kab/kota: Washington

  • Trump Ingin Ambil Alih Gaza, Bisakah Dia Melakukannya?

    Trump Ingin Ambil Alih Gaza, Bisakah Dia Melakukannya?

    Washington DC

    Perkataan Presiden Donald Trump bahwa Amerika Serikat dapat “mengambil alih” dan “memiliki” Gaza sekaligus menempatkan penduduknya di tempat lain menuai kecaman dari berbagai pihak.

    Komentar Trump muncul saat gencatan senjata sedang berlangsung antara Hamas dan Israel serta di tengah kebimbangan tentang masa depan Gaza.

    PBB memperkirakan sekitar dua pertiga bangunan di Jalur Gaza telah hancur atau rusak setelah 15 bulan pertempuran.

    Usulan Trump dapat menandakan perubahan terbesar dalam kebijakan AS di Timur Tengah selama beberapa dekade.

    Jika benar-benar terwujud, perubahan itu bakal menjungkirbalikkan konsensus internasional tentang perlunya negara Palestina terdiri dari Gaza dan Tepi Barat yang hidup berdampingan dengan Israel.

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan perkataan Trump itu “layak diperhatikan”.

    Di sisi lain, wacana tersebut ditolak mentah-mentah oleh negara-negara Arab, Indonesia, dan beberapa sekutu AS.

    Mengapa Trump melontarkan wacana pengambilalihan Gaza?

    Donald Trump benar tentang satu hal, yaitu diplomasi AS terhadap Israel dan Palestina selama puluhan tahun gagal menyelesaikan konflik.

    Berbagai proposal perdamaian dan presiden telah datang dan pergi tetapi masalah di wilayah itu justru memburuk.

    Serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 yang kemudian memicu pertikaian di Gaza adalah contohnya.

    Trump, yang menghasilkan jutaan dolar sebagai pengembang property, membuat pengamatan valid: jika Gaza akan dibangun kembali bahkan di beberapa lokasi harus dibangun dari awal tidak masuk akal bagi ratusan ribu warga sipil menghuni di antara reruntuhan.

    Pembangunan ulang Gaza akan sangat monumental. Amunisi yang tidak meledak dan tumpukan puing harus disingkirkan.

    Saluran air dan listrik harus diperbaiki. Sekolah, rumah sakit, dan toko perlu dibangun kembali.

    BBC

    Utusan Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, mengatakan bahwa proses pembangunan bisa memakan waktu bertahun-tahun dan selagi pembangunan berlanjut, warga Palestina harus pergi ke suatu tempat.

    Namun, alih-alih mencari cara agar warga Jalur Gaza tetap tinggal di dekat rumah mereka, yang kemungkinan besar di kamp-kamp di bagian tengah dan selatan Jalur Gaza, Trump mengatakan mereka harus didorong untuk pergi secara permanen.

    Trump percaya bahwa tanpa kehadiran mereka, “Riviera Timur Tengah” milik Amerika yang indah akan bangkit dari abu sehingga bisa menyediakan ribuan pekerjaan, peluang investasi, dan tempat bagi “masyarakat dunia untuk hidup”.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Usulan Trump ditolak berbagai pihak, termasuk Indonesia.

    Dalam pernyataannya melalui media sosial X, Kementerian Luar Negeri RI menyatakan “Indonesia dengan tegas menolak segala upaya untuk secara paksa merelokasi warga Palestina atau mengubah komposisi demografis Wilayah Pendudukan Palestina.”

    Tindakan itu, menurut Kemlu RI, “akan menghambat terwujudnya Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat sebagaimana dicita-citakan oleh Solusi Dua Negara berdasarkan perbatasan 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.”

    Mengapa komentar Trump begitu kontroversial?

    Bagi seorang presiden yang menghabiskan sebagian besar masa jabatan pertamanya berupaya mengubah kebijakan AS di Timur Tengah termasuk memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem dan mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan yang diduduki usulan mengambil alih Jalur Gaza tergolong mengejutkan.

    Tidak pernah ada presiden AS yang pernah berpikir bahwa menyelesaikan konflik Israel-Palestina akan melibatkan pengambilalihan sebagian wilayah Palestina dan pengusiran penduduknya.

    Pengusiran paksa penduduk Jalur Gaza tergolong pelanggaran berat terhadap hukum internasional.

    Beberapa warga Palestina kemungkinan akan memilih untuk meninggalkan Gaza dan membangun kembali kehidupan mereka di tempat lain. Sejak Oktober 2023, sebanyak 150.000 orang telah melakukannya.

    Tetapi sebagian lainnya tidak dapat atau tidak mau, baik karena mereka tidak memiliki sarana keuangan untuk melakukannya atau karena keterikatan mereka dengan Gaza yang merupakan bagian dari tanah yang mereka sebut Palestina.

    PBB memperkirakan dua pertiga dari seluruh bangunan di Gaza telah hancur atau rusak parah (Reuters)

    Banyak warga Gaza adalah keturunan orang-orang yang melarikan diri atau diusir dari rumah mereka saat pembentukan negara Israel pada 1948periode yang disebut warga Palestina dengan istilah Nakba, kata dalam bahasa Arab yang berarti malapetaka.

    Bagi warga Palestina yang memimpikan punya negara sendiri, kehilangan sebagian wilayahnya akan terasa seperti amputasi. Apalagi Gaza telah terpisah secara fisik dari Tepi Barat sejak 1948.

    Putaran negosiasi sebelumnya, serta “Visi Perdamaian” Trump tahun 2020, mencakup rencana pembuatan terowongan atau rel kereta api yang dapat menghubungkan kedua wilayah.

    Kini, Trump justru memberi tahu warga Palestina untuk menyerahkan Gaza untuk selamanya.

    Walau Trump tidak secara eksplisit mendorong deportasi paksa warga sipil yang bertentangan dengan hukum internasional Trump jelas menganjurkan warga Palestina untuk pergi.

    Pejabat Palestina telah menuduh Israel memblokir pasokan dari puluhan ribu karavan yang dapat membantu warga Gaza untuk tetap tinggal di wilayah yang tidak terlalu rusak selagi pembangunan berlangsung.

    Negara-negara Arab, yang menurut Trump harus menerima sebanyak 1,8 juta pengungsi Gaza, terutama Mesir dan Yordania, telah menyatakan kemarahannya.

    Keduanya memiliki cukup banyak masalah tanpa beban tambahan ini.

    Bagaimana status Gaza?

    Gaza diduduki oleh Mesir selama 19 tahun. Israel kemudian merebutnya dalam Perang Enam Hari tahun 1967.

    Berdasarkan hukum internasional, Gaza masih dianggap diduduki oleh Israel. Namun, anggapan itu dibantah Israel. Negara itu berkilah bahwa pendudukan di Gaza berakhir pada 2005, ketika Israel secara sepihak membongkar permukiman Yahudi dan menarik militernya.

    Sekitar tiga perempat anggota PBB mengakui Gaza sebagai bagian dari negara berdaulat Palestina, meskipun AS tidak.

    BBC

    Terputus dari dunia luar oleh tembok dan blokade maritim Israel, Gaza tidak pernah terasa seperti tempat yang benar-benar merdeka.

    Tidak ada seorang pun yang bergerak masuk atau keluar Gaza tanpa izin Israel. Bandara internasional yang dibuka di tengah keriuhan pada 1998 dihancurkan oleh Israel pada 2001 selama pemberontakan Palestina kedua.

    Israel dan Mesir memberlakukan blokade terhadap Gaza dengan alasan keamanan setelah Hamas memenangkan pemilihan Palestina pada 2006. Hamas mengusir para rival politiknya dari wilayah tersebut setelah pertempuran sengit tahun berikutnya.

    Hingga saat ini warga Palestina menganggap Gaza sebagai penjara terbuka.

    Dapatkah Trump mengambil alih Gaza jika dia menginginkannya?

    AS tidak memiliki dalih hukum untuk mengklaim Jalur Gaza dan sama sekali tidak jelas bagaimana Trump memakai kekuatan Amerika Serikat untuk mengambil alih wilayah tersebut.

    Seperti klaimnya tentang Greenland atau Terusan Panama, belum jelas apakah Trump memang bersungguh-sungguh atau apakah komentar tersebut merupakan posisi tawar yang mengada-ada menjelang serangkaian negosiasi tentang masa depan Gaza.

    Berbagai rencana telah dibahas untuk membentuk pemerintahan di Gaza pascaperang.

    Pada bulan Desember, dua faksi utama Palestina, Hamas dan Fatah, sepakat membentuk komite gabungan untuk menciptakan pemerintahan bersatu. Namun, sejauh ini kesepakatan tersebut tidak membuahkan hasil.

    Di waktu lain, diskusi difokuskan pada pembentukan pasukan penjaga perdamaian internasional, yang mungkin terdiri dari pasukan negara-negara Arab.

    Trump melontarkan wacana soal pengambilalihan Gaza dalam jumpa pers di Washington, pada Selasa (04/02) (EPA)

    Bulan lalu, kantor berita Reuters melaporkan bahwa Uni Emirat Arab, AS, dan Israel telah membahas pembentukan pemerintahan sementara di Gaza sampai Otoritas Palestina (PA) yang menguasai sebagian wilayah Tepi Barat siap mengambil alih.

    Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara terbuka menegaskan bahwa PA tidak akan memiliki peran dalam mengelola Gaza pascaperang.

    Apakah Trump hendak mengerahkan militer AS?

    Pasukan AS sejatinya sudah ada di lapangan. Sebuah perusahaan keamanan AS telah mempekerjakan sekitar 100 mantan pasukan khusus AS untuk menjaga pos pemeriksaan di selatan Kota Gaza. Mereka bertugas memeriksa kendaraan warga Palestina yang kembali ke bagian utara Gaza.

    Personel keamanan Mesir juga terlihat di pos pemeriksaan yang sama.

    Ini bisa menjadi tanda-tanda awal perluasan kehadiran pasukan internasional yang mungkin dipimpin ASdi Gaza.

    Meski demikian, itu bukanlah pengambilalihan AS sebab langkah tersebut membutuhkan intervensi militer skala besar di Timur Tengah sesuatu yang menurut Trump akan dia hindari.

    Apakah wacana Trump bisa berdampak pada gencatan senjata Israel-Hamas?

    Negosiasi tahap kedua dari gencatan senjata dua minggu antara Israel dan Hamas baru saja dimulai, tetapi sulit untuk melihat bagaimana pernyataan mengejutkan Trump akan membantu perwujudan gencatan tersebut.

    Jika Hamas merasa hasil akhir dari seluruh proses ini adalah Gaza yang tidak berpenghuni tidak hanya tanpa Hamas, tetapi juga semua warga Palestina Hamas mungkin menyimpulkan tidak ada yang perlu dibicarakan dan menahan para sandera Israel yang tersisa.

    Para pengkritik Netanyahu menuduh sang perdana menteri mencari alasan untuk menggagalkan negosiasi dan melanjutkan perang. Mereka pasti akan menyimpulkan bahwa, dengan melontarkan komentar-komentar ini, Trump sengaja membantu Netanyahu.

    Di sisi lain, pendukung sayap kanan Netanyahu mengaku puas dengan rencana pengambilalihan Gaza oleh AS. Sebab langkah itu berpotensi mengurangi risiko pengunduran diri kabinet dan membuat masa depan politik Netanyahu tampak lebih terjamin.

    Dalam hal itu, Trump telah memberi Netanyahu insentif yang kuat untuk mempertahankan gencatan senjata.

    Israel dan Hamas menyepakati gencatan senjata, namun pasukan Israel belum sepenuhnya ditarik dari Gaza (Reuters)

    Apa yang Trump katakan soal Tepi Barat?

    Ketika Trump ditanya apakah dia setuju AS harus mengakui kedaulatan Israel atas Tepi Barat, Trump mengatakan dia belum mengambil sikap. Menurutnya, keputusan akan diumumkan dalam waktu empat minggu.

    Pernyataan itu telah membuat warga Palestina khawatir. Sebab, Trump bisa saja mematikan rencana pendirian negara Palestina yang berdampingan dengan Israel.

    Mengakui legitimasi permukiman Israel di Tepi Barat juga akan menjadi keputusan yang sangat penting.

    Sebagian besar khalayak paham bahwa permukiman itu ilegal menurut hukum internasional, meskipun Israel membantahnya.

    Selama putaran perundingan perdamaian sebelumnya, para negosiator mengakui bahwa Israel akan dapat mempertahankan blok permukiman besar sebagai bagian dari perjanjian akhir, mungkin dengan imbalan sebagian kecil wilayah Israel.

    Pada tahun 2020, Trump menjadi perantara Perjanjian Abraham, yang mengamankan normalisasi hubungan bersejarah antara Israel dan dua negara Arab, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain.

    UEA menandatangani perjanjian tersebut dengan kesepahaman bahwa Israel tidak akan mencaplok wilayah Tepi Barat. Namun, kesepahaman ini mungkin sedang terancam.

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Netanyahu Puji Rencana Trump Ambil Alih Gaza: Gagasan Luar Biasa!    
        Netanyahu Puji Rencana Trump Ambil Alih Gaza: Gagasan Luar Biasa!

    Netanyahu Puji Rencana Trump Ambil Alih Gaza: Gagasan Luar Biasa! Netanyahu Puji Rencana Trump Ambil Alih Gaza: Gagasan Luar Biasa!

    Washington DC

    Saat dunia menolak, pujian dilontarkan oleh Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu terhadap rencana kontroversial Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengambil alih Jalur Gaza setelah merelokasi warganya. Netanyahu mengatakan tidak ada yang salah dengan gagasan Trump tersebut.

    Pujian Netanyahu itu, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Kamis (6/2/2025), dilontarkan dalam wawancara dengan media terkemuka AS, Fox News, pada Rabu (5/2) waktu setempat.

    “Gagasan sebenarnya adalah mengizinkan warga Gaza yang ingin pergi untuk pergi. Maksud saya, apa yang salah dengan hal itu? Mereka bisa pergi, lalu mereka bisa kembali lagi, mereka bisa relokasi dan kembali lagi. Tapi Anda harus membangun kembali Gaza,” ucap Netanyahu dalam wawancara tersebut.

    “Itu adalah gagasan yang luar biasa dan saya pikir hal ini harus benar-benar diupayakan, dikaji, diupayakan dan dilakukan, karena menurut saya, hal ini akan menciptakan masa depan yang berbeda untuk semua orang,” ujarnya, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.

    Rencana kontroversial untuk mengambil alih Gaza itu diumumkan Trump dalam konferensi pers bersama dengan Netanyahu yang berkunjung ke Gedung Putih pada Selasa (4/2) waktu setempat.

    Trump tidak hanya menyebut AS “akan mengambil alih” Jalur Gaza, tapi juga akan “memilikinya” dan mengembangkannya secara ekonomi, setelah merelokasi warga Palestina yang ada di sana ke negara-negara lainnya. Dia bahkan menyebut relokasi warga Gaza itu akan dilakukan “secara permanen”.

    Rencana Trump itu menghancurkan kebijakan AS sejak lama yang memegang teguh solusi dia negara sebagai satu-satunya solusi untuk konflik Israel-Palestina.

    Dalam konferensi pers pada Rabu (5/2), Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt menarik kembali pernyataan Trump soal warga Gaza akan direlokasi secara permanen. Dia mengatakan bahwa warga Gaza harus “direlokasi sementara” untuk proses pembangunan kembali.

    Pernyataan serupa juga disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Marco Rubio yang menegaskan bahwa gagasannya adalah warga Gaza meninggalkan wilayah itu untuk periode “sementara” selama rekonstruksi dan pembersihan puing berlangsung.

    Tidak diketahui secara jelas apakah Trump akan melanjutkan gagasannya itu, atau sesuai dengan citranya sebagai pembuat kesepakatan yang cerdik, Trump hanya melontarkan langkah ekstrem itu sebagai taktik tawar-menawar.

    Masa jabatan pertama Trump, menurut para pengkritik, dipenuhi pernyataan kebijakan luar negeri yang berlebihan, dan banyak yang tidak pernah dilaksanakan.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Wakil Presiden Sara Duterte Dimakzulkan DPR Filipina, Perselisihan Dua Dinasti Politik?

    Wakil Presiden Sara Duterte Dimakzulkan DPR Filipina, Perselisihan Dua Dinasti Politik?

    PIKIRAN RAKYAT – Wakil Presiden Filipina Sara Duterte dimakzulkan oleh DPR pada hari Rabu, 5 Februari 2025 kemarin, dan semakin meningkatkan ketegangan politik di negara tetangga Indonesia tersebut.

    Duterte menghadapi empat pengaduan atas dugaan penyalahgunaan dana publik jutaan dolar dan pernyataannya bahwa ia telah membuat rencana untuk membunuh Presiden Ferdinand R. Marcos Jr., istrinya, dan juru bicara DPR, yang merupakan sepupu Marcos.

    Perselisihan Dua Dinasti Politik

    Duterte dan Marcos sendiri merupakan keturunan dari dinasti politik yang terkenal, bergabung untuk maju bersama dalam pemilihan nasional. Mereka menjanjikan persatuan nasional dan terpilih dengan kemenangan telak pada tahun 2022. Namun, kemitraan mereka secara luas dipandang sebagai simbiosis mutualisme yang akan segera berakhir.

    Duterte telah membantah tuduhan korupsi dan menganggap pemakzulan itu bermotif politik, pandangan yang dianut oleh banyak warga Filipina. Sedangkan Marcos telah membantah terlibat dalam proses pemakzulan, yang mengancam akan mengakhiri karier politiknya.

    “Ini menyeret seluruh negara ke dalam kekacauan politik,” kata Aries Arugay, ketua departemen ilmu politik di Universitas Filipina.

    “Tidak seperti di AS, dia tidak memiliki fungsi penting di sini sebagai wakil presiden. Jadi, mengapa? Motivasi politik di sini adalah untuk menghentikan kemungkinan Sara Duterte menjadi presiden,” tambahnya.

    Duterte telah berbicara di depan umum tentang pencalonan diri sebagai presiden setelah masa jabatan tunggal enam tahun Marcos berakhir pada tahun 2028.

    Keluarga Duterte dan Marcos terpecah belah karena hubungan Filipina dengan Amerika Serikat dan Tiongkok. Ayah Duterte, mantan Presiden Rodrigo Duterte, beralih ke Beijing saat ia menjabat, sementara Marcos lebih menyukai hubungan yang lebih dekat dengan Washington.

    ‘Penyalahgunaan Kekuasaan’

    Langkah pemakzulan sekarang berisiko meningkatkan perseteruan antara kedua klan di Filipina dan para pendukung mereka. Paolo Duterte, seorang anggota kongres dan adik laki-laki dari Duterte, mengatakan bahwa ia terkejut dan marah oleh upaya putus asa dan bermotif politik untuk memakzulkan saudara perempuannya.

    “Jika pemerintahan Marcos berpikir bahwa mereka dapat mendorong pemakzulan palsu ini tanpa konsekuensi, mereka salah besar,” kata Duterte dalam sebuah pernyataan.

    “Perhatikan kata-kata saya: Penyalahgunaan kekuasaan yang sembrono ini tidak akan menguntungkan mereka,” lanjutnya.

    Pada Rabu sore waktu setempat, 215 dari 306 anggota DPR memberikan suara untuk pemakzulan Duterte. Tepuk tangan bergemuruh di ruang sidang pleno setelah pengumuman resmi hasil.

    Ia akan diadili di Senat Filipina saat Kongres bersidang lagi pada bulan Juni. Dua pertiga suara diperlukan untuk menjatuhkan hukuman, dan para analis mengatakan bahwa Senat, yang terdiri dari pejabat pro-Duterte, tidak mungkin menghukumnya.

    Namun, jika terbukti bersalah, Duterte akan dicopot dari jabatannya dan didiskualifikasi dari jabatan publik apa pun. Ia juga dapat menghadapi tuntutan pidana dan perdata di pengadilan.

    Banyak rakyat Filipina yang muak dengan keluarga Marcos dan Duterte, dan percaya bahwa drama politik mengalihkan perhatian para pemimpin dari masalah utama yang menimpa negara seperti kemiskinan dan pengangguran. Tingkat kepercayaan terhadap Marcos dan Duterte telah menurun secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • AS Mulai Terbangkan Imigran Ilegal ke Kamp Guantanamo

    AS Mulai Terbangkan Imigran Ilegal ke Kamp Guantanamo

    Washington DC

    Penerbangan pertama yang membawa imigran asing dari Amerika Serikat ke Teluk Guantanamo “sudah berlangsung” pada hari Selasa (4/2), menurut pernyataan Gedung Putih. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari strategi Presiden Donald Trump untuk mengurangi arus migrasi.

    Pesawat dilaporkan membawa sekitar sepuluh orang migran, seorang pejabat keamanan mengatakan kepada kantor berita Reuters. Mereka adalah kelompok pertama dari sekitar 5.000 warga asing yang menurut Pentagon akan dideportasi dalam waktu dekat.

    Tidak jarang, pemerintah menggunakan pesawat militer untuk mendeportasi migran ke Guatemala, Peru, Honduras, dan India. Trump telah menginstruksikan Departemen Keamanan Dalam Negeri untuk memperluas fasilitas kamp penahanan di Guantanamo agar bisa menampung lebih dari 30.000 migran.

    Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem menegaskan rencana menahan migran ilegal di Kamp Guantanamo bukan tanpa batas waktu, dan bahwa pemerintah akan mematuhi hukum AS.

    Kenapa Kamp Guantanamo?

    Teluk Guantanamo sejatinya adalah pangkalan angkatan laut AS di Kuba. Secara umum, ia dikenal sebagai kamp tahanan teroris yang mengurung jihadis dari seluruh dunia, tanpa proses pengadilan atau batas waktu penahanan. Kamp tersebut didirikan tahun 2002, sebagai buntut serangan teror 11 September 2001 di New York, AS.

    Namun, Guantanamo juga menampung fasilitas terpisah yang selama beberapa dekade digunakan untuk menahan warga Haiti dan Kuba yang berusaha menyeberang ke AS melalui jalur laut.

    Menteri Pertahanan Pete Hegseth, yang pernah ditugaskan di Teluk Guantanamo saat aktif di militer, menyebutnya sebagai “tempat yang sempurna” untuk menampung para migran.

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Namun, Amy Fischer, Direktur Program Hak Pengungsi dan Migran di Amnesty International USA, mengecam penggunaan Guantanamo untuk menampung para migran sebagai “perilaku kejam.”

    “Kebijakan ini akan memutus akses para migran kepada pengacara, keluarga, dan dukungan sosial, serta melemparkan mereka ke dalam lubang hitam sehingga pemerintah AS dapat terus melanggar hak mereka tanpa diketahui,” katanya.

    Ekspansi fasilitas penahanan di Guantanamo

    Pemerintah AS sejak lama menahan para migran yang tertangkap di laut di Teluk Guantanamo. Trump menjadi presiden pertama yang menerbangkan para migran dari AS ke pangkalan tersebut.

    Menurut Komando Selatan militer AS, sekitar 300 serdadu saat ini ditempatkan di Guantanamo untuk mendukung “operasi penahanan imigran ilegal,” sementara pasukan tambahan telah tiba dalam beberapa hari terakhir.

    Pemerintahan Trump belum mengatakan berapa biaya yang diperlukan untuk memperluas fasilitas Guantanamo. Biaya penerbangan deportasi saja ditaksir tinggi. Reuters melaporkan bahwa penerbangan deportasi ke Guatemala minggu lalu kemungkinan menelan biaya setidaknya USD 4.675 atau sekitar Rp 76 juta per orang.

    Dalam sebuah memo kepada menteri pertahanan dan menteri keamanan dalam negeri pada 29 Januari silam, Trump meminta penambahan kapasitas “untuk menahan imigran kriminal yang memiliki prioritas tinggi dan berada secara ilegal di Amerika Serikat.”

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

    Lihat juga video: Dihantui Kebijakan Baru, Ribuan Imigran Bertaruh Nyawa Masuk AS

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Susul AS, Argentina Umumkan Keluar dari Keanggotaan WHO!

    Susul AS, Argentina Umumkan Keluar dari Keanggotaan WHO!

    Jakarta

    Otoritas Argentina mengumumkan negaranya akan ikut keluar dari keanggotaan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menyusul langkah Presiden AS Donald Trump. Keputusan tersebut dilatarbelakangi keluhan yang mirip dengan AS, salah satunya terkait pandemi COVID-19.

    Juru bicara Presiden Javier Milei mengumumkan keputusan ini dua minggu setelah Presiden Donald Trump, Rabu (5/2/2025).

    “Keputusan Milei didasarkan pada perbedaan yang mendalam mengenai pengelolaan kesehatan, terutama selama pandemi,” kata juru bicara Manuel Adorni kepada wartawan, seraya menambahkan Argentina tidak akan membiarkan badan internasional mencampuri kedaulatan negaranya.

    Ia menyoroti dampak dari perintah lockdown terlama dalam sejarah dan kurangnya independensi (di WHO) terkait menghadapi pengaruh politik beberapa negara, tanpa menyebut nama.

    Adorni menegaskan tindakan tersebut memberi Argentina fleksibilitas lebih besar untuk menerapkan kebijakan yang disesuaikan dengan konteks secara lokal sambil memastikan ketersediaan sumber daya yang lebih besar.

    Data WHO menunjukkan Argentina menyumbang sekitar USD 8,75 juta dalam bentuk iuran keanggotaan kepada organisasi tersebut sepanjang 2022 hingga 2023 atau setara dengan 0,11 persen dari total anggaran.

    Negara ini dijadwalkan menyumbang USD 8,25 juta untuk siklus dua tahun 2024-2025.

    Namun, sebagian besar anggaran badan kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa berasal dari sumbangan sukarela, dan Argentina tidak memberikan sumbangan apa pun dalam beberapa tahun terakhir.

    Adorni mengatakan Argentina tidak menerima dana dari WHO, jadi tindakan ini tidak menandakan negara tersebut kehilangan dana.

    Tahun lalu, Argentina menolak untuk bergabung dengan protokol pandemi baru yang disusun oleh WHO dan memberikan pemberitahuan tentang niatnya untuk menarik diri dari badan tersebut sama sekali.

    Sebuah pernyataan dari kantor presiden, yang dikeluarkan setelah pengarahan Adorni, menguraikan keputusan tersebut.

    Pernyataan tersebut mengklaim WHO telah mempromosikan lockdown tanpa dasar ilmiah, saat dunia memerangi pandemi COVID-19, yang telah merenggut jutaan nyawa.

    “Karantina menyebabkan salah satu bencana ekonomi terbesar dalam sejarah dunia,” kata presiden.

    Milei yang menyatakan diri sebagai “anarko-kapitalis” adalah penggemar berat Trump, yang menandatangani perintah beberapa jam setelah pelantikannya pada 20 Januari agar AS menarik diri dari WHO, yang juga dikritiknya atas penanganan pandemi.

    Washington adalah penyumbang terbesar bagi organisasi yang berkantor pusat di Jenewa itu, yang menurut Trump telah ‘merampok’ negaranya dan penarikan diri AS membuat inisiatif kesehatan global kekurangan dana.

    Sejak menjabat pada Desember 2023, Milei telah memangkas belanja publik, setelah berjanji untuk mempertahankan defisit anggaran nol pasca bertahun-tahun belanja berlebihan.

    Langkah-langkah penghematannya diperkirakan telah membuat jutaan orang jatuh miskin, tetapi negara itu juga mencatat surplus perdagangan terbesarnya pada tahun 2024, sebagian karena kemerosotan impor dan belanja.

    Milei adalah pemimpin asing pertama yang mengunjungi Trump di perkebunannya di Mar-a-Lago Florida setelah kemenangan pemilu AS pada bulan November.

    (naf/kna)

  • Singgung soal Trauma, Qatar Sebut Terlalu Dini untuk Bahas Pengungsian Warga Palestina – Halaman all

    Singgung soal Trauma, Qatar Sebut Terlalu Dini untuk Bahas Pengungsian Warga Palestina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Qatar, yang menjadi mediator utama dalam perundingan gencatan senjata Gaza, sedang sibuk dengan tahap kedua kesepakatan tersebut.

    Qatar pun mengatakan masih terlalu dini untuk membicarakan masalah warga Palestina dan pengungsian.

    Pernyataan Qatar tersebut setelah usulan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, agar AS mengambil alih kendali Jalur Gaza, menjadi sorotan.

    Qatar mengatakan, warga Palestina saat ini masih mengalami trauma soal pengungsian.

    “Kami tahu bahwa ada banyak trauma di pihak Palestina terkait pengungsian.”

    “Namun, sekali lagi, masih terlalu dini untuk membicarakan hal ini, karena kami tidak tahu bagaimana perang ini akan berakhir,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed Al-Ansari, kepada Fox News, Rabu (5/2/2025).

    Penolakan Keras dari Presiden Palestina

    Presiden Palestina Mahmoud Abbas menolak keras usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk “mengambil alih” dan “memiliki” Jalur Gaza.

    Penolakan keras Presiden Palestina itu sebagaimana disampaikan oleh kantor Mahmoud Abbas dalam sebuah pernyataan, Rabu (5/2/2025).

    “Presiden Mahmoud Abbas dan para pemimpin Palestina menyatakan penolakan keras mereka terhadap seruan untuk merebut Jalur Gaza dan mengusir warga Palestina dari tanah air mereka,” kata kantor Abbas, seraya menambahkan bahwa “hak-hak Palestina yang sah tidak dapat dinegosiasikan.”

    Saat membacakan pernyataan di televisi publik Palestina, juru bicara Abbas, Nabil Abu Rudeina, menekankan bahwa Jalur Gaza “merupakan bagian integral dari Negara Palestina.”

    Organisasi Pembebasan Palestina, aliansi faksi yang dipimpin oleh Abbas, juga mengecam usulan Trump untuk merelokasi warga Gaza ke Mesir atau Yordania.

    “Menolak semua seruan untuk memindahkan warga Palestina dari Tanah Air mereka,” kata sekretaris jenderalnya, Hussein al-Sheikh.

    Sementara itu, Utusan Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, juga menanggapi rencana Donald Trump tersebut.

    “Para pemimpin dunia dan rakyat harus menghormati keinginan Palestina untuk tetap tinggal di Gaza,” katanya, Selasa (4/2/2025), dilansir Arab News.

    “Tanah Air kami adalah Tanah Air kami, jika sebagian darinya hancur, Jalur Gaza, rakyat Palestina memilih untuk kembali ke sana,” tegas Riyad Mansour.

    “Dan saya pikir para pemimpin dan rakyat harus menghormati keinginan rakyat Palestina,” lanjutnya.

    Di PBB, Mansour tidak menyebut nama Trump tetapi tampaknya menolak usulan Presiden AS tersebut.

    “Negara dan rumah kami adalah Jalur Gaza, itu bagian dari Palestina,” katanya.

    “Kami tidak punya rumah. Bagi mereka yang ingin mengirim mereka ke tempat yang bahagia dan menyenangkan, biarkan mereka kembali ke rumah asal mereka di dalam Israel, ada tempat-tempat bagus di sana, dan mereka akan senang untuk kembali ke tempat-tempat ini,” paparnya.

    Sebagai informasi, Donald Trump bertemu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Selasa.

    Pemimpin AS tersebut mengatakan bahwa ia yakin warga Palestina harus meninggalkan Gaza setelah serangan Israel yang telah menghancurkan wilayah tersebut dan membuat sebagian besarnya hancur menjadi puing-puing.

    Berbicara menjelang pertemuan tersebut, Trump mengatakan bahwa ia menginginkan solusi yang melihat “daerah yang indah untuk memukimkan kembali orang-orang secara permanen di rumah-rumah yang bagus di mana mereka dapat merasa bahagia.”

    NETANYAHU DAN TRUMP – Foto ini diambil pada Rabu (5/2/2025) dari akun resmi The White House di media sosial X, menampilkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) dan Presiden AS Donald Trump (kanan) berbicara dalam konferensi pers setelah pertemuan mereka di Gedung Putih pada Selasa (4/2/2025). Donald Trump mengatakan AS akan mengambil alih Jalur Gaza setelah mengusir warga Palestina dari wilayah tersebut. (Akun The White House di X (@WhiteHouse))

    Adapun perang di Gaza meletus setelah serangan kelompok bersenjata Palestina Hamas pada 7 Oktober 2023, yang mengakibatkan kematian 1.210 orang di pihak Israel, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi Israel.

    Respons pembalasan Israel telah menewaskan sebanyak 47.518 orang di Gaza, mayoritas warga sipil, menurut kementerian kesehatan wilayah yang dikuasai Hamas itu.

    PBB menganggap angka-angka ini dapat diandalkan.

    PBB mengatakan lebih dari 1,9 juta orang — atau 90 persen dari populasi Gaza — telah mengungsi akibat serangan Israel, dengan kampanye pengeboman telah meratakan sebagian besar bangunan di wilayah itu, termasuk sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur sipil dasar.

    Dimulainya kesepakatan gencatan senjata, yang mencakup pembebasan sandera yang ditahan Hamas dan tahanan yang ditahan Israel pada 19 Januari 2025, membuat warga Palestina bersuka cita, dengan banyak yang kembali ke rumah yang tidak lagi layak huni.

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Dikutip dari Al Jazeera, Presiden AS Donald Trump mengatakan dia ingin AS mengambil alih Jalur Gaza yang hancur akibat perang setelah warga Palestina mengungsi ke negara-negara tetangga, dan mengembangkan wilayah tersebut sehingga “masyarakat dunia” akan tinggal di sana.

    Trump juga mengatakan kepada wartawan, AS telah menarik diri “dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang anti-Semit dan mengakhiri semua dukungan untuk Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA)”.

    Sepanjang hari, Trump memicu kontroversi dengan menyarankan warga Palestina akan “senang meninggalkan” Gaza, yang memicu ketakutan, ia akan mendukung kampanye pembersihan etnis.

    Hamas merilis pernyataan sebagai tanggapan terhadap Trump, dengan mengatakan bahwa rencananya adalah “resep untuk menciptakan kekacauan dan ketegangan di wilayah tersebut. Rakyat kami di Jalur Gaza tidak akan membiarkan rencana ini terlaksana”.

    Para pengunjuk rasa berkumpul di Washington, DC, untuk mengecam kunjungan Netanyahu, menuduh Trump mengundang “penjahat perang” ke Gedung Putih.

    Netanyahu menggambarkan Trump sebagai “sahabat terbaik Israel di Gedung Putih” dan memujinya atas “keinginannya untuk berpikir di luar kotak”.

    Arab Saudi mengatakan dukungannya terhadap pembentukan negara Palestina tidak tergoyahkan dan menolak segala upaya untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka.

    Komentar Trump juga menuai kecaman dari kelompok hak asasi manusia dan anggota parlemen AS, termasuk Anggota Kongres Rashida Tlaib, yang menuduhnya “secara terbuka menyerukan pembersihan etnis”.

    Tim penyelamat telah menemukan mayat 19 warga Palestina di kuburan massal yang ditemukan di Jalan al-Thawra, di Kota Gaza di utara Jalur Gaza.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Dubes Iran Blak-blakan soal Ancaman “Tekanan Maksimum” Trump

    Dubes Iran Blak-blakan soal Ancaman “Tekanan Maksimum” Trump

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Iran tidak ambil pusing terhadap kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengambil langkah tekanan penuh terhadap negara itu. Hal ini disampaikan oleh Duta Besar Iran untuk Indonesia, Mohammad Boroujerdi, di sela-sela acara resepsi 46 tahun Revolusi Iran di Jakarta, dikutip Rabu (5/2/2025).

    Dalam pernyataannya, Boroujerdi menyebut Iran selama ini sudah terkena deretan macam sanksi yang dijatuhkan Washington dan sekutunya ke negara itu. Namun ekonomi Teheran tetap kokoh dan dapat bertahan.

    “Sudah 46 tahun mereka mengambil kebijakan keras terhadap Iran, namun kami bertahan dan justru mengarah lebih baik. Hari ini, kami lebih kuat dari 10 tahun lalu, 46 tahun lalu,” ujarnya.

    “Jadi kami percaya bahwa jika mereka memilih saling menghormati dan bukan tindakan keras, hal itu akan menjadi sesuatu yang lebih baik bagi mereka, kami, dan dunia,” tambahnya.

    Diketahui, Presiden Trump mengembalikan kampanye “tekanan maksimum”-nya terhadap Iran yang mencakup upaya untuk menekan ekspor minyaknya hingga nol untuk menghentikan Teheran memperoleh senjata nuklir.

    Menjelang pertemuannya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Trump menandatangani memorandum presiden yang memberlakukan kembali kebijakan keras Washington terhadap Iran yang dipraktikkan sepanjang masa jabatan pertamanya.

    “Bagi saya, ini sangat sederhana: Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir,” kata Trump. Ketika ditanya seberapa dekat Teheran dengan senjata nuklir, Trump berkata: “Mereka terlalu dekat,” katanya.

    Iran ‘secara dramatis’ mempercepat pengayaan uranium hingga mencapai kemurnian 60%, mendekati tingkat kemurnian senjata sekitar 90%, kata kepala pengawas nuklir PBB kepada Reuters pada bulan Desember. Teheran sendiri telah membantah ingin mengembangkan senjata nuklir.

    Sementara itu, menurut estimasi Badan Informasi Energi AS, ekspor minyak Teheran menghasilkan US$ 53 miliar (Rp 864 triliun) pada tahun 2023 dan US$ 54 miliar (Rp 880 triliun) setahun sebelumnya. Berdasarkan data OPEC, produksi selama tahun 2024 mencapai level tertinggi sejak 2018.

    (sef/sef)

  • Merespons Rencana Trump, Presiden Palestina Mahmoud Abbas Tolak Keras Upaya AS Ambil Alih Jalur Gaza – Halaman all

    Merespons Rencana Trump, Presiden Palestina Mahmoud Abbas Tolak Keras Upaya AS Ambil Alih Jalur Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Palestina Mahmoud Abbas menolak keras usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk “mengambil alih” dan “memiliki” Jalur Gaza.

    Penolakan keras Presiden Palestina itu sebagaimana disampaikan oleh kantor Mahmoud Abbas dalam sebuah pernyataan, Rabu (5/2/2025).

    “Presiden Mahmoud Abbas dan para pemimpin Palestina menyatakan penolakan keras mereka terhadap seruan untuk merebut Jalur Gaza dan mengusir warga Palestina dari tanah air mereka,” kata kantor Abbas, seraya menambahkan bahwa “hak-hak Palestina yang sah tidak dapat dinegosiasikan.”

    Saat membacakan pernyataan di televisi publik Palestina, juru bicara Abbas, Nabil Abu Rudeina, menekankan bahwa Jalur Gaza “merupakan bagian integral dari Negara Palestina.”

    Organisasi Pembebasan Palestina, aliansi faksi yang dipimpin oleh Abbas, juga mengecam usulan Trump untuk merelokasi warga Gaza ke Mesir atau Yordania.

    “Menolak semua seruan untuk memindahkan warga Palestina dari Tanah Air mereka,” kata sekretaris jenderalnya, Hussein al-Sheikh.

    Kata Utusan Palestina untuk PBB

    Utusan Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, juga menanggapi rencana Donald Trump tersebut.

    “Para pemimpin dunia dan rakyat harus menghormati keinginan Palestina untuk tetap tinggal di Gaza,” katanya, Selasa (4/2/2025), dilansir Arab News.

    “Tanah Air kami adalah Tanah Air kami, jika sebagian darinya hancur, Jalur Gaza, rakyat Palestina memilih untuk kembali ke sana,” tegas Riyad Mansour.

    “Dan saya pikir para pemimpin dan rakyat harus menghormati keinginan rakyat Palestina,” lanjutnya.

    Di PBB, Mansour tidak menyebut nama Trump tetapi tampaknya menolak usulan Presiden AS tersebut.

    “Negara dan rumah kami adalah Jalur Gaza, itu bagian dari Palestina,” katanya.

    “Kami tidak punya rumah. Bagi mereka yang ingin mengirim mereka ke tempat yang bahagia dan menyenangkan, biarkan mereka kembali ke rumah asal mereka di dalam Israel, ada tempat-tempat bagus di sana, dan mereka akan senang untuk kembali ke tempat-tempat ini,” paparnya.

    Pada hari Selasa, Trump bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih.

    Pemimpin AS tersebut mengatakan bahwa ia yakin warga Palestina harus meninggalkan Gaza setelah serangan Israel yang telah menghancurkan wilayah tersebut dan membuat sebagian besarnya hancur menjadi puing-puing.

    Berbicara menjelang pertemuan tersebut, Trump mengatakan bahwa ia menginginkan solusi yang melihat “daerah yang indah untuk memukimkan kembali orang-orang secara permanen di rumah-rumah yang bagus di mana mereka dapat merasa bahagia.”

    Respons Hamas

    Pejabat Hamas, Sami Abu Zuhri, mengatakan pernyataan Donald Trump tentang pengambilalihan Jalur Gaza adalah konyol dan tidak masuk akal, serta dapat mengganggu stabilitas Timur Tengah.

    “Pernyataan Trump tentang keinginannya untuk menguasai Gaza adalah konyol dan tidak masuk akal, dan ide-ide semacam ini dapat memicu kerusuhan di kawasan tersebut,” kata Abu Zuhri kepada Reuters, Rabu (5/2/2025).

    Sementara itu, Hamas siap untuk menjalin kontak dan mengadakan pembicaraan dengan pemerintahan Donald Trump.

    Hal ini sebagaimana diberitakan kantor berita negara Rusia RIA mengutip seorang pejabat senior Hamas dalam pernyataan yang diterbitkan pada Rabu pagi.

    “Kami siap untuk melakukan kontak dan pembicaraan dengan pemerintahan Trump,” lapor RIA mengutip pernyataan anggota senior Politbiro Hamas, Mousa Abu Marzouk.

    “Di masa lalu, kami tidak keberatan dengan kontak dengan pemerintahan (mantan Presiden AS Joe) Biden, Trump atau pemerintahan AS lainnya, dan kami terbuka untuk berunding dengan semua pihak internasional,” jelasnya.

    Tidak jelas kapan RIA mewawancarai Marzouk, yang mengunjungi Moskow pada Senin (3/2/2025), untuk mengadakan pembicaraan dengan kementerian luar negeri Rusia.

    MASA DEPAN GAZA – Tangkapan layar YouTube White House yang diambil pada Rabu (5/2/2025), menampilkan Presiden AS Donald Trump menggelar konferensi pers bersama PM Israel Benjamin Netanyahu setelah pertemuan mereka di Gedung Putih pada Selasa (4/2/2025). Dalam pengumuman yang mengejutkan, Trump mengatakan AS akan mengambil alih dan memiliki Jalur Gaza. (Tangkapan layar YouTube White House)

    Marzouk mengatakan kepada RIA, pembicaraan dengan AS telah menjadi semacam kebutuhan bagi Hamas, mengingat Washington merupakan pemain kunci di Timur Tengah.

    “Itulah sebabnya kami menyambut baik perundingan dengan Amerika dan tidak keberatan dengan masalah ini,” tambahnya.

    Diketahui, perang di Gaza meletus setelah serangan kelompok bersenjata Palestina Hamas pada 7 Oktober 2023, yang mengakibatkan kematian 1.210 orang di pihak Israel, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi Israel.

    Respons pembalasan Israel telah menewaskan sebanyak 47.518 orang di Gaza, mayoritas warga sipil, menurut kementerian kesehatan wilayah yang dikuasai Hamas itu.

    PBB menganggap angka-angka ini dapat diandalkan.

    PBB mengatakan lebih dari 1,9 juta orang — atau 90 persen dari populasi Gaza — telah mengungsi akibat serangan Israel, dengan kampanye pengeboman telah meratakan sebagian besar bangunan di wilayah itu, termasuk sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur sipil dasar.

    Dimulainya kesepakatan gencatan senjata, yang mencakup pembebasan sandera yang ditahan Hamas dan tahanan yang ditahan Israel pada 19 Januari 2025, membuat warga Palestina bersuka cita, dengan banyak yang kembali ke rumah yang tidak lagi layak huni.

    Dikutip dari Al Jazeera, Presiden AS Donald Trump mengatakan dia ingin AS mengambil alih Jalur Gaza yang hancur akibat perang setelah warga Palestina mengungsi ke negara-negara tetangga, dan mengembangkan wilayah tersebut sehingga “masyarakat dunia” akan tinggal di sana.

    Trump juga mengatakan kepada wartawan, AS telah menarik diri “dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang anti-Semit dan mengakhiri semua dukungan untuk Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA)”.

    Sepanjang hari, Trump memicu kontroversi dengan menyarankan warga Palestina akan “senang meninggalkan” Gaza, yang memicu ketakutan, ia akan mendukung kampanye pembersihan etnis.

    Hamas merilis pernyataan sebagai tanggapan terhadap Trump, dengan mengatakan bahwa rencananya adalah “resep untuk menciptakan kekacauan dan ketegangan di wilayah tersebut. Rakyat kami di Jalur Gaza tidak akan membiarkan rencana ini terlaksana”.

    Para pengunjuk rasa berkumpul di Washington, DC, untuk mengecam kunjungan Netanyahu, menuduh Trump mengundang “penjahat perang” ke Gedung Putih.

    Netanyahu menggambarkan Trump sebagai “sahabat terbaik Israel di Gedung Putih” dan memujinya atas “keinginannya untuk berpikir di luar kotak”.

    Arab Saudi mengatakan dukungannya terhadap pembentukan negara Palestina tidak tergoyahkan dan menolak segala upaya untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka.

    Komentar Trump juga menuai kecaman dari kelompok hak asasi manusia dan anggota parlemen AS, termasuk Anggota Kongres Rashida Tlaib, yang menuduhnya “secara terbuka menyerukan pembersihan etnis”.

    Tim penyelamat telah menemukan mayat 19 warga Palestina di kuburan massal yang ditemukan di Jalan al-Thawra, di Kota Gaza di utara Jalur Gaza.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Respons Indonesia usai AS Terapkan Tarif Impor Tinggi ke Produk China

    Respons Indonesia usai AS Terapkan Tarif Impor Tinggi ke Produk China

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah masih akan mengkaji sejumlah kebijakan untuk merespons perang dagang antara Amerika Serikat dengan China.

    Kendati demikian, Airlangga menyatakan pemerintah akan menjaga agar tidak ada perdagangan ilegal yang masuk ke Indonesia. Menurutnya, penambahan beban tarif masuk 10% atas barang China ke Amerika Serikat (AS) akan meningkat perdagangan ilegal.

    “Jadi kita kunci pasar perdagangan ilegal karena kita tidak ingin barang itu mencari market lain yang besar,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2025).

    Lebih lanjut, politisi Partai Golkar itu menyatakan China juga masih bergantung kepada barang-barang dari Indonesia terutama produk baja dan turunannya.

    Sementara dengan AS, Airlangga menyatakan neraca perdagangan Indonesia kerap mencatat kinerja positif. Oleh sebab itu, sambungnya, pemerintah Indonesia belum merubah posisinya terhadap China dan AS.

    “Tentu ini semuanya akan kita jaga,” katanya.

    Sebagai informasi, AS resmi menerapkan tarif 10% terhadap produk China per tengah malam waktu Washington pada Selasa (4/2/2025). Dalam hitungan detik, pemerintah China membalas kebijakan AS tersebut.

    Beijing mengumumkan tarif tambahan pada sekitar 80 produk yang akan mulai berlaku pada 10 Februari 2025, meluncurkan penyelidikan antimonopoli terhadap Google, memperketat kontrol ekspor pada mineral penting, hingga menambahkan dua perusahaan AS ke dalam daftar hitam entitas yang tidak dapat diandalkan.

    “Perang tarif besar-besaran tidak menguntungkan China. Sebaliknya, China kemungkinan akan menanggapi tarif terutama melalui stimulus domestik,” kata Larry Hu, kepala ekonomi China di Macquarie Group Ltd., dilansir dari Bloomberg, Selasa (4/2/2025).

  • Bisa-bisanya Trump Klaim Warga Palestina Akan Senang Dipindah dari Gaza

    Bisa-bisanya Trump Klaim Warga Palestina Akan Senang Dipindah dari Gaza

    Jakarta

    Bisa-bisanya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengklaim warga Palestina akan senang dipindah dari Gaza. Pernyataan itu pun menuai kecaman keras dari kelompok Hamas.

    Pernyataan kontroversial Trump itu disampaikan ketika dia berbicara kepada wartawan di Gedung Putih pada Selasa (4/2) waktu setempat, sebelum bertemu Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu yang berkunjung ke Washington DC untuk membahas isu Timur Tengah, termasuk gencatan senjata Gaza.

    Dalam pernyataannya, Trump mengklaim warga Palestina akan “dengan senang hati meninggalkan Gaza”. Dia juga menyebut warga Gaza tidak memiliki alternatif lain saat ini ketika ditanya wartawan AFP apakah relokasi sama saja dengan menggusur mereka secara paksa.

    “Mereka tidak memiliki alternatif lainnya sekarang,” sebut Trump.

    “Mereka ada di sana karena mereka tidak memiliki alternatif. Apa yang mereka miliki? Saat ini, itu adalah tumpukan puing besar-besaran… Saya rasa mereka akan sangat senang melakukannya. Saya pikir mereka akan dengan senang hati meninggalkan Gaza. Apa itu Gaza?” ucapnya.

    Pernyataan ini disampaikan setelah Trump sebelumnya melontarkan gagasan yang menuai kritikan banyak pihak, yakni “membersihkan” Gaza dan mencetuskan warga Palestina di Jalur Gaza untuk direlokasi ke Mesir atau Yordania.

    Baik Kairo maupun Amman telah menolak mentah-mentah gagasan Trump tersebut. Pada Selasa (4/2) kemarin, para pemimpin Mesir dan Yordania menekankan “perlunya berkomitmen pada posisi persatuan Arab” yang akan membantu mencapai perdamaian.

    Hamas Kecam Keras Trump

    Foto: Donald Trump (Getty Images via AFP/CHIP SOMODEVILLA)

    Kelompok Hamas mengecam keras pernyataan Donald Trump yang mengklaim warga Palestina akan “dengan senang hati” meninggalkan Gaza karena mereka tidak memiliki alternatif lainnya. Hamas menyebut pernyataan semacam itu sebagai “resep untuk menciptakan kekacauan” di Timur Tengah.

    “Kami menganggapnya sebagai resep untuk menciptakan kekacauan dan ketegangan di kawasan. Rakyat kami di Jalur Gaza tidak akan membiarkan rencana ini terwujud,” tegas pejabat senior Hamas, Sami Abu Zuhri, dalam pernyataan seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Rabu (5/2).

    “Apa yang diperlukan adalah diakhirinya pendudukan dan agresi terhadap rakyat kami, bukan pengusiran mereka dari tanah mereka,” ujar Zuhri menegaskan.

    Kritikan terhadap Trump juga disampaikan seorang pejabat senior Hamas lainnya, Izzat al-Rishq, yang menegaskan warga Gaza tidak akan menerima skema apa pun yang bertujuan mengusir mereka dari tanah mereka sendiri.

    “Rakyat kami di Gaza telah menggagalkan rencana pengungsian dan deportasi akibat pengeboman selama lebih dari 15 bulan,” kata al-Rishq dalam pernyataannya.

    “Mereka berakar pada tanah mereka dan tidak akan menerima skema apa pun yang bertujuan untuk mengusir mereka dari Tanah Air mereka,” tegasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (whn/taa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu