kab/kota: Washington

  • Bisa-bisanya Trump Tuding Presiden Kolombia Gembong Narkoba

    Bisa-bisanya Trump Tuding Presiden Kolombia Gembong Narkoba

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuduh Presiden Kolombia Gustavo Petro sebagai ‘gembong narkoba’. Hal itu membuat hubungan kedua negara semakin panas.

    Dilansir Al Arabiya, Senin (20/10/2025), Trump menyalahkan kepemimpinan politik Kolombia atas kegagalan memenuhi kewajiban pengendalian narkoba. Trump mengatakan AS akan menghentikan ‘pembayaran dan subsidi skala besar’ untuk Kolombia.

    “Petro adalah pemimpin narkoba ilegal yang sangat mendorong produksi narkoba secara besar-besaran,” kata Trump dalam pernyataan via media sosial Truth Social.

    Dia mengatakan produksi narkoba itu ditujukan untuk dijual ke AS. Menurutnya, hal itu memicu kematian di AS.

    “Tujuan produksi narkoba ini adalah penjualan produk dalam jumlah besar di Amerika Serikat, yang menyebabkan kematian, kehancuran, dan malapetaka,” ujarnya.

    Trump juga mengatakan pembayaran dan subsidi AS kepada Kolombia merupakan penipuan. Dia tak menyebut jelas apa subsidi yang dimaksud.

    “MULAI HARI INI, PEMBAYARAN INI, ATAU BENTUK PEMBAYARAN LAINNYA, ATAU SUBSIDI, TIDAK AKAN LAGI DILAKUKAN,” tegasnya, dalam postingan yang menggunakan huruf kapital.

    Petro, dalam pernyataan pada Minggu (19/10), mengatakan Trump telah ‘dibodohi’ oleh para penasihatnya saat mengumumkan penghentian bantuan AS untuk Kolombia. Dalam pernyataan via media sosial X, Petro menyebut Trump ‘dibodohi oleh timnya dan para penasihatnya’.

    Hubungan antara Washington dan Bogota telah merenggang sejak Trump kembali menjabat. Bulan lalu, otoritas AS mencabut visa Petro setelah dia bergabung dengan unjuk rasa pro-Palestina di New York dan mendesak tentara-tentara AS untuk tidak mematuhi perintah Trump.

    Tahun lalu, Petro berjanji untuk ‘menjinakkan’ wilayah-wilayah penghasil koka, yang biasa digunakan dalam produksi kokain, di Kolombia dengan intervensi sosial dan militer besar-besaran. Namun, strategi tersebut hanya membuahkan sedikit keberhasilan.

    Pada September lalu, Trump memasukkan negara-negara seperti Afghanistan, Bolivia, Myanmar, Kolombia, dan Venezuela ke dalam daftar negara-negara yang diyakini oleh AS telah ‘terbukti gagal’ dalam menegakkan perjanjian antinarkotika selama setahun terakhir.

    AS Serang Kapal Narkoba dari Kolombia

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengumumkan serangan terhadap kapal pemberontak Kolombia, yang diklaim menyelundupkan narkoba, di perairan internasional di kawasan Amerika Selatan. Serangan itu menandai perluasan operasi militer AS di kawasan tersebut.

    Pengumuman mengenai serangan tersebut, seperti dilansir AFP, disampaikan oleh Menteri Pertahanan (Menhan) AS Pete Hegseth pada Minggu (19/10). Serangan itu, kata Hegseth, telah dilancarkan pada Jumat (17/10) lalu.

    Hegseth mengatakan pasukan AS menyerang sebuah kapal yang disebutnya berafiliasi dengan Tentara Pembebasan Nasional Kolombia, sebuah kelompok gerilya sayap kiri yang dikenal sebagai ELN dalam bahasa Spanyol. Hegseth menyebut sedikitnya tiga awak kapal tersebut tewas akibat serangan AS.

    Dalam pernyataannya, Hegseth menyebut kapal itu diserang saat berlayar di perairan internasional yang masuk dalam wewenang Komando Selatan AS, yang mengawasi operasi militer AS di kawasan Amerika Latin. Dia tidak merinci lokasi serangan itu secara spesifik. Kolombia memiliki pesisir Karibia dan pesisir Pasifik.

    Sejauh ini, belum ada tanggapan langsung dari otoritas Kolombia atas pengumuman tersebut. AS telah mengerahkan sejumlah kapal perang ke kawasan Karibia, di dekat lepas pantai Venezuela, sejak Agustus lalu.

    Sejauh ini, kapal-kapal perang Washington itu telah menyerang setidaknya enam kapal, yang diklaim menyelundupkan narkoba ke wilayah AS, hingga menewaskan sedikitnya 27 orang. Para pakar mempertanyakan legalitas serangan AS terhadap kapal-kapal tersebut di perairan internasional, tanpa mencoba mencegat atau menangkap awak kapal dan mengadili mereka.

    Serangan itu memicu ketegangan antara AS dan Venezuela. Venezuela menuduh tujuan akhir dari operasi militer AS itu mungkin untuk menggulingkan Presiden Nicolas Maduro yang dituduh oleh Washington memimpin kartel narkoba.

    Terlepas dari itu, pengumuman Hegseth itu disampaikan setelah Presiden Donald Trump mengatakan AS menghentikan bantuan keuangan untuk Kolombia. Trump juga menyebut Presiden Kolombia Gustavo Petro sebagai “gembong narkoba” karena membiarkan produksi narkoba di negaranya.

