporan itu, sebagian bantuan militer itu telah dikirimkan, sedangkan sisanya akan dipasok dalam beberapa tahun mendatang.

    Sebuah studi lainnya yang juga dirilis proyek tersebut menyatakan bahwa AS telah menghabiskan sekitar US$ 10 miliar lebih banyak untuk bantuan keamanan dan operasi di Timur Tengah yang lebih luas dalam dua tahun terakhir.

    Laporan tersebut disusun bekerja sama dengan Quincy Institute for Responsible Statecraft yang berbasis di Washington. Institut ini telah dituduh oleh beberapa kelompok pro-Israel sebagai penganut isolanionis dan anti-Israel. Tuduhan tersebut telah dibantah oleh organisasi itu.

    Meskipun sebagian besar mengandalkan materi sumber terbuka untuk temuannya, laporan tersebut menawarkan beberapa perhitungan paling komprehensif tentang bantuan militer AS kepada sekutu dekatnya, Israel, dan perkiraan biaya keterlibatan militer langsung Amerika di kawasan Timur Tengah.

    Departemen Luar Negeri AS belum memberikan komentar langsung mengenai jumlah bantuan militer yang diberikan kepada Israel sejak Oktober 2023. Gedung Putih meminta pertanyaan tersebut diberikan kepada Pentagon, yang hanya mengawasi sebagian dari bantuan tersebut.

    Laporan tersebut, yang sangat kritis terhadap Israel, menyatakan bahwa tanpa bantuan AS, Israel tidak akan mampu mempertahankan operasi militer melawan Hamas di Jalur Gaza. Laporan itu mencatat bahwa pendanaan puluhan miliar dolar Amerika di masa depan untuk Israel diproyeksikan berdasarkan berbagai perjanjian bilateral.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Dua Tahun Perang di Gaza, Banyak Warga Israel Ingin Perang Berakhir

    Dua Tahun Perang di Gaza, Banyak Warga Israel Ingin Perang Berakhir

    Setiap tahun, Yonatan Shamriz dan keluarganya berkumpul untuk merayakan ulang tahun putrinya, yang tahun ini menginjak empat tahun.

    Sebisa mungkin ia berusaha membuat hari ulang tahun putrinya, yang bernama Yali, terasa normal.

    Yali lahir pada 7 Oktober 2021. Dua tahun kemudian, komunitas tempat keluarga Shamriz tinggal, Kfar Aza, mendapat serangan dari kelompok Hamas.

    Enam puluh dua orang dari kawasan tersebut tewas pada hari itu.

    Saudara laki-laki Yonatan, Alon, termasuk di antara warga Israel yang disandera.

    Alon tak pernah kembali ke rumah, dan justru tewas tertembak oleh militer Israel (IDF) di Gaza pada Desember 2023 setelah berhasil melarikan diri dari penyanderaan Hamas.

    “Itu adalah momen terberat dalam hidup saya,” kata Yonatan kepada ABC.

    “Saudara saya melakukan segalanya. Mereka berhasil melarikan diri.

    “Sangat sulit mendengar kalau IDF keliru mengidentifikasinya sebagai teroris.”

    Dua tahun setelah peristiwa itu, kehidupan Yonatan masih belum tenang.

    “Saya masih menjadi pengungsi di negara sendiri, tidak punya rumah, tinggal di sebuah mobil trailer di pusat Israel,” ujarnya.

    “Saya tidak berada di zona nyaman. Saya tidak punya saudara laki-laki.”

    Meski dihantui trauma, Yonatan mencurahkan energinya untuk organisasi Kumu, yang mendukung keluarga-keluarga yang terdampak serangan dua tahun lalu.

    Organisasi ini menjadi tuan rumah satu-satunya acara peringatan resmi pada 7 Oktober di salah satu taman terbesar di Tel Aviv.

    “Kita bisa lihat keluarga yang berduka dan warga yang paling menderita, setiap orang punya cara yang berbeda dalam menghadapi apa yang hilang dari mereka,” katanya.

    “Sebagian tidak sanggup melakukan apa pun. Sebagian lain justru berusaha melakukan sesuatu dengan segala cara.”

    “Saya merasa harus melakukannya. Saya merasa jika hanya duduk diam dan santai, malah akan tenggelam ke dalam lubang.”

    Luka yang mendalam

    Seperti banyak warga Israel lainnya, Yonatan sadar kalau warga Israel sudah berubah dalam dua tahun sejak serangan Hamas.

    Setelah menyusup ke Israel, kelompok militan tersebut menewaskan sekitar 1.200 orang, yang sebagian besar warga sipil, serta menyandera 250 orang, hingga memicu perang di Gaza yang masih berlangsung hingga kini.

    Israel mengatakan tujuan serangan ke Gaza adalah untuk menghancurkan Hamas dan membebaskan para sandera.

    Namun, seiring waktu, cara Israel melakukannya semakin menuai kritik.

    Sejak Oktober 2023, lebih dari 67.000 warga Palestina tewas, menurut otoritas kesehatan di Gaza.

    Tindakan Israel juga dilabeli sebagai genosida oleh komisi penyelidikan independen dari PBB dan berbagai organisasi lainnya.

    Militer Israel atau IDF kini menguasai lebih dari 75 persen wilayah Gaza, dan lebih dari 2 juta penduduknya terpaksa meninggalkan rumah mereka.

    Meski tidak bisa dibandingkan, beban perang juga dirasakan Israel.

    Banyak warga Israel yang mendukung perang, tetapi tidak sedikit pula yang merasa ketakutan.

    Semakin banyak tentara cadangan Israel yang menolak untuk bertugas di Gaza.

    Dalam berbagai aksi unjuk rasa tahun ini, ribuan orang turun ke jalan di Yerusalem dan Tel Aviv untuk menyerukan diakhirinya perang di Gaza.

    Meski ada harapan untuk kesepakatan damai, Yonatan mengatakan babak sejarah ini meninggalkan luka yang dalam di Israel.

    “Saya pikir rakyat Israel berbeda dengan para pemimpinnya,” ujarnya.

    “Kebanyakan orang ingin ada komite nasional untuk menyelidiki apa yang terjadi pada 7 Oktober, kebanyakan orang ingin ada pemilu, kebanyakan orang ingin perang berakhir dan para sandera dipulangkan.”

    “Dan selama dua tahun, tak satu pun dari itu yang kami dapatkan.”

    Perubahan ke kanan

    Tomer Persico, peneliti dari Shalom Hartman Institute di Yerusalem, mengatakan lanskap politik dan sosial Israel berubah drastis selama perang berlangsung.

    Sebagai peneliti identitas Yahudi modern, Dr Persico mengatakan kepada ABC jika “cara termudah” menggambarkan perubahan ini adalah pergeseran signifikan ke arah kanan.

    “Kita sudah dua tahun berada dalam perang yang berawal dari trauma yang tak terbayangkan bagi orang Israel, dan juga bagi orang Yahudi,” ujarnya.

    “Ini membangkitkan ingatan, luka pasca-trauma yang kita semua bawa dari Holocaust, dari pogrom, karena inilah yang terjadi, kan? Seluruh komunitas dibantai.”

    “Ketika trauma ini menumpuk di atas semua ingatan itu, reaksinya bisa dipahami, akan menjadi penuh kekerasan, akan penuh dendam.”

    Komunitas Israel, kata Dr Persico, banyak yang kembali memeluk nilai-nilai agama Yahudi tradisional.

    “Kita melihat banyak orang, banyak kelompok, kembali ke tradisi dengan mengadopsi kebiasaan tradisional, beberapa bahkan menjadi Yahudi Ortodoks,” katanya.

    “Dan ini, mirip dengan yang terjadi setelah Perang Yom Kippur 1973, yang juga merupakan trauma besar.”

    ‘Menguasai’ Gaza jadi tujuan sebagian pemimpin

    Semua itu, kata Dr Persico, mempermudah para “fundamentalis” seperti menteri keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich dan menteri keamanan nasional Itamar Ben-Gvir, untuk memperluas pengaruh mereka di pemerintahan dan di kalangan masyarakat.

    Australia sudah menjatuhkan sanksi terhadap kedua politisi Israel tersebut karena “retorika ekstremis yang mendorong pemindahan paksa warga Palestina dan pembangunan permukiman Israel baru”.

    “Mereka punya visi untuk menduduki Jalur Gaza dan menempatkan orang Yahudi di sana, serta membersihkan Gaza dari warga Palestina secara etnis,” kata Dr Persico.

    “Itulah rencana mereka, itulah visi mereka. Mereka percaya Tuhan memerintahkan hal itu.”

    “Untuk visi itu, mereka rela memperpanjang perang, mengorbankan tentara, dan mengancam PM Netanyahu jika dia menyimpang sedikit saja dari rencana itu, mereka akan menggulingkan pemerintahannya.”

    Dr Persico menegaskan meski masyarakat bergeser ke kanan, bukan berarti mereka mendukung pemerintahan koalisi Netanyahu.

    “Paradoksnya, ada pergeseran ke kanan di kalangan rakyat, tetapi juga ada sikap antagonis terhadap pemerintahan yang paling sayap kanan yang pernah berkuasa di Israel,” katanya.

    “Ada banyak kritik di Israel tentang apa yang dilakukan Israel di Gaza saat ini, tentang kenyataan perdana menteri kami, [Benjamin] Netanyahu, dianggap … berusaha menghindari setiap peluang untuk mencapai kesepakatan dengan Hamas demi memulangkan para sandera dan mengakhiri perang ini.”

    “Jika pemilu diadakan hari ini, mereka tidak akan mampu mempertahankan kekuasaan di Israel.”

    Dr Persico percaya akan ada perubahan besar di masa depan, lebih dari sekadar pemilu.

    “Setelah perang ini berakhir, trauma akan sedikit mereda dan saya pikir akan ada masa pertanggungjawaban,” katanya.

    “Saya pikir masyarakat Israel akan melalui masa refleksi dan penyesalan atas apa yang kami izinkan atau apa yang terjadi di Gaza, apa yang dilakukan pemerintah di Gaza.

    “Dan saya pikir orang-orang akan merasa malu dengan apa yang terjadi dan saya pikir seseorang akan harus disalahkan, karena begitulah cara kerja manusia.”

    Aksi-aksi protes digelar setiap pekannya selama dua tahun, menuntut pemerintah menerima kesepakatan untuk mengakhiri perang.

    Meski fokus utama demonstrasi adalah nasib para sandera Israel yang ditahan di Gaza, dalam beberapa bulan terakhir semakin banyak orang yang menyuarakan keprihatinan terhadap situasi kemanusiaan di wilayah tersebut.

    Di antara kelompok itu ada yang benar-benar peduli pada penderitaan warga Palestina, dan ada pula yang khawatir dampaknya terhadap Israel dan reputasi negaranya di mata internasional.

    Kebanyakan warga Israel ingin perang berakhir

    Dua tahun perang di Gaza membuat masyarakat Israel lelah dan frustrasi.

    Survei yang dirilis Israel Democracy Institute pekan lalu, menunjukkan 66 persen warga Israel percaya sudah saatnya perang diakhiri.

    Selain itu, 64 persen responden mengatakan Netanyahu harus bertanggung jawab atas serangan mematikan tersebut dan mengundurkan diri.

    Pendapat publik terbelah tentang apakah situasi keamanan Israel kini lebih baik, namun sebagian besar mengakui posisi Israel di kancah internasional merosot tajam.

    Meskipun Amerika Serikat tetap menjadi pendukung utama Israel, pandangan komunitas Yahudi Amerika juga tampaknya sudah berubah.

    Enam puluh satu persen responden yang disurvei oleh surat kabar The Washington Post percaya Israel melakukan kejahatan perang terhadap warga Palestina di Gaza, dan 32 persen percaya Amerika Serikat terlalu mendukung tindakan Israel.

    Meski begitu, 76 persen responden mengatakan keberadaan Israel tetap penting bagi masa depan jangka panjang masyarakat Yahudi.

    Membandingkan sikap warga Israel tentang perang di Gaza dengan perang 12 hari melawan Iran terasa signifikan.

    Dalam perang bulan Juni lalu, ketika Israel melancarkan serangan terhadap target nuklir dan militer Iran dan menghadapi serangan balik ratusan rudal, banyak warga Israel yang saat itu mengatakan kepada ABC jika serangan tersebut dapat dibenarkan.

    Iran kerap digambarkan sebagai “ancaman eksistensial” bagi Israel yang perlu ditangani, sementara perang di Gaza dianggap sudah berlangsung terlalu lama.

    Konflik ini juga tampaknya memengaruhi migrasi dan pertumbuhan penduduk Israel.

    Data yang disampaikan ke parlemen Israel, Knesset, menunjukkan 82.700 warga Israel meninggalkan Israel pada 2024, atau meningkat 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

    Hampir separuh dari mereka yang pergi lahir di luar Israel dan pernah pindah ke Israel.

    Meski terjadi eksodus, secara keseluruhan jumlah penduduk Israel tetap meningkat pada 2023.

    ‘Orang-orang sudah lelah’

    Jalan-jalan di Yerusalem jauh lebih sepi dibandingkan sebelum 7 Oktober 2023. Turis masih datang ke Yerusalem, tapi jumlahnya tidak sebanyak sebelum perang.

    Saat turis asing, yang menjadi sumber pemasukan utama kota itu, menjauh, beberapa pemilik usaha menilai warga lokal juga kini jauh lebih tertutup dibandingkan sebelumnya.

    “Orang-orang sudah lelah. Orang-orang tidak lagi percaya situasinya akan menjadi lebih baik,” kata Meir Micha.

    Meir menjalankan restorannya di pusat distrik komersial Yerusalem selama lebih dari 50 tahun.

    “Saya melihat pelanggan. Mereka tidak lagi tersenyum seperti dulu, tidak lagi bicara soal pertandingan sepak bola, mereka datang hanya untuk makan,” ujar Meir.

    “Saat perang, semua orang pada akhirnya menginginkan perdamaian. Itu tergantung bagaimana kita menemukan perdamaian itu. Tidak ada yang mau berperang sepanjang hidupnya.”

    Eli Katz termasuk yang menikmati hummus yang disajikan di restoran milik Meir.

    “Perang hanya berjarak 50 mil dari kami, bom meledak dan gedung-gedung hancur, dan kemudian … saya duduk di restoran, di kafe, makan,” katanya.

    “Benar-benar membuat bingung, tetapi saya pikir saat ini kebanyakan orang hanya ingin perang segera berakhir.”

    Eli mengatakan tanggapan komunitas internasional terhadap perang di Gaza, serta tindakan Israel, memengaruhi suasana para warga.

    “Mengakui Palestina atau meninggalkan Netanyahu saat pidato di PBB, saya rasa justru membawa dampak sebaliknya, membuat semua orang semakin keras kepala,” ujarnya.

    “Pada akhirnya, alih-alih berkata kita punya teman dan bisa bekerja sama dan … kita bisa menghentikan perang karena orang-orang akan membantu kita, saya pikir perasaan warga secara umum adalah kami merasa sendirian, jadi kami tidak bisa mempercayai siapa pun, sehingga kami harus terus berperang.”

    Dari ‘bersatu’ menjadi ‘terpecah’

    Tak jauh dari sana, penata rambut Effi Hazuot menonton saluran TV sayap kanan Israel, Channel 14, di salonnya.

    Saluran nasionalis yang bahkan mengkritik beberapa jenderal IDF karena dianggap tidak cukup sayap kanan ini jarang menampilkan dampak kemanusiaan perang di Gaza.

    Ini adalah salah satu sumber berita paling banyak ditonton di Israel.

    “Di awal perang, publik Israel sangat bersatu,” kata Effi.

    “Tetapi saat perang terus berlanjut, bulan demi bulan, sekarang sudah dua tahun, ada perpecahan antara kubu kanan dan kiri.”

    “Dan sekarang warga berhaluan sayap kiri di Israel, menjadi sangat ekstrem. Mereka ingin perang ini segera diakhiri dengan cara apa pun. Mereka bahkan tidak peduli jika kita tidak memenangkan perang, dan itu sayangnya sangat menyedihkan.”

    Ia bersikeras perang harus terus dilanjutkan sampai Israel “menghancurkan Hamas”.

    “Orang-orang yang tinggal boleh dibiarkan, tidak masalah,” ujarnya.

    “Tetapi organisasi ini [Hamas], mereka adalah pembunuh.”

    Effi mengatakan kritik internasional terhadap Israel hanyalah manuver politik untuk mengalihkan perhatian dari masalah domestik di sejumlah negara, seperti imigrasi.

    Effi juga membantah peringatan dari kebanyakan organisasi kemanusiaan soal kelaparan di Gaza.

    “Dunia mengatakan orang-orang di Gaza kelaparan. Tidak ada yang kelaparan di sana,” katanya.

    “Saya punya teman, dia di Gaza. Dia seorang komandan [militer] dan saya menanyakannya soal itu.”

    “Dia bilang itu banyak kebohongan.”

    Pernyataan itu bertentangan dengan peringatan PBB dan berbagai lembaga lain mengenai krisis kelaparan yang parah di Gaza.

    ‘Perpecahan bangsa’

    Di pasar yang tak jauh dari sana, Miri Ben Amram membela IDF dan pemimpin negaranya.

    “Kami punya tentara terbaik di dunia, dan seorang perdana menteri, diplomat terbaik di dunia,” katanya.

    “Netanyahu nomor satu.”

    “Kami ingin damai, saya ingin damai, hanya damai.”

    Meski begitu, Miri yang kehilangan putranya yang bertugas bersama militer Israel beberapa tahun lalu, mengakui perang telah memecah belah negara.

    “Ada perpecahan bangsa … kami ingin bersatu tetapi mustahil,” katanya.

    “Partai-partai politik, politik, telah menghancurkan segalanya, dan dunia tidak memandang kami dengan baik.”

    “Tapi lihat apa yang mereka lakukan kepada kami [pada 7 Oktober]. Itu pembantaian. Itu holocaust kedua. Ini tidak mudah.”

    “[Dunia] menekankan jika kami melakukan genosida, dan itu tidak benar. Mereka yang membunuh kami. Mereka meneror kami.”

    Pandangan itu dipegang banyak warga Israel yang merasa dunia telah berpaling dari penderitaan mereka setelah dua tahun perang.

    Namun, meraih kembali dukungan internasional adalah hal yang, menurut orang-orang seperti Yonatan Shamriz, sulit dicapai.

    “Dengan kepemimpinan saat ini, saya pikir itu mustahil,” katanya.

    “Saya pikir satu-satunya orang yang benar-benar melakukan advokasi di media internasional adalah warga sipil seperti saya.”

    “Kebanyakan negara yang dulu menjadi sekutu Israel kini mengakui negara Palestina, sehingga mereka bisa membantai kami dan mereka mendapatkan hadiah berupa negara Palestina.”

    “Sangat, sangat membuat frustrasi bahwa kepemimpinan Israel tidak mendengarkan rakyat Israel dan tidak melakukan apa pun untuk memperjuangkan kepentingan Israel di dunia.”

  • Hamas Setujui Hal-hal Sangat Penting dalam Rencana Damai Gaza

    Hamas Setujui Hal-hal Sangat Penting dalam Rencana Damai Gaza

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan keyakinannya bahwa kesepakatan damai Gaza akan tercapai. Trump menyebut kelompok Hamas telah menyetujui hal-hal yang “sangat penting” seiring dimulainya perundingan dengan Israel.

    “Saya memiliki garis merah, jika ada hal-hal tertentu yang tidak terpenuhi, kita tidak akan melakukannya,” kata Trump kepada wartawan di Ruang Oval Gedung Putih saat ditanya apakah dirinya memiliki prasyarat, termasuk persetujuan Hamas untuk melucuti senjata mereka.

    “Tapi saya pikir kita melakukannya dengan sangat baik dan saya pikir Hamas telah menyetujui hal-hal yang sangat penting,” ujar Trump seperti dilansir AFP, Selasa (7/10/2025).

    Dia tidak menjelaskan lebih lanjut soal “hal-hal sangat penting” yang dimaksudnya tersebut.

    Trump mengatakan dirinya optimis tentang peluang tercapainya kesepakatan damai, ketika delegasi Hamas dan Israel memulai kembali perundingan tidak langsung di Mesir untuk mengakhiri perang Gaza, berdasarkan 20 poin rencana perdamaian yang diajukannya baru-baru ini.

    “Saya pikir kita akan mencapai kesepakatan. Sulit bagi saya untuk mengatakannya ketika selama bertahun-tahun mereka telah berusaha mencapai kesepakatan,” ucapnya.

    “Kita akan mencapai kesepakatan Gaza, saya cukup yakin, ya,” kata Trump.

    Lebih lanjut, Trump membantah laporan yang menyebut Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu bersikap negatif terhadap perundingan dengan Hamas tersebut. Dia menegaskan bahwa Netanyahu “sangat positif terhadap kesepakatan tersebut”.

    Pada Senin (6/10) waktu setempat, juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan bahwa pembicaraan teknis sedang berlangsung di Mesir untuk membahas kesepakatan gencatan senjata Gaza.

    Leavitt mengatakan bahwa Trump ingin perang Gaza berakhir secepat mungkin.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Lula Minta Trump Hapus Tarif dan Sanksi, Hubungan Brasil-AS Mencair

    Lula Minta Trump Hapus Tarif dan Sanksi, Hubungan Brasil-AS Mencair

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva meminta Presiden AS Donald Trump untuk mencabut tarif atas produk-produk asal negaranya dan sanksi terhadap sejumlah pejabat tinggi. Langkah ini membuka peluang cairnya hubungan dagang kedua negara.

    Permintaan tersebut diungkapkan Lula dalam panggilan telepon dengan Trump berdurasi sekitar 30 menit pada Senin (6/10/2025) waktu setempat.

    Menurut keterangan resmi pemerintah Brasil yang dilansir dari Bloomberg pada Selasa (7/10/2025), pada panggilan tersebut, keduanya sepakat menggelar pertemuan langsung dalam waktu dekat. Lula mengusulkan pertemuan bisa dilakukan di sela-sela KTT Asean di Malaysia akhir bulan ini.

    Adapun, Trump juga telah mengkonfirmasi pembicaraan telepon tersebut berjalan dengan baik. Dalam unggahan di media sosial, Trump menyebut diskusi dengan Lula terutama berfokus pada perdagangan dan ekonomi. 

    “Kami akan melanjutkan pembicaraan dan bertemu dalam waktu yang tidak terlalu lama, baik di Brasil maupun Amerika Serikat. Saya menikmati percakapan itu — kedua negara kita akan bekerja sama dengan sangat baik!,” ujar Trump

    Menyusul unggahan Trump, nilai tukar real Brasil sempat menguat ke level tertinggi sesi perdagangan.

    Percakapan tersebut menjadi sinyal paling jelas adanya upaya mencairkan hubungan AS–Brasil yang sempat merosot tajam setelah Trump memberlakukan tarif impor 50% atas sejumlah produk Brasil dan menjatuhkan sanksi terhadap seorang hakim Mahkamah Agung. 

    Sanksi itu disebut sebagai upaya menghentikan persidangan mantan Presiden Jair Bolsonaro yang divonis bersalah atas percobaan kudeta pada September lalu.

    Menteri Keuangan Brasil Fernando Haddad menyebut percakapan itu positif. Sebelumnya, Trump dan Lula hanya sempat berbicara singkat di sela Sidang Umum PBB di New York bulan lalu, ketika Trump menyebut keduanya memiliki hubungan yang baik dan membicarakan rencana pertemuan untuk menyelesaikan perbedaan.

    Menurut pejabat Brasil yang mengetahui isi pembicaraan, Trump tidak mengajukan tuntutan spesifik terkait produk yang masih dikenakan tarif maupun membahas vonis Bolsonaro. 

    Namun, Trump menunjuk Menteri Luar Negeri Marco Rubio untuk memimpin negosiasi dagang lebih lanjut dengan pemerintahan Lula. Kedua presiden juga sepakat bertukar nomor telepon untuk menjalin komunikasi langsung.

    Sementara itu, Wakil Presiden Brasil Geraldo Alckmin pekan lalu kembali membuka pembicaraan dengan Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick. Haddad dijadwalkan bertemu Menteri Keuangan AS Scott Bessent di Washington akhir bulan ini.

    Brasil berharap perundingan dapat menyelesaikan apa yang mereka anggap sebagai kesalahpahaman terkait isu perdagangan dan kebijakan lain. Salah satu titik krusial adalah aturan hukum bagi perusahaan media sosial AS yang beroperasi di Brasil, terutama setelah Mahkamah Agung sempat menangguhkan platform X milik Elon Musk pada tahun lalu.

    Trump dan sejumlah pejabat pemerintahannya selama berbulan-bulan juga menekan Brasil untuk membatalkan kasus hukum terhadap Bolsonaro, salah satu sekutu dekat Trump di Amerika Latin. Bolsonaro menghadapi proses hukum akibat percobaan pemberontakan pada 2023 terhadap pemerintahan Lula, yang banyak dibandingkan dengan serangan ke Capitol AS pasca kekalahan Trump pada 2020.

    “Situasinya mirip dengan yang mereka coba lakukan pada saya, tapi tidak berhasil sama sekali,” kata Trump bulan lalu mengenai persidangan Bolsonaro.

    Meski kerap mengecam Trump karena dianggap mengganggu kedaulatan Brasil, Lula menegaskan dirinya tetap terbuka untuk berdialog dengan AS — mitra dagang terbesar kedua Brasil — selama dilakukan atas dasar kesetaraan.

    Sektor swasta Brasil juga turut dilibatkan dalam upaya memperbaiki komunikasi, dengan perusahaan besar dan asosiasi industri diminta memberikan masukan terkait kepentingan sektor masing-masing.

  • China Pepet Amerika, Manusia Rp 2.600 Triliun Tebar Peringatan

    China Pepet Amerika, Manusia Rp 2.600 Triliun Tebar Peringatan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Amerika Serikat (AS) dan China diketahui sebagai dua negara besar yang kerap bermusuhan satu sama lain di berbagai sektor. Termasuk berkompetisi membuat teknologi paling canggih di dunia.

    CEO Nvidia Jensen Huang punya prediksinya sendiri soal siapa yang memang. Pria dengan kekayaan Rp 2.600 triliun itu mengatakan China hanya tertinggal ‘nanodetik’ di belakang AS.

