kab/kota: Washington

  • 2 Pesawat Tabrakan Saat Mengudara di Bandara Arizona AS, 2 Orang Tewas

    2 Pesawat Tabrakan Saat Mengudara di Bandara Arizona AS, 2 Orang Tewas

    Jakarta

    Insiden tabrakan pesawat kembali terjadi di Amerika Serikat. Kali ini dua pesawat pribadi saling bertabrakan saat tengah mengudara di bandara Arizona.

    “Setidaknya dua orang tewas setelah dua pesawat kecil bertabrakan di udara di bandara Arizona pada hari Rabu,” kata otoritas keamanan Amerika dilansir CNN, Kamis (20/2/2025).

    Pesawat yang terlibat insiden itu ialah Cessna 172S dan Lancair 360 MK II. Pesawat tersebut bertabrakan pada Rabu (19/2) pagi waktu setempat.

    “Cessna 172S dan Lancair 360 MK II bertabrakan pada pukul 08:28 di dekat Bandara Regional Marana, barat laut Tucson,” bunyi keterangan dari Dewan Keselamatan Transportasi Nasional.

    Pesawat bermesin tunggal sayap tetap tersebut tabrakan saat melawan arah angin di landasan pacu 12, salah satu dari dua landasan pacu di bandara. Cessna mendarat dengan lancar dan Lancair menghantam medan di dekat landasan pacu lainnya.

    Administrasi Penerbangan Federal menyebut bandara itu sebagai “lapangan tak terkendali” yang tidak memiliki menara pengatur lalu lintas udara yang beroperasi. Pilot sering kali menggunakan Frekuensi Peringatan Lalu Lintas Umum untuk mengumumkan posisi mereka kepada pilot lain yang berada di sekitar bandara. Pilot yang beroperasi di medan yang tidak terkendali masih diharuskan mematuhi semua peraturan penerbangan federal.

    Penyelidik NTSB sedang dalam perjalanan ke lokasi kejadian dan diperkirakan tiba pagi ini untuk mendokumentasikan lokasi kejadian dan memeriksa pesawat. Departemen Kepolisian Marana berada di bandara dan mengkonfirmasi setidaknya dua kematian akibat insiden tersebut.

    Insiden tersebut menyusul serangkaian insiden penerbangan baru-baru ini yang dimulai dengan tabrakan udara pada tanggal 29 Januari di Bandara Nasional Ronald Reagan Washington yang menewaskan 67 orang ketika sebuah helikopter militer dan jet regional American Airlines bertabrakan.

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • AS-Ukraina Memanas, Trump Sebut Zelensky ‘Diktator Tanpa Pemilu’

    AS-Ukraina Memanas, Trump Sebut Zelensky ‘Diktator Tanpa Pemilu’

    Jakarta

    Tensi hubungan Amerika Serikat (AS) dan Ukraina memanas. Presiden AS Donald Trump melontarkan kritik kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebagai diktator.

    “Seorang diktator tanpa pemilu, Zelensky lebih baik bergerak cepat atau dia tidak akan punya negara yang tersisa,” tulis Trump di platform Truth Social dilansir AFP, Kamis (20/2/2025).

    Pernyataan Trump ini menambah ketegangan yang melibatkan Trump dan Zelensky dalam upaya mengakhiri konflik Rusia dan Ukraina. Zelensky sempat menyebut Trump menerima informasi yang salah dari Rusia usai Presiden Amerika itu menyebut Ukraina sebagai pemicu perang dengan Rusia.

    Dalam kritik yang dilontarkan di platform Truth Social, Trump juga mempertanyakan legitimasi Zelensky sebagai Presiden Ukraina. Jabatan Zelensky sedianya berakhir tahun lalu, namun diperpanjang atas pertimbangan darurat militer.

    “Dia menolak untuk mengadakan pemilu, nilainya sangat rendah dalam jajak pendapat di Ukraina, dan satu-satunya hal yang dia kuasai adalah mempermainkan (Joe) Biden ‘seperti biola,’” kata Trump dalam postingan Truth Social.

    “Sementara itu, kami berhasil merundingkan diakhirinya perang dengan Rusia, sesuatu yang semua orang akui hanya bisa dilakukan oleh ‘TRUMP’ dan Pemerintahan Trump,” tambah Trump.

    Volodymyr Zelensky sebelumnya juga telah memutuskan untuk menunda rencana kunjungannya ke Arab Saudi. Hal itu dilakukan setelah pemerintahnya tidak dilibatkan dalam pertemuan para pejabat Amerika Serikat dan Rusia di Riyadh, Saudi pekan ini. Pertemuan yang membahas perang Ukraina itu sama sekali tidak melibatkan para pejabat Ukraina.

    Zelensky yang saat ini sedang berkunjung ke Turki, seperti dilansir Reuters, Rabu (19/2), mengumumkan sendiri penundaan kunjungannya ke Saudi. Awalnya dia dijadwalkan berkunjung ke Riyadh pada Rabu (19/2) waktu setempat.

    Diumumkan Zelensky bahwa kunjungannya ke Saudi ditunda hingga 10 Maret mendatang. Dia mengaku tidak ingin ada “kebetulan-kebetulan apa pun”.