    Tonton juga video “Donald Trump: Saya Bukan Raja” di sini:

    Halaman 2 dari 4

    (haf/haf)

  • Trump Usulkan Pembagian Donbas untuk Akhiri Invasi Rusia di Ukraina

    Trump Usulkan Pembagian Donbas untuk Akhiri Invasi Rusia di Ukraina

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Minggu (19/10) mengatakan bahwa Ukraina dan Rusia seharusnya menghentikan pertempuran di garis depan dan mulai bernegosiasi untuk mengakhiri perang, meski artinya harus melepas wilayah timur Donbas yang saat ini berada di bawah pendudukan Moskow.

    “Kami berpikir bahwa yang seharusnya mereka lakukan adalah menghentikan perang di garis tempat mereka berada, garis terdepan, pulang, berhentilah membunuh orang, dan selesai,” kata Trump kepada wartawan di atas pesawat kepresidenan Air Force One dalam perjalanan dari Florida ke Washington.

    Trump menambahkan bahwa sekitar “78 persen wilayah tersebut telah diambil oleh Rusia,” dan bahwa sisanya “sangat sulit untuk dinegosiasikan.” Ia menegaskan, “Biarkan saja seperti sekarang. Wilayah ini toh sudah terpecah. Mereka bisa bernegosiasi lagi di kemudian hari.”

    Pernyataan itu muncul dua hari setelah pertemuannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Gedung Putih pada Jumat (17/10). Ketika ditanya apakah ia meminta Zelensky menyerahkan Donbas kepada Rusia, Trump membantah. “Tidak. Kami tidak pernah membicarakannya,” ujarnya.

    Trump diduga desak Zelensky serahkan Donbas

    Namun, Financial Times, mengutip sumber anonim, melaporkan bahwa Trump diduga mendesak Zelensky untuk menyerahkan seluruh wilayah Donbas sebagai bagian dari usulan penghentian perang, langkah yang akan memberikan keuntungan strategis besar bagi Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Sebelumnya, wilayah industri Donbas, yang mencakup Donetsk dan Luhansk, menjadi salah satu wilayah paling diperebutkan dalam konflik Rusia-Ukraina karena kaya akan sumber daya alam dan pusat industri berat Ukraina. Wilayah ini memiliki cadangan batu bara, bijih besi, serta infrastruktur pabrik besar yang menjadi tulang punggung ekonomi Ukraina timur, sehingga pendudukan Donbas menjamin kendali terhadap sumber daya strategis.

    Zelensky siap hadiri pertemuan puncak di Budapest

    Presiden Zelensky pada Senin pagi (20/10) mengatakan bahwa ia siap bergabung dengan Trump dan Putin dalam pertemuan puncak yang direncanakan di Budapest, Hungaria, jika mendapat undangan resmi.

    “Jika saya diundang ke Budapest, baik dalam format pertemuan bersama atau diplomasi shuttle, kami akan setuju,” kata Zelensky kepada wartawan di Kyiv.

    Trump dan Putin sebelumnya menyatakan bahwa mereka akan bertemu di ibu kota Hungaria dalam beberapa minggu mendatang. Pertemuan tersebut diharapkan menjadi bagian dari upaya baru Trump untuk menengahi kesepakatan damai guna mengakhiri perang Rusia, Ukraina yang telah berlangsung sejak Februari 2022.

    Zelensky kembali ke negaranya pada Minggu malam (19/10), setelah melakukan kunjungan tiga hari ke Washington. Setibanya di Kyiv, ia menegaskan bahwa Ukraina “tidak akan pernah memberikan imbalan apa pun kepada teroris atas kejahatan mereka.”

    “Kami mengandalkan mitra kami untuk menjunjung tinggi posisi ini,” tulis Zelensky di media sosial, merujuk pada koalisi sukarela 33 negara untuk keamanan Ukraina, yang mencakup Inggris, Prancis dan Jerman. Ia mendesak negara sekutu untuk “tidak menuruti atau berusaha menenangkan Rusia” dan menyerukan “langkah-langkah tegas” dari Eropa serta Amerika Serikat.

    Zelensky pulang dengan tangan kosong?

    Zelensky bertolak ke Washington pada Jumat (17/10) untuk bertemu dengan Presiden AS Donald Trump. Kunjungan ini dilakukan setelah lobi selama berminggu-minggu dari Ukraina untuk memperoleh pasokan rudal jarak jauh Tomahawk dari Washington. Namun, pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil, karena Trump ingin lebih fokus mencari solusi kebuntuan di Ukraina melalui “terobosan diplomatik baru,” yang diyakini terinspirasi dari kesepakatan damai Gaza sepekan sebelumnya.

    Setelah pertemuan tersebut, Trump menulis di media sosial bahwa pembicaraannya dengan Zelenskyy “sangat menarik dan bersahabat,” namun ia menambahkan, “Saya mengatakan kepadanya, seperti yang juga saya sarankan dengan tegas kepada Presiden Putin, bahwa sudah waktunya untuk menghentikan pembunuhan, dan membuat PERJANJIAN!”

    Sebelumnya, Trump telah memperingatkan Rusia bahwa AS mungkin akan mengirimkan misil Tomahawk ke Ukraina jika konflik tidak segera diselesaikan. Namun, dalam pertemuan itu, ia tidak memberikan jaminan pengiriman senjata dan justru mengusulkan agar Ukraina dan Rusia menghentikan pertempuran di garis depan saat ini, lalu menyelesaikan perselisihan teritorial kemudian, pendekatan yang tidak disambut baik oleh Ukraina.

    Sementara itu, serangan udara Rusia terus menargetkan infrastruktur energi Ukraina, termasuk rumah sakit di Kharkiv yang terpaksa mengevakuasi pasien akibat serangan tersebut. Zelenskyy menekankan kebutuhan mendesak akan sistem pertahanan udara tambahan dari AS dan sekutunya untuk melindungi warga sipil dan infrastruktur penting.

    Meskipun ada penurunan signifikan dalam bantuan militer dari AS pada Juli dan Agustus, hingga kini belum ada langkah konkret untuk memenuhi permintaan Ukraina. Secara keseluruhan, meskipun ada upaya diplomatik antara AS dan Ukraina, hasilnya terbatas, sementara kekhawatiran Ukraina mengenai kurangnya dukungan militer signifikan dari AS terus berlanjut.

    Rusia kembali melancarkan serangan terhadap pasokan energi Ukraina pada Jumat malam hingga Sabtu, menyusul pembicaraan di Washington yang bertujuan mengakhiri perang, menegaskan bahwa konflik masih jauh dari selesai.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rahka Susanto

    Editor: Rizki Nugraha

    Tonton juga video “Israel Serang Gaza, Trump Sebut Gencatan Senjata Masih Berlaku” di sini:

    (ita/ita)

  • AS Bilang Israel Harus Bantu Palestina Usai Perang Gaza

    AS Bilang Israel Harus Bantu Palestina Usai Perang Gaza

    Washington DC

    Utusan Amerika Serikat (AS) Jared Kushner mengatakan bahwa Israel harus membantu Palestina untuk “berkembang” jika ingin mencapai integrasi regional setelah perang Gaza berakhir. Kushner menegaskan Washington terus mengupayakan agar Israel dan Palestina bisa hidup berdampingan dalam damai.

    Kushner, yang juga merupakan menantu Presiden Donald Trump, seperti dilansir AFP, Senin (20/10/2025), turut terlibat dalam upaya mediasi gencatan senjata Gaza antara Israel dan Hamas.

    Dia juga membantu menengahi kesepakatan-kesepakatan penting selama masa jabatan pertama Trump, yang memungkinkan beberapa negara Arab menormalisasi hubungan dengan Israel.

    “Pesan terbesar yang kami coba sampaikan kepada para pemimpin Israel sekarang adalah bahwa setelah perang berakhir, jika Anda ingin mengintegrasikan Israel dengan Timur Tengah yang lebih luas, Anda harus mencari cara untuk membantu rakyat Palestina berkembang dan menjadi lebih baik,” kata Kushner dalam wawancara dengan CBS News, yang ditayangkan pada Minggu (19/10).

    Wawancara itu dilakukan sebelum serangan terbaru Israel menghantam Jalur Gaza pada Minggu (19/10) waktu setempat, menyusul tuduhan yang dilontarkan Tel Aviv bahwa Hamas telah melanggar gencatan senjata dengan menyerang tentara-tentaranya.

    Dalam wawancara dengan CBS News, Kusher mengatakan bahwa situasinya masih “sangat sulit”, tetapi dirinya mengupayakan “keamanan bersama dan peluang ekonomi” untuk menjamin agar warga Israel dan Palestina “dapat hidup berdampingan secara damai dan berkelanjutan”.

    Kushner, pada Senin (20/10), kembali ke Israel bersama Utusan Khusus Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, dalam kunjungan yang diperkirakan akan diwarnai pertemuan dengan para pejabat pemerintah Tel Aviv.

    Merujuk pada situasi di Jalur Gaza sejak gencatan senjata dimulai pada 10 Oktober lalu, Kushner mengatakan: “Hamas saat ini sedang melakukan persis seperti yang diperkirakan dari sebuah organisasi teroris, yaitu mencoba membangun kembali (kelompoknya) dan merebut kembali posisi mereka.”

    Namun dia berpendapat jika ada “alternatif yang layak” muncul, maka “Hamas akan gagal, dan Gaza tidak akan menjadi ancaman bagi Israel di masa depan.”

    Ketika ditanya mengenai prospek negara Palestina — yang kini diakui oleh sebagian besar negara di seluruh dunia tetapi tidak diakui oleh AS dan Israel, Kushner mengatakan “masih terlalu dini untuk mengatakannya”.

    Tonton juga video “Israel Serang Gaza, Trump Sebut Gencatan Senjata Masih Berlaku” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Memanas, AS Juga Serang Kapal Narkoba Kolombia

    Memanas, AS Juga Serang Kapal Narkoba Kolombia

    Washington DC

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengumumkan serangan terhadap kapal pemberontak Kolombia, yang diklaim menyelundupkan narkoba, di perairan internasional di kawasan Amerika Selatan. Serangan ini menandai perluasan operasi militer AS di kawasan tersebut.

    Pengumuman mengenai serangan tersebut, seperti dilansir AFP, Senin (20/10/2025), disampaikan oleh Menteri Pertahanan (Menhan) AS Pete Hegseth pada Minggu (19/10) waktu setempat. Serangan itu sendiri disebut oleh Hegseth telah dilancarkan pada Jumat (17/10) lalu.

    Hegseth mengatakan bahwa pasukan AS menyerang sebuah kapal yang disebutnya berafiliasi dengan Tentara Pembebasan Nasional Kolombia, sebuah kelompok gerilya sayap kiri yang dikenal sebagai ELN dalam bahasa Spanyol.

    Disebutkan oleh Hegseth bahwa sedikitnya tiga awak kapal tersebut tewas akibat serangan AS.

    Dalam pernyataannya, Hegseth menyebut kapal itu diserang saat berlayar di perairan internasional yang masuk dalam wewenang Komando Selatan AS, yang mengawasi operasi militer AS di kawasan Amerika Latin. Dia tidak merinci lokasi serangan itu secara spesifik. Kolombia memiliki pesisir Karibia dan pesisir Pasifik.

    Sejauh ini, belum ada tanggapan langsung dari otoritas Kolombia atas pengumuman tersebut.

    AS mengerahkan sejumlah kapal perang ke kawasan Karibia, di dekat lepas pantai Venezuela, sejak Agustus lalu. Sejauh ini, kapal-kapal perang Washington itu telah menyerang setidaknya enam kapal, yang diklaim menyelundupkan narkoba ke wilayah AS, hingga menewaskan sedikitnya 27 orang.

    Para pakar mempertanyakan legalitas serangan AS terhadap kapal-kapal tersebut di perairan internasional, tanpa mencoba mencegat atau menangkap awak kapal dan mengadili mereka.

    Serangan itu memicu ketegangan akut dengan Venezuela, di tengah kekhawatiran bahwa tujuan akhir dari operasi militer AS itu mungkin untuk menggulingkan Presiden Nicolas Maduro, yang dituduh oleh Washington memimpin kartel narkoba.

    Terlepas dari itu, pengumuman Hegseth itu disampaikan setelah Presiden Donald Trump mengatakan AS menghentikan bantuan keuangan untuk Kolombia. Trump juga menyebut Presiden Kolombia Gustavo Petro sebagai “gembong narkoba” karena membiarkan produksi narkoba di negaranya.

    Hal tersebut memperburuk hubungan antara AS dan Kolombia, yang merupakan sekutu sejak lama, ke titik terendah. Beberapa waktu terakhir, Trump berulang kali berselisih dengan Petro, yang sangat kritis terhadap pengerahan Angkatan Laut AS ke dekat Venezuela.

    Pada Sabtu (18/10), Petro menuduh Washington melakukan pembunuhan atas kematian seorang nelayan Kolombia yang tewas dalam serangan AS pada September lalu.

    Lihat juga Video ‘Pabrik Narkoba di Apartemen Cisauk Raup Untung Rp 1 M dalam 6 Bulan’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Zelensky Bilang Putin Lebih Kuat dari Hamas, Serukan Tekanan AS

    Zelensky Bilang Putin Lebih Kuat dari Hamas, Serukan Tekanan AS

    Jakarta

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mendesak Donald Trump untuk memberikan tekanan lebih besar kepada Vladimir Putin agar mengakhiri perang melawan Ukraina. Zelensky menyebut presiden Rusia itu lebih kuat daripada Hamas, dalam sebuah wawancara yang ditayangkan pada hari Minggu di NBC.

    Dilansir Al Arabiya, Senin (20/10/2025), ditanya dalam acara “Meet the Press” di NBC pada Minggu (19/10) waktu setempat, apakah Trump harus bersikap lebih keras terhadap Putin setelah mempelopori kesepakatan gencatan senjata di Gaza, Zelensky menjawab dalam bahasa Inggris, “Ya, dan bahkan lebih keras lagi karena Putin memang mirip, tetapi lebih kuat daripada Hamas,” ujar Zelensky.

    Ia menambahkan: “Dan itulah mengapa ada lebih banyak tekanan.”

    Wawancara tersebut ditayangkan setelah Zelensky kembali dari perjalanan ke Washington, di mana ia gagal mengamankan pasokan rudal jarak jauh Tomahawk.

    Zelensky bertemu Trump di Gedung Putih setelah meminta Tomahawk selama berminggu-minggu, berharap untuk memanfaatkan rasa frustrasi Trump yang semakin besar terhadap Putin setelah pertemuan puncak di Alaska gagal menghasilkan terobosan.

    Namun, pemimpin Ukraina itu pulang dengan tangan kosong, sementara Trump mengincar terobosan diplomatik baru berdasarkan kesepakatan damai Gaza pekan lalu.

    Dalam wawancaranya itu, Zelensky juga mengatakan bahwa ia harus diikutsertakan dalam rencana perundingan mendatang di Budapest antara Trump dan Putin.

    “Jika kita benar-benar menginginkan perdamaian yang adil dan abadi, kita membutuhkan kedua belah pihak dalam tragedi ini,” kata Zelensky. “Ya, dia memang penjajah, tetapi Ukraina sedang menderita dan berjuang. Dan, tentu saja, bagaimana mungkin [ada] kesepakatan tanpa melibatkan kami?” cetus Zelensky.

    Rusia telah meningkatkan serangan terhadap infrastruktur sipil Ukraina dalam beberapa pekan terakhir, menyebabkan ribuan orang kehilangan pemanas dan penerangan seiring mendekatnya musim dingin.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Panas! Trump Sebut Presiden Kolombia Gembong Narkoba

    Panas! Trump Sebut Presiden Kolombia Gembong Narkoba

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyebut Presiden Kolombia Gustavo Petro sebagai “gembong narkoba”. Trump juga mengatakan bahwa AS akan menghentikan “pembayaran dan subsidi skala besar” untuk Kolombia. Ada apa?

    Trump, seperti dilansir Al Arabiya, Senin (20/10/2025), menyalahkan kepemimpinan politik Kolombia atas kegagalan memenuhi kewajiban pengendalian narkoba.

    “Petro … adalah pemimpin narkoba ilegal yang sangat mendorong produksi narkoba secara besar-besaran,” kata Trump dalam pernyataan via media sosial Truth Social.

    “Tujuan produksi narkoba ini adalah penjualan produk dalam jumlah besar di Amerika Serikat, yang menyebabkan kematian, kehancuran, dan malapetaka,” sebutnya.

    Trump juga mengatakan bahwa pembayaran dan subsidi AS kepada Kolombia merupakan penipuan.

    “MULAI HARI INI, PEMBAYARAN INI, ATAU BENTUK PEMBAYARAN LAINNYA, ATAU SUBSIDI, TIDAK AKAN LAGI DILAKUKAN,” tegasnya, dalam postingan yang menggunakan huruf kapital. Tidak diketahui secara jelas apa yang dimaksud Trump.

    Petro, dalam pernyataan pada Minggu (19/10), mengatakan bahwa Trump telah “dibodohi” oleh para penasihatnya dalam mengumumkan penghentian bantuan AS untuk Kolombia.

    Dalam pernyataan via media sosial X, Petro menyebut Trump “dibodohi oleh timnya dan para penasihatnya”.

    Hubungan antara Washington dan Bogota merenggang sejak Trump kembali menjabat. Bulan lalu, otoritas AS mencabut visa Petro setelah dia bergabung dengan unjuk rasa pro-Palestina di New York dan mendesak tentara-tentara AS untuk tidak mematuhi perintah Trump.

    Tahun lalu, Petro berjanji untuk “menjinakkan” wilayah-wilayah penghasil koka — yang biasa digunakan dalam produksi kokain — di Kolombia dengan intervensi sosial dan militer besar-besaran, namun strategi tersebut hanya membuahkan sedikit keberhasilan.

    Pada September lalu, Trump memasukkan negara-negara seperti Afghanistan, Bolivia, Myanmar, Kolombia, dan Venezuela ke dalam daftar negara-negara yang diyakini oleh AS telah “terbukti gagal” dalam menegakkan perjanjian antinarkotika selama setahun terakhir.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Bisa-bisanya Trump Tuding Presiden Kolombia Gembong Narkoba

    Trump Ancam Kirim Tentara ke San Francisco, Kenapa Lagi?

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam akan mengirimkan pasukan militer ke kota San Francisco yang ada di negara bagian California. Ancaman itu dilontarkan saat Trump berniat mendorong pengerahan militer AS ke kota-kota yang dikuasai Partai Demokrat.

    Ancaman semacam itu, seperti dilansir AFP, Senin (20/10/2025), disampaikan Trump setelah dia mengirimkan pasukan Garda Nasional AS ke Los Angeles, Washington DC, dan Memphis, yang seringkali bertentangan dengan keinginan para pemimpin lokal.

    Baru-baru ini, hakim AS mencegah upaya Trump untuk juga mengerahkan pasukan Garda Nasional AS ke Chicago dan Portland.

    “Selanjutnya, kita akan pergi ke San Francisco,” kata Trump dalam wawancara dengan Fox News.

    “Perbedaannya, saya pikir mereka menginginkan kita di San Francisco. San Francisco benar-benar salah satu kota terhebat di dunia. Namun 15 tahun lalu, sesuatu yang salah telah terjadi. Kita akan pergi ke San Francisco dan kita akan menjadikannya hebat,” tegasnya.

    Trump telah berulang kali membesar-besarkan angka kejahatan dan kerusuhan di kota-kota AS untuk membenarkan pengerahan pasukan militer yang sebagian besar ditentang oleh para pemimpin setempat yang berasal dari Partai Demokrat.

    Bulan lalu, Trump mengusulkan agar kota-kota di AS dijadikan sebagai “tempat pelatihan” bagi pasukan militer negara tersebut.

    Pengerahan pertama ke Los Angeles, pada Juni lalu, dilakukan setelah marak unjuk rasa memprotes penggerebekan imigrasi yang meluas, yang menurut para pengkritik, diduga menargetkan orang-orang berdasarkan ras atau bahasa yang mereka gunakan.

    Langkah Trump tersebut menuai kritikan keras dari Gubernur California Gavin Newsom, yang sering berselisih dengan sang Presiden AS tersebut. Sosok Newsom secara luas diperkirakan akan menjadi calon presiden (capres) Partai Demokrat pada tahun 2027 mendatang.

    Kota San Francisco, yang menjadi target Trump selanjutnya, menjadi perhatian khusus Partai Republik. San Francisco, yang memiliki masalah tunawisma dan kecanduan narkoba, sering digambarkan oleh kalangan sayap kanan AS sebagai contoh kehancuran pusat perkotaan AS di bawah kendali Partai Demokrat.

    Lihat juga Video ‘Trump Peringatkan Hamas Jika Langgar Perjanjian: Kami Akan Bertindak’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Kala Demo Besar-besaran No Kings Dijawab Trump dengan AI ‘King Trump’

    Kala Demo Besar-besaran No Kings Dijawab Trump dengan AI ‘King Trump’

    Jakarta

    Warga Amerika Serikat (AS) melakukan demo besar-besaran bertajuk demo ‘No Kings’ atau bukan raja, sebagai pelampiasan kemarahan atas kebijakan Presiden AS Donald Trump di seluruh 50 negara bagian AS. Merespons demo tersebut, Trump mengunggah video dirinya memakai mahkota yang dibuat dengan AI.

    Dirangkum detikcom, Senin (20/10/2025), salah satu tuntutan demo tersebut adalah terkait ancaman demokrasi di AS. Merespons demo tersebut, Trump mengunggah video dirinya di platform Truth Social yang dibuat dengan AI, menggambarkan dirinya sebagai seorang raja ‘King Trump’ yang mengemudikan jet tempur.

    Ternyata video tersebut adalah buatan orang lain, Trump hanya membagikan ulang melalui media sosial resminya.

    Diketahui penyelenggara mengatakan sebanyak tujuh juta orang menghadiri demo yang digelar dari New York hingga Los Angeles pada Sabtu (18/10/2025). Demonstrasi juga dilakukan di kota-kota kecil di seluruh wilayah AS dan bahkan di dekat rumah Trump di Florida.

    “Beginilah demokrasi!” teriak ribuan orang di Washington dekat Gedung Capitol AS, tempat pemerintah federal ditutup selama minggu ketiga di tengah kebuntuan legislatif, dilansir AFP Minggu (19/10/2025).

    “Hei hei ho ho, Donald Trump harus pergi!” kata para pengunjuk rasa, banyak dari mereka membawa bendera Amerika, setidaknya satu di antaranya berkibar terbalik sebagai sinyal keresahan.

    Terdapat spanduk warna-warni menyerukan kepada masyarakat untuk “melindungi demokrasi,”. Sementara massa aksi lainnya menuntut AS menghapuskan badan Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) yang menjadi pusat tindakan keras anti-imigran Trump.

    Para demonstran mengecam apa yang mereka sebut sebagai taktik keras miliarder Republik tersebut, termasuk serangan terhadap media, lawan politik, dan imigran ilegal.

    “Saya tidak pernah menyangka akan hidup untuk menyaksikan kematian negara saya sebagai negara demokrasi,” ujar seorang lansia, Colleen Hoffman (69), kepada AFP saat ia berdemo di Broadway, New York.

    “Kita berada dalam krisis, kekejaman rezim ini, otoritarianisme. Saya merasa tidak bisa berdiam diri di rumah dan tidak berbuat apa-apa,” lanjutnya.

    Di Los Angeles, para pengunjuk rasa mengibarkan balon raksasa bergambar Trump yang masih mengenakan popok.

    Bendera One Piece Dikibarkan

    Dari sejumlah bendera yang dikibarkan, setidaknya satu bendera merujuk pada anime bajak laut “One Piece” juga dikibarkan massa demonstran. Bendera dengan logo tengkorak tersebut diketahui menjadi ciri khas protes anti-pemerintah dari Peru hingga Madagaskar.

    “Lawan Ketidaktahuan, bukan migran,” demikian bunyi salah satu spanduk di sebuah protes di Houston, tempat hampir seperempat populasinya adalah imigran, menurut Migration Policy Institute.

    Demonstran menggelar demo mengibarkan bendera One Piece (Foto: Getty Images via AFP/MATHIEU LEWIS-ROLLAND)

    Sementara itu, belum dapat diverifikasi secara independen berapa massa yang hadir. Di New York, pihak berwenang mengatakan lebih dari 100.000 orang berkumpul di salah satu protes terbesar, sementara di Washington, kerumunan diperkirakan antara 8.000 dan 10.000 orang.

    Trump Unggah Video ‘King Trump’

    Trump memposting video buatan AI di platform Truth Social resminya yang menggambarkannya sebagai seorang raja. Video itu diunggah Trump usai demo ‘No Kings’ yang digelar pada Sabtu.

    Ternyata video AI yang dibagikan Trump tersebut milik orang lain akun @Xerias_X yang telah mengunggahnya terlebih dulu melalui platform X. Trump hanya membagikan ulang melalui media sosial resminya.

    Dalam video tersebut, tampak Trump seolah-olah menaiki pesawat tempur bertuliskan King Trump. Di kepalanya, Trump juga menggunakan mahkota sambil mengemudikan jet tempur tersebut.

    Lalu dari atas pesawat, Trump melemparkan sesuatu yang tampak seperti kotoran ke arah massa pendemo anti-Trump. Dalam video yang berdurasi 19 detik tersebut, tidak ada caption yang tertera.

    Sementara itu, para pendukungnya juga siap siaga. Ketua DPR Mike Johnson mencemooh demonstrasi tersebut sebagai demo “Benci Amerika”.

    “Kalian akan menyatukan kaum Marxis, Sosialis, pendukung Antifa, kaum anarkis dan sayap pro-Hamas dari Partai Demokrat sayap kiri ekstrem,” katanya kepada para wartawan.

    Para pengunjuk rasa menanggapi klaim tersebut dengan ejekan.

    “Lihat sekeliling! Jika ini kebencian, maka seseorang harus kembali ke sekolah dasar,” kata Paolo, 63. Sementara massa demo bersorak dan bernyanyi di sekelilingnya di Washington.

    Tuntutan Massa Demo ‘No Kings’

    Dilansir AFP, BBC, dan CNN, Minggu (19/10/2025), ada sejumlah tema utama yang menjadi sorotan seperti ancaman yang dirasakan terhadap demokrasi, penggerebekan Imigrasi dan pengerahan pasukan pemerintah di kota-kota AS, serta pemotongan program federal, terutama layanan kesehatan

    Demo yang digelar di Times Square, New York City, pada Sabtu pagi diikuti ribuan orang. Jalanan dan pintu masuk kereta bawah tanah dipenuhi pengunjuk rasa yang memegang spanduk bertuliskan slogan-slogan seperti “Demokrasi bukan Monarki” dan “Konstitusi tidak opsional”.

    Penyelenggara dan pengunjuk rasa yang turun ke jalan mengatakan acara tersebut berlangsung damai.

    Anti-kekerasan adalah prinsip inti dari acara No Kings, demikian pernyataan kelompok tersebut di situs webnya. Penyelenggara juga mendesak semua peserta untuk mengurangi potensi pertengkaran.

    Ancaman Demokrasi

    Dalam demo tersebut terdapat spanduk warna-warni menyerukan kepada masyarakat untuk “melindungi demokrasi,”. Sementara massa aksi lainnya menuntut AS menghapuskan badan Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) yang menjadi pusat tindakan keras anti-imigran Trump.

    Para demonstran mengecam apa yang mereka sebut sebagai taktik keras miliarder Republik tersebut, termasuk serangan terhadap media, lawan politik, dan imigran ilegal.

    “Saya tidak pernah menyangka akan hidup untuk menyaksikan kematian negara saya sebagai negara demokrasi,” ujar seorang lansia, Colleen Hoffman (69), kepada AFP saat ia berdemo di Broadway, New York.

    “Kita berada dalam krisis, kekejaman rezim ini, otoritarianisme. Saya merasa tidak bisa berdiam diri di rumah dan tidak berbuat apa-apa,” lanjutnya.

    Kritik Kebijakan Imigrasi

    Sementara itu, seorang warga New Jersey yang tumbuh besar di Italia bernama Massimo Mascoli (68), mengatakan ia melakukan demo karena ia khawatir AS mengikuti jejak yang sama dengan negara asalnya pada abad lalu.

    “Saya adalah keponakan seorang pahlawan Italia yang meninggalkan pasukan Mussolini dan bergabung dengan perlawanan,” kata Mascoli.

    “Dia disiksa dan dibunuh oleh kaum fasis, dan setelah 80 tahun, saya tidak menyangka akan menemukan fasisme lagi di Amerika Serikat.”

    Di antara kekhawatirannya, Mascoli khususnya mengkhawatirkan tindakan keras imigrasi pemerintahan Trump dan pemotongan anggaran kesehatan bagi jutaan warga Amerika.

    “Kita tidak bisa mengandalkan Mahkamah Agung, kita tidak bisa mengandalkan pemerintah,” ujarnya kepada BBC.

    “Kita tidak bisa mengandalkan Kongres. Kita memiliki semua lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang semuanya menentang rakyat Amerika saat ini. Jadi, kita berjuang,” ujarnya.

    Protes Pemotongan Program Federal

    Anthony Lee, yang bekerja di Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) dan merupakan salah satu dari banyak pegawai federal yang dirumahkan setelah penutupan pemerintah, mengatakan ia datang ke demonstrasi tersebut untuk melindungi layanan publik. Lee, presiden cabang Serikat Pekerja Departemen Keuangan Nasional di DC, menghadiri acara tersebut bersama sekelompok pegawai federal yang tergabung dalam serikat pekerja.

    “Saya telah menjadi pegawai negeri selama lebih dari 20 tahun, dan melihat kehancuran yang dialami pemerintah kita, layanan publik kita, selama beberapa bulan terakhir sungguh menakutkan,” kata Lee.

    Trump Disebut Diktator

    Pemimpin Minoritas Senat dan Demokrat New York, Chuck Schumer, juga bergabung dalam protes tersebut.

    “Kita tidak punya diktator di Amerika. Dan kita tidak akan membiarkan Trump terus mengikis demokrasi kita,” tulis Schumer di kolom X bersama foto dirinya yang sedang mengangkat spanduk bertuliskan “perbaiki krisis layanan kesehatan,” katanya.

    Massa Demo ‘No Kings’ Dibubarkan

    Meskipun ramai, demo bertajuk ‘No Kings’ tersebut sebagian besar berlangsung damai.

    Namun di pusat kota Los Angeles, menurut laporan Lo Angeles Times, polisi menembakkan peluru tak mematikan dan gas air mata untuk membubarkan kerumunan yang termasuk demonstran “No Kings” pada Sabtu malam.

    “Setelah ribuan orang berkumpul untuk mengekspresikan hak-hak konstitusional mereka yang dilindungi Amandemen ke-1 secara damai pada pagi tadi, hampir seratus agitator berdemo menuju Aliso dan Alameda di mana mereka menggunakan laser dan lampu kedip berukuran industri,” ungkap Divisi Pusat LAPD di X.

    “Perintah Pembubaran dikeluarkan dan para demonstran dibubarkan dari area tersebut,” tambahnya, tanpa merinci apakah ada penangkapan yang dilakukan.

    Lihat Video ‘Trump Peringatkan Hamas Jika Langgar Perjanjian: Kami Akan Bertindak’:

    Halaman 2 dari 4

    (yld/ygs)

  • China Tuding Amerika Bobol Pusat Waktu Nasional

    China Tuding Amerika Bobol Pusat Waktu Nasional

    Jakarta

    Ketegangan digital antara Amerika Serikat dan China kembali naik level. Pemerintah China menuduh Badan Keamanan Nasional AS (NSA) melakukan operasi penyusupan siber jangka panjang terhadap National Time Service Center, lembaga yang menjadi penjaga waktu standar nasional Negeri Tirai Bambu.

    Dalam pernyataan resmi di akun WeChat Kementerian Keamanan Negara China, Beijing menyebut ditemukan bukti pencurian data dan kredensial sejak 2022. Informasi itu disebut digunakan untuk memata-matai perangkat seluler dan sistem jaringan internal para staf lembaga tersebut.

    Yang bikin meresahkan, operasi itu disebut tidak hanya berupa pengintaian. China mengklaim serangan juga menyasar sistem komunikasi dan infrastruktur sensitif. Jika berhasil, dampaknya bisa mengganggu jaringan finansial, pasokan listrik, telekomunikasi, hingga sinkronisasi waktu internasional yang dipakai sistem digital global.

    Menariknya, kementerian tidak menyebut merek ponsel yang menjadi celah serangan, hanya mengatakan NSA mengeksploitasi kerentanan dari layanan pesan milik “produsen smartphone asing” untuk masuk ke perangkat karyawan, demikian dikutip detikINET dari Reuters, Senin (20/10/2025).

    Pusat waktu nasional berada di bawah Chinese Academy of Sciences dan bertugas menjaga, menghasilkan, serta menyiarkan waktu standar resmi China. Menurut penyelidikan internal, percobaan peretasan juga terjadi pada sistem penentuan waktu presisi berbasis darat pada 2023 dan 2024.

    Hingga kini, Kedutaan AS belum memberikan komentar. Namun tudingan ini muncul di tengah suasana yang sudah panas lebih dulu, terutama setelah kedua negara saling menuding sebagai ancaman siber utama dalam beberapa tahun terakhir.

    Situasinya diperkeruh dengan tensi dagang yang kembali naik, mulai dari kebijakan kontrol ekspor mineral langka hingga ancaman kenaikan tarif baru dari Washington terhadap produk China. Persaingan teknologi–dari chip hingga infrastruktur komputasi–kini merembet ke wilayah sensitif keamanan siber.

    (asj/afr)

  • Senjata China untuk Hadapi Dominasi Chip Amerika

    Senjata China untuk Hadapi Dominasi Chip Amerika

    Jakarta

    China semakin agresif memperkuat kemandirian chip nasional di tengah tekanan Amerika Serikat yang terus memperketat ekspor teknologi semikonduktor. Langkah terbaru datang dari sejumlah kota besar yang beramai-ramai membentuk dana jumbo untuk riset, desain, hingga produksi chip.

    Shenzhen, yang kerap dijuluki Silicon Valley-nya China, baru saja meluncurkan dana semikonduktor senilai 5 miliar yuan atau sekitar Rp 11 triliun. Dana ini akan difokuskan untuk pengembangan desain chip, komponen penting, peralatan produksi, hingga teknologi advanced packaging.

    Dana tersebut dibiayai langsung oleh pemerintah kota dan badan investasi negara di kawasan industri semikonduktor Shenzhen. Programnya dirancang berjalan selama 10 tahun sebagai upaya mempercepat dominasi lokal di sektor chip strategis.

    Pengamat teknologi dari Guangdong Society of Reform, Peng Peng, mengatakan langkah Shenzhen adalah bagian dari “perlombaan antarkota” untuk menjadi pusat industri chip nasional. Menurutnya, kecerdasan buatan dan semikonduktor kini menjadi “garis depan kompetisi” di dalam dan luar negeri.

    Tak hanya Shenzhen, kota hi-tech lain ikut tancap gas. Shanghai, misalnya, membentuk dana 1,5 miliar yuan bersama AMEC untuk memecahkan kebuntuan teknologi chip. Pemerintah kota itu juga menyuntik lebih dari 70% modal untuk private equity fund senilai 5,7 miliar yuan khusus semikonduktor.

    Hangzhou, yang naik daun sebagai pusat inovasi baru, menggandeng investor pemerintah daerah untuk membentuk dana 10 miliar yuan yang akan diarahkan ke penguatan rantai pasok chip, demikian dikutip detikINET dari SCMP, Minggu (19/10/2025).

    Di wilayah tengah, provinsi Hubei ikut mendanai proyek 20,7 miliar yuan bersama YMTC, produsen memori lokal. Fokusnya meliputi seluruh rantai industri, dari desain hingga penjualan.

    Dorongan ini muncul di saat Washington semakin keras membatasi akses China terhadap teknologi chip canggih. Pekan lalu, Senat AS meloloskan aturan yang mewajibkan Nvidia dan AMD memprioritaskan pasokan chip AI ke perusahaan Amerika. Tak lama kemudian, Presiden Donald Trump mengancam akan membatasi ekspor “seluruh perangkat lunak penting”, termasuk yang dipakai untuk desain chip.

    Sebagai respons, Beijing mempercepat swasembada semikonduktor dengan dukungan pemerintah daerah dan badan investasi negara. Data National High-tech Industrial Innovation Center menunjukkan nilai industri chip China sudah mencapai 1,8 triliun yuan pada 2024, dengan Shenzhen, Shanghai, dan Beijing sebagai episentrum.

    Meski sudah mengejar di bidang desain dan peralatan chip, laporan pusat riset pemerintah itu mengingatkan bahwa China masih menghadapi kendala di teknologi manufaktur tingkat lanjut dan packaging canggih.

    Namun, lewat suntikan dana triliunan yuan dan gerak cepat kota-kota utama, Beijing kini membangun “senjata finansial dan teknologi” untuk menandingi dominasi chip Amerika sembari memperkuat pertahanan ekonomi digitalnya di tengah perang teknologi global.

    (asj/asj)