    “Jadi kita harus bersaing,” kata Huang dikutip dari Yahoo Finances, Senin (6/10/2025).

    Dia menyoroti berbagai kemajuan China pada pembuatan chip dan manufakturnya. Mulai dari banyaknya sumber daya manusia berbakat, budaya kerja dinamis dan persiangan internal di seluruh provinsi.

    Selain itu, investasi asing juga jadi nilai tambah sendiri. Huang berharap dan yakini, China bisa tetap terbuka pada investasi luar.

    Dalam catatannya, Beijing juga telah berjanji untuk mempertahankan kondisi ‘pasar terbuka’.

    “Kepentingan terbaik China adalah perusahaan asing berinvestasi di China, bersaing di China dan punya persaingan yang dinamis,” ujarnya.

    Nvidia sendiri diketahui berada di tengah-tengah perang dua negara. Perusahaan harus menghadapi larangan AS dan tak diterima di China.

    Huang mengatakan sebaiknya Washington mengizinkan industri teknologi dalam negerinya untuk bersaing global, termasuk di China.

    Cara itu, dia menambahkan bisa menjadi jalan menyebarkan teknologi di seluruh dunia. Jadi dapat memaksimalkan keberhasilan ekonomi dan berdampak pada geopolitik AS.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kata Putin soal Hubungan Rusia-AS Rusak Perkara Tomahawk untuk Ukraina

    Kata Putin soal Hubungan Rusia-AS Rusak Perkara Tomahawk untuk Ukraina

    Jakarta

    Amerika Serikat (AS) mempertimbangkan permintaan Ukraina untuk mendapatkan rudal Tomahawk. Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan peringatan keras.

    Dirangkum detikcom, Senin (6/10/2025) seperti dilansir Reuters dan AFP, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah meminta AS untuk menjual rudal Tomahawk kepada negara-negara Eropa, yang kemudian akan memasok persenjataan itu ke Ukraina.

    AS kemudian memberikan respons. Pertimbangan untuk mengirimkan rudal jarak jauh AS tersebut, disampaikan oleh Wakil Presiden AS JD Vance dalam wawancara dengan program “Fox News Sunday” pada Minggu (29/9) waktu setempat.

    Vance mengatakan bahwa Presiden Donald Trump akan mengambil “keputusan akhir” soal apakah akan mengizinkan kesepakatan tersebut.

    “Kami tentu saja sedang mempertimbangkan sejumlah permintaan dari negara-negara Eropa,” kata Vance dalam wawancara tersebut.

    Rudal Tomahawk buatan AS diketahui memiliki jangkauan 2.500 kilometer, dan akan menjadi aset berharga bagi Ukraina dalam melawan rentetan serangan rudal dan drone Rusia yang berlangsung terus-menerus.

    Pengiriman senjata semacam itu hampir pasti akan dianggap oleh Rusia sebagai eskalasi dalam perangnya di Ukraina.

    Respons Putin

    Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan jika AS memasok rudal Tomahawk ke Ukraina untuk serangan jarak jauh ke dalam wilayah Rusia, maka hal itu akan menyebabkan hancurnya hubungan antara Moskow dan Washington.

    Kurang dari dua bulan sejak Putin bertemu Presiden Donald Trump di Alaska, perdamaian tampak semakin jauh dengan pasukan militer Rusia bergerak maju di Ukraina, drone Rusia yang diduga mengudara di wilayah udara NATO, dan kini AS berbicara soal partisipasi langsung dalam serangan jarak jauh ke Rusia.

    Trump telah mengatakan dirinya kecewa dengan Putin karena tidak bersedia mewujudkan perdamaian, dan melabeli Rusia sebagai “macan kertas” karena gagal menaklukkan Ukraina. Putin, pekan lalu, membalas dengan mempertanyakan apakah bukan NATO yang “macan kertas” karena gagal menghentikan laju Rusia.

    “Ini akan menyebabkan hancurnya hubungan kita, atau setidaknya tren positif yang telah muncul dalam hubungan ini,” kata Putin dalam pernyataan terbarunya, seperti dilansir Reuters, Senin (6/10).

    Pernyataan itu disampaikan Putin dalam rekaman video yang dirilis pada Minggu (5/10) waktu setempat, oleh reporter televisi pemerintah Rusia Pavel Zarubin.

    Laporan media terkemuka Wall Street Journal (WSJ), pekan lalu, menyebut AS akan memberikan informasi intelijen kepada Ukraina mengenai target infrastruktur energi jarak jauh di dalam wilayah Rusia, sembari mempertimbangkan untuk mengirimkan rudal yang dapat digunakan dalam serangan semacam itu.

    Dua pejabat mengonfirmasi laporan WSJ itu kepada Reuters. Namun seorang pejabat AS dan tiga sumber lainnya mengatakan bahwa rencana AS mengirimkan rudal Tomahawk ke Ukraina mungkin tidak dapat diwujudkan karena persediaan rudal saat ini difokuskan untuk Angkatan Laut AS dan penggunaan lainnya.

    Rudal Tomahawk memiliki jangkauan hingga 2.500 kilometer, yang berarti jika Ukraina mendapatkan rudal tersebut, maka Kremlin dan seluruh wilayah Rusia yang ada di kawasan Eropa akan berada dalam jangkauan target serangan.

    Pada Kamis (2/10) lalu, Putin mengatakan bahwa mustahil menggunakan Tomahawk tanpa partisipasi langsung personel militer AS. Oleh karena itu, menurut Putin, setiap pasokan rudal semacam itu ke Ukraina akan memicu eskalasi baru.

    “Ini akan berarti tahap eskalasi yang benar-benar baru, secara kualitatif baru, termasuk dalam hubungan antara Rusia dan Amerika Serikat,” kata Putin pada saat itu.

    Halaman 2 dari 2

    (lir/lir)

  • 7 Update Gaza: Nego Damai di Kairo-Israel Siksa Greta Thunberg

    7 Update Gaza: Nego Damai di Kairo-Israel Siksa Greta Thunberg

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Memasuki peringatan dua tahun, perang di Gaza terus berkecamuk tanpa tanda-tanda akan berakhir. Perang ini masih meninggalkan jejak kehancuran dan duka yang mendalam.

    Berikut adalah tujuh laporan mendalam mengenai perkembangan terkini dari perang tersebut dikutip dari Al Jazeera, Senin (6/10/2025):

    1. Negosiasi Damai di Kairo dan Desakan Trump

    Harapan utama untuk perdamaian saat ini bertumpu pada perundingan tidak langsung yang berlangsung di Kairo, dengan Mesir dan Qatar bertindak sebagai mediator kunci. Delegasi Hamas, yang dipimpin oleh pejabat senior Khalil al-Hayya, telah berada di ibu kota Mesir untuk membahas detail teknis dari proposal perdamaian yang diajukan oleh Presiden AS Donald Trump.

    Di sisi lain, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu juga telah memberikan mandat kepada tim negosiasinya. Ia meminta untuk menyelesaikan rincian kesepakatan.

    Momentum ini diperkuat oleh desakan langsung dari Presiden AS Donald Trump yang secara terbuka meminta para negosiator untuk “bergerak cepat”. Menjelang peringatan dua tahun konflik, Trump menyatakan keyakinannya bahwa kedua belah pihak siap mencapai “PERDAMAIAN abadi” dan menekankan pentingnya perundingan ini diselesaikan dalam minggu ini.

    Rencana Trump mencakup penghentian segera operasi militer dan pembebasan seluruh sandera. Rencana ini juga termasuk penarikan pasukan Israel dari Gaza.

    Meskipun ada optimisme, sejumlah isu fundamental masih menjadi ganjalan utama yang dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan dialog ini. Topik-topik sensitif seperti mekanisme pelucutan senjata Hamas dan jaminan keamanan jangka panjang untuk Israel menjadi poin perdebatan yang alot.

    Keberhasilan perundingan Kairo sangat bergantung pada kemauan politik kedua belah pihak untuk berkompromi pada detail-detail krusial yang selama ini telah menggagalkan berbagai upaya serupa.

    2. Serangan Israel Terus Berlanjut 

    Saat para diplomat berupaya merajut perdamaian di Kairo, dentuman dan ledakan masih terdengar di berbagai penjuru Gaza. Laporan dari lapangan mengonfirmasi bahwa serangan Israel terus berlanjut.

    Sejak Senin subuh, setidaknya tujuh warga Palestina dilaporkan tewas dalam berbagai insiden terpisah, termasuk serangan yang menargetkan kerumunan warga yang sedang mengantre untuk mendapatkan bantuan kemanusiaan. Eskalasi serangan ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai komitmen Israel terhadap proses perdamaian yang sedang berjalan.

    Meskipun ada laporan bahwa militer Israel telah diperintahkan untuk mengurangi operasi ofensif di Kota Gaza menjadi “tingkat minimum”, serangan udara dan artileri di wilayah lain tetap terjadi. Tindakan ini dipandang oleh banyak pihak sebagai upaya untuk menekan Hamas di meja perundingan, namun berisiko merusak kepercayaan dan memprovokasi balasan yang dapat menggagalkan seluruh proses negosiasi.

    3. Korban Tewas Tembus 67 Ribu

    Konflik yang telah berlangsung hampir 24 bulan ini telah meninggalkan luka yang sangat dalam, tercermin dari jumlah korban yang terus bertambah. Menurut data terbaru dari otoritas kesehatan di Gaza, jumlah warga Palestina yang tewas telah melampaui 67.139 jiwa.

    Angka ini menjadi pengingat tragis dari dampak destruktif perang terhadap populasi sipil yang terperangkap di tengah-tengahnya. Selain korban tewas, lebih dari 169.583 orang dilaporkan mengalami luka-luka, banyak di antaranya mengalami cacat permanen akibat ledakan bom dan reruntuhan bangunan.

    Sistem kesehatan di Gaza sendiri telah berada di ambang kehancuran total, dengan sebagian besar rumah sakit tidak lagi berfungsi akibat kerusakan fisik, kekurangan pasokan medis, dan serangan langsung. Tenaga medis bekerja tanpa lelah dalam kondisi yang mustahil, menangani gelombang pasien yang tak berkesudahan.

    4. Aktivis Global Sumud Flotilla Laporkan Perlakuan Buruk Israel ke Greta Thunberg

    Kabar mengkhawatirkan datang dari para aktivis internasional yang berpartisipasi dalam armada bantuan kemanusiaan (flotilla) untuk Gaza. Setelah ditahan oleh pasukan Israel, sejumlah aktivis, termasuk pegiat lingkungan Greta Thunberg, melaporkan perlakuan yang tidak manusiawi.

    Melalui perwakilan hukum dan konsuler, mereka mengaku telah diintimidasi, tidak diberi akses terhadap kebutuhan dasar seperti air dan obat-obatan. Mereka juga dipaksa melakukan tindakan yang merendahkan.

    Menurut kesaksian yang berhasil dikumpulkan oleh tim pengacara dan beberapa media internasional, para aktivis ditahan dalam kondisi yang buruk. Beberapa saksi mata bahkan menuduh pasukan Israel melakukan kekerasan fisik, seperti menyeret dan memukul Thunberg, serta memaksanya berfoto dengan bendera Israel sebagai bentuk intimidasi.

    Tuduhan ini telah dibantah keras oleh pihak Israel yang menyebutnya sebagai “kebohongan terang-terangan”. Namun kesaksian dari berbagai aktivis yang telah dibebaskan cenderung konsisten.

    5. Human Rights Watch

    Di tengah optimisme yang coba dibangun oleh Washington, kritik tajam datang dari organisasi pemantau hak asasi manusia terkemuka, Human Rights Watch (HRW). Mereka menyatakan bahwa “Rencana Komprehensif untuk Mengakhiri Konflik Gaza” yang diusulkan Trump gagal total dalam menangani isu-isu fundamental seperti keadilan dan akuntabilitas atas pelanggaran berat yang dilakukan oleh semua pihak selama dua tahun terakhir.

    HRW berpendapat bahwa setiap rencana perdamaian yang langgeng tidak boleh hanya berfokus pada pengaturan keamanan dan politik, tetapi juga harus memastikan adanya mekanisme untuk mengadili para pelaku kejahatan perang dan memberikan reparasi bagi para korban. Rencana Trump, menurut HRW, cenderung mengabaikan aspek krusial ini demi mencapai kesepakatan politik yang cepat. Mereka khawatir ini akan menciptakan “impunitas” yang dapat memicu siklus kekerasan baru di masa depan.

    Oleh karena itu, Human Rights Watch mendesak negara-negara dunia untuk tidak hanya menunggu implementasi rencana Trump. Mereka menyerukan tindakan nyata dan segera, seperti pemberlakuan embargo senjata terhadap pihak-pihak yang terlibat, penerapan sanksi yang ditargetkan kepada individu yang bertanggung jawab atas kejahatan perang, serta memberikan dukungan penuh terhadap penyelidikan yang sedang dilakukan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

    6. Serangan Israel di Dekat Sekolah 

    Sebuah insiden terjadi di lingkungan Tal al-Hawa, Kota Gaza. Sebuah serangan udara Israel yang terjadi di dekat sebuah sekolah dilaporkan telah melukai sejumlah warga Palestina. Yang lebih memilukan, beberapa korban di antaranya adalah anak-anak yang sedang berada di sekitar lokasi tersebut.

    Militer Israel telah mengonfirmasi pelaksanaan operasi di area Kota Gaza. Namun detail mengenai target spesifik serangan tersebut masih belum jelas.

    Lingkungan seperti Tal al-Hawa telah berulang kali menjadi sasaran selama konflik, mengubah area pemukiman padat penduduk menjadi medan pertempuran. Serangan di dekat fasilitas sipil seperti sekolah, rumah sakit, dan tempat ibadah secara konsisten menimbulkan korban dari kalangan non-kombatan.

    Insiden ini sekali lagi menunjukkan betapa sulitnya melindungi warga sipil, terutama anak-anak, dalam perang perkotaan yang brutal seperti yang terjadi di Gaza.

    7. Israel Akan Peringati 2 Tahun Serangan 7 Oktober

    Saat perundingan berlangsung, Israel secara bersamaan bersiap untuk memperingati dua tahun serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober 2023 yang memicu perang ini. Pihak kepolisian dan militer Israel (IDF) dilaporkan mengerahkan pasukan dalam jumlah besar ke wilayah perbatasan Gaza untuk mengamankan lokasi-lokasi yang akan menjadi pusat kegiatan peringatan dan kunjungan oleh ribuan warga.

    Fokus pengamanan terutama ditujukan pada beberapa titik simbolis yang menjadi lokasi pembantaian, seperti Kibbutz Be’eri, kota Sderot, dan lokasi festival musik Nova di dekat Reim. Di tempat-tempat ini, ratusan keluarga korban dan warga Israel diperkirakan akan berkumpul untuk mengadakan upacara peringatan, meletakkan bunga, dan mengenang mereka yang terbunuh atau diculik.

    (tps/tps)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Petaka Blokir Trump Menggila, Amerika Makin Mirip China

    Petaka Blokir Trump Menggila, Amerika Makin Mirip China

    Jakarta, CNBC Indonesia – China selama ini dikenal sebagai negara yang ketat dalam peredaran aplikasi di negaranya. Pemerintahan Xi Jinping tak segan menyensor konten atau memblokir aplikasi yang dinilai tak sesuai standar.

    Tak heran jika banyak aplikasi populer buatan AS yang tak bisa beroperasi di China. Para pembuat aplikasi lokal juga harus ‘terbuka’ dengan pemerintah China.

    Hal ini yang menjadi keresahan AS, hingga meminta ByteDance asal China melakukan divestasi terhadap TikTok yang digunakan 170 juta warga AS. AS khawatir data warga AS bisa jatuh ke tangan pemerintah China via ByteDance.

    Kendati menentang prinsip-prinsip yang dilakukan China, belakangan AS sudah mulai mengikuti jejak negara kekuasaan Xi Jinping.

    Baru-baru ini, pemerintahan Donald Trump memerintahkan Apple untuk menghapus aplikasi-aplikasi terkait pelacakan Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai AS (ICE) dari App Store, dikutip dari Reuters, Senin (6/10/2025).

    Salah satunya adalah ICEBlock. Aplikasi tersebut memberikan peringatakan kepada pengguna terkait agen ICE yang ada di area mereka. Departemen Kehakiman AS (DoJ) mengatakan hal ini bisa meningkatkan risiko kekerasan terhadap agen ICE.

    Atas perintah Trump, Apple mengumumkan penghapusan aplikasi ICEBlock dan aplikasi pelacakan ICE serupa dari App Store pada Kamis (2/10) pekan lalu.

    Ini adalah insiden langka, di mana pemerintah federal mengintervensi raksasa teknologi untuk melakukan pemblokiran aplikasi. Google juga menghapus aplikasi serupa, namun dengan alasan pelanggaran kebijakan perusahaan.

    Google mengatakan tak ada arahan dari DoJ untuk melakukan aksi penghapusan aplikasi.

    Diketahui, ICE berperan penting dalam mewujudkan agenda imigrasi Trump. Agen-agennya secara rutin menggeledah dan menangkap para migran. Advokat HAM mengatakan kebebasan berpendapat dalam proses tersebut kerap dihiraukan.

    Reuters menuliskan bahwa tindakan Apple dapat meningkatkan pengawasan terhadap hubungan perusahaan teknologi yang makin erat dengan pemerintahan Trump.

    Banyak perusahaan, termasuk produsen iPhone, telah berusaha menghindari konflik dengan Gedung Putih yang tidak segan-segan mengeluarkan ancaman, terutama terkait tarif, terhadap perusahaan tertentu.

    “Berdasarkan informasi yang kami terima dari penegak hukum tentang risiko keamanan terkait dengan ICEBlock, kami telah menghapusnya dan aplikasi serupa dari App Store,” kata Apple dalam sebuah pernyataan melalui email.

    Fox Business pertama kali melaporkan penghapusan aplikasi tersebut oleh Apple pada Kamis (2/10) lalu. DoJ kemudian mengonfirmasi bahwa mereka telah menghubungi Apple untuk menarik aplikasi tersebut dan perusahaan telah mematuhinya.

    Google mengatakan kebijakannya melarang aplikasi dengan risiko penyalahgunaan yang tinggi. ICEBlock tidak pernah tersedia di Google Play Store.

    “ICEBlock dirancang untuk menempatkan agen ICE dalam risiko hanya karena melakukan pekerjaan mereka, dan kekerasan terhadap penegak hukum adalah garis merah yang tidak dapat ditoleransi dan tidak boleh dilanggar,” kata Jaksa Agung AS Pam Bondi dalam sebuah pernyataan.

    Joshua Aaron, pencipta ICEBlock yang berbasis di Texas, membantah karakterisasi tersebut dan mengkritik keputusan Apple.

    “Saya sangat kecewa dengan tindakan Apple. Menyerah pada rezim otoriter bukanlah langkah yang tepat,” ujar Aaron kepada Reuters.

    Kini, bahkan meluncurkan situs web pun kemungkinan akan berujung pada penghapusan, ujarnya, seraya menambahkan bahwa tim hukumnya akan memutuskan langkah selanjutnya.

    Bondi sebelumnya berargumen bahwa Aaron tidak dilindungi oleh konstitusi. Ia mengatakan pihaknya sedang mempertimbangkan untuk menuntutnya, serta memperingatkan Aaron untuk berhati-hati.

    Pengawasan sipil terhadap agen imigrasi federal makin ketat sejak Trump kembali menjabat. Para aktivis mengatakan tujuan mereka melakukan inisiatif-inisiatif independen adalah melindungi komunitas mereka dari penegakan hukum ICE yang agresif.

    Di kota-kota seperti Washington, penduduk juga mengandalkan obrolan terenkripsi untuk berbagi informasi terbaru tentang penegakan hukum.

    Enam pakar hukum mengatakan kepada Reuters bahwa pengawasan terhadap ICE sebagian besar dilindungi oleh Konstitusi AS, selama para aktivis tidak mengganggu pekerjaan tersebut. Pengadilan telah lama menyatakan bahwa merekam aktivitas penegakan hukum di area publik adalah sah.

    Sejak Trump menjabat, ICE telah menggerebek beberapa fasilitas yang menampung imigran ilegal, dan meningkatkan penegakan hukum dengan pendanaan baru sebesar US$75 miliar hingga tahun 2029 untuk ICE.

    Badan tersebut juga telah menangkap pemegang visa dan penduduk tetap AS yang menjadi target pemerintahan Trump atas advokasi pro-Palestina.

    Apple menghapus lebih dari 1.700 aplikasi dari App Store pada tahun 2024 sebagai tanggapan atas tuntutan pemerintah. Sebagian besar, yakni lebih dari 1.300, berasal dari China. Selanjutnya diikuti oleh Rusia dengan 171 aplikasi dan Korea Selatan dengan 79 aplikasi.

    Selama tiga tahun terakhir, AS tidak muncul sebagai salah satu negara tempat aplikasi dihapus karena tuntutan pemerintah, menurut laporan transparansi aplikasi perusahaan. Namun, sejak Trump menjadi Presiden, praktik ini seakan dinormalisasi.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Hakim Blokir Upaya Trump Kirim Pasukan ke Portland

    Hakim Blokir Upaya Trump Kirim Pasukan ke Portland

    Jakarta

    Pada Minggu malam (5/10), seorang hakim mengeluarkan perintah yang memblokir pengerahan pasukan ke kota Portland, Oregon, Amerika Serikat (AS).

    Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump telah memerintahkan sekitar 200 anggota Garda Nasional California dari Los Angeles untuk dikirim ke Portland, menurut pengumuman Pentagon pada hari yang sama.

    Dalam pernyataannya, Departemen Pertahanan menjelaskan bahwa pasukan tersebut akan dikirim ke kota terbesar di Oregon “untuk mendukung Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) serta personel federal lainnya yang menjalankan tugas resmi, termasuk penegakan hukum federal dan perlindungan terhadap properti federal.”

    Gedung ICE federal di Portland belakangan ini menjadi lokasi protes malam hari yang oleh pejabat kota dan negara bagian disebut “kecil dan tenang.” Namun, Trump menggambarkan kota itu sebagai “wilayah perang.”

    Mengapa Trump ingin mengirim pasukan?

    Langkah untuk memindahkan pasukan dari California merupakan cara Trump untuk menghindari perintah hakim federal pada Sabtu (4/10), yang sempat melarangnya mengerahkan 200 anggota Garda Nasional Oregon ke Portland, kata Gubernur Oregon Tina Kotek.

    “Situasi di Oregon tidak berubah,” ujar Kotek dalam konferensi pers pada Minggu (5/10). “Tidak ada alasan untuk intervensi militer di sini. Tidak ada pemberontakan di Portland, tidak ada ancaman terhadap keamanan nasional. Oregon adalah rumah kami, bukan target militer.”

    Pada Sabtu (5/10), Hakim Distrik Karin Immergut, yang merupakan hakim yang ditunjuk oleh Trump, menolak klaim Gedung Putih bahwa Portland adalah “zona perang.” Ia menilai aparat penegak hukum lokal sudah mampu menangani bentrokan antara agen imigrasi federal dan para demonstran.

    Kemudian, pada Minggu (5/10), Immergut juga memblokir pengerahan 200 pasukan dari California ke Oregon setelah negara bagian California dan Oregon mengajukan gugatan bersama.

    Gubernur California dan Oregon membantah klaim Trump

    Gubernur California, Gavin Newsom, mengatakan pengerahan tersebut “menjijikkan” dan “tidak Amerika.”

    “Ini soal kekuasaan,” tulis Newsom di X. “Dia menggunakan militer kita sebagai pion politik untuk membangun egonya sendiri.”

    Newsom, seorang politisi Demokrat, sebelumnya pernah berselisih dengan Trump ketika presiden AS itu mengirim pasukan Garda Nasional dan Marinir AS untuk merespons protes imigrasi di Los Angeles tahun ini.

    Newsom mengatakan anggota Garda Nasional yang akan dipindahkan ke Portland sebelumnya telah ditempatkan di bawah kendali Trump selama kerusuhan di Los Angeles pada Juni lalu.

    Gubernur California itu berjanji akan melawan langkah tersebut di pengadilan, dan mendesak publik agar tidak “diam di hadapan tindakan yang begitu sembrono dan otoriter.”

    Trump juga kirim pasukan ke Chicago

    Setelah pengumuman bahwa pasukan akan dipindahkan ke Portland, Gubernur Demokrat Illinois, JB Pritzker, mengatakan pada Minggu malam bahwa Trump memerintahkan 400 anggota Garda Nasional Texas untuk dikerahkan ke Illinois, Oregon, “dan lokasi lainnya.”

    Pemerintahan Trump menggambarkan Chicago sebagai “kota paling berbahaya di dunia.”

    Meskipun kota terbesar di Illinois itu telah mengalami protes rutin terhadap operasi ICE federal, Pritzker menolak klaim Trump bahwa kejahatan di sana “tak terkendali.”

    “Kita harus mulai menyebut ini apa adanya: Invasi Trump,” tulis Pritzker di X pada Minggu malam, menambahkan bahwa hal itu dimulai dengan agen federal, kemudian melibatkan anggota Garda Nasional Illinois yang difederalisasi tanpa izin negara, dan kini melibatkan pasukan dari negara bagian lain.

    “Tidak ada alasan bagi seorang Presiden untuk mengirim pasukan militer ke negara bagian berdaulat tanpa sepengetahuan, persetujuan, atau kerja sama mereka,” kata Pritzker.

    Gubernur Texas, Greg Abbott, yang merupakan seorang Republik, mengatakan bahwa ia “sepenuhnya mengizinkan” pengerahan tersebut.

    “Anda bisa memilih: tegakkan perlindungan bagi pegawai federal sepenuhnya, atau minggir dan biarkan Garda Texas melakukannya,” kata Abbott di X.

    Sejak kembali ke Gedung Putih pada Januari, Trump juga telah mengirim Garda Nasional ke Washington DC, dengan alasan bahwa kejahatan di kota itu “tak terkendali,” meskipun pejabat kota menyatakan sebaliknya.

    Semua kota yang telah atau diancam akan dikirimi pasukan oleh Trump untuk memerangi kejahatan tinggi dikelola oleh para pejabat dari Partai Demokrat.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rahka Susanto

    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga Video: Donald Trump Sebut Akhiri Perang di Gaza Untungkan Israel

    (ita/ita)