    Menurut dua sumber yang memahami situasi terkini, penundaan kunjungan itu diambil Zelensky agar tidak memberikan “legitimasi” terhadap pertemuan pejabat Washington-Moskow yang digelar di Riyadh pada Selasa (18/2) waktu setempat.

    “(Ukraina) Tidak ingin memberikan legitimasi apa pun terhadap hal apa pun yang terjadi di Riyadh,” ungkap salah satu sumber itu saat berbicara kepada Reuters.

    Zelensky mengatakan di Ankara bahwa dirinya tidak diundang ke pertemuan di Riyadh pada Selasa (18/2) antara delegasi pejabat tinggi AS dan Rusia, yang dihadiri oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) kedua negara.

    Washington dan Moskow mengatakan setelah pembicaraan itu bahwa mereka sepakat untuk terus melanjutkan upaya dalam mengakhiri perang di Ukraina.

    “Kami tidak ingin siapa pun memutuskan apa pun di belakang kami… Tidak ada keputusan yang dapat dibuat tanpa Ukraina mengenai cara mengakhiri perang di Ukraina,” tegas Zelensky dalam pernyataannya.

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pertemuan Amerika Serikat dan Rusia di Riyadh Tak Bahas Pencabutan Sanksi

    Pertemuan Amerika Serikat dan Rusia di Riyadh Tak Bahas Pencabutan Sanksi

    PIKIRAN RAKYAT – CEO Dana Investasi Langsung Rusia (Russian Direct Investment Fund/RDIF), Kirill Dmitriev mengatakan delegasi Rusia dan Amerika Serikat (AS) tak membahas pencabutan sanksi dalam pembicaraan tingkat tinggi di Riyadh, Arab Saudi pada Selasa, 18 Februari 2025.

    Menurutnya, sebagian kalangan di Rusia malah menilai sanksi sudah mendorong pertumbuhan ekonomi negara itu.

    Berikut kemungkinan pembahasan pertemuan Amerika Serikat dan Rusia di Riyadh seperti dilansir dari Kantor Berita Antara.

    Pembahasan Pertemuan AS dan Rusia

    Rusia dan Amerika Serikat membahas kemungkinan strategi pengembangan hubungan bilateral, termasuk langkah-langkah ekonomi bersama dan penyelesaian masalah politik tanpa menyinggung pencabutan sanksi.

    Menurut Dmitriev, Moskow dan Washington terbuka untuk kerja sama dan siap mengembangkan kegiatan ekonomi dan investasi, saat ditanya apa yang ditawarkan Rusia pada AS.

    Pihaknya menilai, negosiasi antara negara Rusia dan Amerika Serikat di Riyadh sangat positif.

    Kerja Sama Ekonomi

    Dmitriev menilai, dialog kedua negara sangat konstruktif, memiliki jalan panjang dan serius di masa depan.

    Ia mengungkapkan, Amerika Serikat dan Rusia memiliki banyak pemahaman pada proyek ekonomi positif yang bisa menghubungkan keduanya.

    “Tentu, sebuah dialog yang sangat konstruktif. Kami memiliki jalan yang sangat, sangat panjang dan serius ke depannya, tetapi ini adalah awal yang sangat positif untuk diskusi yang konstruktif: banyak titik kontak, banyak pemahaman bahwa terdapat proyek ekonomi positif yang dapat menghubungkan keduanya. Semuanya sangat positif,” lanjutnya.

    Rusia dan AS juga membahas fakta bahwa dua negara besar tidak bisa tak saling berkomunikasi.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Fakta Baru Perundingan AS-Rusia: Trump Sindir Zelensky-Perang Usai?

    Fakta Baru Perundingan AS-Rusia: Trump Sindir Zelensky-Perang Usai?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Delegasi Amerika Serikat (AS) dan Rusia mengadakan pertemuan di Riyadh, Arab Saudi, Selasa (18/2/2025). Pertemuan ini dilakukan saat hubungan antara Washington dan Moskow memanas lantaran serangan Rusia ke wilayah tetangganya, Ukraina, di mana AS mendukung Kyiv dalam perang tersebut.

    Dalam pertemuan tersebut, Rusia dipimpin langsung oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Sergei Lavrov dan Penasihat Utama Kebijakan Luar Negeri, Yuri Ushakov. Di sisi lain, AS diwakili Menteri Luar Negeri Marco Rubio dan Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz.

    Kemudian, Saudi sebagai tuan rumah diwakili Menteri Luar Negeri Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud. Turut mendampingi Pangeran Faisal adalah Penasihat Keamanan Nasional Saudi, Mosaad bin Mohammad Al Aiban.

    Pertemuan itu pun menghasilkan sejumlah kesepakatan. Meski begitu, belum ada tanda-tanda konkret bahwa dialog keduanya akan segera menghasilkan penghentian penuh perang di Ukraina.

    Berikut sejumlah hasil dan dinamika yang terjadi pasca pertemuan keduanya dikutip Associated Press dan Al Jazeera:

    1. Membangun kembali hubungan diplomatik yang rusak

    Hal pertama dalam daftar pencapaian kedua negara adalah kesepakatan untuk mengakhiri hubungan diplomatik yang telah memburuk. Lavrov mengatakan setelah pembicaraan hari Selasa bahwa kedua belah pihak sepakat untuk mempercepat penunjukan duta besar baru.

    “Diplomat senior dari kedua negara akan segera bertemu untuk membahas hal-hal spesifik terkait dengan penghapusan hambatan buatan terhadap pekerjaan kedutaan besar AS dan Rusia serta misi lainnya,” ujarnya.

    Pemusnahan personel kedutaan besar AS dan Rusia dimulai jauh sebelum pasukan Rusia memasuki Ukraina pada tahun 2022, dimulai setelah Rusia mencaplok Krimea pada tahun 2014. Hal itu dianggap ilegal oleh sebagian besar dunia selama pemerintahan Obama, yang memerintahkan beberapa kantor Rusia di AS untuk ditutup.

    Hal ini semakin memanas setelah peristiwa peracunan mata-mata Rusia yang diasingkan dan putrinya di Inggris pada tahun 2018, yang oleh otoritas Inggris disalahkan pada Rusia. Ini mengakibatkan pengusiran massal diplomat dan penutupan sejumlah konsulat di kedua negara dan Eropa.

    Ketika ditanya oleh The Associated Press apakah AS kini menganggap kasus-kasus tersebut telah selesai, Rubio menolak untuk menjawab tetapi mengatakan bahwa mustahil untuk mendapatkan perjanjian damai Ukraina tanpa keterlibatan diplomatik.

    “Saya tidak akan bernegosiasi atau membahas setiap elemen gangguan yang ada atau telah ada dalam hubungan diplomatik kita, mengenai mekanismenya,” katanya.

    “Mengakhiri konflik tidak dapat terjadi kecuali kita memiliki setidaknya beberapa kenormalan dalam cara misi diplomatik kita beroperasi di Moskow dan di Washington, D.C.”

    2. Negosiasi untuk mengakhiri konflik di Ukraina

    Kedua pihak sepakat untuk membentuk kelompok kerja tingkat tinggi guna mulai menjajaki penyelesaian konflik melalui negosiasi. Belum jelas kapan kedua tim ini akan bertemu pertama kali, tetapi keduanya mengatakan akan segera bertemu.

    Mengenai konsesi yang mungkin perlu dibuat oleh semua pihak, penasihat keamanan nasional Trump, Mike Waltz, yang berpartisipasi dalam pembicaraan hari Selasa, mengatakan masalah wilayah dan jaminan keamanan akan menjadi salah satu pokok bahasan yang dibahas.

    Rubio mengatakan tim tingkat tinggi, termasuk para ahli yang mengetahui detail teknis, akan mulai bekerja sama dengan pihak Rusia mengenai “parameter seperti apa akhir dari konflik ini.”

    Mengenai isu utama misi penjaga perdamaian prospektif untuk memantau potensi gencatan senjata di Ukraina, diplomat tinggi Rusia mengatakan Moskow tidak akan menerima pasukan dari anggota NATO, mengulangi pernyataannya bahwa upaya Ukraina untuk bergabung dengan aliansi militer Barat menimbulkan masalah keamanan besar.

    “Kami menjelaskan bahwa pengerahan pasukan dari negara-negara anggota NATO, bahkan jika mereka ditempatkan di bawah bendera Uni Eropa atau bendera nasional, tidak akan mengubah apa pun dan tentu saja tidak dapat diterima oleh kami,” kata Lavrov.

    3. Pengecualian Ukraina dan Eropa dari perundingan

    Baik Ukraina maupun negara-negara Eropa tidak diundang ke perundingan hari Selasa di Riyadh. Namun pejabat AS mengatakan tidak ada niat untuk mengecualikan mereka dari perundingan perdamaian jika perundingan itu dimulai dengan sungguh-sungguh.

    “Tidak ada yang dikesampingkan di sini,” kata Rubio. “Jelas, akan ada keterlibatan dan konsultasi dengan Ukraina, dengan mitra kami di Eropa dan negara-negara lain. Namun pada akhirnya, pihak Rusia akan sangat diperlukan dalam upaya ini.”

    4. Zelensky kesal

    Namun, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky jelas kesal karena tidak diikutsertakan dalam pertemuan tersebut. Ia bahkan menunda rencana untuk mengunjungi Arab Saudi pada hari Rabu untuk menghindari keterkaitan perjalanannya dengan perundingan AS-Rusia pada hari Selasa.

    Berbicara dari Ankara sebelumnya, Zelensky telah mengisyaratkan alasannya. Ia mengatakan bahwa ia tidak ingin memberikan “kesan yang salah”. Namun, pejabat Ukraina lain yang tidak disebutkan namanya, berbicara kepada kantor berita AFP bahwa Kyiv menuduh pemerintahan Presiden AS Donald Trump “memuaskan keinginan Putin” dengan mengadakan pertemuan tersebut tanpa pemimpin Eropa atau Ukraina.

    “Sejak awal, seluruh negosiasi ini tampaknya sangat berpihak pada Rusia. Bahkan, muncul pertanyaan apakah negosiasi ini harus disebut sebagai negosiasi atau dalam beberapa hal, serangkaian kapitulasi Amerika,” kata Nigel Gould-Davies, peneliti senior untuk Eurasia dan Rusia di Institut Internasional untuk Studi Strategis di London dan mantan duta besar Inggris untuk Belarus.

    5. Kemungkinan pencabutan sanksi AS terhadap Rusia

    Ketika ditanya apakah AS dapat mencabut sanksi terhadap Moskow yang dijatuhkan selama masa jabatan Biden, Rubio menyatakan bahwa “untuk mengakhiri konflik apa pun, harus ada konsesi yang dibuat oleh semua pihak” dan “kami tidak akan menentukan sebelumnya apa saja konsesi tersebut.”

    Ketika ditanya apakah AS dapat secara resmi menghapus Lavrov dari daftar sanksinya, Rubio mengatakan bahwa “kami belum sampai pada tingkat pembicaraan itu.”

    6. Potensi kerja sama AS-Rusia

    Kirill Dmitriev, kepala Dana Investasi Langsung Rusia yang bergabung dengan delegasi Rusia di Riyadh, mengatakan kepada wartawan bahwa Rusia dan AS harus mengembangkan usaha patungan di bidang energi.

    “Kami membutuhkan proyek bersama, termasuk di Arktik dan wilayah lainnya,” katanya.

    Jika kedua belah pihak berhasil merundingkan akhir konflik Ukraina, Rubio mengatakan, hal itu dapat membuka “peluang luar biasa” untuk bermitra dengan Rusia “dalam berbagai isu yang diharapkan akan baik bagi dunia dan juga meningkatkan hubungan kita dalam jangka panjang.”

    7. Tetangga AS teriak

    Menteri Luar Negeri Kanada Melanie Joly mengatakan Ukraina membutuhkan jaminan keamanan yang ‘kuat’ sebagai bagian dari kesepakatan apa pun untuk mengakhiri perang. Pasalnya, ia menyoroti langkah Rusia yang telah memotong batasan-batasan tertentu untuk menciptakan stabilitas kawasan.

    “Posisi Kanada adalah Ukraina harus ikut serta,” kata Joly dalam bahasa Prancis selama pengarahan virtual dengan wartawan.

    “Kami tahu betul bahwa Presiden (Rusia) Putin tidak memiliki batasan dan bahwa setelah Ukraina, serangan itu pasti dapat dilakukan terhadap wilayah NATO,” katanya.

    Ia menambahkan bahwa penting bagi Kanada, AS, dan Eropa untuk menawarkan jaminan keamanan kepada Ukraina.

    “Kami tidak ingin berada dalam situasi di mana pada dasarnya ada gencatan senjata, ada perdamaian yang tidak bertahan lama, dan pasukan Rusia meninggalkan wilayah Ukraina, mengatur ulang diri mereka, dan kembali menyerang Ukraina. Kami akan menemukan diri kami dalam situasi yang bahkan lebih berbahaya daripada saat ini,” tambah Joly.

    8. Trump sindir Zelensky

    Trump tidak menunjukkan kesabaran terhadap keberatan Ukraina karena dikecualikan dari perundingan di Arab Saudi. Ia berulang kali mengatakan bahwa para pemimpin Ukraina seharusnya tidak pernah membiarkan konflik dimulai, yang mengindikasikan bahwa Kyiv seharusnya bersedia memberikan konsesi kepada Rusia sebelum mengirim pasukan ke Ukraina pada tahun 2022.

    “Hari ini saya mendengar, ‘Oh, baiklah, kami tidak diundang.’ Ya, Anda sudah berada di sana selama tiga tahun. Anda seharusnya mengakhirinya tiga tahun lalu,” kata Trump kepada wartawan di kediamannya di Florida. “Anda seharusnya tidak pernah memulainya. Anda bisa membuat kesepakatan.”

    (pgr/pgr)

  • #KaburAjaDulu Pernah Kejadian di AS, Trump Biang Keroknya

    #KaburAjaDulu Pernah Kejadian di AS, Trump Biang Keroknya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia akhir-akhir ini penuh dengan tagar #KaburAjaDulu. Hal ini merupakan bentuk ketidakpuasan masyarakat terhadap situasi pemerintahan saat ini, hingga membentuk kampanye untuk pergi dari Indonesia dan kabur ke luar negeri.

    Nyatanya, fenomena ini pernah dialami Amerika Serikat (AS) pada tahun 2017-2018. Hal ini terjadi saat Donald Trump mengemban amanah sebagai Presiden dalam periode pertamanya.

    Sejumlah ketidakpuasan dialami oleh warga AS, khususnya kelompok imigran, terkait dengan kebijakan imigrasi Trump yang keras dan ditakutkan berdampak buruk bagi perekonomian dalam negeri. Mereka kemudian berpikir untuk pindah ke Kanada, yang hanya terpisah dengan perbatasan darat dari Negeri Paman Sam.

    “Bagaimana jika Anda terbang ke Kanada? Lebih Banyak Migran Sekarang Menyelinap Melintasi Perbatasan AS-Kanada,” ujar seorang warga keturunan Amerika Latin bernama Jose Antonio Vargas kepada NBC News.

    “Bayangkan pesan yang akan Anda kirim jika Anda, dari semua orang, memutuskan untuk berkata, ‘Jika Anda tidak menginginkan saya di sini, saya akan pindah ke Kanada!’”

    Sejumlah imigran di AS pun menyebutkan Kanada sebagai tempat yang indah dan nyaman untuk ditinggali. Hal ini dikarenakan harga sewa properti yang lebih murah dibandingkan kota-kota besar di AS.

    “Saya memikirkan ide itu cukup lama hingga akhirnya mencari apartemen di Toronto, dan terkejut bahwa harga sewa di kota terbesar di Kanada itu tampak jauh lebih terjangkau daripada harga sewa yang saya bayarkan di Washington, D.C., New York City, San Francisco, dan Los Angeles,” tambahnya.

    Hal yang sama juga disuarakan oleh warga lokal AS yang benar-benar telah menjadi warga negara. Gagasan pindah ke Kanada sering dilontarkan sebagai lelucon tentang strategi keluar Amerika karena ketakutan mereka kebijakan Trump dapat mengakibatkan sejumlah dampak negatif langsung ke warga.

    “Saya merasa sangat yakin bahwa AS telah mengubah arah yang tidak akan pernah bisa diubah lagi,” kata Nykanen, warga AS yang pindah ke British Columbia, kepada Guardian. “Kami pindah bukan karena takut pada teroris, tetapi karena negara ini akan menjadi seperti apa.”

    Menurut catatan dari Imigrasi dan Kewarganegaraan Kanada, aplikasi dari warga AS untuk memperoleh kewarganegaraan Kanada telah meningkat tiga kali lipat dalam 20 tahun terakhir. Namun, tidak seorang pun dapat mengatakan dengan pasti alasannya, karena pemerintah Kanada dan AS tidak melacak motif imigrasi dan emigrasi.

    Sementara itu, selama tahun 2017 dan kuartal pertama tahun 2018, ada peningkatan sebanyak 1.055 warga AS yang diberikan izin tinggal di Kanada dibandingkan jumlah rata-rata selama pemerintahan Obama. Visa pelajar yang diberikan kepada warga negara AS meningkat sebesar 1,012 pada tahun 2017, dibandingkan dengan jumlah rata-rata selama delapan tahun sebelumnya.

    Grafik jumlah aplikasi kewarganegaraan menunjukkan lonjakan yang pasti dalam beberapa tahun yang signifikan secara politik. Tercatat ada lonjakan imigrasi pada 2001, ketika Bush terpilih sebagai presiden, lalu pada 2003, ketika AS menginvasi Irak, serta 2007, selama kejatuhan dan resesi pasar perumahan AS.

    Bagaimanapun, banyak warga Amerika takut kehilangan hak-hak mereka. Kelompok minoritas yang khawatir akan keselamatan mereka mencari status pengungsi di Kanada.

    Sementara itu, pengacara imigrasi lainnya, Guidy Mamann, menyebutkan dipilihnya Kanada karena negara itu yang secara kultural dekat dengan AS. Kanada juga merupakan negara berbahasa Inggris, yang membuat warga AS pun dapat beradaptasi dengan cepat di Negeri Maple.

    “Cara kita berbisnis sekarang condong ke negara-negara berbahasa Inggris, karena bahasa lebih penting daripada sebelumnya, jadi negara-negara seperti Amerika Serikat harus bersiap untuk melihat peningkatan jumlah mereka, dengan mengorbankan negara-negara yang tidak memiliki penutur asli bahasa Inggris,” ungkapnya.

    (pgr/pgr)

  • Utusan Trump untuk Ukraina Tiba di Kyiv, Siap Dengar Keluh Kesah Zelensky – Halaman all

    Utusan Trump untuk Ukraina Tiba di Kyiv, Siap Dengar Keluh Kesah Zelensky – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Utusan khusus Presiden AS Donald Trump untuk Ukraina, Keith Kellogg akhirnya tiba di Ibu Kota Ukraina, Kyiv pada Rabu (19/2/2025).

    Kedatangan Keith Kellogg ke Ukraina sebagai bagian dari upaya Washington untuk mengakhiri perang skala penuh Rusia.

    Saat tiba di Kyiv, Kellogg mengatakan misinya terutama untuk “mendengarkan” kekhawatiran Ukraina dan menyampaikan temuannya ke Gedung Putih.

    “Kami memahami perlunya jaminan keamanan. Kami memahami pentingnya kedaulatan negara ini,” kata Kellogg, dikutip dari Kyiv Independent.

    “Salah satu misi saya adalah duduk dan mendengarkan serta melihat apa saja kekhawatiran Anda,” lanjutnya.

    Kellogg mengunjungi Kyiv tak lama setelah delegasi AS dan Rusia mengadakan pembicaraan untuk mengakhiri perang di Arab Saudi — tanpa partisipasi Ukraina.

    Utusan Trump untuk Ukraina itu sebelumnya pernah bertemu dengan Presiden Volodymyr Zelensky dan pejabat tinggi lainnya selama Konferensi Keamanan Munich.

    Perkembangan terkini menunjukkan bahwa Kellogg dikesampingkan dalam upaya perdamaian Trump, karena ia tidak terlibat dalam perundingan di Arab Saudi.

    Beberapa pakar mengaitkan hal ini dengan kecenderungan Kellogg yang pro-Ukraina dan dugaan keberatan Rusia terhadapnya.

    Harapan Rusia

    Rusia meyakini bahwa pemerintahan Trump berfokus pada upaya mengamankan kemenangan kebijakan luar negeri yang cepat dan dramatis.

    Trump, menurut para pejabat Rusia, tengah mencari momen simbolis yang akan memungkinkannya mengklaim bahwa ia secara pribadi telah mengakhiri perang di Ukraina.

    Moskow, pada gilirannya, melihat ini sebagai peluang untuk mengamankan keuntungan yang telah lama dicari.

    Pada saat yang sama, mereka mengakui bahwa posisi Amerika dapat berubah seiring kemajuan negosiasi dan pembentukan kelompok kerja setelah pertemuan Riyadh.

    Bagi Rusia, prioritasnya adalah memulihkan dialog bilateral penuh dengan Washington, memperluas diskusi jauh melampaui Ukraina untuk memungkinkan Kremlin menegaskan kembali kepentingan nasionalnya di panggung dunia.

    Di antara tuntutan utama Moskow adalah pemulihan penuh operasi diplomatik, termasuk mendapatkan kembali akses ke kompleks diplomatik Rusia di Maryland dan New York.

    Pemerintahan Obama menyita properti-properti ini pada akhir tahun 2016, dengan alasan kekhawatiran bahwa properti-properti tersebut digunakan untuk pengumpulan intelijen.

    Dikutip dari The Moscow Times, Rusia juga berupaya menghidupkan kembali saluran komunikasi yang dibekukan terkait isu-isu seperti pengendalian senjata, nonproliferasi nuklir, dan stabilitas strategis. 

    Selain itu, Kremlin mendesak pencabutan sanksi parsial, termasuk mencabut pembatasan terhadap pejabat Rusia tertentu dan mencairkan aset Rusia.

    Sejak dimulainya invasi, AS telah memblokir sedikitnya $6 miliar cadangan mata uang asing Rusia.

    “Trump tidak membahas masalah-masalah ini secara terbuka — ia tampaknya tidak terlalu tertarik pada masalah-masalah ini — tetapi masalah-masalah ini penting bagi (Presiden) Putin.”

    “Ada keyakinan bahwa kesepakatan mengenai masalah-masalah seperti itu dapat dicapai,” kata salah satu sumber.

    Kremlin mengandalkan “chemistry” pribadi antara Trump dan Putin untuk menguntungkannya, kata beberapa sumber.

    Mengakhiri perang di Ukraina merupakan isu utama dalam agenda pertemuan puncak.

    Moskow berharap dapat mencapai penyelesaian dengan persyaratan yang serupa dengan yang dimintanya sebelum melancarkan invasi, yakni status non-blok Ukraina, pembentukan pemerintah pro-Rusia, pengurangan drastis pasukan militer Ukraina, dan pengakuan resmi Krimea dan wilayah Zaporizhzhia, Kherson, Luhansk, dan Donetsk sebagai wilayah Rusia.

    “Ukraina, pengakuan teritorial, ‘demiliterisasi’, ‘denazifikasi’ — termasuk pemilihan umum yang membawa tokoh-tokoh pro-Rusia ke tampuk kekuasaan — dan pencabutan sanksi. Itulah hal minimum yang diinginkan Putin,” kata mantan diplomat Rusia, Boris Bondarev, yang mengundurkan diri dari misi diplomatik Rusia untuk PBB di Jenewa sebagai protes terhadap invasi tersebut.

    Bondarev menambahkan, dalam langkah tawar-menawar yang potensial, Kremlin mungkin mencoba meyakinkan Trump bahwa Moskow bersedia mengurangi hubungannya dengan China sebagai imbalan atas konsesi dari Washington.

    “Amerika akan terusik dengan pembicaraan tentang kemungkinan penilaian ulang hubungan Moskow dengan Beijing,” kata Bondarev. (*)

  • Menteri Ekonomi Iran Terancam Dipecat Gegara Nilai Mata Uang Anjlok

    Menteri Ekonomi Iran Terancam Dipecat Gegara Nilai Mata Uang Anjlok

    Teheran

    Parlemen Iran menerima mosi dari para anggota parlemen yang berupaya memecat Menteri Ekonomi Abdolnaser Hemmati. Upaya pemecatan ini dilakukan saat nilai mata uang nasional negara itu, Rial Iran, mengalami penurunan tajam.

    Di bawah aturan hukum Iran, seperti dilansir AFP, Rabu (19/2/2025), Hemmati harus hadir secara langsung di hadapan badan legislatif dalam waktu 10 hari untuk mempertahankan rekam jejaknya dalam sidang yang dapat berujung pemecatan dirinya.

    Seorang anggota parlemen untuk wilayah Teheran, Ahmad Naderi, yang juga anggota dewan ketua parlemen mengatakan sebanyak 91 anggota parlemen telah menandatangani mosi tersebut.

    Langkah ini menyusul pembicaraan tertutup yang dilakukan Presiden Masoud Pezeshkian dan Hemmati dengan para anggota parlemen Iran mengenai jatuhnya Rial Iran, yang kehilangan hampir separuh nilainya sejak Pezeshkian menjabat pada Juli tahun lalu.

    Di pasar gelap, mata uang Rial Iran diperdagangkan dengan nilai lebih dari 900.000 per dolar Amerika, dibandingkan dengan kurang dari 600.000 pada pertengahan tahun 2024 lalu.

    Penurunan ini semakin cepat sejak jatuhnya rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad, sekutu lama Iran, pada 8 Desember tahun lalu.

    Rentetan sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) selama beberapa dekade telah memukul perekonomian Iran, dengan inflasi memburuk sejak Washington pada tahun 2018 lalu menarik diri dari perjanjian nuklir penting dengan Teheran.

    Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Presiden Donald Trump, yang kembali ke Gedung Putih pada pertengahan Januari lalu, telah menghidupkan kembali kebijakan “tekanan maksimum” terhadap Iran, yang semakin memperketat pembatasan terhadap republik Islam tersebut.

    Pezeshkian telah berjanji untuk mengupayakan kembalinya perjanjian nuklir dan pencabutan sanksi, namun upaya diplomatik sejauh ini belum membuahkan hasil.

    Pada April 2023, para anggota parlemen Iran memecat Menteri Perindustrian Reza Fatemi Amin karena melonjaknya harga mobil.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Dialog 5 Jam Rusia dan AS di Riyadh Telah Selesai, Perang Rusia vs Ukraina akan Segera Berakhir? – Halaman all

    Dialog 5 Jam Rusia dan AS di Riyadh Telah Selesai, Perang Rusia vs Ukraina akan Segera Berakhir? – Halaman all

    Rusia dan AS Bahas Solusi Berkelanjutan untuk Perang Ukraina di Pertemuan Bersejarah di Riyadh

    TRIBUNNEWS.COM- Pertemuan tingkat tinggi antara delegasi AS dan Rusia pada tanggal 18 Februari, yang diselenggarakan di ibu kota Arab Saudi, Riyadh, telah berakhir setelah hampir lima jam. 

    Yang hadir dalam pembicaraan tersebut adalah Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, ajudan presiden Rusia Yury Ushakov, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz, utusan khusus Washington untuk Asia Barat Stephen Witkoff, dan pejabat lainnya. Menteri Luar Negeri Saudi Faisal bin Farhan juga hadir.

    Selama pertemuan puncak tersebut, disepakati sejumlah kesepakatan untuk membentuk “mekanisme konsultasi guna mengatasi berbagai hambatan terhadap hubungan bilateral kita dengan tujuan mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna menormalisasi operasi misi diplomatik kita masing-masing,” menurut pernyataan dari Gedung Putih. 

    Mereka juga sepakat untuk membangun “jalur untuk mengakhiri konflik di Ukraina sesegera mungkin dengan cara yang bertahan lama, berkelanjutan, dan dapat diterima oleh semua pihak,” serta “landasan untuk kerja sama di masa mendatang mengenai masalah-masalah yang menjadi kepentingan geopolitik bersama dan peluang-peluang ekonomi dan investasi yang bersejarah.”

    Rubio mengatakan kepada AP bahwa kesepakatan telah dibuat untuk memulihkan kedutaan besar AS dan Rusia di Moskow dan Washington. Namun, secara terpisah, menteri luar negeri mengatakan, “mengakhiri konflik di Ukraina akan membutuhkan konsesi dari semua pihak,” dan akan membutuhkan “diplomasi yang kompleks dan intens.”

    Pembicaraan itu terjadi saat pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin sedang dibahas, meskipun tanggalnya belum ditetapkan. 

    “Kami tidak menetapkan tanggalnya, tetapi kedua presiden berbicara tentang pertemuan dan berharap untuk bertemu,” kata Waltz.

    Trump baru-baru ini menyatakan bahwa ia mengadakan percakapan telepon yang positif dengan Putin, dan bahwa ia mengharapkan pertemuan mendatang mereka akan diadakan di Arab Saudi.

    Sementara itu, beberapa pemimpin Eropa telah menyatakan rasa frustrasinya terhadap upaya cepat Trump untuk memulihkan hubungan AS–Rusia. 

    “Bahkan jika kita merasa marah, kita harus tetap berpikiran jernih. Kita tidak boleh membuat kesalahan besar dengan membantu Putin dengan mengatakan bahwa pembicaraan ini lebih penting daripada yang sebenarnya. Tidak akan ada perdamaian yang langgeng jika itu bukan perdamaian bagi kita, orang Eropa,” kata Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock . 

    Rubio dan pihak lain mengatakan bahwa Kiev akan menjadi bagian dari proses negosiasi apa pun untuk mengakhiri perang. 

    Namun, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menolak perundingan tersebut dan mengatakan bahwa perundingan tersebut “tidak akan membuahkan hasil apa pun.”

    Presiden Ukraina juga mengatakan bahwa ia tidak mengetahui adanya perundingan AS-Rusia. 

    Pernyataannya disampaikan saat berkunjung ke UEA pada 17 Februari – saat ia menandatangani kesepakatan perdagangan dengan Presiden Emirat Mohammad bin Zayed (MbZ). 

    SUMBER: THE CRADLE

  • Trump Perintahkan Pecat Semua Jaksa Federal Era Biden!

    Trump Perintahkan Pecat Semua Jaksa Federal Era Biden!

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memerintahkan pemecatan massal terhadap semua jaksa federal AS yang dicalonkan oleh pendahulunya, mantan Presiden Joe Biden. Trump menyebut Departemen Kehakiman AS telah dipolitisasi selama pemerintahan sebelumnya.

    “Selama empat tahun terakhir, Departemen Kehakiman telah dipolitisasi dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya,” sebut Trump dalam pernyataannya via media sosial Truth Social, seperti dilansir AFP, Rabu (19/2/2025).

    “Oleh karena itu, saya telah menginstruksikan pemberhentian SEMUA jaksa AS ‘Era Biden’ yang tersisa,” tegas Trump.

    “Kita harus ‘membersihkan rumah’ SEGERA, dan memulihkan kepercayaan. Era Keemasan Amerika harus memiliki sistem peradilan yang adil — YANG DIMULAI HARI INI,” cetusnya.

    Merupakan standar praktik yang wajar bagi Presiden AS yang baru untuk menggantikan jaksa federal, yang juga disebut sebagai jaksa AS, yang dicalonkan oleh pendahulunya.

    Terdapat sebanyak 93 jaksa federal AS, masing-masing satu untuk 94 distrik pengadilan federal di negara tersebut. Ada dua distrik yang berbagi satu jaksa federal.

    Para jaksa federal AS merupakan penegak hukum federal tertinggi di setiap distrik di AS. Setelah kemenangan Trump dalam pilpres, sejumlah jaksa federal AS yang dicalonkan oleh Biden telah mengundurkan diri untuk mengantisipasi penggantian.

    Departemen Kehakiman AS, yang dituduh Trump telah mengadilinya secara tidak adil, telah menjadi target perombakan besar-besaran sejak dia menjabat untuk periode keduanya sebagai Presiden AS pada pertengahan Januari lalu. Sejumlah pejabat tinggi AS telah dipecat, diturunkan jabatan atau dipindahkan.

    Di antara mereka yang dipecat adalah para anggota kantor penasihat khusus AS, Jack Smith, yang mengajukan dua kasus pidana terhadap Trump, yang sekarang sudah digugurkan.

    Salah satu jaksa federal di Distrik Selatan New York, yang ditunjuk Trump, mengundurkan diri pekan lalu setelah diminta oleh Departemen Kehakiman AS untuk menggugurkan dakwaan korupsi terhadap Wali Kota New York Eric Adams.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Zelensky Batal ke Arab Saudi Usai Kesal Tak Diajak Perundingan AS-Rusia

    Zelensky Batal ke Arab Saudi Usai Kesal Tak Diajak Perundingan AS-Rusia

    Ankara

    Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, menunda rencana kunjungannya ke Arab Saudi, setelah pemerintahnya tidak dilibatkan dalam pertemuan para pejabat Amerika Serikat (AS) dan Rusia di Riyadh, Saudi pekan ini. Pertemuan yang membahas perang Ukraina itu sama sekali tidak melibatkan para pejabat Ukraina.

    Zelensky yang saat ini sedang berkunjung ke Turki, seperti dilansir Reuters, Rabu (19/2/2025), mengumumkan sendiri penundaan kunjungannya ke Saudi. Awalnya dia dijadwalkan berkunjung ke Riyadh pada Rabu (19/2) waktu setempat.

    Diumumkan Zelensky bahwa kunjungannya ke Saudi ditunda hingga 10 Maret mendatang. Dia mengaku tidak ingin ada “kebetulan-kebetulan apa pun”.

    Menurut dua sumber yang memahami situasi terkini, penundaan kunjungan itu diambil Zelensky agar tidak memberikan “legitimasi” terhadap pertemuan pejabat Washington-Moskow yang digelar di Riyadh pada Selasa (18/2) waktu setempat.

    “(Ukraina) Tidak ingin memberikan legitimasi apa pun terhadap hal apa pun yang terjadi di Riyadh,” ungkap salah satu sumber itu saat berbicara kepada Reuters.

    Zelensky mengatakan di Ankara bahwa dirinya tidak diundang ke pertemuan di Riyadh pada Selasa (18/2) antara delegasi pejabat tinggi AS dan Rusia, yang dihadiri oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) kedua negara.

    Washington dan Moskow mengatakan setelah pembicaraan itu bahwa mereka sepakat untuk terus melanjutkan upaya dalam mengakhiri perang di Ukraina.

    “Kami tidak ingin siapa pun memutuskan apa pun di belakang kami… Tidak ada keputusan yang dapat dibuat tanpa Ukraina mengenai cara mengakhiri perang di Ukraina,” tegas Zelensky dalam pernyataannya.

    Presiden AS Donald Trump, sejak menjabat pada 20 Januari lalu, telah berulang kali berjanji untuk segera mengakhiri perang antara Rusia dan Ukraina. Dia mendorong dimulainya perundingan damai, namun komentar dari para pejabat tinggi AS memicu pertanyaan mengenai apa yang sebenarnya dia rencanakan.

    Menteri Pertahanan (Menhan) AS Pete Hegseth mengatakan kepada sekutu-sekutu NATO pekan lalu bahwa tidak realistis bagi Ukraina untuk bergabung dengan aliansi militer tersebut, sebagai bagian dari penyelesaian yang dinegosiasikan dengan Rusia.

    Dia juga menyebut harapan Kyiv untuk memulihkan perbatasannya yang diakui secara internasional sebagai “tujuan ilusi”.

    Hegseth sempat berusaha mencabut kembali pernyataannya itu sehari usai melontarkannya, namun komentar semacam itu memicu kekhawatiran sebagian warga Ukraina bahwa AS akan menentukan nasib negara mereka tanpa sepengetahuan mereka.

    Tidak hanya itu, Trump juga melakukan percakapan telepon terpisah dengan Zelensky dan Presiden Rusia Vladimir Putin pekan lalu, sehingga meningkatkan kekhawatiran di antara sekutu Ukraina di Eropa bahwa negara itu tidak akan diikutsertakan dalam proses perdamaian.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu