kab/kota: Washington

  • Perang Saudara Sudah Tak Terkendali bak Genosida, PBB Teriak

    Perang Saudara Sudah Tak Terkendali bak Genosida, PBB Teriak

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres memperingatkan bahwa perang saudara di Sudan telah mencapai titik “tak terkendali”. Ia menyerukan agar kedua pihak yang bertikai segera menghentikan kekerasan dan kembali ke meja perundingan.

    “Krisis mengerikan di Sudan semakin tak terkendali,” ujar Guterres di sela KTT Dunia untuk Pembangunan Sosial di Qatar, dikutip The Guardian, Rabu (5/11/2025).

    “El-Fasher dan wilayah sekitarnya di Darfur Utara telah menjadi pusat penderitaan, kelaparan, kekerasan, dan pengungsian. Ratusan ribu warga sipil terjebak dalam pengepungan, banyak yang sekarat karena kekurangan gizi, penyakit, dan kekerasan,” lanjutnya.

    Peringatan keras ini muncul setelah Pasukan Dukungan Cepat (RSF), yang dilaporkan mendapat dukungan dari Uni Emirat Arab (UEA), merebut kota el-Fasher pekan lalu usai pengepungan selama hampir 18 bulan. Sejumlah video yang beredar menunjukkan tindakan brutal pasukan RSF terhadap warga sipil, termasuk di rumah sakit bersalin.

    Perang dua tahun antara angkatan bersenjata Sudan (SAF) dan RSF telah menimbulkan salah satu krisis kemanusiaan terburuk abad ini. Data PBB menyebut lebih dari 150.000 orang tewas dan 14 juta warga mengungsi dari rumah mereka. Jaksa Pengadilan Pidana Internasional kini tengah mengumpulkan bukti dugaan pembunuhan massal, pemerkosaan, dan kejahatan lainnya di el-Fasher.

    Di sisi lain, pemerintah Sudan yang berbasis di Port Sudan masih mempertimbangkan usulan gencatan senjata dari Amerika Serikat (AS). Proposal itu mencakup jeda kemanusiaan tiga bulan sebelum menuju gencatan senjata permanen dan transisi sembilan bulan ke pemerintahan sipil.

    Namun, SAF menegaskan bahwa gencatan hanya bisa dilakukan jika RSF menarik pasukannya dari kota-kota besar, termasuk el-Fasher.

    Jatuhnya el-Fasher memberi RSF kendali atas lima ibu kota negara bagian di Darfur, memunculkan kekhawatiran Sudan akan terbelah antara timur dan barat. Meski demikian, Duta Besar Sudan untuk Inggris Babikir Elamin menegaskan bahwa pemisahan bukan solusi.

    “Prioritas kami bukan gencatan senjata, tapi menghentikan pembantaian di el-Fasher,” kata Elamin di London. Ia juga mendesak Washington untuk menetapkan RSF sebagai organisasi teroris dan melarang semua penjualan senjata ke UEA.

    “RSF sekarang secara terbuka bersumpah melakukan kejahatan lebih lanjut. Mereka dengan bangga merekam diri mereka membunuh warga sipil tak berdosa,” ungkapnya.

    Elamin kemudian menuding RSF terus melakukan kekejaman meski perundingan damai tengah dijajaki. “Apa gunanya berbicara damai sementara mereka masih menembaki rakyat?” ujarnya. “Komunitas internasional harus bertindak menghentikan kekejaman dan genosida ini sekarang.”

     

    (luc/șef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Direstui Trump, Amerika Tanam Uang AI di Negara Arab Rp 250 Triliun

    Direstui Trump, Amerika Tanam Uang AI di Negara Arab Rp 250 Triliun

    Jakarta, CNBC Indonesia – Microsoft resmi menambah investasinya di Uni Emirat Arab (UEA) hingga mencapai US$15 miliar atau sekitar Rp250 triliun hingga akhir 2029.

    Investasi jumbo ini mendapat restu langsung dari pemerintahan Donald Trump untuk mengekspor chip kecerdasan buatan (AI) Nvidia ke pusat data Microsoft di negara Teluk tersebut.

    UEA selama beberapa tahun terakhir gencar menggelontorkan dana miliaran dolar untuk menjadikan dirinya sebagai pusat kecerdasan buatan (AI) global, dengan memanfaatkan hubungan eratnya dengan Washington guna mendapatkan akses ke teknologi Amerika Serikat, termasuk chip-chip tercanggih di dunia.

    “Porsi terbesar dari investasi itu, baik di masa lalu maupun ke depan, adalah untuk perluasan pusat data AI di seluruh UEA,” ujar Brad Smith, Wakil Ketua dan Presiden Microsoft, dikutip dari Reuters, Selasa (4/11/2025).

    Sejak 2023, Microsoft telah menanamkan US$7,3 miliar di UEA, dan akan menambah US$7,9 miliar lagi hingga 2029. Dana tersebut digunakan untuk pembangunan dan perluasan pusat data AI serta infrastruktur cloud di kawasan tersebut.

    Smith menambahkan, sebagian chip Nvidia yang masuk dalam persetujuan ekspor belum dikirim, namun dipastikan akan tiba dalam beberapa bulan ke depan. Chip-chip tersebut akan digunakan untuk mendukung operasi pusat data milik Microsoft di UEA.

    Izin ekspor itu memungkinkan Microsoft mengakumulasi chip setara 21.500 GPU Nvidia A100, yang mencakup model A100, H100, dan H200. Pada September lalu, Gedung Putih juga menyetujui tambahan ekspor setara 60.400 chip A100, termasuk GPU Nvidia GB300 yang lebih canggih, setelah memperbarui pengamanan teknologinya.

    Tahun lalu, Microsoft menginvestasikan US$1,5 miliar di G42, perusahaan AI asal Abu Dhabi. Kerja sama itu memberi Microsoft kursi di dewan direksi G42 yang kini diisi oleh Brad Smith.

    Namun, hubungan masa lalu G42 dengan China sempat menimbulkan kekhawatiran di Washington. Pemerintah AS menyoroti potensi Beijing mendapatkan akses ke semikonduktor canggih melalui pihak ketiga seperti UEA.

    G42 menyatakan telah bekerja sama dengan mitra AS dan pemerintah UEA untuk mematuhi standar pengembangan dan penerapan AI. Smith menegaskan perusahaan tersebut telah menunjukkan “kemajuan besar” dalam memenuhi regulasi hukum AS.

    Meski disetujui pemerintahan Trump, kesepakatan ini mendapatkan kritik dari parlemen AS. Ketua Komite Seleksi DPR AS untuk Urusan China, John Moolenaar, menyebut UEA masih memiliki hubungan teknologi erat dengan China.

    “Saya menyambut baik prospek kolaborasi teknologi yang lebih dekat dengan UEA, tetapi hal itu hanya bisa terjadi jika UEA secara pasti dan tak dapat dibalik lagi memilih berpihak kepada Amerika,” kata Moolenaar.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Terkuak Alasan Sebenarnya Trump Buka Perang Baru di Venezuela: Minyak!

    Terkuak Alasan Sebenarnya Trump Buka Perang Baru di Venezuela: Minyak!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ketegangan antara Amerika Serikat dan Venezuela kembali meningkat setelah laporan The New York Times pada Selasa (4/11/2025) mengungkap bahwa pemerintahan Presiden Donald Trump sedang mempertimbangkan rencana serangan militer terhadap sasaran strategis, termasuk instalasi militer, dan merebut ladang minyak negara tersebut.

    Langkah itu disebut sebagai bagian dari kampanye Trump melawan jaringan perdagangan narkoba yang diduga dikendalikan oleh pemerintahan Presiden Nicolas Maduro.

    Meski belum ada keputusan final dari Gedung Putih, laporan itu menyebut Trump telah memerintahkan Departemen Kehakiman untuk menyiapkan justifikasi hukum bagi kemungkinan serangan tersebut, langkah yang dapat menghindari kebutuhan akan otorisasi dari Kongres atau deklarasi perang resmi.

    “Presiden Trump telah menyampaikan dengan jelas pesannya kepada Presiden [Venezuela] Nicolas Maduro: hentikan pengiriman narkoba dan penjahat ke negara kami,” kata Wakil Sekretaris Pers Gedung Putih, Anna Kelly, kepada Newsweek.

    “Presiden menegaskan akan terus menyerang para narkoteroris yang menyelundupkan narkotika ilegal. Hal di luar itu hanyalah spekulasi dan harus diperlakukan seperti itu.”

    Menurut sejumlah pejabat AS yang dikutip oleh The New York Times, The Wall Street Journal, dan Miami Herald, Washington telah mengidentifikasi sejumlah sasaran utama di dalam Venezuela yang terkait dengan jaringan narkotika yang disebut-sebut berada di bawah kendali pemerintahan Maduro.

    Rencana yang sedang dibahas mencakup serangan udara terhadap pelabuhan, lapangan udara, dan fasilitas militer yang berperan penting dalam operasi penyelundupan.

    Selain itu, pemerintahan Trump juga dilaporkan mempertimbangkan untuk merebut ladang minyak Venezuela, aset vital yang menopang ekonomi negara itu.

    The Times melaporkan bahwa Trump sebelumnya menolak tawaran Maduro untuk memberikan konsesi minyak kepada perusahaan-perusahaan Amerika, sementara raksasa energi AS, Chevron, masih menunggu arahan kebijakan terbaru dari Washington terkait operasi mereka di Venezuela.

    Para pengkritik, termasuk pejabat dan tokoh oposisi Venezuela, menuduh langkah ini hanyalah dalih bagi AS untuk menguasai sumber daya energi negara tersebut.

    Adapun laporan itu muncul di tengah meningkatnya operasi militer AS di perairan Karibia. Washington telah melancarkan serangan terhadap kapal-kapal yang diduga mengangkut narkoba dari Venezuela, tindakan yang memicu kekhawatiran di dalam negeri AS.

    Sejumlah anggota Kongres, baik dari Partai Republik maupun Demokrat, mempertanyakan legalitas serangan tersebut.

    Sementara itu, Trump secara terbuka mengatakan bahwa semua opsi, termasuk opsi militer, “tetap berada di atas meja”. Namun, pekan lalu, ia membantah kabar bahwa dirinya telah memutuskan untuk melancarkan serangan ke wilayah Venezuela.

    Ketika ditanya langsung oleh wartawan apakah serangan itu akan dilakukan, Trump hanya menjawab singkat: “Tidak,” tanpa penjelasan lebih lanjut.

    Meski demikian, Trump mengakui tekanan terhadap Caracas makin meningkat. “Venezuela sedang merasakan panasnya tekanan,” ujarnya, sambil menolak berkomentar apakah CIA telah diberi kewenangan untuk melakukan operasi rahasia.

    Di sisi lain, Maduro menuduh Washington tengah mempersiapkan perang baru di kawasan itu. Dalam wawancara dengan media pemerintah pada akhir Oktober, ia menuding AS “menciptakan perang abadi yang baru” setelah Trump mengerahkan kapal induk terbesar AS, USS Gerald R. Ford, ke Laut Karibia.

    Menurut pejabat setempat, AS telah menempatkan delapan kapal perang Angkatan Laut, satu kapal selam bertenaga nuklir, serta sekitar 6.000 pelaut dan marinir di kawasan tersebut.

    Rusia, sekutu dekat Venezuela, mengecam keras langkah AS itu. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, menyatakan bahwa Moskow “mengecam keras penggunaan kekuatan militer yang berlebihan” oleh Amerika Serikat di Karibia.

    Ia menegaskan bahwa Rusia “sepenuhnya mendukung pemerintah Venezuela dalam upayanya mempertahankan kedaulatan nasional dan menjaga kawasan ini tetap menjadi ‘zona damai’.”

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Presiden Brasil Tak Ingin Invasi Darat AS ke Venezuela Terjadi

    Presiden Brasil Tak Ingin Invasi Darat AS ke Venezuela Terjadi

    Jakarta

    Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva berharap tidak akan ada serangan darat Amerika Serikat (AS) ke Venezuela. Lula menegaskan dirinya bersedia untuk memediasi kedua negara.

    “Saya tidak ingin kita mencapai titik invasi darat AS ke Venezuela,” kata Lula kepada kantor berita internasional termasuk AFP dilansir kantor berita AFP, Rabu (5/11/2025).

    Lula mengatakan dirinya telah berbicara dengan Trump. Lula mengatakan kepada Trump bahwa masalah politik tidak diselesaikan dengan senjata tapi dialog.

    “Saya katakan kepada Presiden Trump…bahwa masalah politik tidak diselesaikan dengan senjata — masalah tersebut diselesaikan melalui dialog,” tambahnya.

    Pemimpin berusia 80 tahun itu, yang berada di Belem untuk memimpin KTT iklim COP30 pada Kamis dan Jumat, mengatakan Amerika Serikat dapat “mencoba membantu” negara-negara dalam perang melawan perdagangan narkoba “alih-alih mencoba menembak mereka.”

    Presiden AS Donald Trump telah meluncurkan pengerahan militer besar-besaran di Karibia untuk operasi antinarkoba yang telah menyebabkan puluhan kematian. Nicolas Maduro dari Venezuela, yang dituduh Trump memimpin kartel narkoba, bersikeras bahwa tujuan sebenarnya Washington adalah untuk “memaksakan perubahan rezim” di Caracas dan menyita minyak Venezuela.

    (whn/whn)

  • Dick Cheney, Wapres AS Era George W Bush Meninggal Dunia

    Dick Cheney, Wapres AS Era George W Bush Meninggal Dunia

    Jakarta

    Wakil Presiden (Wapres) ke-46 Amerika Serikat (AS) Dick Cheney meninggal dunia. Wapres era Presiden George W Bush itu meninggal dunia di usia 84 tahun.

    Dilansir kantor berita AFP, Selasa (4/11/2025), kabar meninggalnya Cheney diungkapkan keluarga kepada media AS. Keluarga menyampaikan mantan anggota kongres dan menteri pertahanan itu meninggal karena komplikasi pneumonia serta penyakit jantung dan pembuluh darah.

    “Selama puluhan tahun, Dick Cheney mengabdi kepada negara kita, termasuk sebagai Kepala Staf Gedung Putih, Anggota Kongres Wyoming, Menteri Pertahanan, dan Wakil Presiden Amerika Serikat,” tambahnya.

    Cheney adalah wakil presiden ke-46, menjabat era Presiden George W. Bush selama dua periode antara tahun 2001 dan 2009. Cheney dianggap sebagai salah satu wakil presiden paling berkuasa dalam sejarah AS, seorang tokoh Machiavellian yang memiliki pengaruh besar di balik layar.

    Lahir di Lincoln, Nebraska, pada tanggal 30 Januari 1941, Cheney tumbuh besar di negara bagian Wyoming bagian barat yang jarang penduduknya. Ia kuliah di Universitas Yale tetapi keluar dari sekolah bergengsi di Pantai Timur itu dan akhirnya memperoleh gelar dalam ilmu politik di Universitas Wyoming di kampung halamannya.

    Sebagai pendukung setia Partai Republik, Cheney terjun ke dunia politik pada tahun 1978, memenangkan kursi Wyoming di DPR dan mempertahankannya selama dekade berikutnya.

    Sebagai wakil presiden, Cheney membawa ideologi neo-konservatifnya ke Gedung Putih dan memainkan peran yang lebih besar dalam membuat keputusan kebijakan utama daripada kebanyakan pendahulunya dalam jabatan tersebut.

    Cheney secara luas dipandang sebagai salah satu kekuatan pendorong di balik keputusan untuk menginvasi Irak setelah serangan 11 September 2001 oleh Al-Qaeda di New York dan Washington.

    (whn/azh)

  • AS-Qatar Buka Pos Pertahanan Udara Pertama di Timur Tengah

    AS-Qatar Buka Pos Pertahanan Udara Pertama di Timur Tengah

    Doha

    Amerika Serikat (AS) dan Qatar membuka pos pertahanan udara bilateral di kawasan Timur Tengah. Ini merupakan pos pertahanan bilateral yang pertama dibuka antara kedua negara di kawasan tersebut.

    Komando Pusat AS atau CENTCOM, seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (4/11/2025), mengatakan bahwa Pos Komando Gabungan bilateral pertama untuk pertahanan udara di Timur Tengah, dengan Qatar, telah dibuka di Pangkalan Udara Al Udeid, Qatar.

    Komandan CENTCOM, Laksamana Brad Cooper, dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Qatar, Letnan Jenderal Jassim Al-Mannai, hadir langsung meresmikan pembukaan fasilitas tersebut.

    “Hubungan militer-ke-militer dengan Qatar semakin kuat,” kata Cooper dalam pernyataannya.

    “Pos Komando Gabungan yang baru untuk pertahanan udara ini akan meningkatkan kerja sama keamanan regional saat ini dan di bulan-bulan serta tahun-tahun mendatang,” sebutnya.

    Pos pertahanan baru ini muncul setelah perintah eksekutif yang ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump, yang menurut militer Washington, menjanjikan respons terhadap setiap serangan di masa mendatang terhadap Qatar dengan langkah-langkah “diplomatik, ekonomi, dan jika perlu, militer”.

    Perintah eksekutif Trump, yang ditandatangani pada 29 September lalu, muncul beberapa pekan setelah Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu memerintahkan serangan terhadap delegasi Hamas, yang berada di Doha, yang sedang bernegosiasi dengan AS mengenai gencatan senjata Gaza.

    Qatar menuntut permintaan maaf publik dari Israel selama pembicaraan dengan Trump, sebuah permintaan yang diminta untuk dipenuhi Netanyahu dalam pertemuan di Ruang Oval Gedung Putih.

    Gedung Putih merilis foto-foto dari apa yang disebut sebagai “panggilan telepon untuk permintaan maaf”.

    Bulan lalu, militer AS mengumumkan rencana untuk membangun fasilitas khusus di Idaho untuk melatih para pilot Qatar. Pentagon mengatakan bahwa fasilitas tersebut akan dibangun di kompleks Pangkalan Angkatan Udara Mountain Home.

    Disebutkan juga oleh Pentagon bahwa fasilitas itu akan “menampung kontingen F-15 dan para pilot Qatar untuk meningkatkan pelatihan gabungan kita, meningkatkan daya mematikan, dan interoperabilitas”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Kerja Sama dengan AS Mustahil Selama Masih Dukung Israel

    Kerja Sama dengan AS Mustahil Selama Masih Dukung Israel

    Teheran

    Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menegaskan Teheran hanya akan mempertimbangkan kerja sama dengan Amerika Serikat, jika negara itu mengubah kebijakannya di kawasan Timur Tengah, termasuk soal dukungan terhadap Israel.

    “Jika mereka (AS-red) sepenuhnya meninggalkan dukungan untuk rezim Zionis, menarik pangkalan militer mereka dari sini (Timur Tengah-red), dan menahan diri untuk tidak ikut campur di kawasan ini, maka (kerja sama) itu dapat dipertimbangkan,” kata Khamenei dalam pernyataan terbarunya, seperti dilansir AFP, Selasa (4/11/2025).

    Pernyataan terbaru Khamenei itu disampaikan dalam pertemuan dengan para mahasiswa di Teheran pada Senin (3/11) waktu setempat, saat peringatan pengambilalihan Kedutaan Besar AS pada tahun 1979 silam setelah Revolusi Islam menggulingkan Shah yang didukung Barat.

    “Sifat arogan Amerika Serikat tidak menerima apa pun selain kepatuhan,” cetusnya.

    “Jika negara menjadi kuat dan musuh menyadari bahwa menghadapi negara kuat ini tidak akan menghasilkan keuntungan tetapi akan membawa kerugian, negara itu pasti akan mendapatkan kekebalan,” imbuh Khamenei dalam pernyataannya.

    Pertengahan Juni lalu, Israel melancarkan gelombang pengeboman yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Iran, memicu perang selama 12 hari yang menargetkan fasilitas nuklir dan militer Teheran, serta area permukiman, yang memakan banyak korban jiwa.

    Iran membalas dengan melancarkan rentetan serangan rudal balistik dan drone yang ditargetkan ke kota-kota Israel.

    Perang 12 hari itu menggagalkan perundingan nuklir yang saat itu sedang berlangsung antara Teheran dan Washington, sejak April lalu. Pertempuran kedua negara diakhiri dengan gencatan senjata, yang dimediasi AS, yang berlaku sejak 24 Juni lalu.

    Pada Minggu (2/11), Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran, Abbas Araghchi, mengatakan dalam wawancara dengan Al Jazeera bahwa Iran “siap untuk berunding” dengan AS, tetapi hanya mengenai program nuklirnya, dan mengesampingkan pembicaraan apa pun mengenai kemampuan rudalnya.

    Araghchi menambahkan bahwa perundingan dapat dilanjutkan “kapan pun Amerika siap untuk bernegosiasi dengan pijakan yang setara dan berdasarkan kepentingan bersama”.

    “Tampaknya mereka (AS-red) tidak terburu-buru. Kami juga tidak terburu-buru,” ucapnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Putra Mahkota Arab Saudi Akan Temui Trump, Bahas Apa?

    Putra Mahkota Arab Saudi Akan Temui Trump, Bahas Apa?

    Washington DC

    Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), akan mengunjungi Gedung Putih di Washington DC, Amerika Serikat (AS), pada 18 November mendatang. MBS akan melakukan pertemuan dengan Presiden Donald Trump dalam kunjungannya tersebut. Apa saja yang akan dibahas?

    Seorang pejabat Gedung Putih, yang tidak disebut namanya, seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (4/11/2025), mengungkapkan bahwa kunjungan MBS ke AS itu merupakan kunjungan kerja resmi.

    Kunjungan MBS tersebut dilakukan setelah Trump menjadikan Saudi sebagai tujuan luar negeri pertama selama masa jabatan pertama dan keduanya.

    Beberapa perjanjian diperkirakan akan dibahas selama pertemuan tersebut, termasuk kesepakatan pertahanan dan teknologi, terutama di sektor semikonduktor.

    Hubungan bilateral antara Washington dan Riyadh semakin menguat secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir.

    Saat Trump berkunjung ke Riyadh pada Mei lalu, kedua negara menandatangani Nota Kesepahaman senilai US$ 142 miliar, yang mencakup investasi besar Saudi pada basis industri pertahanan AS.

    Sejumlah sumber yang dikutip media terkemuka The Wall Street Journal mengatakan bahwa kesepakatan yang memungkinkan perusahaan-perusahaan Amerika untuk mengekspor chip semikonduktor canggih ke Saudi sudah hampir selesai.

    Pekan lalu, HUMAIN dari Arab Saudi dan Qualcomm Technologies yang berkantor di AS mengumumkan perjanjian penting yang bertujuan untuk memposisikan Riyadh sebagai pusat global kecerdasan buatan (AI).

    Pengumuman itu didasarkan atas kemitraan yang pertama kali diresmikan dalam Forum Investasi Saudi-AS pada Mei lalu, sebagai bagian dari kunjungan Trump ke negara Timur Tengah tersebut.

    Menurut pernyataan bersama yang dirilis pada saat itu, kolaborasi baru ini akan menghadirkan layanan inferensi AI global melalui apa yang digambarkan oleh kedua perusahaan sebagai platform AI hybrid edge-to-cloud pertama di dunia yang dioptimalkan sepenuhnya.

    Lihat juga Video: Trump Dapat Investasi Rp 23.000 Triliun dari Lawatannya ke Uni Emirat Arab

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Ancaman Trump Habisi Pemerontak Pembantai Warga Kristen Nigeria

    Ancaman Trump Habisi Pemerontak Pembantai Warga Kristen Nigeria

    JAKARTA – Presiden AS Donald Trump bersuara lantang memastikan rencana militer AS mengerahkan pasukan ke Nigeria atau melancarkan serangan udara demi menghentikan pembunuhan massal umat Kristen di negara Afrika Barat tersebut.

    Saat ditanya skema serangan udara atau darat, Trump mengiyakan kedua opsi bisa jadi pilihan.

    “Bisa jadi. Maksud saya, hal-hal lain. Saya membayangkan banyak hal. Mereka membunuh umat Kristen dalam jumlah yang memecahkan rekor di Nigeria. Mereka membunuh umat Kristen dan membunuh mereka dalam jumlah yang sangat besar. Kita tidak akan membiarkan itu terjadi,” tutur Trump dilansir Reuters, Senin, 3 November.

    Trump menyampaikan pernyataan tersebut pada Minggu malam saat ia kembali ke Washington setelah menghabiskan akhir pekan di rumah liburannya di Florida.

    Trump mengancam akan melakukan aksi militer AS di Nigeria terkait perlakuan terhadap umat Kristen.

    Trump pada akhir pekan lalu lebih dulu menyatakan akan mengambil tindakan militer terhadap Nigeria jika negara terpadat di Afrika itu gagal menindak tegas pembunuhan umat Kristen.

    Ancaman tindakan militer dari presiden AS ini muncul sehari setelah pemerintahannya kembali memasukkan Nigeria ke dalam daftar “Negara-negara yang Menjadi Perhatian Khusus” yang menurut AS telah melanggar kebebasan beragama.

    Negara-negara lain dalam daftar tersebut antara lain Tiongkok, Myanmar, Korea Utara, Rusia, dan Pakistan.

    Nigeria Merespons

    Nigeria menyatakan menyambut bantuan Amerika Serikat (AS) dalam memerangi pemberontak Islamis selama integritas wilayahnya dihormati.

    “Kami menyambut baik bantuan AS selama mereka mengakui integritas teritorial kami,” ujar Daniel Bwala, penasihat Presiden Nigeria Bola Tinubu, kepada Reuters.

    “Saya membayangkan banyak hal,” kata Trump di atas Air Force One, tanpa menjelaskan lebih lanjut.

    “Kami tidak menganggapnya secara harfiah, karena kami tahu Donald Trump memiliki pandangan yang baik terhadap Nigeria. Saya yakin pada saat kedua pemimpin ini bertemu dan duduk bersama, akan ada hasil yang lebih baik dalam tekad bersama kita untuk memerangi terorisme,” ujar Bwala.

  • Ancaman Terbaru dari Trump Kini Sasar Nigeria

    Ancaman Terbaru dari Trump Kini Sasar Nigeria

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali melontarkan ancaman operasi militer ke negara lain. Setelah Venezuela, kini Trump menyasar Nigeria.

    Sebagaimana diketahui, Pemerintah Venezuela mengklaim telah menggagalkan operasi yang direncanakan oleh badan intelijen pusat Amerika Serikat (AS), CIA, untuk memprovokasi perang di kawasan Karibia, saat ketegangan kedua negara semakin meningkat.

    Caracas menyebut serangan itu melibatkan kelompok yang didanai CIA, yang merencanakan serangan “false flag” atau serangan “bendera palsu” terhadap kapal-kapal perang AS yang dikerahkan ke kawasan Karibia bagian selatan, untuk kemudian secara keliru menyalahkan Venezuela.

    Serangan atau operasi bendera palsu merujuk pada operasi kambing hitam untuk menyamarkan pihak yang sebenarnya bertanggung jawab dan menjadikan pihak lain sebagai kambing hitam.

    Otoritas Venezuela, seperti dilansir AFP, Selasa (28/10/2025), mengatakan mereka telah membongkar sebuah operasi yang menargetkan kapal perang AS, USS Gravely, yang berlabuh di Trinidad dan Tobago untuk latihan militer gabungan pada Minggu (26/10) waktu setempat.

    Trinidad dan Tobago yang merupakan negara pulau kembar berpenduduk 1,4 juta jiwa di kawasan Karibia, terletak di dekat lepas pantai Venezuela dan berada dalam jarak tembak dari daratan utama Caracas.

    Menteri Dalam Negeri Venezuela, Diosdado Cabello, mengatakan pada Senin (27/10), bahwa sebuah sel yang “didanai oleh CIA” berencana menyerang USS Gravely dan menyalahkan Caracas.

    Cabello menyebut empat orang telah ditangkap oleh otoritas Venezuela, namun identitas mereka yang tidak ditangkap tidak diungkap ke publik. Caracas diketahui secara rutin mengklaim telah menangkap tentara-tentara bayaran yang didukung AS yang diklaim bekerja untuk mengganggu stabilitas pemerintahan Presiden Nicolas Maduro.

    Kedatangan kapal perang AS itu ke dekat wilayahnya itu memicu kemarahan Venezuela, yang menyebutnya sebagai “provokasi” dan mengklaim pengerahan kapal itu “bertujuan untuk memprovokasi perang di Karibia”.

    Jawaban Trump Soal Ancaman

    Dilansir kantor berita AFP, Sabtu (1/11/2025), Amerika Serikat telah mengerahkan delapan kapal Angkatan Laut AS ke Karibia dan mengirim pesawat tempur siluman F-35 ke Puerto Riko.

    Selain itu, kapal induk bergerak ke wilayah tersebut dengan alasan untuk mengendalikan perdagangan narkoba.

    “Tidak,” jawab Trump ketika ditanya oleh seorang jurnalis di atas pesawat kepresidenan Air Force One tentang laporan media bahwa ia sedang mempertimbangkan serangan semacam itu.

    Trump Tak Akan Serang Venezuela

    Trump meredakan kekhawatiran potensi intervensi militer AS di Venezuela. Namun, Trump menyebut masa jabatan Presiden Nicolas Maduro tinggal menghitung hari.

    Dalam wawancara dengan media terkemuka AS, CBS, seperti dilansir AFP, Senin (3/11/2025), Trump mengatakan AS tidak akan berperang melawan Venezuela.

    “Saya meragukan itu. Saya rasa tidak demikian,” jawab Trump ketika ditanya apakah AS akan berperang melawan Venezuela, dalam program CBS ’60 Minutes’ yang ditayangkan pada Minggu (2/11) waktu setempat.

    Namun, saat ditanya lebih lanjut soal apakah masa jabatan Maduro sebagai Presiden Venezuela tinggal menghitung hari, Trump menjawab: “Saya akan mengatakan demikian. Saya rasa begitu, iya.”

    Maduro, yang menghadapi dakwaan narkoba di AS, menuduh Washington menjadikan tuduhan perdagangan narkoba sebagai dalih untuk “memaksakan perubahan rezim” di Caracas untuk menyita pasokan minyak Venezuela.

    Kini Ancam Nigeria

    Trump juga sempat menggemparkan di media sosial Truth Social pada Sabtu (1/11) waktu setempat, Trump mengatakan bahwa dirinya telah meminta Pentagon untuk memetakan kemungkinan rencana serangan di Nigeria.

    Hal itu disampaikan sehari setelah Trump memperingatkan bahwa umat Kristen “menghadapi ancaman eksistensial” di Nigeria, yang merupakan negara terpadat di benua Afrika.

    Nigeria, yang hampir terbagi rata antara wilayah utara yang ditinggali mayoritas Muslim dan wilayah selatan yang dihuni mayoritas Kristen, terjerumus ke dalam berbagai konflik yang, menurut para ahli, telah menewaskan baik umat Kristen maupun Muslim tanpa pandang bulu.

    Trump, dalam postingannya, mengatakan bahwa jika Nigeria tidak menghentikan pembunuhan tersebut, maka AS akan menyerang dan “serangannya akan berlangsung cepat, ganas, dan manis, seperti para preman teroris yang menyerang umat Kristen yang kita sayangi”.

    Pada Jumat (31/10) waktu setempat, Trump juga mengatakan, tanpa bukti, bahwa “ribuan warga Kristen dibunuh dan kaum Islamis radikal bertanggung jawab atas pembantaian massal ini”.

    Pemerintah Nigeria membantah bahwa umat Kristen lebih sering menjadi sasaran serangan militan dibandingkan umat agama lainnya.

    “Karakterisasi Nigeria sebagai intoleran agama tidak mencerminkan realitas nasional kami,” tegas Presiden Nigeria, Bola Ahmed Tinubu, dalam pernyataannya pada Sabtu (1/11) waktu setempat.

    Dalam pernyataan terpisah, juru bicara kepresidenan Nigeria, Daniel Bwala, mencetuskan pertemuan antara Tinubu dan Trump untuk membahas lebih lanjut soal hal tersebut.

    “Nigeria merupakan mitra AS dalam perang global melawan terorisme. Ketika para pemimpin bertemu, akan ada hasil yang lebih baik,” ucap Bwala kepada AFP pada Minggu (2/11).

    “Nigeria menyambut baik dukungan AS untuk memerangi terorisme selama AS menghormati integritas teritorial kami,” ujarnya.

    Kembali Ancam Nigeria

    Trump menyampaikan kembali ancamannya soal operasi militer di Nigeria terkait pembunuhan umat Kristen di negara itu. Penegasan disampaikan Trump setelah kantor kepresidenan Nigeria mengusulkan pertemuan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

    Dalam postingan yang menggemparkan di media sosial Truth Social pada Sabtu (1/11) waktu setempat, Trump mengatakan bahwa dirinya telah meminta Pentagon untuk memetakan kemungkinan rencana serangan di Nigeria.

    Hal itu disampaikan sehari setelah Trump memperingatkan bahwa umat Kristen “menghadapi ancaman eksistensial” di Nigeria, yang merupakan negara terpadat di benua Afrika.

    Nigeria, yang hampir terbagi rata antara wilayah utara yang ditinggali mayoritas Muslim dan wilayah selatan yang dihuni mayoritas Kristen, terjerumus ke dalam berbagai konflik yang, menurut para ahli, telah menewaskan baik umat Kristen maupun Muslim tanpa pandang bulu.

    Trump, dalam postingannya, mengatakan bahwa jika Nigeria tidak menghentikan pembunuhan tersebut, maka AS akan menyerang dan “serangannya akan berlangsung cepat, ganas, dan manis, seperti para preman teroris yang menyerang umat Kristen yang kita sayangi”.

    Halaman 2 dari 5

    (rdp/fas)