kab/kota: Washington

  • Zelensky Bertemu Erdogan di Tengah Perubahan Sikap AS ke Ukraina

    Zelensky Bertemu Erdogan di Tengah Perubahan Sikap AS ke Ukraina

    Jakarta

    Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Ankara. Pertemuan terjadi saat Kyiv berupaya memperkuat posisinya dalam menanggapi perundingan Amerika Serikat (AS)-Rusia.

    Seperti dilansir AFP, Selasa (18/2/2025), Zelensky terbang ke ibu kota Turki dari Uni Emirat Arab (UEA). Lewat Telegram, ia mengatakan akan membahas pertukaran tahanan dan isu-isu lain dengan Erdogan.

    Perundingan di istana Presiden Erdogan, yang dimulai sekitar pukul 11.15 waktu setempat, terjadi beberapa jam setelah diplomat tinggi AS dan Rusia bertemu di Arab Saudi untuk perundingan tingkat tinggi pertama mereka sejak Moskow menginvasi Ukraina hampir tiga tahun lalu.

    Zelensky, yang terakhir kali mengunjungi Turki pada Maret 2024. Ajudan utama Erdogan, Fahrettin Altun sebelumnya mengatakan bahwa keduanya akan membahas cara untuk “lebih memperkuat kerja sama” antara kedua negara mereka.

    Turki, anggota NATO, telah berupaya menjaga hubungan baik dengan negara-negara tetangganya yang bertikai di Laut Hitam, dengan Erdogan menempatkan dirinya sebagai perantara utama dan kemungkinan pembawa damai antara keduanya.

    Ankara telah menyediakan pesawat nirawak untuk Ukraina tetapi menghindar dari sanksi yang dipimpin Barat terhadap Moskow.

    Bersama Saudi dan UEA, Turki telah memainkan peran dalam menengahi beberapa kesepakatan pertukaran tahanan antara Rusia dan Ukraina yang telah membuat ratusan tahanan kembali ke rumah meskipun konflik masih berlangsung.

    Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov bertemu di Riyadh dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio sebagai bagian dari apa yang dikatakan Kremlin sebagai upaya untuk membuka kembali hubungan dengan Washington.

    Para pejabat AS dan Rusia sedang mengincar pertemuan puncak antara kedua pemimpin mereka, dengan Eropa dan Kyiv khawatir mereka akan mencoba mengakhiri perang di Ukraina tanpa mereka.

    (rfs/eva)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Rusia Ungkap Isi Pertemuan dengan Pejabat AS di Saudi: Sangat Konstruktif

    Rusia Ungkap Isi Pertemuan dengan Pejabat AS di Saudi: Sangat Konstruktif

    Jakarta

    Penasihat kebijakan luar negeri Presiden Rusia Vladimir Putin, Yuri Ushakov, mengungkap isi pertemuan dengan pejabat Amerika Serikat (AS) di Riyadh, Arab Saudi yang disebut membahas perang Ukraina. Apakah ada kesepakatan di antara kedua negara itu?

    Seperti dilansir AFP, Selasa (18/2/2025), pertemuan yang telah lama ditunggu-tunggu antara kedua negara adikuasa bersenjata nuklir itu terjadi setelah tiga tahun ketegangan atas konflik Ukraina. Kedua belah pihak melakukan pendekatan mereka untuk menyelesaikan pertempuran Ukraina.

    “Sulit untuk mengatakan bahwa mereka semakin dekat, tetapi kami telah membicarakannya,” kata Ushakov ketika ditanya tentang apakah posisi Washington dan Moskow menyatu.

    “Ada pembicaraan yang sangat serius tentang semua masalah yang ingin kami bahas,” lanjutnya.

    Ia menambahkan bahwa masih belum mungkin untuk membicarakan tanggal pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Ketika ditanya apakah kedua pihak membahas Ukraina, Ushakov berkata: “Ya, kami membahas dan menguraikan pendekatan berprinsip kami dan sepakat bahwa tim negosiator terpisah mengenai topik ini akan menghubungi pada waktunya,”.

    Negosiasi berlangsung selama empat setengah jam, media pemerintah Rusia melaporkan.

    Di antara mereka yang mengambil bagian dalam pembicaraan tersebut adalah Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz dan utusan Timur Tengah Donald Trump Steve Witkoff.

    Kepala dana kekayaan negara Rusia, Kirril Dmitriev mengatakan kepada TV pemerintah bahwa dialog tersebut “Sangat konstruktif,”.

    “Kami semua menjadi lebih mengenal satu sama lain. Ada banyak lelucon,” katanya.

    (rfs/eva)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Jepang Tetapkan Target Baru Iklim dan Energi hingga 2040 – Halaman all

    Jepang Tetapkan Target Baru Iklim dan Energi hingga 2040 – Halaman all

    Pemerintah Jepang pada Selasa (18/02) menyetujui target baru untuk memangkas emisi gas rumah kaca hingga 2040, bersamaan dengan revisi kebijakan energi dan industri untuk periode yang sama.

    Langkah-langkah ini bertujuan memperkuat stabilitas kebijakan jangka panjang bagi dunia usaha dengan fokus pada dekarbonisasi, memastikan pasokan energi yang stabil, dan memperkuat kapasitas industri guna mendorong pertumbuhan ekonomi.

    Di bawah kebijakan iklim yang baru, Jepang menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 60 persen pada 2035 dan 73 persen pada 2040 dari jumlah emisi pada 2013, memperpanjang target 2030 yang sebelumnya ditetapkan sebesar 46 persen.

    Revisi kebijakan energi dan industri Jepang

    Target pengurangan emisi ini sempat memicu seruan agar pengurangan dilakukan oleh para ahli dan anggota koalisi pemerintahan saat pertama kali diusulkan, mengingat Jepang adalah negara penghasil karbon terbesar kelima di dunia, yang masih bergantung pada bahan bakar fosil.

    Meskipun lebih dari 80 persen dari 3.000 komentar publik mendukung target yang lebih ambisius, Kementerian Lingkungan Hidup dan Perindustrian Jepang memfinalisasi target baru tanpa perubahan dengan alasan telah melalui pembahasan oleh para ahli iklim sebelumnya.

    Sebagai bagian dari upaya global dalam menangani perubahan iklim, Jepang berencana mengajukan target barunya, Nationally Determined Contribution (NDC) di bawah Perjanjian Paris, ke PBB bulan ini.

    Revisi kebijakan energi ini bertujuan agar energi terbarukan dapat meningkat hingga 50 persen dari total pasokan listrik Jepang pada tahun fiskal 2040. Sementara itu, tenaga nuklir juga diharapkan mampu berkontribusi hingga 20 persen, seiring upaya Jepang dalam meningkatkan energi bersih di tengah permintaan listrik yang terus meningkat.

    Sejak bencana Fukushima pada 2011, perusahaan-perusahaan listrik Jepang kesulitan mengaktifkan kembali reaktor nuklir, sehingga pada 2023 tenaga nuklir hanya menyumbang 8,5 persen dari total pasokan listrik negara itu.

    Jepang bertekad kurangi ketergantungan energi nuklir

    Rencana energi baru akan menghapus target sebelumnya untuk meminimalkan ketergantungan pada tenaga nuklir dan justru mendukung pembangunan reaktor generasi terbaru.

    Pemerintah Jepang juga menyetujui strategi baru yang mengintegrasikan kebijakan dekarbonisasi dan industri hingga 2040, yang selaras dengan target baru emisi dan rencana energi terbarukan.

    Strategi baru ini bertujuan mengembangkan klaster industri di daerah yang kaya akan sumber daya energi terbarukan, tenaga nuklir, dan sumber energi rendah karbon lainnya.

    Namun, ada ketidakpastian dalam kebijakan Jepang, terutama karena pasar tenaga angin lepas pantai domestik, yang menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan energi terbarukan, kini menghadapi hambatan akibat inflasi dan biaya yang melonjak tinggi.

    Kondisi baru-baru ini membuat perusahaan Mitsubishi Corp harus meninjau kembali tiga proyek dalam negeri mereka.

    Selain itu, keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menarik Washington dari Perjanjian Iklim Paris serta mengambil sikap yang kurang mendukung energi terbarukan itu, justru semakin memperburuk prospek ekspansi global Jepang dalam sektor ini.

    kp/hp (Reuters)

  • Selesai Bertemu AS, Rusia Menuntut Eropa Agar Ukraina Tak Jadi Anggota NATO – Halaman all

    Selesai Bertemu AS, Rusia Menuntut Eropa Agar Ukraina Tak Jadi Anggota NATO – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Amerika Serikat (AS) dan Rusia selesai melakukan pertemuan di Riyadh, Arab Saudi pada Selasa (18/2/2025).

    Dalam pembicaraan pertama itu, AS dan Rusia membahas tentang berakhirnya perang di Ukraina.

    Mengutip Reuters, negosiator Rusia, Yuri Ushakov mengatakan pembicaraan berjalan dengan baik, dan kondisi dibahas untuk pertemuan antara Presiden Donald Trump dan Presiden Vladimir Putin.

    Ushakov mengatakan pertemuan puncak tidak mungkin terjadi minggu depan.

    Namun, pembicaraan di Ibu Kota Saudi ini menggarisbawahi kecepatan upaya AS untuk menghentikan konflik, kurang dari sebulan setelah Trump menjabat dan enam hari setelah ia berbicara melalui telepon dengan Putin.

    Rusia, setelah bertemu dengan AS, memberikan tuntutan agar Ukraina tidak dilibatkan dalam keanggotaan NATO.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova mengatakan kepada wartawan di Moskow bahwa “tidak cukup” bagi NATO untuk tidak menerima Ukraina sebagai anggota.

    Zakharova mengatakan, aliansi tersebut harus melangkah lebih jauh dengan membatalkan perjanjian yang dibuatnya pada pertemuan puncak di Bucharest tahun 2008 tentang Kyiv yang akan bergabung dengan NATO pada tanggal yang tidak ditentukan.

    “Perlu dicatat bahwa penolakan untuk menerima Kyiv ke dalam NATO tidak cukup sekarang,” kata Zakharova.

    “Aliansi harus mengingkari janji-janji Bucharest tahun 2008,” tegasnya.

    “Jika tidak, masalah ini akan terus meracuni atmosfer di benua Eropa,” katanya lagi.

    Zakharova mengatakan bahwa Ukraina perlu kembali ke posisi deklarasi kedaulatannya tahun 1990 dari Uni Soviet, di mana Kyiv mengatakan bahwa mereka akan menjadi negara yang netral secara permanen, tidak berpartisipasi dalam blok militer dan tetap bebas nuklir.

    “Apa yang perlu dilakukan Ukraina adalah kembali ke asal muasal kenegaraannya sendiri dan mengikuti isi dan semangat dokumen tersebut,” kata Zakharova.

    “Ini akan menjadi jaminan terbaik bagi keamanannya,” ungkapnya.

    Zakharova menambahkan bahwa baik keanggotaan NATO maupun intervensi Barat “dengan kedok kontingen penjaga perdamaian” tidak dapat memberikan keamanan seperti itu kepada Ukraina.

    Pada pertemuan puncak di Bucharest pada April 2008, NATO mendeklarasikan bahwa Ukraina dan Georgia akan bergabung dengan aliansi pertahanan yang dipimpin AS.

    Deklarasi tersebut merupakan kompromi yang menutupi keretakan antara Amerika Serikat, yang ingin menerima kedua negara, dan Prancis serta Jerman, yang khawatir hal itu akan membuat Rusia marah.

    Rusia telah berulang kali mengutip perluasan NATO pasca-Soviet, dan khususnya ambisi NATO-Kyiv, sebagai alasan perang di Ukraina.

    NATO menolaknya, dengan mengatakan bahwa itu adalah aliansi pertahanan yang selama tiga tahun terakhir telah membantu Kyiv untuk melawan invasi Rusia.

    Putin Siap Berbicara dengan Zelensky

    Sementara itu, Rusia tetap berkomitmen pada penyelesaian damai konflik Ukraina dan siap mengadakan pembicaraan langsung antara Presiden Vladimir Putin dan pemimpin Ukraina Volodymyr Zelensky.

    Masa jabatan Zelensky berakhir tahun lalu, yang mendorong Rusia mempertanyakan kewenangannya untuk menandatangani perjanjian internasional atas nama Ukraina.

    Kendati demikian, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov menekankan bahwa Putin terbuka untuk berdialog dengan Zelensky jika itu sesuai dengan tujuan mencapai perdamaian.

    “Putin telah berulang kali menyatakan kesiapannya untuk berunding dengan Zelensky,” kata Peskov, dikutip dari Russia Today.

    Peskov menggarisbawahi bahwa Putin secara konsisten berupaya memenuhi tujuan keamanan Rusia melalui cara diplomatik, dengan mengatakan bahwa pihak lain tidak melakukan pendekatan yang sama.

    “Ukraina, khususnya, telah melarang keterlibatannya dalam perundingan damai.”

    “Negara-negara Eropa telah mendukung kelanjutan perang dengan cara apa pun.”

    “Pemerintahan sebelumnya di Washington juga mendukung untuk melancarkan perang hingga ke Ukraina terakhir,” kata Peskov. (*)

  • Putin Siap Bicara dengan Zelensky soal Negosiasi Perang Rusia-Ukraina meski Ragukan Legitimasinya – Halaman all

    Putin Siap Bicara dengan Zelensky soal Negosiasi Perang Rusia-Ukraina meski Ragukan Legitimasinya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Rusia di Kremlin mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin siap berunding dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, meski meragukan legitimasi Zelensky.

    Sebelumnya, Putin berulang kali mengatakan Zelensky tidak berhak melakukan negosiasi untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina karena masa jabatannya sebagai presiden telah berakhir pada Mei tahun 2024.

    “Rusia tetap berkomitmen pada penyelesaian damai konflik Ukraina dan siap mengadakan pembicaraan langsung antara Presiden Vladimir Putin dan pemimpin Ukraina Volodymyr Zelensky, meskipun meragukan legitimasi Zelensky,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov dalam konferensi pers, Selasa (18/2/2025).

    Meski demikian, Dmitry Peskov menekankan Putin terbuka untuk berdialog dengan Zelensky jika itu sesuai dengan tujuan mencapai perdamaian.

    “Putin telah berulang kali menyatakan kesiapannya untuk berunding dengan Zelensky,” tambahnya.

    Dmitry Peskov menggarisbawahi Putin berupaya menjamin keamanan Rusia melalui cara diplomatik dan menuduh Ukraina tidak melakukan upaya yang sama.

    “Ukraina, khususnya, telah melarang keterlibatannya dalam perundingan damai. Negara-negara Eropa telah mendukung kelanjutan perang dengan cara apa pun. Pemerintahan sebelumnya di Washington juga mendukung untuk melancarkan perang hingga ke Ukraina terakhir,” kata Dmitry Peskov.

    Pada hari ini, pejabat senior Amerika Serikat (AS) dan Rusia bertemu di Arab Saudi untuk membahas upaya mengakhiri perang Rusia-Ukraina tanpa melibatkan perwakilan Ukraina.

    Zelensky sebelumnya menanggapi pertemuan itu dengan mengatakan pembicaraan apa pun terkait rencana mengakhiri perang Rusia-Ukraina tanpa melibatkan Ukraina dianggap tidak sah.

    “Ukraina tidak akan berpartisipasi (dalam perundingan). Ukraina tidak tahu apa pun tentang perundingan itu. Ukraina menganggap perundingan apa pun tentang Ukraina tanpa Ukraina tidak ada gunanya. Kami tidak dapat mengakui apa pun atau perjanjian apa pun tentang kami tanpa kami. Kami tidak akan mengakui perjanjian semacam itu,” kata Zelensky wartawan dalam jumpa pers di Uni Emirat Arab, Senin (17/2/2025), dikutip dari Al Arabiya.

    Pemerintahan AS saat ini di bawah Presiden Donald Trump telah berupaya menengahi perundingan antara Rusia dan Ukraina, sembari menyalahkan pemerintahan sebelumnya di bawah presiden Joe Biden yang menjanjikan keanggotaan NATO kepada Ukraina, janji yang menurut Trump tidak realistis.

    Donald Trump pada minggu lalu mengatakan Rusia tidak mengizinkan Ukraina bergabung dengan NATO, namun AS mengisyaratkan Ukraina dapat bergabung, yang mengancam keamanan Rusia hingga Putin meluncurkan invasi ke Ukraina pada 24 Februari 2022.

    “Saya tidak melihat cara apa pun agar negara dalam posisi seperti Rusia, hanya dalam posisi ini, mengizinkan mereka (Ukraina) bergabung dengan NATO. Saya tidak melihat hal itu terjadi,” kata Donald Trump pada Kamis (13/2/2025).

    Pada 6 Februari 2025, Zelensky mengatakan siap untuk berunding dengan Putin jika sudah ada kesepahaman mengenai berakhirnya perang dan mengatakan Putin takut berbicara dengannya.

    Pada 9 Februari 2025, Zelensky mengatakan siap bertemu dan berunding dengan Putin jika Ukraina mendapatkan jaminan keamanan dari AS dan Eropa setelah Rusia-Ukraina menyetujui perjanjian gencatan senjata, seperti diberitakan Pravda.

    Rusia-AS Berunding di Arab Saudi Tanpa Ukraina

    Pada hari ini, Selasa (18/2/2025), perwakilan Rusia dan AS berunding di Riyadh, Arab Saudi, mengenai rencana Donald Trump untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina.

    Sementara itu, perwakilan Ukraina tidak diundang dalam perundingan tersebut.

    RIA Novosti menerbitkan video pertemuan tersebut ketika dimulai, dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz dan utusan Timur Tengah Steve Witkoff duduk di seberang Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan ajudan senior Putin Yury Ushakov.

    Sebelum pembicaraan, kamera juga menangkap CEO Russian Direct Investment Fund, Kirill Dmitriev, sebagai bagian dari delegasi Rusia. 

    Dmitriev memuji pemerintahan AS saat ini sebagai cepat, efisien, dan sangat sukses, dalam sebuah wawancara dengan CNN.

    Sebelumnya, Kremlin mengatakan pertemuan itu untuk membahas hubungan AS-Rusia dan menindaklanjuti upaya Donald Trump untuk menengahi perundingan Rusia-Ukraina.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Rusia Ungkap Isi Pertemuan dengan Pejabat AS di Saudi: Sangat Konstruktif

    Pejabat AS-Rusia Bertemu di Saudi Bahas Perang Ukraina

    Riyadh

    Para pejabat Amerika Serikat (AS) dan Rusia melakukan pertemuan di Riyadh, Arab Saudi, pada Selasa (18/2) waktu setempat. Pertemuan ini membahas soal perang yang dipicu Moskow di Ukraina, namun tanpa kehadiran langsung para pejabat Kyiv.

    Pejabat kedua negara, seperti dilansir Reuters, Selasa (18/2/2025), diperkirakan akan membahas cara-cara untuk mengakhiri perang di Ukraina dan memulihkan hubungan AS-Rusia. Pembicaraan itu juga bisa membuka jalan bagi pertemuan puncak antara Presiden Donald Trump dan Presiden Vladimir Putin nantinya.

    Meski membahas perang Ukraina, para pejabat Kyiv tidak ikut menghadiri pertemuan di Riyadh ini. Otoritas Ukraina sebelumnya menegaskan tidak ada kesepakatan damai yang bisa dibuat atas nama Kyiv di Riyadh.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Marco Rubio memimpin delegasi Washington dalam pertemuan di Riyadh, bersama dengan penasihat keamanan nasional Gedung Putih Mike Waltz dan utusan khusus Trump untuk Timur Tengah Steve Witkoff.

    Delegasi Moskow dipimpin oleh Menlu Sergey Lavrov, yang didampingi penasihat kebijakan luar negeri Putin, Yuri Ushakov. Kepala dana kekayaan negara Rusia, Kirril Dmitriev, juga turut hadir bersama delegasi Moskow di Riyadh.

    Dijelaskan oleh Ushakov bahwa Dmitriev bergabung dengan delegasi Rusia untuk membahas pertanyaan ekonomi yang mungkin muncul dalam pertemuan itu.

    Dmitriev yang mantan bankir Goldman Sachs lulusan AS ini, berperang dalam kontak awal antara Rusia dan AS pada masa jabatan pertama Trump tahun 2016-2020 lalu. Menjelang pertemuan di Riyadh, dia memuji Trump sebagai “pemecah masalah”.

    Pertemuan di Riyadh ini digelar setelah Trump dan Putin berbicara lewat telepon pekan lalu membahas soal isu Ukraina. Para pejabat AS disebut berupaya menjadikan pembicaraan pada Selasa (18/2) sebagai kontak awal untuk menentukan apakah Rusia serius dalam mengakhiri perang di Ukraina.

    “Ini adalah tindak lanjut dari pembicaraan awal antara Putin dan Presiden Trump mengenai apakah langkah pertama itu mungkin dilakukan, apa kepentingannya, apakah hal ini dapat dilakukan,” ucap juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, saat berbicara kepada wartawan di Riyadh.

    Namun Kremlin menyebut pembicaraan itu akan mencakup “seluruh kompleks” hubungan AS-Rusia, serta mempersiapkan pembicaraan mengenai kemungkinan penyelesaian mengenai Ukraina dan pertemuan antara kedua presiden.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Rusia Tuntut Ukraina Netral, Fase Panas Mungkin akan Segera Berakhir, Kata Dubes Rusia untuk PBB – Halaman all

    Rusia Tuntut Ukraina Netral, Fase Panas Mungkin akan Segera Berakhir, Kata Dubes Rusia untuk PBB – Halaman all

    Rusia Tuntut Ukraina Netral, Fase Panas Mungkin akan Segera Berakhir, Kata Dubes Rusia untuk PBB

    TRIBUNNEWS.COM- Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengisyaratkan bahwa “fase panas” krisis Ukraina akan segera berakhir, dengan mengutip perubahan upaya diplomatik global setelah pemerintahan Republik berkuasa di Amerika Serikat.

    Rusia telah menegaskan kembali posisinya bahwa Ukraina harus menjadi negara yang didemiliterisasi, netral, dan tetap berada di luar aliansi militer mana pun, menurut Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia. Berbicara dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB pada hari Senin, Nebenzia menyatakan:

    “Ukraina di masa depan seharusnya menjadi negara yang didemiliterisasi, netral, dan tidak tergabung dalam blok atau aliansi mana pun.”

    Komentarnya muncul di tengah meningkatnya diskusi internasional mengenai masa depan perang di Ukraina, karena pembicaraan diplomatik mendapatkan momentum menyusul perubahan politik di Washington.

    Rusia Melihat Berakhirnya Pertempuran, Namun Tidak Ada Jaminan Perdamaian
    Nebenzia menyarankan bahwa “fase panas” krisis Ukraina dapat segera berakhir, dengan mengutip upaya diplomatik global yang berubah setelah pemerintahan Republik berkuasa di Amerika Serikat. Ia berkomentar:

    “Kita semua melihat proses apa yang sedang berlangsung di dunia saat ini setelah Pemerintahan Republik di Amerika Serikat berkuasa. Seperti yang telah kita serukan selama beberapa bulan terakhir, diplomasi akhirnya terlibat aktif dalam permainan ini. Ada kemungkinan bahwa fase panas krisis Ukraina akan segera berakhir.”

    Meski demikian, Nebenzia memperingatkan bahwa gencatan senjata atau pembekuan konflik di sepanjang garis depan saat ini tidak akan cukup untuk memastikan resolusi yang langgeng.

    Moskow Nyatakan Wilayah Ukraina “Hilang Tak Terelakkan”

    Rusia juga menegaskan kembali kedaulatan atas beberapa bekas wilayah Ukraina, dengan Nebenzia menyatakan bahwa Ukraina telah kehilangan kendali secara permanen atas wilayah yang dianeksasi Moskow setelah invasi tahun 2022.

    “Ukraina kini telah kehilangan tidak hanya Krimea, tetapi juga Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk, serta wilayah Kherson dan Zaporozhye, yang menjadi bagian dari Rusia. Oleh karena itu, perlu untuk memperbaiki situasi di wilayah-wilayah yang masih berada di bawah kendali Kiev.”

    Pernyataan ini menunjukkan bahwa Rusia tidak bermaksud merundingkan status wilayah tersebut, sehingga semakin mempersulit prospek perundingan damai.

    Ketegangan Diplomatik Meningkat di Tengah KTT Keamanan Paris
    Sikap baru Kremlin muncul saat para pemimpin Eropa bertemu di Paris untuk membahas keamanan Ukraina dan masa depan strategi pertahanan Eropa. Presiden Prancis Emmanuel Macron telah mendesak negara-negara Eropa untuk meningkatkan upaya mereka, dengan memperingatkan bahwa perubahan pendekatan Amerika Serikat terhadap Ukraina berarti Eropa harus mengambil tanggung jawab yang lebih besar atas keamanannya sendiri.

    Kekhawatiran utama di antara para pemimpin Eropa adalah bahwa Washington telah setuju untuk mengadakan perundingan dengan Rusia di Arab Saudi tanpa melibatkan perwakilan Eropa atau Ukraina. Hal ini telah memicu kekhawatiran bahwa Moskow dapat memaksakan tuntutannya agar NATO menarik diri dari Eropa Timur, sementara tidak melibatkan Kyiv dalam proses pengambilan keputusan.

    Pada saat yang sama, negara-negara Eropa sedang memperdebatkan kemungkinan pengerahan 25.000 hingga 30.000 personel militer ke Ukraina, meskipun mereka tidak akan ditempatkan di dekat garis depan. Usulan tersebut, yang pertama kali dilaporkan oleh The Washington Post , diharapkan akan dibahas pada pertemuan puncak Paris, di mana Inggris, Prancis, dan negara-negara Eropa lainnya sedang mempertimbangkan cara-cara untuk meningkatkan keamanan Ukraina.

    Swedia juga telah mengisyaratkan keterbukaannya untuk mengirim pasukan sebagai bagian dari misi penjaga perdamaian setelah kesepakatan resmi tercapai. Menteri Luar Negeri Maria Malmer Stenergard menyatakan:

    “Pertama-tama, kita harus sepakat tentang perdamaian yang adil dan abadi, yang menghormati hukum internasional dan Ukraina … Begitu perdamaian ini tercapai, kita harus memastikan bahwa perdamaian itu dipertahankan. Dalam hal ini, pemerintah kita tidak mengesampingkan apa pun.”

    Rusia Menolak Kehadiran Militer Barat di Ukraina

    Moskow telah bereaksi negatif terhadap setiap diskusi mengenai pasukan Barat yang dikerahkan di Ukraina, dengan Dinas Intelijen Luar Negeri Rusia (SVR) sebelumnya mengklaim bahwa Barat sedang mempersiapkan untuk mengirim 100.000 tentara dengan kedok penjaga perdamaian.

    Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menegaskan bahwa misi penjagaan perdamaian apa pun harus disetujui oleh semua pihak yang terlibat. Ia menyatakan pada bulan November:

    “Pengerahan pasukan penjaga perdamaian hanya mungkin dilakukan dengan persetujuan pihak-pihak yang berkonflik.”

     

    SUMBER: AL MAYADEEN

  • Tidak Ada Raja, Kami Lawan Tirani

    Tidak Ada Raja, Kami Lawan Tirani

    PIKIRAN RAKYAT – Pada Hari Presiden AS yang diperingati setiap Senin ketiga di bulan Februari atau 17 Februari 2025 waktu setempat, ribuan pengunjuk rasa menentang sebagian besar agenda Presiden Trump.

    Para pengunjuk rasa itu turun ke jalan di seluruh Amerika Serikat, menjuluki Trump sebagai “raja” pada Hari Presiden atas upayanya memberhentikan ribuan pekerja federal dan memecat jaksa penuntut dan pengawas independen dalam pemerintahan federal.

    Pada hari Sabtu, Trump mengisyaratkan di media sosial bahwa ia tidak akan mengindahkan kekhawatiran bahwa tindakannya yang besar-besaran dapat melanggar hukum, dengan mengunggah petikan kalimat yang sering dikaitkan dengan Napoleon Bonaparte, ia mengatakan bahwa mereka yang menyelamatkan negaranya tidak melanggar hukum apa pun.

    “Tidak ada raja, tidak ada mahkota, kami tidak akan mundur,” teriak mereka yang berkumpul beberapa ratus kaki dari Gedung DPR AS di National Mall di Washington.

    Penentangan terhadap Trump

    Banyak pengunjuk rasa yang menentang agenda Trump memeluk simbol-simbol patriotisme, mengibarkan bendera dan mengenakan anting-anting berbentuk hati dan beanie yang dihiasi dengan bendera AS. Para anggota kelompok a cappella menyanyikan lagu kebangsaan di dekat Capitol Reflecting Pool.

    “Itu lagu kebangsaan kita. Itu bendera kita. Itu milik kita,” kata Shawn Morris, presiden Gay Men’s Chorus of Washington, D.C.

    Morris mengatakan dia sangat terganggu oleh langkah Trump untuk mengeluarkan orang transgender dari militer dan menghapus penyebutan mereka dari situs web pemerintah federal. Dia menyatakan kekhawatiran bahwa perlindungan untuk pernikahan sesama jenis dapat terancam selanjutnya.

    “Tidak ada yang lebih patriotik daripada melawan tirani,” kata Kat Duesterhaus, yang melakukan perjalanan dari Miami untuk bergabung dengan protes di Washington.

    “Kita di sini karena kita adalah patriot,” lanjutnya.

    Krisis Konstitusional

    Kaitlin Robertson, seorang peserta protes yang melakukan pekerjaan advokasi untuk korban kekerasan dalam rumah tangga, membawa bendera Amerika yang terbalik dan mengatakan negara itu berada dalam “krisis konstitusional,” sebuah istilah yang menurut beberapa pakar hukum sesuai dengan ruang lingkup pernyataan otoritas eksekutif pemerintahan Trump dalam menghadapi tantangan hukum.

    “Itu adalah simbol kesusahan,” katanya tentang bendera terbalik, yang juga diadopsi oleh para pendukung Trump dalam upayanya untuk membatalkan pemilihan 2020 yang kalah.

    Kelompok utama yang mengorganisasi protes tersebut mengidentifikasi dirinya sebagai gerakan 50501, sebuah upaya akar rumput untuk melawan apa yang mereka lihat sebagai keterlaluan Trump pada masa jabatan kedua dalam membentuk kembali pemerintahan.

    Pelampiasan Rasa Frustrasi

    Sarah Parker, direktur eksekutif organisasi anggota 50501, Voices of Florida, mengatakan protes nasional tersebut dipicu oleh sebuah unggahan di Reddit. Unggahan tersebut mendapat perhatian karena semakin banyak orang yang mencari cara untuk melampiaskan rasa frustrasi mereka terhadap pemerintahan Trump.

    Kekhawatiran terhadap agenda Trump di antara para pengunjuk rasa beragam, termasuk kebijakan luar negerinya. Joseph Schiarizzi, seorang pengunjuk rasa yang memegang bendera NATO dan menggambarkan dirinya sebagai penganut paham libertarian, mengatakan pemerintahan Trump telah berusaha untuk membubarkan dan menyabotase aliansi militer dengan menenangkan Rusia terkait Ukraina.

    Unjuk rasa serupa dengan berbagai ukuran dan nama, beberapa disebut sebagai “Bukan Hari Presiden Saya” dan yang lainnya disebut “Hari Tanpa Raja,” terjadi di seluruh negeri, termasuk di Union Square di New York; kantor pos di Nantucket, di Massachusetts; Gedung Federal Poff di Roanoke, Va.; dan Gedung DPR Negara Bagian California di Sacramento.

    Departemen Kepolisian Sacramento memperkirakan jumlah massa di Gedung DPR sekitar 1.200 hingga 1.500 orang.

    Di New York, ribuan orang berbaris dari Union Square ke Washington Square Park pada Senin sore. Di bawah lengkungan itu, mereka mengibarkan bendera Amerika dan plakat-plakat tulisan tangan seperti “Hentikan Kudeta” dan “Tidak Ada Raja Miliarder,” yang merujuk pada peran miliarder teknologi Elon Musk dalam upaya Trump untuk mengecilkan dan membangun kembali tenaga kerja federal.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Arab Saudi Tempat Netral bagi Trump Pulihkan Hubungan AS-Rusia, MBS Menentang Rencana Trump di Gaza – Halaman all

    Arab Saudi Tempat Netral bagi Trump Pulihkan Hubungan AS-Rusia, MBS Menentang Rencana Trump di Gaza – Halaman all

    Arab Saudi Tempat Netral bagi Trump Pulihkan Hubungan AS-Rusia, MBS Menentang Rencana Trump di Gaza

    TRIBUNNEWS.COM- Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio bertemu dengan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) di Riyadh pada hari Senin (17/2/2025).

    Pemimpin Saudi berusia 39 tahun itu berada di persimpangan serangkaian konflik yang membentang dari Ukraina hingga Gaza yang ingin diselesaikan oleh pemerintahan Donald Trump.

    Di Ukraina, Arab Saudi telah muncul sebagai mediator yang nyaman bagi pemerintahan Donald Trump, mencerminkan seberapa cepat kebijakan luar negeri AS berubah di Eropa Timur.

    Arab Saudi menyambut Presiden Rusia Vladimir Putin dalam kunjungannya pada tahun 2023 ketika pemerintahan Joe Biden melobi para mitra untuk menjauhi pemimpin Rusia tersebut.

    Sekarang, dengan Donald Trump menjabat dan sekutu NATO AS dikesampingkan.

    Riyadh menjadi tempat netral yang disukai Kremlin dan Washington untuk mulai membahas diakhirinya perang di Ukraina, pembicaraan bersejarah yang menurut para analis dapat mengubah arsitektur keamanan Eropa.

    Rubio, penasihat keamanan nasional Mike Waltz, dan utusan Timur Tengah Steve Witkoff akan bertemu delegasi pejabat Rusia.

    Termasuk Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov dan penasihat Putin Yuri Ushakov, di Riyadh pada hari Selasa.

    Namun, di panggung lain, Putra Mahkota Mohammed bin Salman merupakan peserta aktif dan secara resmi berselisih dengan pemerintahan Trump.

    Rubio tiba di Arab Saudi sebagai bagian dari perjalanan Timur Tengah yang lebih luas dengan pemberhentian pertama di Israel. 

    Di sana, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memanfaatkan rencana kontroversial Trump agar AS “mengambil alih” Gaza dan mengubahnya menjadi pembangunan mewah setelah menggusur paksa penduduk Palestina di sana.

    “Setelah perang di Gaza, tidak akan ada Hamas maupun Otoritas Palestina. Saya berkomitmen pada rencana Presiden AS Trump untuk menciptakan Gaza yang berbeda,” kata Netanyahu pada hari Senin.

    Arab Saudi dengan Tegas Menolak Rencana Imigrasi Sukarela

    Sebagai tanda bahwa Israel terus maju dengan upaya untuk mengosongkan Jalur Gaza dari warga Palestina, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengumumkan pada hari Senin sebuah direktorat telah ada untuk memfasilitasi “imigrasi sukarela” warga Palestina keluar dari Gaza melalui darat, laut dan udara.

    Arab Saudi dengan tegas menolak rencana tersebut. 

    Bahkan, setelah Trump melontarkan gagasan pengambilalihan oleh AS, Riyadh menegaskan kembali prasyaratnya untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, dengan mengatakan bahwa langkah tersebut hanya akan terjadi setelah negara Palestina didirikan.

    Dorongan Netanyahu bahwa Palestina dapat mendirikan negara di kerajaan Teluk itu disambut dengan tanggapan marah dari media yang dikendalikan pemerintah Saudi.

    Di Israel, Rubio membela rencana Trump sebagai “berani”, tetapi dalam wawancara sebelumnya, ia mengatakan bahwa jika negara-negara Arab menentang usulan Trump, mereka harus mengajukan tawaran, dengan menyatakan, “Seseorang harus menghadapi orang-orang itu [Hamas].  Bukan tentara Amerika yang akan melakukannya. Dan jika negara-negara di kawasan itu tidak dapat menemukan jalan keluarnya, maka Israel harus melakukannya.”

    Bahkan beberapa sekutu terdekat Trump di AS mempertanyakan mengapa seorang presiden Amerika yang berkampanye untuk melepaskan AS dari perang asing ingin “memiliki” Gaza.

    Dalam kunjungannya ke Israel, Senator Republik Lindsey Graham mengatakan pada hari Selasa bahwa ada “sangat sedikit keinginan” bagi AS untuk mengambil alih Gaza “dengan cara, bentuk, atau wujud apa pun”. 

    Senator Demokrat Richard Blumenthal mengatakan Raja Yordania Abdullah telah memberitahunya bahwa negara-negara Arab memiliki rencana untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, mencapai penentuan nasib sendiri Palestina dan memperluas perjanjian pertahanan regional dengan Israel. 

    Sky News Arabia melaporkan pada hari Senin bahwa Hamas setuju untuk menyerahkan kendali Gaza kepada Otoritas Palestina di bawah tekanan dari Mesir. 

    Menanggapi laporan tersebut, juru bicara Netanyahu Omer Dostri menjawab di X, “Tidak akan terjadi.”

    Ketegangan Saudi-Trump? 

    Putra Mahkota Mohammed bin Salman memiliki hubungan dekat dengan lingkaran dalam Donald Trump selama masa jabatan pertamanya. 

    Ia menjalin persahabatan dengan penasihat dan menantu Trump, Jared Kushner, dan kemudian berinvestasi di grup ekuitas swasta miliknya, Affinity Partners. 

    Kushner mengusulkan penggusuran paksa warga Palestina dari Gaza sebelum Trump dan mengalokasikannya sebagai investasi real estat.

    Arab Saudi akan menjadi tuan rumah pertemuan puncak multilateral Arab pada hari Kamis untuk membahas proposal bagi Gaza pascaperang. 

    Tetangga Teluk Arab Saudi sekaligus “musuh bebuyutannya”, UEA, telah memutuskan hubungan. Duta Besar UEA untuk AS mengatakan ia tidak melihat “alternatif” untuk rencana Trump.

    Arab Saudi semakin dekat untuk menormalisasi hubungan dengan Israel sebelum serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel selatan, sebuah kesepakatan yang ingin disegel oleh pemerintahan Trump, tetapi putra mahkota Saudi telah berubah pikiran.

    Para diplomat dan analis mencoba menguraikan seberapa besar retorika sang putra mahkota ditujukan untuk konsumsi dalam negeri atau posisi tawar-menawar. 

    Sang putra mahkota secara terbuka mengatakan bahwa Israel telah melakukan genosida di Gaza.

    Dalam kemungkinan adanya ketegangan antara AS dan Arab Saudi, siaran pers dari kedua negara tersebut tidak seperti biasanya, singkat. 

    Departemen Luar Negeri tidak menyebutkan peran mediator Arab Saudi dengan Rusia – sebuah rahasia yang ingin digembar-gemborkan oleh Saudi – dan juga tidak menyebutkan rakyat Palestina.

    Arab Saudi mengeluarkan video pendek putra mahkota dan Rubio yang sedang berbicara.

    Pemerintahan Trump tidak senang dengan Arab Saudi dalam beberapa hal, kata seorang pejabat keamanan nasional AS kepada Middle East Eye.

    Kerajaan itu mengabaikan seruan Trump untuk memompa lebih banyak minyak bulan lalu. Jika seruan itu hanya gertakan, keputusan Arab Saudi untuk terus mencegah AS melancarkan serangan terhadap Houthi Yaman dari pangkalan udara adalah titik yang menyakitkan dalam hubungan tersebut.

    Trump kembali menunjuk Houthi sebagai organisasi teroris asing pada bulan Januari atas serangan mereka terhadap kapal-kapal komersial. 

    AS mengatakan Rubio dan putra mahkota membahas “keamanan Laut Merah dan kebebasan navigasi”. Arab Saudi sebagian besar telah menghentikan perangnya terhadap Houthi dan sedang dalam perundingan damai.

    Israel juga melobi pemerintahan Trump untuk mendukung serangan terhadap fasilitas nuklir Iran. Iran telah sangat dilemahkan oleh perang regional yang dipicu oleh serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Sebagai tanda berkurangnya pengaruhnya, pemerintah baru Lebanon yang pro-AS melarang penerbangan dari Iran tanpa batas waktu pada hari Senin. Hizbullah adalah pencegah utama Iran terhadap serangan langsung Israel.

    Meskipun Arab Saudi mendukung langkah pemerintahan Trump untuk meninggalkan kesepakatan nuklir 2015 pada tahun 2018, sejak itu Arab Saudi berupaya mengelola hubungan dengan Republik Islam melalui diplomasi, bahkan ketika berupaya menggantikannya di Suriah dan Lebanon.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST EYE

  • Zelensky Kunjungi Arab Saudi Usai Pertemuan Pejabat Rusia-AS di Saudi

    Zelensky Kunjungi Arab Saudi Usai Pertemuan Pejabat Rusia-AS di Saudi

    Jakarta

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky akan mengunjungi Arab Saudi pada hari Rabu (19/2/2025), sehari setelah pertemuan di kerajaan tersebut antara para pejabat tinggi Rusia dan Amerika Serikat.

    Zelensky telah mengumumkan rencana kunjungan itu beserta persinggahan di Uni Emirat Arab (UEA) dan Turki minggu lalu, tanpa menyebutkan tanggalnya. Pemimpin Ukraina itu menambahkan bahwa ia tidak punya rencana untuk bertemu dengan para pejabat Rusia atau AS di Saudi.

    Dilansir kantor berita AFP, Selasa (18/2/2025), juru bicara Zelensky, Sergiy Nykyforov mengatakan Zelensky akan mengunjungi Arab Saudi bersama istrinya, sebagai bagian dari kunjungan resmi yang “telah direncanakan sejak lama”.

    Perjalanannya ke Saudi akan dilakukan satu hari setelah Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov bertemu dengan pejabat-pejabat AS, sebagai bagian dari apa yang dikatakan Kremlin sebagai upaya untuk memperbaiki hubungan Moskow dengan Washington.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mendarat pada hari Senin lalu di Arab Saudi, di mana ia akan berbicara dengan para pejabat Saudi tentang Gaza.

    Sementara itu, Zelensky mengatakan pada hari Senin lalu, bahwa ia telah mengadakan “percakapan yang berarti dengan Presiden Mohammed bin Zayed Al Nahyan di Abu Dhabi.” UEA telah memainkan peran penting dalam memfasilitasi pertukaran tahanan Rusia dan Ukraina. Zelensky mengatakan mediasi UEA tersebut telah “menyelamatkan banyak nyawa.”

    Ia juga mengatakan kedua pihak telah menandatangani dokumen kerja sama ekonomi dan membahas isu-isu kemanusiaan.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu