kab/kota: Washington

  • Apa Dampak 2 Tahun Perang Ukraina terhadap Hubungan China-Rusia?

    Apa Dampak 2 Tahun Perang Ukraina terhadap Hubungan China-Rusia?

    Beijing

    Kamis (16/05) ini, Presiden Rusia, Vladimir Putin, memulai kunjungan kenegaraan selama dua hari ke Beijing guna bertemu dengan Presiden China, Xi Jinping.

    Ini adalah kunjungan kedua Putin ke Tiongkok dalam tujuh bulan serta pertemuan keempat Putin-Xi sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022.

    Saat ini, Beijing telah menjadi mitra penting bagi Moskow.

    China menolak mengutuk invasi Rusia ke Ukraina dan terus melakukan perdagangan dengan Rusia yang terkena sanksi berat Amerika Serikat dan Uni Eropa.

    Akan tetapi, tampaknya Putin menginginkan lebih. Namun apakah Tiongkok bersedia menanggung akibatnya?

    Hubungan yang menguat

    Mungkin tidak mengejutkan jika Putin memilih China sebagai tujuan kunjungan luar negeri pertamanya sejak dilantik sebagai presiden untuk masa jabatan kelima, pekan lalu.

    Kunjungan kenegaraan dua hari itu terjadi ketika keeratan hubungan mereka mencapai “tingkat tertinggi yang pernah ada”, kata Putin kepada media pemerintah China.

    “Dalam menghadapi situasi internasional yang sulit, hubungan kita masih menguat,” ujarnya.

    Baca selengkapnya:

    Meski Putin membanggakan persahabatan kedua negara, Xi punya alasan untuk khawatir.

    Amerika Serikat baru saja mengumumkan serangkaian sanksi baru terhadap sejumlah bank dan perusahaan Beijing dan Hong Kong yang bekerja sama dengan Moskow, yang diduga membantu menghindari pembatasan terkait rangkaian sanksi.

    Sebab, meski China tidak menjual senjata ke Rusia, Washington dan Brussels yakin China mengekspor teknologi dan komponen penting untuk perang.

    Xi Jinping dan Vladimir Putin bertemu di Beijing (Getty Images)

    Dalam kunjungannya baru-baru ini ke Beijing, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan kepada BBC bahwa China “membantu ancaman terbesar” keamanan Uni Eropa sejak Perang Dingin.

    Bagi mereka, ini sudah melampaui batas. Tapi China berkukuh pada pendiriannya bahwa ekspornya, yang memiliki kegunaan teknis di luar perang, tidak melanggar aturan.

    Kelompok yang skeptis terhadap China juga semakin keras, mendesak Xi untuk memberikan tekanan lebih besar pada Rusia karena Uni Eropa sendiri sedang mempertimbangkan tarif.

    Faktanya adalah perekonomian China yang lesu tidak mampu menanggung tekanan terhadap Rusia – mitra dagangnya. Permintaan di dalam negeri yang lemah berarti mereka membutuhkan pasar di luar negeri.

    Semua ini membuat Xi berada dalam situasi yang canggung.

    Menemukan batasan

    Beberapa hari sebelum Rusia menyerang Ukraina, kedua pemimpin mengumumkan kemitraan “tanpa batas” untuk meningkatkan kerja sama. Hal ini masuk akal bagi kedua negara yang sama-sama punya ideologi melawan Barat.

    Beijing masih menganggap Moskow sebagai kunci untuk mengubah tatanan dunia yang saat ini dipimpin AS. Perdagangan antara kedua negara berkembang pesat.

    Energi Rusia yang murah, termasuk pengiriman gas secara stabil melalui pipa Siberia, telah memberikan manfaat bagi China.

    Namun, seiring dengan perang yang terus berlanjut, aliansi ini tampaknya tak begitu “tak terbatas”. Analisa BBC menemukan bahwa istilah tersebut hampir hilang dari media pemerintah.

    “Meskipun Tiongkok mendukung tujuan untuk melemahkan pengaruh Barat, namun Tiongkok tidak setuju dengan beberapa taktik Rusia, termasuk ancaman penggunaan senjata nuklir,” kata Zhao Tong, peneliti senior di Carnegie Endowment.

    “China sangat sadar akan dampak reputasi yang ditimbulkan karena memberikan dukungan tanpa syarat kepada Rusia dan terus menyempurnakan upayanya untuk meningkatkan legitimasinya di panggung global.”

    Dalam kunjungannya ke Eropa baru-baru ini, Xi mengatakan negaranya “bukanlah pencipta krisis ini, bukan pihak di dalamnya, atau yang berpartisipasi”.

    Hal ini juga terus-menerus disampaikan China kepada warganya.

    ‘Rakyat Ukraina masih berdarah-darah’

    Meski China membuat klaim bahwa Beijing netral dalam perang Rusia-Ukraina, tidak berarti simpati terhadap Ukraina mudah terlihat di media China yang disensor ketat.

    Media pemerintah China masih membenarkan invasi Rusia, dan menyebutnya sebagai pembalasan cepat Moskow terhadap ekspansi NATO yang didukung AS.

    Ketika seniman Tiongkok Xu Weixin melihat ledakan dahsyat pertama yang melanda ibu kota Ukraina, Kyiv, di televisi pada tahun 2022, dia merasa terdorong untuk mendokumentasikannya.

    “Saya tidak punya senjata, tapi saya punya pena,” katanya kepada BBC dari studionya di AS.

    Gambar pertamanya, potret Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, viral di media sosial.

    “Saya melukis setiap hari sejak perang dimulai. Saya tidak berhenti bahkan satu hari pun. Ketika saya terkena Covid, ketika saya bepergian ke luar negeri, saya masih menggambar setiap hari.”

    Meskipun karya seninya belum disensor di China, reaksi yang muncul mengejutkannya.

    “Ini sangat berbeda dengan pengalaman saya sebelumnya,” katanya.

    “Saat saya melukis tentang penambang batu bara, semua komentar yang saya dapatkan positif. Bahkan lukisan revolusi kebudayaan saya mendapat pujian. Saya hampir tidak mendapat kritik.”

    Tapi kali ini, katanya, dia mendapat respons negatif. “Tidak apa-apa, saya baru saja memblokirnya,” katanya.

    “Beberapa teman saya tidak lagi berteman dengan saya karena mereka mempunyai pandangan berbeda. Tapi apa yang bisa saya lakukan? Saya yakin saya melakukan hal yang benar. Saya ingin menjadi teladan bagi putri saya.”

    Ini adalah tanda harapan bagi orang Ukraina seperti Vita Golod, yang ingin mempengaruhi opini China. Dia berada di Kyiv ketika perang pecah dan memutuskan untuk menggunakan kefasihan berbahasa Mandarinnya untuk menerjemahkan berita Ukraina ke dalam bahasa Mandarin sehingga dia dapat membagikannya di media sosial.

    “Kami ingin masyarakat mengetahui kebenaran mengenai perang ini, karena kami tahu pada saat itu tidak ada kantor media atau outlet Ukraina di Tiongkok,” katanya kepada BBC saat berkunjung ke Beijing.

    Saat ini dia menjabat sebagai ketua Asosiasi Sinolog Ukraina.

    Vita Golod ingin mempengaruhi opini di China lewat berita-berita dan kisah tentang perang di Ukrain (Joyce Liu/ BBC)

    “Sejujurnya sulit secara emosional, dan itu memakan banyak waktu,” katanya.

    Sebuah tim yang terdiri dari sekitar 100 orang menerjemahkan berita resmi, pidato Presiden Zelensky, dan kisah-kisah rakyat biasa Ukraina yang terjebak di zona perang, tambahnya.

    Dia mengatakan bahwa dia berharap dapat mengatur kunjungan para sarjana China ke Ukraina sehingga mereka dapat melihat sendiri kehancuran Ukraina dan akhirnya membantu memberikan tekanan pada Rusia.

    Dia menyadari ini adalah tujuan yang ambisius, namun ingin mencobanya. Kakak laki-lakinya berada di garis depan dan orang tuanya masih tinggal di kampung halaman dekat Bucha.

    “Warga di Ukraina masih menderita, mereka masih bersembunyi di tempat penampungan, masih mengeluarkan darah di parit. Ukraina membutuhkan sanksi terhadap Rusia, bukan kata-kata indah.”

    Sejauh ini, karyanya belum disensor, yang menunjukkan adanya toleransi dari pemerintah China.

    Xi, penjaga perdamaian

    Ada suara-suara lain yang datang dari Beijing yang menunjukkan bahwa keretakan mungkin akan muncul dalam hal sejauh mana sebagian masyarakat Tiongkok, setidaknya, siap untuk mendukung hubungan tanpa batas ini.

    Feng Yujun, direktur Pusat Studi Rusia dan Asia Tengah di Universitas Fudan, baru-baru ini menulis di The Economist bahwa Rusia pasti akan kalah di Ukraina.

    Ini adalah opini yang berani di China.

    Namun kemudian, Xi menyarankan agar dia bisa menjadi penjaga perdamaian.

    Maret silam, hanya beberapa hari setelah kunjungan kenegaraannya ke Moskow, ia menelepon Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan menekankan bahwa China “selalu berpihak pada perdamaian”.

    China juga menerbitkan 12 poin rencana perdamaian yang menentang penggunaan senjata nuklir.

    Namun ketika Putin dan Xi bertemu pekan ini, kemungkinan besar keduanya tak akan memberikan sinyal perubahan kebijakan yang signifikan.

    Seiring dengan semakin tidak sabarnya negara-negara Barat terhadap aliansi mereka dan harapan Xi untuk berperan sebagai penjaga perdamaian sejauh ini tidak berhasil, dia akan memperhitungkan risiko untuk terus berdiri “bahu-membahu” dengan negara-negara paria yang pernah dia sebut sebagai kamerad dan “sahabat”.

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • AS Serukan Iran Setop Pasokan Senjata untuk Houthi

    AS Serukan Iran Setop Pasokan Senjata untuk Houthi

    New York

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyerukan Iran untuk menghentikan pengiriman persenjataan dalam jumlah yang “belum pernah ada sebelumnya” kepada kelompok pemberontak Houthi di Yaman. Washington menyebut pasokan senjata Teheran memungkinkan Houthi melancarkan “serangan sembrono” pada kapal-kapal di Laut Merah dan sekitarnya.

    Seperti dilansir Associated Press dan Al Arabiya, Selasa (14/5/2024), seruan itu disampaikan oleh Wakil Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Robert Wood, saat berbicara dalam forum Dewan Keamanan PBB pada Minggu (13/5) waktu setempat.

    Wood mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB jika mereka menginginkan kemajuan dalam mengakhiri konflik di Yaman, maka mereka harus secara kolektif “menegur Iran karena perannya yang mengganggu stabilitas dan bersikeras bahwa mereka tidak bisa bersembunyi di belakang Houthi”.

    Dia menyebut ada banyak bukti yang menunjukkan Iran memasok persenjataan canggih, termasuk rudal balistik dan rudal jelajah, kepada Houthi yang jelas-jelas melanggar sanksi PBB.

    “Untuk menggarisbawahi keprihatinan dewan mengenai pelanggaran embargo senjata yang sedang berlangsung, kita harus berbuat lebih banyak untuk memperkuat penegakan hukum dan mencegah para pelanggar sanksi,” cetus Wood.

    Kelompok Houthi telah mengatakan bahwa rentetan serangan terhadap kapal-kapal yang berlayar di Laut Merah dan Teluk Aden dimaksudkan untuk menekan Israel agar mengakhiri perangnya melawan Hamas di Jalur Gaza, yang dimulai sejak Oktober tahun lalu dan sejauh ini menewaskan lebih dari 35.000 orang.

    Houthi, menurut data Otoritas Maritim AS pada akhir bulan lalu, telah melancarkan lebih dari 50 serangan terhadap jalur pelayaran strategis tersebut, menyita satu kapal, dan menenggelamkan sebuah kapal lainnya sejak November tahun lalu.

    Serangan-serangan Houthi mulai berkurang dalam beberapa pekan terakhir karena kelompok pemberontak itu menjadi target serangan udara pimpinan militer AS di wilayah Yaman. Namun aktivitas pengiriman melintasi Laut Merah dan Teluk Aden telah menurun drastis karena ancaman serangan yang ada.

    Dalam forum yang sama, utusan khusus PBB untuk Yaman Hans Grundberg memperingatkan Dewan Keamanan PBB bahwa “permusuhan terus berlanjut” meskipun terjadi penurunan serangan terhadap kapal komersial dan militer di Laut Merah, Teluk Aden dan Samudra Hindia, serta pengurangan jumlah serangan udara AS-Inggris terhadap Houthi di Yaman.

    Dia merujuk pada pengumuman yang dirilis Houthi bahwa mereka akan “memperluas cakupan serangan”. Grundberg menyebut pengumuman itu sebagai “provokasi yang mengkhawatirkan dalam situasi yang sudah bergejolak”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Israel Dituduh Aniaya Tahanan Palestina, AS Serukan Penyelidikan

    Israel Dituduh Aniaya Tahanan Palestina, AS Serukan Penyelidikan

    Washington DC

    Israel dituduh melakukan penganiayaan terhadap para tahanan Palestina, yang disebut ditutup matanya dan dipukuli. Amerika Serikat (AS) sebagai sekutu dekat mengakui prihatin dan menyerukan Tel Aviv menyelidiki laporan yang disampaikan oleh media terkemuka CNN tersebut.

    Seperti dilansir AFP, Selasa (14/5/2024), CNN dalam laporannya menyebut pihaknya berbicara dengan tiga whistleblower Israel di pangkalan Sde Teiman di gurun Negev, yang menjadi tempat menahan atau menampung warga Palestina yang luka-luka selama operasi militer di Jalur Gaza.

    Salah satu whistleblower yang dikutip CNN menunjukkan sejumlah foto dan berbicara soal para tahanan Palestina yang ditutup matanya dan diperintahkan duduk tegak serta tidak boleh berbicara, dengan para penjaga meneriakkan “diam” kepada mereka dalam bahasa Arab.

    Laporan CNN menyebut bahwa bagian lainnya dari kamp itu merupakan fasilitas medis di mana para dokter mengamputasi anggota tubuh tahanan yang luka-luka akibat diborgol terlalu lama.

    Disebutkan CNN dalam laporannya bahwa kamp itu menampung sekitar 70 tahanan yang berada dalam situasi penahanan ekstrem, serta menjadi lokasi sebuah rumah sakit lapangan, di mana beberapa tahanan yang terluka “diikat” ke tempat tidur dengan menggunakan popok dan diberi makan melalui sedotan.

    Salah satu whistleblower yang enggan disebut namanya mengatakan kepada CNN bahwa para tahanan dipukuli bukan untuk mengumpulkan informasi intelijen, tetap “sebagai balas dendam” atas serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober tahun lalu yang memicu perang.

    Menanggapi laporan itu, Angkatan Bersenjata Israel (IDF) mengatakan pihaknya sedang memeriksa setiap tuduhan pelanggaran dan mengaku tidak mengetahui adanya insiden “pemborgolan yang melanggar hukum”.

    Sementara itu, saat dimintai tanggapan soal tuduhan itu, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Vedant Patel menyampaikan keprihatinannya.

    “Kami prihatin dengan tuduhan itu, dan kami sedang menyelidiki tuduhan itu dan tuduhan-tuduhan pelecehan lainnya terhadap warga Palestina di dalam tahanan,” ucap Patel dalam pernyataan kepada wartawan setempat.

    Dia mengatakan bahwa AS telah memberitahu Israel jika mereka memiliki “kewajiban untuk menyelidiki secara menyeluruh” tuduhan-tuduhan pelanggaran hukuman kemanusiaan internasional yang kredibel.

    “Kami sudah memperjelas dan konsisten dengan negara mana pun, termasuk Israel, bahwa mereka harus memperlakukan semua tahanan secara manusiawi, secara bermartabat, dan sesuai dengan hukum internasional dan harus menghormati hak asasi para tahanan,” sebut Patel.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • AS Bilang Apa yang Terjadi di Gaza Bukan Genosida

    AS Bilang Apa yang Terjadi di Gaza Bukan Genosida

    Washington DC

    Penasihat keamanan nasional Amerika Serikat (AS), Jake Sullivan, mengatakan pemerintahan Presiden Joe Biden tidak menganggap pembunuhan warga Palestina oleh militer Israel dalam perang yang berkecamuk di Jalur Gaza adalah genosida.

    Namun Sullivan mengakui bahwa Tel Aviv seharusnya bisa melakukan lebih banyak hal untuk melindungi warga sipil tidak bersalah yang terjebak perang di Jalur Gaza. Demikian seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Selasa (14/5/2024).

    “Kami meyakini Israel bisa dan harus berbuat lebih banyak hal untuk menjamin perlindungan dan kesejahteraan warga sipil yang tidak bersalah,” ucap Sullivan dalam pernyataan kepada wartawan setempat.

    “Kami tidak meyakini apa yang terjadi di Gaza adalah genosida. Kami dengan tegas menolak anggapan tersebut,” tegasnya.

    Dalam pernyataan kepada wartawan, Sullivan mengatakan bahwa AS ingin melihat Hamas dikalahkan. Namun dia juga memperingatkan bahwa warga sipil Palestina yang terjebak di tengah-tengah perang bagaikan berada “di neraka”.

    Lebih lanjut, Sullivan menegaskan kembali penolakan yang disampaikan berulang kali oleh pemerintahan Biden terhadap operasi militer besar-besaran Israel terhadap Rafah, Jalur Gaza bagian selatan. Dia menyebut operasi militer terhadap Rafah adalah sebuah kesalahan.

    Menurut Sullivan, AS prihatin dengan invasi Israel terhadap Rafah yang disebutnya tidak mempertimbangkan “apa yang akan terjadi selanjutnya”. Dia merujuk pada operasi militer besar-besaran Israel di Jalur Gaza bagian utara dan kemudian kembalinya militan Hamas.

    Sullivan dalam pernyataannya juga menyampaikan keprihatinan atas laporan para pemukim Israel yang menyerang konvoi bantuan kemanusiaan yang sedang dalam perjalanan ke perlintasan perbatasan Erez di Jalur Gaza bagian utara. Insiden itu menjadi yang kedua dalam waktu kurang dari seminggu.

    “Sangat disayangkan ada orang yang menyerang dan menjarah barang-barang ini. Ini benar-benar perilaku yang tidak bisa diterima,” ucapnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Gawat, Sistem Kesehatan di Gaza Bisa Kolaps Beberapa Jam Lagi

    Gawat, Sistem Kesehatan di Gaza Bisa Kolaps Beberapa Jam Lagi

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan bahwa sistem kesehatan di wilayah Palestina yang terkepung itu kini berada di ambang kehancuran. Disebutkan bahwa sistem kesehatan di Gaza hanya “beberapa jam lagi” sebelum kolaps, setelah pertempuran menghalangi pengiriman bahan bakar melalui penyeberangan utama.

    “Kita hanya beberapa jam lagi menuju kolapsnya sistem kesehatan di Jalur Gaza karena kurangnya bahan bakar yang diperlukan untuk mengoperasikan generator di rumah sakit, ambulans, dan [kendaraan] untuk mengangkut para staf,” kata Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir media Al Arabiya, Selasa (14/5/2024).

    Sebelumnya pada hari Senin (13/5) waktu setempat, pasukan Israel bergerak lebih jauh ke dalam wilayah tepi utara Gaza untuk merebut kembali wilayah di mana mereka mengklaim telah mengalahkan Hamas beberapa bulan yang lalu. Sementara di ujung lain dari daerah kantong tersebut, tank-tank dan tentara Israel terus maju ke kota Rafah.

    Militer Israel mengatakan pada hari Minggu lalu, bahwa mereka telah membuka perlintasan perbatasan baru ke Gaza utara sebagai “bagian dari upaya untuk meningkatkan jalur bantuan.”

    Sebelumnya, kelompok Hamas menanggapi pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang menyebut gencatan senjata akan terwujud di Jalur Gaza jika Hamas membebaskan para sandera yang tersisa. Hamas mengecam Biden atas pernyataan itu, dan menyebutnya sebagai “kemunduran” dalam perundingan gencatan senjata.

    “Kami mengutuk sikap Presiden AS ini, kami menganggapnya sebagai kemunduran dari hasil perundingan putaran terbaru, yang mengarah pada persetujuan gerakan ini terhadap proposal yang diajukan para mediator,” demikian pernyataan Hamas, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Senin (13/5/2024).

    Pernyataan Biden yang dikecam Hamas itu disampaikan pada Sabtu (11/5) waktu setempat, ketika sang Presiden AS menghadiri acara penggalangan dana untuk kampanye pilpres di luar Seattle, Washington, tepatnya di kediaman seorang mantan eksekutif Microsoft.

    iden memberikan tanggapan soal perundingan gencatan senjata antara Israel dan Hamas, setelah sebelumnya menghindari topik itu dalam tiga acara serupa pada Jumat (10/5) lalu.

    Dalam pernyataannya, Biden mengatakan bahwa gencatan senjata dalam perang Israel-Hamas mungkin terjadi “besok” jika Hamas membebaskan para sandera yang ditangkap sejak serangan 7 Oktober tahun lalu.

    “Akan ada gencatan senjata besok jika Hamas membebaskan para sandera,” ucap Biden.

    “Israel mengatakan terserah pada Hamas, jika mereka menginginkannya, kita bisa mengakhirinya besok. Dan gencatan senjata akan dimulai besok,” kata Biden saat berbicara di hadapan sekitar 100 orang yang hadir dalam acara tersebut.

    Pernyataan itu disampaikan Biden setelah sebelumnya mengancam Israel bahwa AS bisa menghentikan pasokan senjata, terutama peluru artileri, jika sekutunya itu tetap mengirimkan pasukan darat dalam jumlah besar dalam invasi ke Rafah, Jalur Gaza bagian selatan.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pejabat Intelijen Militer AS Mundur karena Negaranya Dukung Israel

    Pejabat Intelijen Militer AS Mundur karena Negaranya Dukung Israel

    Washington DC

    Seorang mantan pejabat intelijen militer Amerika Serikat (AS) merilis surat untuk menjelaskan alasan dirinya resign atau mengundurkan diri dari Badan Intelijen Pertahanan (DIA). Dia menyinggung soal “cedera moral” yang dipicu dukungan AS terhadap Israel dalam perang Gaza dan dampaknya terhadap warga Palestina.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Selasa (14/5/2024), Harrison Mann yang berpangkat Mayor Angkatan Darat menjadi pejabat DIA pertama yang diketahui mengundurkan diri karena tidak setuju dengan dukungan yang diberikan AS kepada Israel.

    Sebelumnya, seorang penerbang AS nekat membakar dirinya sendiri hingga tewas di luar Kedutaan Besar Israel di Washington DC pada Februari lalu, dan sejumlah personel militer AS lainnya menggelar aksi memprotes perang di Jalur Gaza.

    Mann, yang mengundurkan diri dari DIA pada November tahun lalu, menuturkan dirinya selama berbulan-bulan tetap bungkam soal alasannya mengundurkan diri karena takut.

    “Saya takut. Takut melanggar norma profesional kami. Takut mengecewakan para perwira yang saya hormati. Takut Anda akan merasa dikhianati. Saya meyakini beberapa dari Anda merasakan hal yang sama saat membaca ini,” ucap Mann dalam suratnya yang dikirimkan kepada rekan-rekannya bulan lalu, dan dipublikasikan via akun LinkedIn-nya pada Senin (13/5) waktu setempat.

    Dalam pernyataan terpisah, seorang pejabat DIA yang enggan disebut namanya mengonfirmasi kepada Reuters bahwa Mann memang pernah bekerja pada Badan Intelijen Pertahanan AS.

    “Pengunduran diri karyawan merupakan peristiwa rutin di DIA, seperti halnya di perusahaan lainnya, dan para karyawan mengundurkan diri karena berbagai alasan dan motivasi,” ucap pejabat tersebut, tanpa menjelaskan lebih spesifik soal pengunduran diri Mann.

    Kasus Mann berbeda dengan para pejabat pemerintah AS lainnya, termasuk beberapa pejabat Departemen Luar Negeri, yang secara terbuka menyesalkan kebijakan AS sebagai alasan pengunduran diri mereka, dan tidak menunggu berbulan-bulan untuk mengungkap alasan mereka resign.

    Dalam suratnya, Mann menuturkan dirinya merasa malu dan bersalah karena membantu memajukan kebijakan AS, yang menurutnya, berkontribusi terhadap pembunuhan massal warga Palestina.

    “Pada tahap tertentu — apa pun pembenarannya — Anda akan memajukan kebijakan yang memungkinkan terjadinya kelaparan massal pada anak-anak, atau tidak,” tulis Mann dalam suratnya.

    Perang di Jalur Gaza dimulai setelah serangan Hamas terhadap Israel bagian selatan pada 7 Oktober tahun lalu, yang dilaporkan menewaskan sekitar 1.200 orang dan membuat lebih dari 250 orang lainnya disandera.

    Militer Israel melancarkan rentetan serangan terhadap Jalur Gaza untuk membalas Hamas. Lebih dari 35.000 orang dilaporkan tewas akibat rentetan serangan Israel di Jalur Gaza sejauh ini, dengan lebih dari 78.000 orang lainnya mengalami luka-luka.

    Kekhawatiran soal bencana kelaparan di Jalur Gaza meningkat setelah aliran bantuan kemanusiaan yang diizinkan masuk ke Jalur Gaza dibatasi oleh Israel.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Biden Akui Bom Pasokan AS ke Israel Tewaskan Warga Palestina

    Biden Akui Bom Pasokan AS ke Israel Tewaskan Warga Palestina

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengakui bahwa warga sipil di Palestina telah terbunuh oleh bom-bom yang dipasok pihaknya ke Israel.

    “Warga sipil tewas di Gaza akibat bom-bom tersebut, serta cara-cara lain yang mereka gunakan untuk mengincar pusat-pusat populasi,” kata Joe Biden dalam sebuah wawancara dengan kantor berita CNN.

    Joe Biden menambahkan bahwa Amerika Serikat masih berkomitmen terhadap hak Israel membela diri dan masih akan mengirim pasokan roket pencegat Iron Dome.

    Namun, AS bakal memberlakukan batasan aturan jika Israel menyerbu ke Rafah. “Kami tidak akan memasok lagi senjata dan peluru artileri yang digunakan, yang telah digunakan.”

    Pihak AS telah berulang kali mendesak Israel untuk tidak melanjutkan serangan ke kawasan selatan Kota Gaza.

    Sebelumnya pada awal pekan ini, pimpinan Israel telah menyetujui operasi militer di Rafah, tempat 1,2 juta warga Palestina berlindung.

    Pihak militer Israel telah menyerang target-target Hamas di bagian timur kota tersebut, setelah mengeluarkan perintah evakuasi kepada ribuan penduduk Rafah.

    Pihak RS laporkan 36 orang Palestina tewas di Rafah

    Pihak RS mengatakan dari puluhan korban itu, termasuk di antaranya anak-anak yang rumahnya dihantam oleh serangan udara Israel.

    Kementerian Kesehatan yang dikelola oleh Hamas menyebut sedikitnya 19 orang lagi tewas di sekitar Jalur Gaza dalam waktu 24 jam terakhir. Pihak Hamas juga menyebut secara keseluruhan setidaknya 34.844 orang Palestina tewas sejak dimulainya konflik ini.

    Meskipun data yang dikeluarkan Hamas itu dianggap akurat oleh para pengamat internasional, tapi jumlah itu tidak membedakan antara warga sipil dan militan, serta tidak bisa diverifikasi secara independen. Pihak Hamas memperkirakan bahwa sekitar sepertiga dari korban tewas di Gaza adalah anak-anak.

    Israel Defense Forces (IDF) atau Pasukan Pertahanan Israel melaporkan bahwa beberapa pasukan militan Hamas telah terbunuh dalam sejumlah pertempuran di Rafah, di mana sejumlah aksi mata melaporkan serangan Israel yang tengah berlangsung kepada kantor berita dpa.

    Sementara itu, United Nations Population Fund UNFPA pada Rabu (08/05) menyebut bahwa rumah sakit bersalin utama di Rafah telah berhenti menerima pasien.

    Kepada Reuters, UNFPA mengatakan bahwa RS Bersalin Emirat telah menangani sekitar 85 kelahiran per hari, jumlah ini hampir setengah dari total kelahiran di seluruh Gaza, sebelum peningkatan pertempuran antara Hamas dan IDF di luar Rafah.

    Pekerja kemanusiaan di Rafah laporkan adanya serangan udara, tembakan dan ledakan

    Seorang pekerja kemanusiaan di Rafah mengaku telah mendengar ledakan besar, serangan udara dan tembakan setelah Israel melancarkan serangan ke kota tersebut.

    “Kami menyaksikan … setelah militer Israel memulai operasi darat di bagian timur kota, ledakan besar, baku tembak yang terdengar dari sisi timur kota, selain itu juga serangan udara di berbagai daerah di seluruh wilayah Rafah, tempat di mana satu juta orang tinggal,” kata Pekerja Komite Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) di Rafah, Hisham Mhanna, kepada DW.

    “Kami juga menyaksikan gelombang besar pengungsi yang melarikan diri dari sisi timur kota, kawasan yang mendapat peringatan evakuasi, membawa apa pun yang dapat mereka bawa dengan cepat, berpindah menggunakan mobil dan kendaraan lain, bahkan gerobak yang ditarik oleh keledai, dan banyak juga yang berjalan kaki membawa tas ransel yang berat,” papar Mhanna.

    “Anak-anak, perempuan, orang tua berbagai usia kini terpaksa mengungsi tanpa tujuan yang jelas.”

    Mhanna menyebut ICRC terus memberikan bantuan dari sistem pelayanan kesehatan dan menyediakan makanan hangat untuk ribuan orang.

    Namun, hal ini tidak cukup untuk membantu warga sipil Palestina yang terjebak di wilayah yang terkepung, ungkap Mhanna.

    “Kami berusaha memaksimalkan respons kemanusiaan,” ucap Mhanna.

    “Kami berusaha menjangkau sebanyak mungkin orang yang membutuhkan. Namun, ini masih layaknya setetes air di lautan jika permusuhan terus berlanjut, karena selama ada jual beli serangan, ini berarti kebutuhan yang lebih besar yang pasti tidak akan terpenuhi.”

    “Tantangannya sangat besar,” kata Mhanna. “Pertama, tidak ada jaminan keamanan untuk pergerakan kami. Bantuan yang telah meningkat secara signifikan untuk masuk ke Gaza perlu diubah menjadi aliran bantuan tanpa hambatan, benar-benar aman, sehingga kami sebagai pekerja kemanusiaan dapat memasoknya ke ratusan ribu orang yang sangat membutuhkan di seluruh Jalur Gaza.”

    Operasi militer Israel ke Gaza berawal dari serangan militan Hamas ke Israel 7 Oktober lalu yang menewaskan lebih 1200 orang. Hamas ketika itu juga menculik lebih dari 200 orang yang dibawa sebagai sandera ke Jalur Gaza. Israel kemudian melancarkan serangan balasan ke Gaza dengan tujuan untuk “menghancurkan Hamas”.

    Kelompok militan Hamas dikategorikan sebagai kelompok teroris oleh AS, Jerman, Uni Eropa dan beberapa negara lain.

    mh/hp (AP, Reuters, AFP, dpa)

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Saling Tuding Soal Pecandu Narkoba, Apakah Aliansi Marcos-Duterte Terputus?

    Saling Tuding Soal Pecandu Narkoba, Apakah Aliansi Marcos-Duterte Terputus?

    Manila

    Dua dinasti politik yang paling berpengaruh di Filipina, yaitu keluarga Duterte dan Marcos, saling melontarkan kritik dan diprediksi akan mengalami perpecahan. Namun, apakah mungkin hal itu terjadi dan apa risiko yang muncul jika mereka akhirnya ‘bercerai’?

    Dengan gaya yang bombastis, mantan Presiden Filipina yang terkenal dengan kebijakan perang melawan narkoba, Rodrigo Duterte, mengatakan kepada para pendukungnya Januari silam bahwa penggantinya, Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr., adalah pecandu narkoba.

    Tidak berdiam diri, Marcos yang saat ini menjadi Presiden Filipina membalas dengan mengatakan bahwa Duterte melontarkan hinaan itu pasti di bawah pengaruh opioid atau obat pereda nyeri kategori narkotika.

    Saling balas ini disebut sebagai salah satu sinyal terkuat yang menunjukkan adanya keretakan dalam aliansi yang mengantarkan Marcos meraih kemenangan bersejarah pada pemilu 2022 lalu. Sekutu Marcos dalam pesta demokrasi itu adalah putri Rodrigo, Sara Duterte, yang kini menjabat sebagai wakil presiden.

    Sedari awal, para analis telah memprediksi terjadinya ‘perceraian’ di antara dua dinasti politik paling berkuasa di Filipina, Duterte dan Marcos.

    Tanda-tanda perpecahan semakin menguat di tengah perselisihan publik dan meningkatnya perbedaan pendapat antara dua dinasti ini mengenai agenda politik.

    Namun memutuskan untuk berpisah mungkin bukan pilihan bagi Marcos maupun Duterte, yang menjual diri kepada pemilih mereka sebagai “UniTeam”.

    Keretakan dalam aliansi

    Ayahnya, Rodrigo Duterte, menunjukkan ketidaksenangan dengan jelas atas keputusan Sara itu.

    Sara dipandang sebagai pewaris politik Duterte. Sebelum menjabat sebagai wakil presiden, Sara adalah Wali Kota Davao City, jabatan yang dipegang Duterte selama bertahun-tahun sebelum melangkah menjadi presiden pada tahun 2016.

    Aliansi Sara dengan Marcos, putra mantan diktator Filipina Ferdinand Marcos, tidak mengejutkan para analis.

    Kedua kandidat ini berisiko kalah jika saling bertarung satu sama lain karena dukungan akan terpecah. Pendukung Sara mayoritas berada di wilayah selatan Filipina, sedangkan dukungan Marcos terpusat di utara.

    Dengan berkoalisi, mereka telah menyatukan kubu masing-masing dan memenangkan suara mayoritas Filipina pada pemilu tahun 2022.

    Baca juga:

    Banyak pengamat memprediksi Sara Duterte akan mencalonkan diri sebagai presiden pada 2028 mendatang. Konstitusi Filipina melarang Marcos untuk mencalonkan diri untuk masa jabatan enam tahun yang kedua sebuah pembatasan yang coba dia hapus, tuduh Duterte.

    Marcos mengatakan dia mendukung reformasi hukum yang akan memudahkan peraturan bagi bisnis asing, menarik lebih banyak investasi dan lapangan kerja ke negara di Asia Tenggara yang berpenduduk 100 juta orang.

    Namun para pengkritiknya menuding upaya Marcus itu sebagai taktik “jahat” untuk melakukan perubahan politik yang memungkinkan dirinya mencalonkan diri lagi menjadi presiden.

    Batasan masa jabatan presiden yang diberlakukan sejak tahun 1986, setelah ayahnya Marcos digulingkan dari kekuasaan oleh protes rakyat, semakin menambah seruan protes.

    Keretakan ini berubah secara mengejutkan ketika Duterte (kiri) dan Marcos saling menuduh sebagai pecandu narkoba (Getty Images)

    Tapi ini bukan satu-satunya sumber perdebatan antara dua dinasti ini.

    Marcos melontarkan komentar-komentar yang tampaknya mengkritik perang Duterte terhadap narkoba, kebijakan yang telah merenggut ribuan nyawa dan membuatnya menjadi paria terbuang atau tersingkir dari komunitas internasional.

    Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan pembunuhan masih terus terjadi, walaupun polisi mengklaim jumlahnya telah berkurang pada masa pemerintahan presiden yang baru.

    Selain itu, Marcos juga mendukung Amerika, berbeda dengan gaya kepemimpinan Duterte saat memerintah yang dekat dengan Beijing.

    Marcos memberikan akses yang lebih luas ke pasukan Amerika atas pangkalan militer di Filipina. Marcos juga meningkatkan latihan militer tahunan antara dua negara dan menggunakan posisi strategis Filipina di Pasifik untuk menggalang dukungan, tidak hanya dari Washington tetapi juga Jepang.

    Baca juga:

    Hingga kini, Marcos juga belum mundur dari ‘permainan kucing-kucingan’ yang mematikan dengan China di perairan Laut China Selatan yang bersengketa.

    Di sisi lain, Rodrigo Duterte menolak untuk menyerukan kemenangan Filipina di pengadilan internasional terhadap klaim Beijing di Laut Cina Selatan selama masa jabatannya.

    Duterte berupaya menjalin hubungan yang lebih dekat dengan China, yang diduga sebagai respon terhadap kecaman dari negara-negara Barat atas perang narkoba yang dilakukannya.

    Ada juga pertengkaran kecil di antara dua kubu ini.

    Selain menjabat sebagai wapres, Sara Duterte juga ditunjuk menjadi menteri pendidikan di pemerintahan Marcos, meskipun secara terbuka dia mengatakan ingin menjadi menteri pertahanan.

    Sara mengatakan dia menerima keputusan itu untuk menghindari pembicaraan tentang dugaan adanya keretakan dalam koalisi.

    Sara juga diperiksa secara ketat oleh parlemen tahun lalu atas permintaannya untuk memberikan jutaan peso sebagai “dana rahasia” pengeluaran bersifat diskresi yang diperbolehkan oleh lembaga pemerintah.

    Sekutu Marcos kemudian memotong anggarannya, sebuah tindakan yang disebut memalukan sekaligus membuat marah.

    Permainan sinetron berisiko tinggi

    Melewati rangkaian perbedaan ini, keduanya masih menghindari saling menyerang secara langsung mungkin menandakan sebuah front persatuan untuk saat ini.

    Namun pihak-pihak lain dari kedua kubu ini jelas-jelas menginginkan keunggulan dalam menggaet opini publik, kata ilmuwan politik Cleve Arguelles, presiden perusahaan jajak pendapat WR Numero.

    Pada April lalu, setelah kedua pemimpin dinasti ini saling tuduh sebagai pecandu narkoba, Ibu Negara Liza Araneta-Marcos melakukan wawancara di YouTube.

    Liza mengatakan dirinya “terluka” karena Sara Duterte tidak melakukan intervensi ketika ayahnya menyebut presiden Marcos sebagai “pecandu”.

    Dalam balasan video singkatnya, Sara mengatakan “perasaan pribadi” ibu negara itu bukanlah bagian dari pekerjaannya.

    Liza Marcos, padahal, tidak pernah membahas politik secara terbuka. Wawancara mengejutkan ini adalah upaya untuk “mengalahkan Duterte dalam permainan mereka sendiri”, Arguelles menganalisis.

    Liza Marcos tidak bisa menandingi komentar Rodrigo Duterte yang menohok – dia terkenal karena pernyataannya yang seksis, mengutuk Paus Francis dan mantan presiden AS Barack Obama.

    Tapi, Liza bisa dan memang membangun sebuah karakter sinetron yang dicerca namun ditonton oleh jutaan orang Filipina yaitu Si pengkhianat.

    “Ibu negara mencoba menggunakan emosi dibandingkan membingkainya dengan cara lain. Kami punya dugaan pengkhianatan, keluarga telah disakiti,” kata Arguelles.

    “Ini seperti sinetron.”

    Sara Duterte (kiri) dan Liza Marcos (kanan) (Getty Images)

    Arguelles mengatakan gaya ini sangat berbeda dengan Rodrigo Duterte, yang merupakan “ahli… kritik publik”.

    Duterte secara rutin mengkritik Marcos karena menjadi pemimpin yang “lemah” sebuah pesan yang kini digaungkan oleh putranya Sebastian, Wali Kota Davao City, yang bahkan meminta presiden untuk mengundurkan diri.

    “Keluarga Marcos terpaksa merespons. Jika tidak, mereka akan tertinggal,” kata Arguelles.

    Bagi Sara Duterte, keluar dari aliansi dengan Marcos dapat menyebabkan dinastinya dikucilkan dari pemerintahan.

    Hal ini juga bisa menjerat ayahnya untuk dituntut di Filipina dan luar negeri atas tuduhan pembunuhan ratusan tersangka pengguna narkoba oleh polisi selama masa jabatannya.

    Selain itu, keputusan berisiko itu juga dapat merugikan peluang Sara mencalonkan diri pada pemilihan presiden tahun 2028. Para pemilih di Filipina tidak suka melihat presiden dan wakil presiden mereka bertengkar, kata Arguelles.

    Dua wakil presiden terakhir kalah dalam pencalonan mereka setelah berselisih dengan presiden yang mencalonkan diri bersama mereka.

    “Ada kebutuhan praktis bagi mereka untuk tetap bersatu,” tambahnya, setidaknya hingga pemilu paruh waktu pada 2026, yang akan menjadi referendum bagi petahana.

    Kedua belah pihak berharap untuk memenangkan parlemen dan badan-badan lokal, yang akan meningkatkan agenda politik masing-masing.

    “Jika mereka terpecah, mereka akan menjadi sangat rentan,” kata Arguelles.

    “Ini akan menjadi pertandingan bola bagi siapa pun.”

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Dubes Israel Respons Ancaman Biden Setop Pasokan Senjata: Mengecewakan!

    Dubes Israel Respons Ancaman Biden Setop Pasokan Senjata: Mengecewakan!

    New York

    Ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden untuk menghentikan pasokan senjata menuai reaksi keras dari Israel. Duta Besar Israel untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Gilad Erdan, menyebut ancaman Biden untuk Tel Aviv itu “sangat mengecewakan”.

    Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Kamis (9/5/2024), Biden dalam peringatan paling keras, mengancam akan menghentikan pasokan senjata untuk Israel, jika negara Yahudi itu melancarkan serangan darat secara besar-besaran terhadap Rafah, Jalur Gaza bagian selatan.

    Washington berulang kali memperingatkan Tel Aviv untuk tidak menginvasi Rafah, yang menjadi tempat berlindung bagi lebih dari satu juta pengungsi Palestina, tanpa adanya rencana kemanusiaan yang jelas.

    “Ini adalah pernyataan yang sulit dan sangat mengecewakan untuk didengar dari seorang presiden yang selalu menjadi tempat kami berterima kasih sejak awal perang,” ucap Erdan dalam pernyataan kepada radio Israel, Kan.

    Pernyataan Erdan menjadi reaksi pertama dari Israel terhadap ancaman Biden.

    Dalam tanggapannya, Erdan juga menyebut pernyataan Biden itu akan ditafsirkan oleh musuh-musuh Israel, seperti Iran, Hamas, dan Hizbullah, sebagai “sesuatu yang memberi mereka harapan untuk bisa sukses”.

    “Jika Israel dilarang memasuki wilayah penting dan sentral seperti Rafah di mana terdapat ribuan teroris, para sandera, dan para pemimpin Hamas, bagaimana tepatnya kami bisa mencapai tujuan kami?” tanya sang Dubes Israel untuk PBB.

    “Ini bukan senjata defensif. Ini tentang serangan bom tertentu. Pada akhirnya Negara Israel harus melakukan apa yang menurutnya perlu dilakukan demi keamanan warganya,” imbuhnya.

    Israel menentang keberatan internasional, termasuk dari AS, dengan mengerahkan tank-tank militer dan melakukan “operasi terarah” di Rafah, yang merupakan kota perbatasan yang menghubungkan Jalur Gaza dengan Mesir.

    Tel Aviv meyakini Rafah menjadi markas bagi batalion terakhir Hamas yang tersisa. Namun Rafah juga menjadi tempat perlindungan bagi lebih dari satu juta pengungsi Palestina yang menghindari rentetan serangan Israel.

    “Saya telah memperjelas, jika mereka (militer Israel-red) masuk ke Rafah, saya tidak akan memasok persenjataan yang telah digunakan secara historis untuk menghadapi Rafah, untuk menghadapi kota-kota itu — yang berurusan dengan masalah itu,” ucap Biden dalam wawancara dengan CNN pada Rabu (8/5).

    “Kami tidak akan memasok senjata dan peluru artileri yang telah digunakan,” tegasnya dalam peringatan paling keras kepada Israel sejak perang Gaza dimulai.

    Biden juga menyesalkan bahwa warga sipil terbunuh akibat dijatuhkannya bom-bom pasokan AS oleh Israel di wilayah Palestina. Pernyataan ini disampaikan setelah Washington menangguhkan pengiriman bom berat untuk Israel sejak pekan lalu, karena mengkhawatirkan digunakan untuk menyerang Rafah.

    “Warga sipil terbunuh di Gaza sebagai akibat bom-bom tersebut dan cara-cara lainnya yang mereka (Israel-red) lakukan untuk menyerang pusat-pusat populasi,” ucapnya. “Itu salah,” sebut Biden dalam wawancara dengan CNN.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Bos CIA Temui Netanyahu Bahas Opsi Penangguhan Invasi Rafah

    Bos CIA Temui Netanyahu Bahas Opsi Penangguhan Invasi Rafah

    Jerusalem

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu sedang berdiskusi dengan Direktur Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (AS) atau CIA, Bill Burns, membahas “kemungkinan” penangguhan operasi militer di Rafah, Jalur Gaza bagian selatan, dengan imbalan pembebasan sandera yang masih ditahan Hamas.

    Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Kamis (9/5/2024), diskusi itu dilakukan saat Burns sedang melakukan kunjungan sebagai bagian dari upaya terbaru Washington untuk mewujudkan gencatan senjata terbaru di Jalur Gaza. Direktur CIA itu diketahui turut terlibat dalam upaya mediasi dalam perang Israel-Hamas.

    Diskusi yang dilakukan oleh Netanyahu dan Burns digelar saat keduanya bertemu di Yerusalem pada Rabu (8/5) waktu setempat.

    “Keduanya membahas kemungkinan Israel menangguhkan operasi di Rafah dengan imbalan pembebasan sandera,” ungkap seorang pejabat Israel, yang tidak ingin disebut namanya, saat berbicara kepada AFP.

    Israel menentang keberatan yang disampaikan AS dan dunia internasional, dengan mengirimkan tank-tank militer ke Rafah untuk merebut area perlintasan perbatasan utama dengan Mesir pada Selasa (7/5) pagi. Perlintasan perbatasan itu menjadi saluran utama bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.

    Penyerbuan militer Israel ke Rafah bagian timur itu terjadi setelah Hamas mengumumkan pada Senin (6/5) waktu setempat bahwa mereka menyetujui proposal gencatan senjata yang diajukan mediator Mesir dan Qatar.

    Tel Aviv dalam tanggapannya menyebut proposal yang disetujui Hamas “sangat jauh” dari apa yang disetujui oleh para perunding sebelumnya.

    Kendali demikian, perundingan gencatan senjata terus berlanjut di Kairo, Mesir. Laporan media terkait pemerintah Mesir menyebut perundingan kembali digelar pada Rabu (8/5) waktu setempat “dengan kehadiran semua pihak”.

    AS yang merupakan sekutu dekat dan pemasok bantuan militer utama Israel, mengonfirmasi bahwa perundingan sedang berlangsung.

    “Perundingan sedang berlangsung. Penilaian mendalam terhadap posisi kedua belah pihak menunjukkan bahwa mereka seharusnya mampu mengatasi… kesenjangan yang ada, jadi kami akan terus mendukung proses tersebut,” ucap Sekretaris Pers Gedung Putih, Karine Jean-Pierre, kepada wartawan setempat.

    Sementara Hamas memperingatkan bahwa perundingan yang sedang berlangsung itu akan menjadi “kesempatan terakhir” bagi Israel untuk menyelamatkan sekitar 128 sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini