kab/kota: Washington

  • Pernyataan Biden hingga Macron Usai Israel Serang Pasukan Perdamaian PBB

    Pernyataan Biden hingga Macron Usai Israel Serang Pasukan Perdamaian PBB

    Washington DC

    Para pemimpin negara-negara Barat mendesak Israel untuk berhenti menyerang pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di perbatasan Lebanon. Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan dirinya telah meminta Tel Aviv, sekutunya, untuk menghentikan serangan semacam itu.

    Laporan terbaru Pasukan Interim PBB di Lebanon, atau biasa disebut UNIFIL, menyebut sedikitnya lima tentara mereka mengalami luka-luka imbas serangan militer Israel yang bertempur melawan Hizbullah di wilayah Lebanon bagian selatan. Terdapat dua tentara nasional Indonesia (TNI) di antara prajurit UNIFIL yang luka-luka.

    UNIFIL, dalam pernyataannya, menuduh militer Israel “secara sengaja” menembak posisi pasukannya di Lebanon bagian selatan.

    Kritikan dan kecaman pun menghujani Israel atas rentetan serangan yang melukai pasukan penjaga perdamaian PBB tersebut. Sejumlah pemimpin negara-negara Barat merilis pernyataan untuk mendesak Tel Aviv menghentikan serangan terhadap pasukan PBB di Lebanon.

    Berikut daftar pemimpin Barat yang menyerukan Israel berhenti menyerang pasukan UNIFIL, seperti dilansir AFP, Minggu (13/10/2024):

    – Presiden AS Joe Biden

    Biden mengatakan dirinya telah meminta Israel, sekutu dekat AS, untuk berhenti menembaki pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon.

    Pernyataan ini disampaikan Biden ketika dia ditanya wartawan di Gedung Putih soal apakah dia telah meminta Tel Aviv untuk berhenti melakukan serangan yang melukai prajurit PBB.

    “Tentu saja, secara positif,” jawab Biden singkat.

    – Presiden Prancis Emmanuel Macron

    Macron, dalam pernyataannya, menyebut pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon “secara sengaja ditargetkan”. Dia menegaskan hal semacam itu “sama sekali tidak dapat diterima”.

    Kementerian Luar Negeri Prancis telah memanggil Duta Besar Israel di Paris untuk mengingatkan bahwa insiden yang melukai prajurit PBB di Lebanon merupakan “pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan harus segera dihentikan”.

    Simak: Video Sekjen PBB Kutuk Serangan Israel di UNIFIL yang Lukai Anggota TNI

    – PM Italia Giorgia Meloni

    Meloni secara tegas mengutuk serangan Israel yang melukai pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon. Dia menyebut serangan itu “tidak bisa diterima” dan telah melanggar resolusi PBB.

    Italia diketahui memiliki lebih dari 1.000 tentara yang dikerahkan dalam misi UNIFIL.

    – PM Spanyol Pedro Sanchez

    Sanchez memberikan reaksi keras terhadap serangan Israel yang melukai sejumlah pasukan penjaga perdamaian PBB. Dia secara tegas menuntut “diakhirinya semua kekerasan” teradap prajurit PBB di Lebanon.

    Menurut Sanchez, serangan yang melukai pasukan UNIFIL “benar-benar tidak dapat diterima”.

    – PM Irlandia Simon Harris

    Harris menyerukan Israel untuk memperhatikan “kekhawatiran masyarakat internasional” dan menahan diri untuk tidak menembaki pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon.

    “Israel harus berhenti menembaki pasukan penjaga perdamaian PBB yang bertugas dengan UNIFIL di Lebanon. Israel harus mendengarkan suara dan keprihatinan masyarakat internasional,” tegasnya.

    Irlandia diketahui mengirimkan 347 tentara dalam misi UNIFIL, yang bertugas menjaga perdamaian di wilayah Lebanon bagian selatan.

    Simak: Video Sekjen PBB Kutuk Serangan Israel di UNIFIL yang Lukai Anggota TNI

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/imk)

  • Kapal Induk China Terdeteksi Dekat Wilayahnya, Taiwan Waspada!

    Kapal Induk China Terdeteksi Dekat Wilayahnya, Taiwan Waspada!

    Taipei

    Taiwan dalam keadaan “waspada” setelah mendeteksi keberadaan kapal induk China di perairan selatan wilayahnya pada Minggu (13/10) waktu setempat. Hal ini terjadi saat ketegangan antara kedua negara semakin meningkat.

    “Kelompok kapal induk China Liaoning telah memasuki perairan di dekat Selat Bashi dan kemungkinan akan melanjutkan pelayaran ke Pasifik bagian barat,” sebut Kementerian Pertahanan Taiwan dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Minggu (13/10/2024).

    China semakin meningkatkan aktivitas militer di sekitar wilayah Taiwan dalam beberapa tahun terakhir. Beijing mengirimkan rentetan pesawat tempur dan pesawat militer lainnya, dengan kapal-kapal militer negara itu terus mempertahankan kehadiran di sekitar perairan Taiwan.

    Terdeteksinya kapal induk Liaoning di sekitar Taiwan ini terjadi setelah Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS), Antony Blinken, memperingatkan China pada Jumat (11/10) untuk tidak mengambil tindakan “provokatif” terhadap Taipei.

    Peringatan Washington itu disampaikan setelah Presiden Taiwan Lai Ching-te menyampaikan pidato pada perayaan Hari Nasional negara tersebut sehari sebelumnya, yang menuai reaksi keras China.

    Lai, yang disebut oleh Beijing sebagai “separatis”, bersumpah dalam pidatonya untuk “menolak aneksasi” Taiwan. Dia juga menegaskan bahwa Beijing dan Taipei “tidak saling tunduk satu sama lain”.

    Dalam tanggapannya, otoritas China menyebut pidato Lai sebagai “provokasi” yang akan mengakibatkan “bencana” bagi rakyat Taiwan.

    Selama ini, China selalu menegaskan Taiwan sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya. Beijing bahkan mengatakan tidak mengesampingkan penggunaan kekuatan untuk membawa Taipei kembali di bawah kendalinya.

    Beberapa waktu terakhir, militer China mengerahkan puluhan pesawat tempur dan kapal angkatan lautnya ke dekat wilayah Taiwan. Laporan Kementerian Pertahanan Taiwan pada 26 September lalu menyebut sedikitnya 43 pesawat militer China dan delapan kapal angkatan laut terdeteksi dalam periode 24 jam di dekat wilayahnya hingga pagi hari.

    Sekitar 29 pesawat militer tambahan — termasuk jet tempur dan pesawat nirawak — terdeteksi hingga sore hari pada hari yang sama.

    Menurut para pakar militer, peningkatan jumlah pesawat, kapal, dan drone yang dilakukan China itu merupakan bentuk “gangguan zona abu-abu” yang membuat Angkatan Bersenjata Taiwan selalu waspada. Para pakar militer menilai taktik-taktik semacam ini, yang tidak termasuk tindakan perang langsung, digunakan untuk menguras habis tenaga pasukan militer Taiwan.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/imk)

  • Heboh Peta Timur Tengah Baru yang Diusulkan Israel, Seperti Apa?

    Heboh Peta Timur Tengah Baru yang Diusulkan Israel, Seperti Apa?

    Jakarta

    Istilah Timur Tengah baru telah digunakan oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, baru-baru ini.

    Dalam forum internasional, Netanyahu menunjukkan dua buah peta Israel dan kawasan sekitarnya. Dalam peta itu, tidak ada sama sekali nama maupun wilayah Palestina.

    Upaya Israel untuk mengubah tatanan kekuasaan regional dan merestrukturisasi peta politik bukanlah hal baru.

    Namun, dinamika kawasan yang semakin kompleks dan eskalasi konflik pasca serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 dan direspons dengan serangan Israel ke Gaza selama 12 bulan terakhir telah meyakinkan banyak pihak di Israel bahwa tujuan tersebut kini lebih realistis untuk dicapai.

    Peta Israel yang kontroversial

    Dalam pidatonya baru-baru ini di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Netanyahu menampilkan peta pertama, yang mencakup wilayah berwarna hijau untuk negara-negara yang memiliki perjanjian damai dengan Israel atau sedang dalam negosiasi untuk menormalisasi hubungan dengan Israel.

    Peta yang dinamai “karunia” itu memuat negara-negara mencakup Mesir, Sudan, Uni Emirat Arab (UEA), Arab Saudi, Bahrain, dan Yordania.

    Sedangkan peta kedua menunjukkan wilayah yang diwarnai hitam. Netanyahu menyebutnya sebagai wilayah “kutukan”.

    EPAPerdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menunjukkan peta wilayah “kutukan” ketika berbicara di Sidang Umum PBB di New York, pada 27 September 2024.

    Dalam pidatonya baru-baru ini, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, memperingatkan tentang apa yang disebutnya sebagai “ambisi penuh kebencian Israel.”

    Erdogan mengatakan, “Mereka [Israel] akan menginginkan tanah air kita di antara Tigris dan Efrat. Dan secara terbuka menyatakan melalui peta yang mereka tunjukkan bahwa mereka tidak akan puas dengan Gaza.”

    Yezid Sayigh, peneliti senior dari Carnegie Middle East Center, ragu bahwa ambisi pemerintahan Netanyahu itu merupakan indikasi dari agenda langsung atau tujuan sebenarnya.

    Sayigh memprediksi bahwa “Timur Tengah baru yang Netanyahu upayakan saat ini adalah tentang memungkinkan Israel menjajah sisa wilayah Palestina.”

    Baca juga:

    Hal itu terlihat dari upaya Israel yang ‘tidak malu’ dalam memperluas proyek permukimannya, terutama di Tepi Barat.

    Ditambah lagi, Israel juga telah secara terbuka mengumumkan niatnya untuk meningkatkan jumlah permukiman, meskipun ada kritik dari Arab dan dunia internasional.

    “Ada sejumlah menteri dalam pemerintahan sayap kanan Israel yang tidak percaya pada solusi dua negara, dan sekarang kita tampaknya semakin jauh dari solusi negara Palestina sejak Perjanjian Oslo pada 1993.”

    EPAPerdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menunjukkan dua peta wilayah Timur Tengah yang dia namai “berkah” dan “kutukan” ketika berbicara di Sidang Umum PBB New York, pada 27 September 2024.

    “Tetapi saya tidak berpikir Amerika Serikat akan menyetujui peta Israel iniyang tidak mencakup wilayah Palestina,” kata David Schenker, peneliti senior di Washington Institute for Near East Policy.

    Sebelumnya, Schenker menjabat sebagai asisten menteri luar negeri untuk urusan wilayah timur dekat.

    “Pandangan Israel terhadap Timur Tengah baru adalah wilayah yang bebas dari ancaman Iran,” kata Schenker.

    Timur Tengah tanpa ‘ancaman Iran’

    Berbicara kepada BBC, Miri Eisen, pakar keamanan dan pensiunan perwira intelijen Israel, mengatakan: “Israel tidak ingin memaksakan Timur Tengah yang baru, tetapi untuk memastikan rezim mullah di Iran tidak mendefinisikan tatanan regional.”

    “Kata-kata Netanyahu ditujukan untuk mengakhiri program nuklir Iran dan memulihkan posisi historisnya setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menyebabkannya [Netanyahu] malu secara global,” kata Sayigh.

    Pembunuhan pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallahsetelah serangan besar-besaran Israel yang menargetkan jantung pinggiran selatan Beirutdipandang sebagai titik balik ketegangan geopolitik dalam perang tersebut.

    Getty ImagesWarga Iran membakar bendera Israel dalam perayaan setelah serangan rudal terhadap Israel, 1 Oktober.

    Iran menembakkan rangkaian rudal balistik ke Israel. Negara itu menggunakan berbagai senjata yang telah lama membuat khawatir Barat, sebagai respons atas pembunuhan kepala politik Hamas, Ismail Haniyeh di wilayahnya.

    Di sisi lain, Israel berjanji untuk menanggapi serangan Iran pada waktu yang dipilihnya sendiri.

    Solusi militer tidaklah cukup

    Amerika Serikat (AS) memberikan dukungan signifikan kepada Israel untuk memastikan keunggulan strategisnya. AS juga telah mengintensifkan kehadiran militernya di kawasan tersebut, mengingat meningkatnya ketegangan belakangan.

    Namun, dukungan ini menyaratkan Israel agar tidak melewati batas merah yang diulang-ulang Washington dalam pidato resminya, yaitu menargetkan proyek nuklir Iran dan solusi dua negara.

    Eisen berkata: “Tindakan militer Israel dilakukan untuk melawan ekspor senjata dan ideologi Iran ke proksi-proksinya di kawasan yang mengancam Israel dan negara-negara lain, dan bertujuan untuk melemahkan kemampuan militernya.”

    David Schenker, peneliti senior di Washington Institute memandang bahwa Israel mungkin telah membuat kemajuan dalam melumpuhkan proksi Iran di kawasan tersebut. Tetapi, dia ragu bahwa Israel dapat menciptakan tatanan baru tanpa dukungan negara-negara Arab.

    EPAKendaraan militer Israel berkumpul di dekat perbatasan dengan Lebanon, 3 Oktober

    “Hamas dapat bangkit kembali tanpa otoritas Palestina, upaya Arab dan diplomasi internasional, serta begitu pula Hizbullah tanpa upaya masyarakat Lebanon.”

    Eisen menganalisis bahwa Israel berupaya memperkuat kemitraan keamanan, ekonomi, dan bahkan teknologi dengan para sekutu yang memiliki persepsi sama tentang “ancaman Iran”.

    Selama beberapa tahun terakhir, Washington telah memimpin proyek normalisasi di kawasan tersebut, dengan menawarkan bantuan ekonomi hingga militer.

    AS mempromosikan gagasan bahwa Israel bukanlah ancaman regional bagi negara-negara Arab, tetapi sebaliknya, mitra strategis dalam menghadapi Iran.

    Laju normalisasi hubungan negara-negara di kawasan dengan Israel telah meningkat selama empat tahun terakhir.

    Baca juga:

    Maroko, UEA, dan Bahrain telah menandatangani ‘Perjanjian Abraham’ dengan Israel, tetapi tersendat sejak serangan 7 Oktober 2023 dan serangan Israel di Gaza berikutnya.

    Israel telah berupaya menormalisasi hubungan dengan Arab Saudi yang menentang meningkatnya keterlibatan dan pengaruh Iran yang mayoritas Syiah di kawasan tersebut. Arab Saudi juga takut akan hegemoni Iran di Timur Tengah.

    Namun, Arab Saudi telah secara resmi menyatakan dalam sebuah artikel di Financial Times bahwa negara itu tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel sampai negara Palestina didirikan.

    Sebelum 7 Oktober 2023, pergeseran geopolitik dan ekonomi telah memainkan peran besar dalam mengubah sikap sejumlah negara Arab seperti Mesir, Suriah, Lebanon, dan Yordania.

    ReutersPengeboran gas alam lepas pantai Tamar dekat pantai Ashkalon

    Negara-negara itu sebelumnya menolak mengakui Israelsebagai protes atas pemisahan Palestinausai negara itu dideklarasikan pada tahun 1948.

    “Tidak diragukan lagi bahwa negara-negara ini bersimpati ke Palestina, tapi mereka menemukan Israel bukanlah satu-satunya masalah. Ada juga para pembuat keputusan di Palestina.”

    “Akhirnya negara-negara ini memutuskan untuk mengutamakan kepentingan mereka sendiri daripada menghubungkan normalisasi dengan konflik Palestina dan Israel,” kata Schenker.

    Kemitraan ekonomi

    Kesepakatan dan perjanjian Israel dengan negara-negara Timur Tengah ini diumumkan sebelum 7 Oktober 2023, mencakup investasi dalam pertahanan, keamanan siber, teknologi finansial, dan energi.

    Namun, perang sejak 7 Oktober 2023 mungkin telah memperlambat volume kerja sama perdagangan antara Israel dan mitra barunya dari negara-negara Arab.

    Walau demikian, data resmi Israel mengungkapkan bahwa perdagangan antara Israel dan lima negara Arab meningkat selama paruh pertama tahun fiskal ini, dipimpin oleh UEA, Mesir, Bahrain, dan Maroko.

    Surat kabar Israel Maariv mengungkapkan sebuah perjanjian telah ditandatangani antara UEA dan Israel untuk membungun rute perdagangan antara kedua negara, yang melewati Arab Saudi dan Yordania, dan juga meluas ke Mesir.

    Gas Israel juga merupakan sumber pasokan utama untuk beberapa jaringan listrik Mesir.

    “Israel harus menggabungkan diplomasi, kemitraan ekonomi, dan tindakan pertahanan dan militer yang kuat untuk membentuk tatanan regional baru,” kata Schenker.

    “Perubahan di Timur Tengah tidak dapat dilihat secara terpisah dari situasi internasional, yaitu konflik internasional lainnya antara AS, Rusia, dan China, serta perubahan politik dalam negeri di Eropa,” kata Sayigh.

    Peneliti dari Carnegie itu khawatir dengan percepatan perubahan regional dan globa, yang semuanya berkontribusi pada percepatan tren global menuju konflik.

    Lihat Video ‘Peringatan Israel untuk Iran: Lihat Gaza dan Beirut!’:

    (ita/ita)

  • Timur Tengah Memanas, Akankah Houthi Makin Kuat?

    Timur Tengah Memanas, Akankah Houthi Makin Kuat?

    Jakarta

    Dalam pidato terbaru, pemimpin kelompok pemberontak Houthi di Yaman dengan bangga mengumumkan pencapaian kelompoknya selama setahun terakhir: Houthi, yang menguasai sebagian besar wilayah utara Yaman, menyerang target 193 kapal yang melintas di sekitar negara mereka dan meluncurkan lebih dari 1.000 rudal serta drone kepada musuh-musuhnya, termasuk Israel, demikian diumumkan Abdul-Malik al-Houthi. Semua ini, katanya, adalah bentuk dukungan bagi kelompok Hamas di Gaza dan Hezbollah di Lebanon.

    Houthi yang sebelumnya digambarkan sebagai “milisi compang camping bersandal” atau “petani bersenjata,” kini mampu meluncurkan rudal balistik ke Israel dan baru-baru ini menembak jatuh drone AS.

    Dan sejauh ini, tampaknya tidak ada yang mampu menghentikan aksi kelompok Houthi, baik pasukan maritim internasional yang melindungi kapal barang di Laut Merah, maupun rangkaian pengeboman dari udara di wilayah yang mereka kuasai.

    “Pemberontak Houthi semakin kuat, lebih ahli secara teknis, dan lebih menonjol sebagai anggota Poros Perlawanan daripada di awal perang,” tulis Mike Knights, peneliti senior di Washington Institute for Near East Policy bulan ini dalam sebuah analisis.

    Apa yang disebut “Poros Perlawanan” ini terdiri dari kelompok milisi bersenjata yang berbasis di Gaza, Lebanon, Irak, dan Yaman, yang semuanya, hingga tingkat tertentu, didukung oleh Iran dan menentang Israel serta AS.

    “Milisi bersenjata Houthi bisa dikatakan telah melewati setahun perang tanpa mengalami kemunduran besar,… dan memberikan performa militer terbaik di antara semua pemain dalam Poros Perlawanan,” jelas Knights.

    Akibatnya, Houthi semakin menonjol sebagai anggota Poros Perlawanan, dan pemimpin mereka, al-Houthi, bahkan diproyeksikan untuk menggantikan pemimpin Hezbollah, Hassan Nasrallah, yang dibunuh oleh Israel bulan lalu, dan berperan sebagai semacam pimpinan simbolis dari aliansi pro-Iran.

    Apakah Houthi akan semakin menjadi ancaman?

    Para ahli mengatakan sangat mungkin, dengan sejumlah faktor yang mendukung.

    Pertama, jarak mereka dari Israel menjadi keuntungan: Tidak seperti beberapa kelompok lain dalam Poros Perlawanan, seperti Hezbollah dan Hamas, Houthi berada pada posisi sejauh lebih dari 2.000 kilometer dari Israel, kata Albasha kepada DW.

    “Selain itu, Hezbollah telah berada di bawah pengawasan Israel selama empat dekade, sedangkan pengetahuan tentang Houthi masih terbatas jika membandingkan,” tambah analis tersebut.

    Milisi bersenjata Houthi juga telah terlibat dalam pertempuran selama beberapa dekade, pertama sebagai bagian dari pemberontakan melawan kediktatoran Yaman sejak 2004, lalu sejak 2014 dalam perang saudara melawan kekuasaan presiden Abed Rabbo Mansur Hadi yang didukung Arab Saudi , dan yang terbaru melawan koalisi internasional yang dipimpin Saudi yang mendukung lawan mereka dalam perang saudara tersebut.

    “Selama puluhan tahun konflik, Houthi telah mendesentralisasi semua aspek operasinya, mulai dari pasokan bahan bakar dan makanan hingga pembuatan senjata,” lanjut Albasha. Pangkalan mereka tersembunyi di pegunungan Yaman dan di terowongan bawah tanah, membuat serangan udara kurang efektif, dan “rekam jejak yang kuat dalam operasi darat” mereka membuat pasukan asing enggan melakukan invasi darat, katanya.

    Houthi juga telah menjalin kontak lebih jauh ke luar negeri. Mereka memiliki kantor di Irak dan mengklaim serangan terhadap Israel bekerja sama dengan milisi yang didukung Iran di Irak.

    Rudal dari Iran

    Houthi kemungkinan juga mendapatkan dukungan senjata yang lebih baik dari Iran. “Sebelum 7 Oktober 2023, Iran memasok Houthi dengan versi lama dari rudal dan drone,” jelas Albasha. “Sekarang Houthi meluncurkan varian modifikasi dari rudal balistik jarak menengah Iran, Kheibar Shekan. Hanya masalah waktu sebelum rudal hipersonik Fattah Iran muncul di Yaman, jika belum ada.”

    Seperti yang diuraikan Knights dalam studinya pada bulan Oktober, Yaman akan menjadi tempat ideal bagi rudal semacam itu karena lokasinya dan potensinya untuk menyembunyikan senjata di pegunungan.

    Mengingat lokasi mereka yang dekat dengan Arab Saudi dan UEA, Houthi juga memiliki potensi untuk menyerang tetangga mereka dan lebih jauh mengganggu perdagangan serta bisnis global. Minggu lalu, saat mengumumkan serangan rudal terhadap Israel, juru bicara Houthi menyatakan, mereka menganggap semua “kepentingan Amerika dan Inggris di kawasan berada dalam jangkauan serangan.”

    Jika Israel akhirnya menyerang fasilitas produksi energi Iran sebagai balasan atas serangan rudal Teheran baru-baru ini, Houthi kemungkinan akan merespons dengan menargetkan fasilitas energi sekutu AS. Mereka sebelumnya telah menembakkan roket ke fasilitas produksi minyak Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

    “Itu tentu hal yang perlu dikhawatirkan,” kata Mick Mulroy, peneliti senior di Middle East Institute yang berbasis di Washington dan mantan wakil asisten sekretaris pertahanan AS, kepada DW selama diskusi panel daring minggu lalu. “Houthi bisa menyerang infrastruktur negara tetangga dan Iran bisa memasang ranjau laut di Selat Hormuz. Iran jelas memiliki kapasitas untuk melakukan itu, yang pada dasarnya akan menghentikan transportasi energi dari kawasan tersebut, menyebabkan guncangan ekonomi global. Dan tentu saja, Houthi bisa terus menyerang kapal barang,” jelasnya.

    Houthi: ‘Kami tidak peduli’

    Alasan lain mengapa Houthi bisa menjadi lebih penting adalah sikap kelompok tersebut.

    “Dengan dua dekade kemenangan di belakang mereka, Houthi semakin berani,” jelas Albasha. “Banyak anggota milisi telah berperang sejak masa muda, dan tidak punya banyak beban takut kehilangan. Mentalitas ‘mengapa tidak?’ ini memberi mereka keuntungan strategis, dan mereka mungkin melanggar batas yang tidak berani dilintasi oleh orang lain,” tambahnya.

    “Bagi Iran, Houthi bisa dianggap sebagai beban sekaligus bentuk pengaruh,” kata Ibrahim Jalal, seorang peneliti non-residen dan ahli Yaman di Carnegie Middle East Center. “Mereka menjadi pengaruh karena sulit diprediksi, namun juga beban karena mereka terus-menerus memilih untuk meningkatkan eskalasi. Presiden Iran bahkan pernah menyebutkan bahwa orang-orang ini ‘gila’.”

    Jalal mengisahkan bagaimana pada suatu tahap, tak lama setelah AS mengancam akan memberikan tanggapan militer terhadap serangan Houthi terhadap kapal barang yang melintasi kawasan, milisi Houthi mulai meneriakkan, “kami tidak peduli, jadikan ini perang besar dunia” dalam rapat umum mereka.

    “Dan mereka benar-benar tidak peduli, ini sedikit gila,” kata Jalal. “Dan itu mencerminkan betapa mereka tidak peduli pada populasi sipil Yaman, yang telah mengalami penderitaan kemanusiaan dan ekonomi luar biasa selama dua dekade terakhir. Kini mereka [Houthi] mengundang lebih banyak masalah lagi, seperti serangan udara Israel terhadap infrastruktur sipil, yang berarti warga sipil Yaman akan semakin menderita.”

    Editor: Anne Thomas

    Artikel ini diterjemahkan dari DW bahasa Inggris

    (ita/ita)

  • Separatis di Pakistan Targetkan Warga China, Ada Apa?

    Separatis di Pakistan Targetkan Warga China, Ada Apa?

    Jakarta

    Kedutaan Besar Cina di Pakistan mengonfirmasi bahwa dua warga negara Cina tewas dan satu orang terluka dalam ledakan di dekat Bandara Internasional Jinnah di Karachi pada Minggu (6/10).

    Sebanyak tiga orang tewas dan setidaknya 11 orang terluka dalam apa yang digambarkan pihak berwenang Pakistan sebagai “serangan teroris.”

    Menurut pernyataan Kedutaan Besar Cina, sebuah konvoi yang membawa staf Cina dari Port Qasim Electric Power Company (Private) Limited menjadi sasaran serangan.

    Kementerian Luar Negeri Pakistan pada Senin (7/10) mengatakan bahwa para pelaku tidak akan dibiarkan lolos dari hukuman.

    “[…] Badan keamanan dan penegak hukum Pakistan tidak akan menyisakan upaya untuk menangkap pelaku dan fasilitatornya. Tindakan barbar ini tidak akan dibiarkan tanpa hukuman,” demikian pernyataan tersebut.

    Kantor berita Reuters melaporkan bahwa kelompok militan separatis Balochistan Liberation Army (BLA) mengeklaim bertanggung jawab atas serangan hari Minggu (06/10) tersebut.

    Apa yang dilakukan warga negara Cina di Pakistan?

    Ribuan pekerja Cina di Pakistan sebagian besar terlibat dalam proyek Koridor Ekonomi Cina-Pakistan (CPEC), yang merupakan bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) senilai miliaran dolar dari Beijing.

