kab/kota: Washington

  • Kapal Perang AS Bantu Israel Tembak Jatuh Rudal Iran

    Kapal Perang AS Bantu Israel Tembak Jatuh Rudal Iran

    Washington DC

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengatakan kapal-kapal perang milik Angkatan Lautnya telah membantu dalam menembak jatuh rudal-rudal yang ditembakkan Iran ke wilayah Israel. Washington menyebut ada sekitar 200 rudal yang diluncurkan Teheran, dengan beberapa di antaranya ditembak jatuh oleh kapal perang AS.

    Seorang pejabat senior Gedung Putih mengatakan kepada wartawan setempat, dalam pernyataan seperti dilansir Al Jazeera dan Al Arabiya, Rabu (2/10/2024), bahwa militer AS “berkoordinasi erat” dengan mitranya di Israel untuk menembak jatuh rudal-rudal Iran.

    Tidak disebut lebih lanjut jumlah rudal yang berhasil ditembak jatuh. Namun Gedung Putih menyebut serangan rudal Iran itu telah “dikalahkan dan tidak efektif”.

    “Kapal penghancur Angkatan Laut AS bergabung dengan unit pertahanan udara Israel dalam menembakkan (rudal) pencegat untuk menembak jatuh rudal-rudal yang datang,” ucap penasihat keamanan nasional AS, Jake Sullivan, dalam konferensi pers di Gedung Putih..

    “Singkatnya, berdasarkan apa yang kami ketahui pada saat ini, serangan ini tampaknya telah dikalahkan dan tidak efektif,” sebut Sullivan.

    “Ini adalah hasil profesionalisme (militer Israel) yang pertama dan terutama. Namun sebagian besar karena kinerja terampil militer AS dan perencanaan bersama yang cermat dalam mengantisipasi serangan tersebut,” terangnya.

    Pentagon atau Departemen Pertahanan AS, dalam pernyataannya seperti dilansir BBC, menyebut sedikitnya selusin rudal pencegat telah ditembakkan oleh kapal perang AS terhadap rentetan serangan rudal Iran yang mengarah ke wilayah Israel.

    Juru bicara Pentagon Mayor Jendral Patrick Ryder, dalam konferensi pers, mengatakan dua kapal penghancur Angkatan Laut AS menembakkan rudal-rudal pencegat ke arah datangnya rudal-rudal, yang diyakini semuanya diluncurkan dari wilayah Iran.

    Sementara itu, saat ditanya apa pandangan AS mengenai kemungkinan pembalasan oleh Israel terhadap Iran, Sullivan menyebut diskusi terus berlanjut antara para pemimpin militer dan politik terkemuka Washington dan Tel Aviv.

    “Kami ingin melakukan konsultasi mendalam dengan Israel,” katanya.

    Dia menambahkan bahwa AS merasa bangga dengan langkah bersama Israel untuk melindungi dan membela sekutunya tersebut.

    “Kami bangga dengan tindakan yang kami ambil bersama Israel untuk melindungi dan membela Israel. Kami telah menjelaskan bahwa akan ada konsekuensi — konsekuensi yang parah — untuk serangan ini, dan kami akan bekerja sama dengan Israel untuk mewujudkan hal tersebut,” cetus Sullivan.

    Militer Israel, dalam pernyataannya seperti dilansir BBC, menyebut ada sekitar 180 rudal yang ditembakkan Iran ke wilayahnya. Tel Aviv mengklaim sebagian besar rudal itu berhasil dicegat atau ditembak jatuh.

    Presiden Iran Masoud Pezeshkian, secara terpisah, membela serangan rudal yang dilancarkan negaranya. Dia menyebut serangan itu sebagai respons “tegas dalam membela kepentingan dan warga negara Iran”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Timur Tengah Membara, AS Peringatkan Iran dan Proksinya

    Timur Tengah Membara, AS Peringatkan Iran dan Proksinya

    Washington DC

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) memperingatkan Iran dan proksi-proksinya untuk tidak mengeksploitasi situasi krisis di Timur Tengah atau memperluas konflik. Washington menegaskan akan bertindak jika Teheran dan proksinya memanfaatkan situasi terkini dengan menyerang personel militer atau kepentingan AS di kawasan.

    Peringatan tersebut, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (30/9/2024), dilontarkan Menteri Pertahanan (Menhan) AS Lloyd Austin yang bertekad mencegah Iran dan proksi-proksinya mengeksploitasi situasi krisis di Timur Tengah, saat Israel menggempur Hamas di Jalur Gaza, Hizbullah di Lebanon, dan Houthi di Yaman.

    Diketahui bahwa Hamas, Hizbullah dan Houthi semuanya didukung oleh Iran.

    “Amerika Serikat bertekad untuk mencegah Iran dan mitra-mitra serta proksi yang didukung Iran mengeksploitasi situasi atau memperluas konflik,” tegas juru bicara Pentagon atau Departemen Pertahanan AS, Mayor Jenderal Patrick Ryder, dalam pernyataannya.

    “(Menhan Austin) Telah memperjelas jika Iran, mitra-mitranya, atau proksinya, menggunakan momen ini untuk menargetkan personel atau kepentingan Amerika di kawasan, maka Amerika Serikat akan mengambil segala tindakan yang diperlukan untuk membela rakyat kami,” ucapnya.

    Menhan Austin, menurut Ryder, juga memberikan wewenang kepada militer AS untuk memperkuat kehadiran di kawasan Timur Tengah dengan kemampuan dukungan udara yang bersifat “defensif” dan mengerahkan pasukan lainnya pada status kesiapan yang lebih tinggi.

    Pentagon menambahkan bahwa pasukan AS kini dipersiapkan untuk dikerahkan jika diperlukan.

    “(Menhan Austin) Meningkatkan kesiapan pasukan tambahan AS untuk dikerahkan, meningkatkan kesiapan kami untuk merespons berbagai kemungkinan,” kata Ryder dalam pernyataannya.

    Pada Minggu (29/9), menurut laporan Reuters, militer AS mengumumkan peningkatan kemampuan dukungan udara di kawasan Timur Tengah dan menempatkan tentaranya dalam kesiapan yang lebih tinggi untuk dikerahkan ke kawasan tersebut.

    Pengumuman itu disampaikan dua hari setelah Presiden Joe Biden menginstruksikan Pentagon untuk menyesuaikan postur pasukan AS di Timur Tengah, saat meningkatnya kekhawatiran bahwa serangan Israel yang menewaskan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah akan mendorong Iran untuk membalas dendam.

    Namun pernyataan terbaru Pentagon hanya memberikan sedikit petunjuk mengenai besaran atau cakupan pengerahan udara terbaru itu. Pentagon hanya mengatakan bahwa: “Kami akan lebih memperkuat kemampuan dukungan udara defensif dalam beberapa hari mendatang”.

    Militer Israel menyerang lebih banyak target di wilayah Lebanon pada Minggu (29/9) untuk semakin menekan Hizbullah, setelah menewaskan Nasrallah dalam serangan di pinggiran selatan Beirut pada Jumat (27/9) waktu setempat.

    Pada Senin (30/9), Israel untuk pertama kalinya menyerang jantung kota Beirut dalam serangan drone terbarunya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Israel Terus Serang Pusat Kota Beirut, Ratusan Orang Tewas

    Israel Terus Serang Pusat Kota Beirut, Ratusan Orang Tewas

    Jakarta

    Sejumlah kantor berita mengutip beberapa saksi mata yang mengatakan bahwa serangan udara Israel menghantam sebuah gedung apartemen di pusat Kota Beirut.

    Jika terkonfirmasi, insiden ini akan menjadi serangan pertama Israel di pusat kota Beirut dalam hampir satu tahun pertempuran antara Israel dan Hizbullah. Serangan ini terjadi di tengah gempuran yang terus berlanjut di seluruh Lebanon.

    Kantor berita Reuters melaporkan bahwa lantai atas sebuah gedung apartemen di distrik Kola, Beirut, terkena serangan, mengutip saksi mata yang mendengar suara ledakan dan melihat asap mengepul dari lantai atas gedung tersebut.

    Kantor berita AFP mengutip sumber keamanan yang mengatakan bahwa sebuah pesawat tak berawak Israel menghantam sebuah apartemen milik kelompok Jamaa Islamiya, yang menyebabkan empat orang tewas. Namun, kejadian ini tidak dapat diverifikasi secara independen.

    Ada beberapa serangan lain di Beirut, termasuk yang menewaskan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah pada hari Jumat (27/09).

    Lebanon: Lebih dari 100 orang tewas dalam 24 jam terakhir

    Pada hari Minggu (29/09), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Lebanon mengatakan bahwa 105 orang telah terbunuh dalam serangan Israel dalam kurun waktu 24 jam.

    Kemenkes menyebut 359 orang juga terluka ketika Israel menyerang beberapa bagian Lebanon selatan, termasuk pinggiran Kota Beirut.

    IDF mengatakan bahwa mereka akan melanjutkan serangan di Lebanon dengan tujuan “merusak dan menurunkan kemampuan militer dan infrastruktur Hizbullah.”

    Sayap kiri Palestina: Tiga anggota tewas dalam serangan di Beirut

    Kelompok militan Palestina, Front Populer untuk Pembebasan Palestina (Popular Front for the Liberation of Palestine/PLFP) mengatakan bahwa tiga anggotanya tewas dalam serangan Israel di distrik Kola, Beirut, Senin (30/09).

    Serangan yang belum dikonfirmasi oleh Israel ini merupakan gempuran pertama di dalam wilayah Kota Beirut sejak tanggal 7 Oktober 2023.

    Dalam sebuah pernyataan, PLFP mengatakan bahwa Kepala Keamanan Militer, Mohammad Abdel-Aal, Komandan Militer Imad Odeh, dan anggota ketiga, Abdelrahman Abdel-Aal tewas dalam serangan itu.

    PFLP adalah kelompok sayap kiri sekuler, yang bersekutu dengan Hizbullah dalam mendukung kelompok Palestina Hamas melawan Israel. Hizbullah dan Hamas dinyatakan sebagai kelompok teror oleh AS, Inggris, Jerman, Uni Eropa dan beberapa negara lain.

    Pakar Timur Tengah: Israel sadar Hizbullah “lebih tidak efisien”

    Kepada DW, seorang penulis dan peneliti senior dari Program Politik Arab di Washington Institute, Hanin Ghaddar, mengatakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi keputusan Israel untuk meningkatkan konflik di Lebanon.

    “Pertama, tentara Israel tidak lagi dibutuhkan dalam jumlah besar di Gaza. Operasi militer di Gaza sudah hampir berakhir dan sisanya yang dibutuhkan tidak memerlukan banyak tentara Israel,” ucap Ghaddar.

    Kedua, Ghaddar mengatakan bahwa Israel menyadari bahwa “sangat mudah untuk menyusup ke Hizbullah dengan intelijen mereka, kemudian Hizbullah jauh lebih terdampak daripada yang mereka kira dan jauh lebih tidak efisien.”

    Ghaddar mengatakan bahwa kurangnya efisiensi berarti Iran juga tidak ingin Hizbullah merespons.

    Mengenai pertanyaan tentang seberapa parah Hizbullah terkena dampak dari serangan terhadap kepemimpinannya, Ghaddar mengatakan, apa yang terjadi pada dasarnya adalah “pembunuhan terhadap Hizbullah.”

    “Apa yang kita lihat bukan hanya pembunuhan terhadap pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, ini adalah pembunuhan terhadap Hizbullah itu sendiri dengan melenyapkan para pendirinya,” kata Ghaddar.

    mh/ha/hp (Reuters, AFRP, AP, dpa)

    (ita/ita)

  • Perang Besar-besaran Bukan Cara Pulangkan Warga ke Israel Utara

    Perang Besar-besaran Bukan Cara Pulangkan Warga ke Israel Utara

    Washington DC

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) memperingatkan Israel, sekutu dekatnya, bahwa mereka tidak akan bisa memulangkan warganya dengan aman ke wilayah utara negara tersebut, jika melancarkan perang besar-besaran dengan kelompok Hizbullah atau pun Iran.

    Diketahui bahwa dalam beberapa bulan terakhir, warga-warga Israel di wilayah utara negara itu, yang berbatasan dengan Lebanon bagian selatan, terpaksa mengungsi dari rumah-rumah mereka akibat semakin meningkatnya serangan lintas perbatasan dari kelompok Hizbullah.

    Eskalasi konflik terjadi sejak dua pekan terakhir, ketika militer Israel melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap target-target Hizbullah di Lebanon bagian selatan dan di pinggiran selatan Beirut.

    Pada Jumat (27/9) waktu setempat, serangan udara Israel yang menargetkan pinggiran selatan Beirut berhasil menewaskan pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah. Tel Aviv lantas terus melanjutkan serangannya, dengan pada Minggu (29/9), menargetkan lebih banyak posisi Hizbullah di Lebanon.

    Tujuan utama dari serangan-serangan udara itu, menurut militer Israel, adalah membuat wilayah utara negara tersebut aman dari serangan roket Hizbullah dan memungkinkan kembalinya ribuan warga Israel ke rumah-rumah mereka di area tersebut usai mengungsi akibat serangan lintas perbatasan.

    “Perang besar-besaran dengan Hizbullah, tentu saja dengan Iran, bukanlah cara yang tepat untuk mewujudkan hal tersebut,” ucap juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, John Kirby, mengingatkan Israel, seperti dilansir Reuters, Senin (30/9/2024).

    “Jika Anda ingin orang-orang kembali ke rumah-rumah mereka dengan aman dan berkelanjutan, kami meyakini bahwa jalur diplomasi adalah jalur yang tepat,” cetusnya saat berbicara kepada media terkemuka AS, CNN, pada Minggu (29/9).

    Disebutkan Kirby bahwa AS sedang mengamati apa yang dilakukan Hizbullah untuk mengisi kekosongan kepemimpinan sejak kematian Nasrallah. “Dan terus berbicara dengan Israel soal langka-langkah tepat selanjutnya,” katanya.

    Kementerian Kesehatan Lebanon, dalam pernyataannya, menyebut lebih dari 1.000 orang tewas dan sekitar 6.000 orang lainnya mengalami luka-luka akibat rentetan serangan Israel yang berlangsung selama dua pekan terakhir. Tidak disebut lebih spesifik soal berapa banyak warga sipil yang tewas.

    Pemerintah Beirut juga menyebut sekitar satu juta orang — atau seperlima dari total populasi Lebanon — telah mengungsi dari rumah-rumah mereka.

    “Kami tidak menyangkal fakta bahwa kami tidak melihat eksekusi taktis dengan cara yang sama yang mereka lakukan dalam hal perlindungan (warga sipil),” ujar Kirby dalam pernyataannya.

    Dia menegaskan kembali bahwa dukungan AS terhadap keamanan Israel sangatlah kuat. AS merupakan sekutu lama Israel dan pemasok senjata terbesar untuk negara tersebut.

    Pada Sabtu (28/9) waktu setempat, Iran bersumpah akan membela kepentingan nasional dan keamanan mereka, tanpa memberikan rincian lebih lanjut. Teheran juga menyerukan digelarnya pertemuan darurat Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk membahas serangan-serangan Israel.

    “Kami telah melihat retorika yang keluar dari Teheran. Kami akan melihat dan menantikan apa yang mereka lakukan,” ucap Kirby dalam pernyataannya.

    Lihat Video ‘Demo Protes Tewasnya Pemimpin Hizbullah di Pakistan Ricuh!’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Israel Pakai Bom Buatan AS dalam Serangan Tewaskan Pemimpin Hizbullah

    Israel Pakai Bom Buatan AS dalam Serangan Tewaskan Pemimpin Hizbullah

    Washington DC

    Bom yang digunakan militer Israel dalam serangan udara yang menewaskan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah di Lebanon, pekan lalu, merupakan senjata berpemandu buatan Amerika Serikat (AS).

    Informasi tersebut, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (30/9/2024), diungkapkan oleh seorang Senator senior AS, Mark Kelly, dalam wawancara dengan media terkemuka NBC pada Minggu (29/9) waktu setempat. Kelly merupakan Ketua Subkomite Angkatan Bersenjata Airland pada Senat AS.

    Pernyataan Kelly ini menandai indikasi pertama dari AS soal jenis persenjataan apa yang telah digunakan pasukan Tel Aviv dalam perangnya.

    Kelly, dalam wawancara dengan NBC, menyebut militer Israel menggunakan bom seri Mark 84 seberat 2.000 pon, atau setara 900 kilogram, dalam serangan udara terhadap target Hizbullah di wilayah Lebanon.

    “Kami telah melihat lebih banyak penggunaan amunisi berpemandu, JDAM, dan kami terus memasok senjata tersebut,” ucap Kelly, menggunakan kata singkatan untuk Joint Direct Attack Munitions.

    “Bom seberat 2.000 pon itulah yang digunakan, itu adalah bom seri Mark 84, untuk menghabisi Nasrallah,” sebutnya.

    Militer Israel, dalam pernyataan pada Sabtu (28/9) waktu setempat, mengklaim telah melenyapkan Nasrallah dalam serangan terhadap markas komando pusat kelompok Hizbullah di pinggiran selatan Beirut.

    Hizbullah, dalam pernyataan terpisah pada hari yang sama, mengonfirmasi kematian Nasrallah yang memimpin kelompok itu selama sekitar 30 tahun terakhir. Disebutkan Hizbullah bahwa Nasrallah terbunuh bersama anggota-anggota Hizbullah lainnya “setelah serangan berbahaya Zionis di pinggiran selatan Beirut”.

    Tel Aviv menolak untuk berkomentar mengenai senjata apa yang digunakan dalam serangan tersebut. Sedangkan Pentagon atau Departemen Pertahanan AS tidak bisa dihubungi untuk dimintai komentar.

    JDAM diketahui mampu mengubah bom terarah jenis standar dengan menggunakan sirip dan sistem panduan GPS menjadi senjata berpemandu. AS merupakan sekutu lama Israel dan merupakan pemasok senjata terbesar untuk negara Yahudi tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/zap)

  • Macron Bilang Netanyahu Salah Jika Tolak Gencatan Senjata di Lebanon

    Macron Bilang Netanyahu Salah Jika Tolak Gencatan Senjata di Lebanon

    Jakarta

    Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa akan menjadi “kesalahan” bagi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menolak gencatan senjata di Lebanon. Macron menyebut Netanyahu harus mengambil “tanggung jawab” atas eskalasi regional.

    “Usulan yang diajukan adalah usulan yang solid,” kata Macron pada konferensi pers di Montreal, Kanada bersama Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, dilansir kantor berita AFP, Jumat (27/9/2024).

    Macron menekankan bahwa rencana yang didukung oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa itu telah disiapkan bersama Netanyahu sendiri.

    Para pejabat tinggi Israel sebelumnya telah menolak usulan gencatan senjata dengan kelompok Hizbullah. Washington juga menegaskan bahwa rencana gencatan senjata telah “dikoordinasikan” dengan Israel.

    Namun, Netanyahu mengatakan pemerintahnya bahkan tidak menanggapi usulan tersebut dan malah memerintahkan militer untuk “terus bertempur dengan kekuatan penuh” melawan Hizbullah.

    “Saya pikir akan menjadi kesalahan bagi perdana menteri (Israel) untuk menolaknya karena dia harus bertanggung jawab atas eskalasi regional yang jauh melampaui apa yang dapat dikendalikan siapa pun, dan tentu saja korban sipil baru di Lebanon,” kata Macron.

    “Kita benar-benar harus segera mencapai gencatan senjata,” imbuh Trudeau, sambil menunjuk pada foto-foto menyedihkan dari Lebanon.

    Amerika Serikat, Uni Eropa, dan sekutu lainnya, serta beberapa negara Arab, telah meluncurkan seruan bersama untuk penghentian pertempuran selama 21 hari di Lebanon. Seruan ini disampaikan serangan udara Israel menewaskan ratusan orang dan membuat lebih dari 100.000 orang mengungsi di Lebanon minggu ini.

    Seruan untuk gencatan senjata selama tiga minggu tersebut muncul beberapa jam setelah kepala angkatan darat Israel Letnan Jenderal Herzi Halevi pada hari Rabu lalu, mendesak para prajurit untuk bersiap menghadapi kemungkinan serangan darat terhadap Hizbullah.

    Presiden Prancis mengatakan bahwa reaksi awal Israel terhadap usulan tersebut tidak “pasti”. Macron pun mengemukakan kemungkinan untuk mengadakan sidang Dewan Keamanan mengenai masalah tersebut guna “meningkatkan tekanan.”

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Israel Bertekad Hentikan Pengiriman Senjata Iran ke Hizbullah

    Israel Bertekad Hentikan Pengiriman Senjata Iran ke Hizbullah

    Tel Aviv

    Angkatan Udara Israel menegaskan akan menghentikan pengiriman senjata apa pun dari Iran kepada kelompok Hizbullah, yang bermarkas di Lebanon. Angkatan Udara Tel Aviv juga mengatakan pihaknya bersiap membantu pasukan dalam operasi darat melawan Hizbullah.

    “Di Lebanon, kami akan mencegah segala kemungkinan pengiriman senjata di Lebanon dari Iran,” tegas Komandan Angkatan Udara Israel, Mayor Jenderal Tomer Bar, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Jumat (27/9/2024).

    “Kepercayaan diri Nasrallah … bergantung pada pasokan yang datang dari Iran,” sebutnya, merujuk pada pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah.

    “Kami sedang bersiap bahu-membahu dengan Komando Utara untuk melakukan manuver darat. Telah bersiap, jika diaktifkan. Ini adalah keputusan yang harus dibuat di atas kita,” ujar Bar saat berbicara kepada jajaran tentara Israel, dalam video yang dirilis militer Israel.

    Israel telah bersumpah untuk mengamankan wilayah utaranya dan memulangkan ribuan warganya yang terpaksa mengungsi sejak Hizbullah marak melancarkan serangan lintas perbatasan sejak tahun lalu, sebagai solidaritas terhadap militan Palestina yang bertempur melawan militer Israel di Jalur Gaza.

    Sebuah pesawat tempur Israel menyerang pinggiran ibu kota Beirut, yang menurut Kementerian Kesehatan Lebanon, menewaskan sedikitnya dua orang dan melukai 15 orang lainnya, termasuk seorang wanita yang kini dalam kondisi kritis.

    Dengan tambahan kematian itu, maka sedikitnya 28 orang tewas dalam rentetan serangan Israel di Lebanon sepanjang Kamis (26/9). Sementara total korban tewas akibat gempuran Israel di Lebanon sejak Senin (23/9) waktu setempat telah mencapai lebih dari 600 orang.

    Kelompok Hizbullah mengakui salah satu komandan unit angkatan udara mereka, Mohammad Surur, tewas dalam serangan Israel tersebut.

    Serangan udara terus dilancarkan, dengan di sisi perbatasan Israel dan Lebanon, pasukan Tel Aviv menggelar latihan simulasi invasi darat. Hal ini dinilai sebagai tahap potensial berikutnya dalam konflik yang terus berkecamuk antara Israel dan Hizbullah.

    Israel Tolak Seruan Gencatan Senjata dengan Hizbullah

    Israel telah menolak seruan global untuk melakukan gencatan senjata dengan Hizbullah. Tel Aviv bahkan menentang sekutu terdekatnya, Amerika Serikat (AS), dengan terus melanjutkan serangan udara yang telah menewaskan ratusan orang di Lebanon.

    Saat tiba di New York sebelum berpidato di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu mengatakan kepada wartawan bahwa militer Israel akan terus menyerang Hizbullah dengan “kekuatan penuh”.

    “Kami tidak akan berhenti hingga kami mencapai semua tujuan kami, yang pertama dan terutama, memulangkan para penduduk wilayah utara ke rumah-rumah mereka dengan selamat,” tegas Netanyahu.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel, Israel Katz, dalam pernyataan terpisah via media sosial X juga menegaskan hal serupa. “Tidak akan ada gencatan senjata di wilayah utara,” tulisnya.

    Penolakan itu disampaikan setelah AS dan Prancis mengusulkan gencatan senjata selama 21 hari antara Israel dan Hizbullah, yang diungkap pada Rabu (25/9) waktu setempat.

    Terlepas dari sikap Tel Aviv, baik Washington maupun Paris berusaha menjaga prospek gencatan senjata tetap hidup dan menyebut negosiasi terus berlanjut, termasuk di sela-sela pertemuan PBB di New York.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Timur Tengah Membara, Warga AS Protes Dukungan untuk Israel

    Timur Tengah Membara, Warga AS Protes Dukungan untuk Israel

    Washington DC

    Para demonstran menggelar aksi protes di beberapa kota di wilayah Amerika Serikat (AS) untuk menentang dukungan militer Amerika kepada Israel. Unjuk rasa ini digelar ketika risiko konflik besar-besaran semakin meningkat di Timur Tengah usai Tel Aviv menggempur Lebanon.

    Para aktivis antiperang dalam aksi tersebut bahkan menuntut embargo senjata terhadap Israel, yang merupakan sekutu dekat AS.

    Puluhan demonstran berkumpul di Herald Square di New York City pada Selasa (24/9) malam waktu setempat, dengan membawa spanduk bertuliskan “Jangan ganggu Lebanon sekarang” dan “Tidak ada perang AS-Israel di Lebanon”.

    Unjuk rasa tersebut digelar oleh kelompok koalisi ANSWER, yang merupakan singkatan dari “Act Now to Stop War and End Racism”. Demikian seperti dilansir Reuters, Rabu (25/9/2024).

    Dalam aksinya, para demonstran meneriakkan slogan-slogan berbunyi “Jangan ganggu Timur Tengah”, “Bebaskan Palestina”, dan “Biden, Harris, Trump dan Bibi: tidak ada yang diterima di kota kami” — merujuk pada Presiden AS Joe Biden, Wakil Presiden Kamala Harris, mantan Presiden Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Unjuk rasa yang lebih kecil dengan slogan dan spanduk serupa digelar di dekat Gedung Putih di Washington DC pada Selasa (24/9) malam, bahkan saat hujan mengguyur kota tersebut.

    “Serangan Israel di Lebanon dan pengepungan serta genosida yang sedang berlangsung di Gaza dimungkinkan oleh banyaknya bom, rudal dan pesawat tempur yang dipasok oleh pemerintah AS,” sebut kelompok ANSWER dalam sebuah pernyataan.

    Disebutkan juga oleh kelompok ANSWER bahwa unjuk rasa serupa juga digelar di beberapa kota lainnya seperti San Francisco, Seattle, San Antonio dan Phoenix.

    Israel mengatakan tindakannya merupakan aksi membela diri terhadap kelompok-kelompok militan seperti Hamas dan Hizbullah yang dianggap bermusuhan. AS tetap mempertahankan dukungan terhadap Tel Aviv, sekutunya, selama perang berkecamuk meskipun ada kritikan dari dalam negeri dan luar negeri.

    Pada Mei lalu, Biden mengatakan dukungan AS untuk Israel “sangat teguh”, namun dia juga menyerukan gencatan senjata segera di Jalur Gaza. “Apa yang terjadi di Gaza bukanlah genosida. Kami menolaknya,” ucap Biden saat berbicara dalam acara Jewish American Heritage Month di Gedung Putih pada saat itu.

    Unjuk rasa marak di berbagai wilayah AS selama berbulan-bulan saat perang berkecamuk di Jalur Gaza. Laporan terbaru otoritas kesehatan Gaza, yang dikuasai Hamas, menyebut sedikitnya 41.467 orang tewas. Perang itu memicu kehancuran, menyebabkan krisis kelaparan dan membuat 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi.

    Perang itu dipicu oleh serangan mematikan Hamas terhadap Israel bagian selatan pada Oktober tahun lalu, yang menurut otoritas Tel Aviv, menewaskan sekitar 1.200 orang dan membuat lebih dari 250 orang lainnya disandera.

    Pada Senin (23/9) waktu setempat, Israel melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap wilayah selatan dan timur Lebanon, yang diklaim menargetkan posisi dan persenjataan Hizbullah.

    Sehari setelahnya, atau pada Selasa (24/9), Tel Aviv mengatakan pasukan militernya melancarkan serangan baru secara “ekstensif”, termasuk serangan di pinggiran selatan Beirut yang dilaporkan berhasil menewaskan komandan pasukan roket Hizbullah.

    Lebih dari 560 orang tewas, termasuk 50 anak-anak dan 94 perempuan, akibat rentetan serangan di negara tersebut sejak awal pekan ini. Sekitar 1.800 orang lainnya mengalami luka-luka akibat rentetan serangan tersebut.

    Situasi di Lebanon ini menimbulkan kekhawatiran akan meluasnya perang regional yang bisa mengacaukan stabilitas Timur Tengah. Para pemimpin berbagai negara anggota PBB menggelar pertemuan pekan ini di AS dengan agenda utama membahas situasi di Timur Tengah.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Intelijen AS Ingatkan Trump Soal Ancaman Iran untuk Bunuh Dirinya

    Intelijen AS Ingatkan Trump Soal Ancaman Iran untuk Bunuh Dirinya

    Washington DC

    Intelijen Amerika Serikat (AS) memperingatkan mantan Presiden Donald Trump soal ancaman “nyata dan spesifik” dari Iran untuk membunuh dirinya. Teheran sebelumnya telah membantah tuduhan dari Washington ini.

    Peringatan dari intelijen AS itu, seperti dilansir AFP, Rabu (25/9/2024), diungkapkan oleh tim kampanye pilpres Trump yang kini menjadi capres Partai Republik, yang akan melawan capres Partai Demokrat, Wakil Presiden Kamala Harris, dalam pemilu AS yang dijadwalkan pada November mendatang.

    “Presiden Trump telah diberi pengarahan hari ini oleh Kantor Direktur Intelijen Nasional mengenai ancaman nyata dan spesifik dari Iran untuk membunuhnya dalam upaya untuk mengganggu stabilitas dan menebar kekacauan di Amerika Serikat,” ungkap direktur komunikasi tim kampanye Trump, Steven Cheung, dalam pernyataan pada Selasa (24/9) waktu setempat.

    “Para pejabat intelijen telah mengidentifikasi bahwa serangan yang berkelanjutan dan terkoordinasi ini telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir, dan aparat penegak hukum di semua lembaga berupaya untuk memastikan Presiden Trump terlindungi dan pemilu bebas dari intervensi,” sebutnya.

    Tim kampanye Trump tidak menguraikan lebih lanjut soal peringatan intelijen itu, yang muncul ketika tekanan internasional semakin meningkat terhadap Iran untuk mengurangi ketegangan yang meninggi di Lebanon, saat militer Israel terus melancarkan pengeboman terhadap target Hizbullah yang didukung Teheran.

    Awal musim panas ini, Iran telah membantah tuduhan bahwa mereka berusaha membunuh Trump, tak lama setelah seorang pria bersenjata melepaskan tembakan ke arah mantan Presiden AS itu saat dia berkampanye di Pennsylvania. Sedikitnya satu orang tewas, dan Trump sendiri mengalami luka-luka di telinganya.

    Beberapa hari usai percobaan pembunuhan itu, media-media lokal AS melaporkan bahwa otoritas setempat telah menerima informasi intelijen mengenai dugaan rencana Iran membunuh Trump, yang mendorong peningkatan perlindungan terhadapnya.

    Pada saat itu, Teheran membantah tuduhan itu sebagai “tuduhan jahat”.

    “Jika mereka benar-benar ‘membunuh Presiden Trump’, yang selalu menjadi kemungkinan, saya berharap Amerika melenyapkan Iran, menghapusnya dari muka Bumi — Jika hal itu tidak terjadi, para pemimpin Amerika akan dianggap sebagai pengecut yang ‘tidak punya keberanian’!” tulis Trump via media sosial Truth Social pada saat itu.

    Tidak diketahui secara jelas apakah ancaman yang diungkapkan tim kampanye Trump itu merupakan ancaman baru atau ancaman yang telah dilaporkan sebelumnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Biden Desak Pemimpin Dunia Cegah Perang Besar-besaran di Lebanon

    Biden Desak Pemimpin Dunia Cegah Perang Besar-besaran di Lebanon

    New York

    Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mendesak para pemimpin dunia untuk mencegah “perang skala penuh” di Lebanon. Seruan ini disampaikan saat pertempuran sengit berlangsung antara Israel dan Hizbullah yang bermarkas di Lebanon.

    Biden, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Rabu (25/9/2024), menyampaikan seruan itu saat berpidato di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang sedang menggelar pertemuan puncak pada Selasa (24/9) waktu setempat di New York, AS.

    Pertemuan Majelis Umum PBB ini digelar saat eskalasi konflik berlangsung antara Israel dan Hizbullah di Lebanon, yang menurut otoritas Beirut, telah menewaskan sedikitnya 558 orang, termasuk 50 anak-anak.

    “Perang skala penuh tidak menjadi kepentingan siapa pun. Meskipun situasinya meningkat, solusi diplomatik masih mungkin dilakukan,” ucap Biden dalam pidato yang menjadi pidato perpisahan kepada Majelis Umum PBB sebelum dia mengakhiri masa jabatan sebagai Presiden AS.

    “Faktanya (itu) tetap menjadi satu-satunya jalan menuju keamanan abadi yang memungkinkan penduduk dari kedua negara kembali ke rumah-rumah mereka di perbatasan dengan aman,” cetusnya.

    Biden juga kembali mendorong gencatan senjata yang sulit dicapai antara Israel dan Hamas, dan mengatakan kepada badan global tersebut bahwa sudah waktunya untuk “mengakhiri perang ini”.

    Prancis, salah satu negara anggota Dewan Keamanan PBB, menyerukan digelarnya pertemuan darurat membahas krisis di Lebanon.

    Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres, secara terpisah, memperingatkan bahwa situasi di Lebanon berada di ambang kehancuran. “Kita semua harus waspada dengan eskalasi ini. Lebanon berada di tepi jurang,” sebutnya.

    Dia juga memperingatkan “kemungkinan Lebanon berubah menjadi Gaza lainnya”, yang saat ini situasinya, menurut Guterres, bagaikan “mimpi buruk yang tiada henti”.

    Diplomat utama Uni Eropa, Josep Borrell, juga memperingatkan bahwa “kita hampir berada dalam perang besar-besaran”.

    Sementara Presiden Iran Masoud Pezeshkian, yang mendukung Hizbullah, mengutuk kelambanan PBB terhadap Israel yang “tidak masuk akal dan tidak bisa dipahami”.

    AS sebagai sekutu terdekat Israel telah menegaskan penolakan terhadap invasi darat yang mungkin dilancarkan Israel ke Lebanon. Seorang pejabat senior Washington, yang enggan disebut namanya, menuturkan bahwa AS akan menawarkan ide-ide “konkret” untuk meredakan krisis di Lebanon kepada PBB.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)