    Proyek ini bertujuan untuk menghubungkan provinsi Xinjiang di barat Cina dengan laut melalui Pakistan. Hal ini akan mempersingkat rute perdagangan Cina dan membantu menghindari Selat Malaka, jalur laut sempit yang menghubungkan Samudra Hindia dan Pasifik.

    Pakistan, di sisi lain, diharapkan mendapat manfaat dari peningkatan perdagangan, infrastruktur, dan industri di sepanjang koridor sepanjang 2.000 kilometer tersebut, yang seluruhnya dibiayai oleh Cina.

    Meskipun proyek ini akan meningkatkan konektivitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi, banyak penduduk provinsi Balochistan, yang merupakan pusat CPEC, menentangnya.

    Ancaman konflik di Balochistan

    Balochistan, provinsi barat daya Pakistan yang berbatasan dengan Afganistan dan Iran, adalah provinsi termiskin dan paling sedikit penduduknya. Kelompok pemberontak telah melakukan pemberontakan separatis selama beberapa dekade, mengeluh bahwa Islamabad dan provinsi Punjab yang lebih kaya mengeksploitasi sumber daya mereka secara tidak adil.

    Pemerintah Pakistan telah mencoba mengakhiri pemberontakan ini dengan cara militer.

    Separatis Baloch mengeklaim bahwa Cina berinvestasi di Gwadar, kota kecil nelayan di Balochistan yang memainkan peran penting dalam proyek CPEC, untuk mengeksploitasi sumber daya alam provinsi tersebut.

    Proyek-proyek Cina di seluruh provinsi dan di bagian lain negara itu, termasuk kota pelabuhan Karachi, telah menjadi sasaran serangan militan Baloch selama bertahun-tahun.

    Pada 2018, BLA menyerang konsulat Cina di Karachi. Pada April 2021, sebuah serangan bunuh diri di luar hotel mewah di Quetta, tempat duta besar Cina menginap, menewaskan empat orang dan melukai puluhan lainnya.

    Dalam beberapa tahun terakhir, BLA semakin meningkatkan serangan, menargetkan militer Pakistan sebagai balasan atas pengamanan proyek-proyek Cina.

    Pada Agustus, BLA meluncurkan serangan terkoordinasi di provinsi tersebut yang menewaskan lebih dari 70 orang.

    “Serangan telah meningkat selama beberapa waktu, mencerminkan militan separatis yang semakin berani dan marah terhadap investasi Cina, serta kapasitas yang semakin besar untuk melaksanakan operasi semacam ini,” ujar Michael Kugelman, pakar Asia Selatan di Woodrow Wilson International Center for Scholars yang berbasis di Washington, kepada DW.

    Tuntutan hak untuk Balochistan

    Selain kelompok militan yang berjuang melawan Islamabad, ada beberapa partai politik dan kelompok hak asasi yang menuntut hak bagi provinsi dan masyarakat Baloch secara damai.

    Kelompok-kelompok ini telah mengkritik keras tindakan pihak berwenang Pakistan di provinsi tersebut, menuduh militer dan badan intelijen melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang serius.

    Para analis mengatakan bahwa protes massal baru-baru ini di Balochistan menyoroti meningkatnya ketidakpuasan di antara penduduk lokal.

    “Sepuluh tahun setelah peluncuran CPEC, janji untuk mengubah Gwadar menjadi kota seperti Shenzhen, Hong Kong, atau Dubai belum terpenuhi,” ujar Kiyya Baloch, seorang jurnalis dan komentator yang telah meliput Balochistan secara luas, kepada DW, menambahkan bahwa gerakan perdamaian dimaksudkan untuk menentang kebijakan Beijing dan Islamabad terhadap provinsi tersebut.

    Baloch Yakjehti Committee (BYC), sebuah kelompok hak yang mengkampanyekan hak-hak sipil, politik, dan sosial ekonomi masyarakat Baloch, jadi kelompok yang paling vokal menyuarakan tuntutannya pada aksi demonstrasi baru-baru ini di Balochistan. Gerakan ini telah memobilisasi orang-orang dan menyelenggarakan demonstrasi besar di seluruh wilayah.

    Mahrang Baloch, pemimpin BYC, mengatakan kepada DW bahwa mereka mengorganisir “gerakan melawan genosida Baloch,” menuduh pihak berwenang Pakistan melakukan ribuan penghilangan paksa dan pembunuhan di luar hukum.

    “Cina atau negara lain yang berinvestasi di Balochistan terlibat langsung dalam genosida Baloch. Penghilangan paksa dan pengusiran paksa di wilayah pesisir Makran sangat besar. Mereka menjarah sumber daya kami tanpa memberi manfaat kepada penduduk lokal Baloch,” katanya.

    Situasi yang bergejolak

    Militer Pakistan melabeli BYC sebagai “proksi” bagi apa yang disebutnya teroris dan mafia kriminal.

    “Strategi mereka adalah mengumpulkan kerumunan dengan dana asing, menghasut kerusuhan di antara masyarakat, menantang otoritas pemerintah dengan melempar batu, melakukan perusakan, dan membuat tuntutan yang tidak masuk akal,” ujar Ahmed Sharif Chaudhry, kepala bagian media militer, kepada wartawan pada bulan Agustus.

    “Tapi ketika negara bertindak, mereka menggambarkan diri mereka sebagai korban yang tidak bersalah,” tambahnya.

    Qamar Cheema, seorang analis pertahanan, menggambarkan situasi keamanan di provinsi tersebut sebagai “bergejolak,” mengutip serangan militan yang merajalela terhadap instalasi militer.

    “Untuk mengatasi situasi di mana Beijing telah berinvestasi secara besar-besaran, harus ada perdamaian dan stabilitas, dan negara harus bertindak untuk mengendalikan situasi,” katanya kepada DW.

    Editor: Srinivas Mazumdaru

    Artikel ini diterjemahkan dari DW bahasa Inggris

    (ita/ita)

  • Fantastis! Bantuan Militer AS ke Israel Capai Rp 280 T Selama Perang Gaza

    Fantastis! Bantuan Militer AS ke Israel Capai Rp 280 T Selama Perang Gaza

    Washington DC

    Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dilaporkan telah memberikan bantuan militer ke Israel sebesar US$ 17,9 miliar atau setara Rp 280,2 triliun sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, atau dalam setahun terakhir.

    Washington juga dilaporkan menghabiskan sekitar US$ 4,86 miliar (Rp 76 triliun) dalam pertempuran melawan kelompok Houthi dari Yaman.

    Seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (8/10/2024), hal tersebut diungkapkan dalam laporan terbaru yang dirilis Brown University, salah satu universitas terkemuka dan tertua di AS, pada Senin (7/10) waktu setempat, saat peringatan setahun serangan Hamas terhadap Israel yang memicu perang tanpa henti di Jalur Gaza.

    Namun, laporan itu selesai disusun sebelum Pentagon atau Departemen Pertahanan AS mengumumkan pengerahan pasukan dan aset tambahan di Timur Tengah pada pekan lalu, serta dimulainya operasi darat Israel ke Lebanon. Hal itu diperkirakan memakan biaya ratusan juta, bahkan miliaran dolar bagi AS.

    Laporan tersebut juga tidak memasukkan upaya AS, pekan lalu, yang membantu Israel menggagalkan serangan besar-besaran Iran yang melibatkan nyaris 200 rudal. Perkiraan kasar menunjukkan upaya Washington itu menelan biaya sebesar US$ 100 juta (Rp 1,5 triliun), dengan 12 Rudal Standar dikerahkan.

    Beberapa senjata yang dikirimkan AS selama setahun terakhir mencakup peluru artileri, bom penghancur bungker seberat 2.000 pon, dan bom berpemandu presisi. Pengisian kembali pertahanan udara Iron Dome dan David’s Sling di Israel juga merupakan bagian besar dari bantuan AS.

    “Pelaporan pemerintah yang tambal-sulam mengenai bantuan militer AS ke Israel sangat kontras dengan perlakuan untuk bantuan militer ke Ukraina, di mana jumlah dolar, jalur pengiriman, dan sistem tertentu yang diberikan (termasuk berapa banyak) secara rutin dilaporkan dalam lembar fakta pemerintah secara teratur,” sebut laporan Brown University tersebut.

    Pekan lalu, militer AS telah mengumumkan pengerahan pasukan tambahan ke Timur Tengah saat pertempuran antara Hizbullah dan Israel meningkat.

    Pentagon tidak memberikan rincian soal pengerahan itu karena alasan keamanan operasi. Namun Komando Pusat AS atau CENTCOM menyebut tiga skuadron pesawat tambahan, F-15E, F-16 dan A-10, telah tiba di Timur Tengah, dengan satu skuadron telah tiba pada Selasa (1/10) pekan lalu.

    AS telah meningkatkan jumlah pasukannya dalam beberapa bulan terakhir, sehingga jumlah totalnya mencapai 40.000 personel. Tidak diketahui jelas berapa banyak lagi yang dikerahkan.

    Sementara untuk operasi militer yang dipimpin AS dalam menangkal serangan Houthi, laporan Brown University yang mengutip Angkatan Laut AS itu memperkirakan amunisi dengan total senilai US$ 1 miliar (Rp 15,6 triliun) telah digunakan sepanjang Juni.

    Laporan ini juga menghitung bahwa Pentagon mungkin membutuhkan tambahan dana darurat sebesar US$ 2 miliar (Rp 31,3 triliun) selama beberapa bulan ke depan untuk melanjutkan pertempuran melawan Houthi.

    AS telah mengerahkan beberapa kapal induk dan kelompok tempurnya ke perairan Laut Merah. Menurut laporan tersebut, kapal induk yang dipenuhi personel dan beroperasi penuh itu menghabiskan biaya hampir US$ 9 juta (Rp 140,9 miliar) setiap hari.

    “Jadi secara total, aktivitas AS di kawasan itu telah menelan biaya setidaknya sekitar US$ 4,86 miliar dan kemungkinan akan meningkat tajam kecuali konflik yang lebih luas dengan Houthi dan aktor-aktor regional lainnya telah diselesaikan,” demikian laporan tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • AS Peringatkan Israel Tak Serang Bandara Beirut

    AS Peringatkan Israel Tak Serang Bandara Beirut

    Washington

    Amerika Serikat (AS) memperingatkan Israel untuk tidak menyerang Bandara Beirut, Lebanon serta jalan menuju ke sana. Peringatan ini dikeluarkan AS saat Israel melakukan serangan intensif terhadap Hizbullah di pinggiran selatan ibu kota Lebanon itu.

    “Kami pikir sangat penting bahwa tidak hanya bandara yang dibuka, tetapi jalan menuju bandara juga dibuka, sehingga warga negara Amerika yang ingin pergi bisa keluar, tetapi juga warga negara lain,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller kepada wartawan seperti dilansir AFP, Selasa (8/10/2024).

    Angkatan Udara Israel melakukan serangan pada hari Senin waktu setempat di pinggiran selatan Beirut, dekat bandara internasional. Hal itu diungkap oleh seorang sumber keamanan kepada AFP.

    Selama seminggu terakhir, Amerika Serikat telah menyewa penerbangan hampir setiap hari untuk membawa warga negaranya dan keluarga mereka keluar dari negara itu karena konflik antara Israel dan kelompok Hizbullah Lebanon yang didukung Iran meningkat.

    Miller mengatakan sekitar 900 orang telah menggunakan penerbangan sejauh ini. AS juga memesan kursi pada penerbangan komersial.

    Dia menambahkan sekitar 8.500 warga Amerika telah menghubungi Departemen Luar Negeri untuk menanyakan tentang ketentuan keberangkatan, tetapi ini tidak berarti mereka semua ingin pergi.

    Juru bicara itu juga menolak mengomentari serangan Israel di Lebanon, khususnya Beirut dan apakah mereka menghormati hukum internasional atau tidak.

    “Tetapi tentu saja, kami berharap mereka menargetkan Hizbullah dengan cara yang mematuhi hukum humaniter internasional dan meminimalkan korban sipil,” tambahnya.

    Dalam beberapa minggu terakhir, Israel telah memperluas perangnya dari Jalur Gaza, tempat Hamas bermarkas, ke Hizbullah di Lebanon.

    Miller mengatakan AS mendukung serangan Israel terhadap Hizbullah.

    “Kami sangat menyadari banyaknya waktu di masa lalu di mana Israel terlibat dalam apa yang tampak seperti operasi terbatas dan bertahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Dan pada akhirnya, itu bukanlah hasil yang ingin kita lihat,” pungkasnya.

    (lir/lir)

  • Lokasi Terbaik di Timur Tengah

    Lokasi Terbaik di Timur Tengah

    Washington

    Calon presiden Amerika Serikat (AS) partai Republik Donald Trump mengatakan bahwa Gaza yang dilanda perang bisa menjadi salah satu tempat terbaik di dunia. Trump mengklaim bahwa orang-orang Palestina yang tinggal di sana belum berbuat cukup banyak untuk mengeksploitasi wilayah pinggir laut Mediterania mereka.

    Dilansir AFP, Selasa (8/10/2024), hal itu dikatakan Trump saat tokoh media konservatif Hugh Hewitt bertanya kepada calon presiden dari Partai Republik dan mantan pengembang real estat tersebut dalam sebuah wawancara radio. Dia bertanya apakah Gaza dapat menyaingi Monako jika ‘dibangun kembali dengan cara yang benar’ usai perang.

    “Itu (Gaza) bisa lebih baik daripada Monako. Gaza memiliki lokasi terbaik di Timur Tengah, air terbaik, semuanya terbaik,” jawab Trump.

    Trump mengatakan dia telah pernah ke Gaza dan membuatnya berkata ‘wow’ — meskipun dia menuduh bahwa penduduk setempat tidak pernah memanfaatkan pemandangan tepi laut mereka.

    “Itu (Gaza) bisa jadi tempat terindah. Cuacanya, airnya, semuanya, iklimnya, bisa jadi sangat indah. Itu bisa jadi hal terbaik di Timur Tengah, tetapi bisa jadi salah satu tempat terbaik di dunia,” tutur dia.

    Pernyataan Trump disampaikan pada peringatan satu tahun serangan Hamas terhadap Israel yang mengakibatkan tewasnya 1.206 orang, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi terbaru Israel.

    Sementara data Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas, 41.909 orang, sebagian besar warga sipil, telah tewas sejak dimulainya perang. Angka-angka tersebut dianggap dapat diandalkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.

    (lir/lir)

  • AS Tetap Setia Dukung Israel, Apa Alasannya?

    AS Tetap Setia Dukung Israel, Apa Alasannya?

    Jakarta

    Presiden AS Joe Biden mengonfirmasi dukungan AS untuk Israel pada Rabu (02/10), ketika ia menulis di platform media sosial X, “Saya menegaskan kembali komitmen kuat Amerika Serikat terhadap keamanan Israel” dalam sebuah pertemuan dengan para pemimpin negara-negara G7.

    Dukungan Biden ini muncul pada saat Timur Tengah berada dalam kondisi pergolakan yang dimulai ketika kelompok Islam militan Hamas, yang dianggap sebagai kelompok teroris oleh AS, Inggris, Jerman, Uni Eropa, dan beberapa negara lainnya, menyerang Israel pada 7 Oktober 2023. Hamas membunuh sekitar 1.200 orang dan menyandera hampir 250 orang, sekitar 100 orang sandera masih disekap di Gaza.

    Sebagai pembalasan, Israel lalu melancarkan operasi militer berskala besar di wilayah Palestina yang tujuan utamanya adalah untuk memusnahkan Hamas dan membebaskan para sandera. Sejak awal operasi tersebut, lebih dari 40.000 orang di Gaza, kebanyakan dari mereka adalah warga sipil, telah terbunuh.

    Pertempuran antara pasukan Israel dan Hizbullah, sekutu Hamas yang berbasis di Lebanon, yang telah menembakkan rudal ke Israel dari seberang perbatasan utara Israel dengan Lebanon, juga meningkat. Pada Senin (30/09), Israel melancarkan serangan darat terhadap Lebanon, setelah membunuh pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah dalam serangan udara akhir pekan lalu.

    Para pejabat AS telah menekankan bahwa mereka ingin menghindari perang skala besar di wilayah tersebut dan mencapai gencatan senjata di Gaza sebagai imbalan atas pembebasan para sandera. Namun pada Selasa (01/10), Iran meluncurkan rentetan rudal ke Israel dan makin meningkatkan eskalasi dalam skala lebih luas.

    Biden-Netanyahu, dinamika hubungan yang kompleks

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menghadapi rangkaian aksi protes di dalam negeri mengenai cara dia menangani perang dengan Hamas. Para pengkritiknya khawatir bahwa tindakan keras Netanyahu justru memperkecil kemungkinan Hamas akan membebaskan para sandera yang tersisa.

    AS telah menggunakan statusnya sebagai sekutu terbesar Israel untuk mencoba mempengaruhinya agar mengizinkan lebih banyak bantuan masuk ke Gaza. Sejauh ini, kebanyakan permintaan AS ditolak Netanyahu. Namun, seperti yang ditegaskan kembali oleh Biden pada Rabu (02/10), dukungan Washington untuk Israel tetap tak tergoyahkan. Tetapi bukan berarti kedua pemimpin negara tersebut selalu akur.

    Komitmen tersebut, kata Panikoff, terlihat ketika AS dengan kekuatan penuh membantu melindungi Israel dari rudal yang ditembakkan oleh Iran pada hari Selasa. Pada saat yang sama, pemerintahan Biden “merasa frustrasi dengan pengambilan keputusan Perdana Menteri Netanyahu,” kata Panikoff, seorang mantan perwira intelijen AS.

    Kepercayaan AS terhadap Netnyahu ‘berkurang secara signifikan’

    Salah satu contoh dari pengambilan keputusan ini adalah pembunuhan pimpinan Hizbullah Hassan Nasrallah oleh Israel. “Tidak ada kepercayaan pribadi yang luar biasa antara Biden dan Netanyahu,” kata William Wechsler, kolega Panikoff di Atlantic Council dan direktur senior Rafik Hariri Center dan Program Timur Tengah di lembaga think tank yang berbasis di Washington tersebut.

    “Satu minggu yang lalu, AS memfokuskan semua upaya mereka untuk menegosiasikan gencatan senjata selama 21 hari di bagian utara” di perbatasan Israel-Lebanon, kata Wechsler. “Mereka melakukan pembicaraan setiap hari dengan pihak Israel mengenai ide ini, namun ketika mereka melakukan pembicaraan ini, pihak Israel merencanakan operasi untuk membunuh Nasrallah. Dan mereka tidak mengatakan kepada pemerintahan Biden bahwa mereka melakukan hal ini. Tingkat kepercayaan yang ada di sana telah berkurang secara signifikan oleh pengalaman baru-baru ini.”

    Keterlibatan AS dalam potensi perang Timur Tengah

    Setelah serangan rudal Iran ke Israel pada Selasa (30/09) Netanyahu mengatakan bahwa “Iran melakukan kesalahan besar malam ini – dan mereka akan membayarnya.”

    Para pengamat khawatir bahwa Israel dapat membalas dengan menembakkan rudal ke target-target di wilayah Iran. Konflik ini dan eskalasi lebih lanjut dalam pertempuran dengan Lebanon dapat berubah menjadi perang berskala besar dengan konsekuensi yang berpotensi menimbulkan bencana bagi wilayah tersebut dan sekitarnya.

    Wechsler mengatakan bahwa perang seperti itu akan melibatkan Hizbullah yang mengirimkan ratusan ribu rudal ke Israel, cukup untuk membuat sistem pertahanan Iron Dome yang terkenal itu kewalahan. Selain itu, lanjutnya, Iran juga akan menembakkan cukup banyak rudal ke Israel, cukup untuk membuat pertahanan udara Amerika Serikat yang ditempatkan di kawasan kewalahan.

    Perang juga bisa berarti “Israel mencoba mendahului kedua serangan ini, mencoba mengambil sejumlah besar senjata dan menempatkan sejumlah besar orang tak berdosa dalam bahaya, yang dengan sengaja disisipkan Hizbullah di antara mereka,” kata Wechsler.

    Jika hal itu terjadi, ada kemungkinan besar Amerika Serikat akan terlibat lebih jauh, tambah Wechsler – karena “banyak orang Amerika yang akan terancam: Warga Amerika yang tinggal di Israel, [pasukan] Amerika di pangkalan-pangkalan kami di seluruh wilayah, mitra-mitra Amerika di bagian lain Teluk.”

    Dukungan AS untuk Israel berpotensi rugikan Harris dalam pemilu?

    Meskipun isu-isu domestik memainkan peran yang lebih besar bagi sebagian besar pemilih, dukungan AS terhadap Israel juga dapat mempengaruhi pemilihan presiden AS yang akan datang. Beberapa orang Amerika merasa bersemangat tentang peran AS dalam konflik Timur Tengah, seperti yang dapat dilihat dengan protes pro-Palestina yang menyebar di kampus-kampus di seluruh AS pada musim semi lalu.

    Dan di Michigan, sebuah negara bagian dengan populasi Arab-Amerika yang signifikan, lebih dari 100.000 anggota Partai Demokrat memilih opsi “tidak berkomitmen” daripada memilih Joe Biden (yang saat itu menjadi kandidat) dalam pemilihan pendahuluan Partai Demokrat. Dorongan untuk membuat orang memilih “tidak berkomitmen” datang dari para penentang pemerintahan Biden-Harris yang mendukung perang Israel di Gaza. Pada pemilihan presiden tahun 2020, Biden hanya memenangkan Michigan dengan 154.000 suara.

    Panikoff melihat kemungkinan bahwa cukup banyak pemilih yang beralih ke kandidat pihak ketiga karena dukungan Kamala Harris terhadap Israel sehingga dapat membuat perbedaan di negara-negara bagian tertentu yang memiliki swing state – dan dengan demikian mempengaruhi hasil pemilihan secara keseluruhan.

    “Apakah mungkin para pemilih di Michigan yang sangat marah atas konflik di Gaza… mendukung Jill Stein atau Cornel West sampai pada tingkat yang cukup tinggi sehingga dapat mengubah pemilihan untuk Donald Trump di Michigan? Ya,” kata Panikoff. “Saya pikir ada kemungkinan Anda bisa melihat hasil yang sama di Pennsylvania. Dan jika hal tersebut terjadi di keduanya, maka akan sangat, sangat sulit untuk melihat jalur di mana Wakil Presiden Harris bisa menang.”

    Artikel ini diadaptasi dari bahasa Inggris

    (ita/ita)

  • Beda dengan Suaminya, Melania Trump Dukung Hak Aborsi

    Beda dengan Suaminya, Melania Trump Dukung Hak Aborsi

    Washington DC

    Mantan Ibu Negara Amerika Serikat (AS), Melania Trump, menyuarakan dukungan kuat untuk hak aborsi di negaranya dalam memoar terbarunya yang akan dirilis. Sikap ini sangat kontras dengan suaminya, mantan Presiden Donald Trump, yang secara terang-terangan mendukung larangan aborsi.

    Sikap berbeda dari Melania ini dengan cepat menuai reaksi tim kampanye Wakil Presiden AS Kamala Harris, yang merupakan capres AS dari Partai Demokrat yang menjadi rival utama Trump sebagai capres Partai Republik dalam pemilu November mendatang.

    Berdasarkan kutipan memoarnya, seperti dilansir AFP, Jumat (4/10/2024), Melania menulis bahwa “sangat penting untuk menjamin agar perempuan memiliki otonomi dalam menentukan pilihan mereka untuk memiliki anak, berdasarkan pendirian mereka sendiri, terbebas dari intervensi atau tekanan apa pun dari pemerintah”.

    Disebutkan juga oleh Melania dalam memoarnya, menurut laporan The Guardian yang mendapatkan salinannya sebelum diterbitkan pekan depan, bahwa “membatasi hak perempuan untuk memilih apakah akan mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan sama saja dengan menyangkal kendali atas tubuhnya sendiri”.

    Pendapat Melania ini sangat berbeda dengan pendapat Trump, yang sering menyombongkan diri bahwa hakim-hakim Mahkamah Agung yang dipilihnya pada era pemerintahannya telah membuka jalan bagi pembatalan Roe v. Wade, dan berakhirnya hak nasional untuk aborsi.

    Roe v. Wade merujuk pada keputusan penting Mahkamah Agung AS tahun 1973 silam, yang pada intinya menyatakan Konstitusi AS secara umum melindungi hak untuk melakukan aborsi.

    Namun tahun 2022 lalu, Mahkamah Agung AS membatalkan putusan tersebut yang berarti mengakhiri hak konstitusional atas aborsi. Sejak saat itu, setidaknya 20 negara bagian AS menerapkan pembatasan penuh atau sebagian, dengan Georgia melarang sebagian besar aborsi setelah usia kehamilan enam minggu.

    Aborsi menjadi isu utama bagi para pemilih dalam persaingan pemilihan presiden AS yang berlangsung sengit. Tim kampanye Harris mengambil tindakan atas kesenjangan yang muncul.

    “Menyedihkan bagi perempuan di seluruh Amerika, suami Nyonya Trump dengan tegas tidak setuju dengannya dan menjadi alasan mengapa lebih dari satu dari tiga perempuan Amerika hidup di bawah Larangan Aborsi Trump yang mengancam kesehatan, kebebasan, dan kehidupan mereka,” ucap juru bicara tim kampanye Harris, Sarafina Chitika, dalam pernyataannya.

    “Donald Trump telah memperjelasnya: Jika dia menang pada November, dia akan melarang aborsi secara nasional, menghukum para perempuan, dan membatasi akses perempuan terhadap layanan kesehatan reproduksi,” sebut Chitika.

    Trump Komentari Perbedaan Sikap Istrinya Soal Hak Aborsi

    Trump telah memberikan komentar soal perbedaan sikap antara dirinya dan sang istri. Dalam wawancara dengan Fox News pada Kamis (3/10), Trump mengatakan bahwa pendapat mengenai aborsi berbeda-beda di seluruh AS, dan bahwa dia mendorong istrinya untuk mengungkapkan pendapatnya dengan jujur.

    “Kami sudah membicarakannya, dan saya mengatakan, ‘Kamu harus menulis apa yang kami yakini. Saya tidak akan memberitahumu apa yang harus dilakukan. Kamu harus menulis apa yang kamu yakini’,” ucap Trump.

    “Ada beberapa orang yang sangat, sangat beraliran sayap kanan dalam isu ini, artinya, tanpa terkecuali. Dan ada orang-orang lainnya yang memandangnya sedikit berbeda dari itu,” imbuhnya.

    Sikap Melania itu menuai kemarahan dari para aktivis anti-aborsi di AS. “Sulit untuk mengikuti logika dengan mempublikasikan buku mantan Ibu Negara tepat sebelum pemilu dan meremehkan pesan Presiden Trump kepada para pemilih pro-life. Aborsi mengakhiri nyawa yang tidak bersalah dan kebalikan dari pemberdayaan,” kritik Kristan Hawkins dari Students for Life of America dalam pernyataan via media sosial X.

    Namun demikian, diketahui bahwa sejumlah mantan Ibu Negara AS dari Partai Republik lainnya, seperti Nancy Reagan, Barbara Bush dan Laura Bush, juga mengambil posisi pro-choice mengenai aborsi, meskipun setelah mereka meninggalkan Gedung Putih.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)