kab/kota: Washington

  • Kapal Induk Tercanggih China Diresmikan, Teknologinya Mirip AS

    Kapal Induk Tercanggih China Diresmikan, Teknologinya Mirip AS

    Jakarta

    Kapal induk terbaru dan tercanggih milik China, yaitu Fujian, secara resmi telah mulai beroperasi. Ini merupakan langkah besar bagi Beijing dalam upayanya mengejar dominasi angkatan laut Amerika Serikat.

    Presiden China menghadiri upacara peresmian kapal induk Fujian di pelabuhan militer di Sanya, Pulau Hainan. Fujian merupakan kapal induk ketiga sekaligus paling maju kepunyaan China, dilengkapi dengan ketapel elektromagnetik (EMALS) yang mampu meluncurkan tiga jenis pesawat tempur.

    Teknologi baru ini, yang dikenal sebagai EMALS (Electromagnetic Aircraft Launch System), memungkinkan pesawat lepas landas dengan beban senjata dan bahan bakar yang lebih berat, sehingga dapat menyerang target musuh dari jarak yang lebih jauh.

    Satu-satunya kapal induk lain di dunia yang menggunakan sistem EMALS adalah USS Gerald R. Ford milik Angkatan Laut AS, yang mulai beroperasi menggunakan sistem tersebut tahun 2022.

    Dikutip detikINET dari CNN, Sabtu (8/11/2025), keputusan mengadopsi teknologi EMALS pada Fujian disebut-sebut merupakan keputusan pribadi Xi Jinping. Lebih dari 2.000 personel AL China dan pekerja konstruksi kapal induk menghadiri upacara peresmian, sedangkan Xi bergabung dengan pasukan kehormatan dalam upacara pengibaran bendera.

    Setelah itu, Xi meninjau kapal, termasuk ruang makan awak, dan bahkan sempat menekan tombol uji coba ketapel kapal. Tiga posisi ketapel peluncuran terlihat di geladak penerbangan, bersama sejumlah pesawat berbasis kapal induk seperti J-35, J-15T, dan KJ-600. Adapun kapal induk kedua China, Shandong, ada di dermaga terdekat.

    Kapal induk China Fujian. Foto: CGTN

    Fujian diluncurkan pada tahun 2022 dan memulai uji coba laut pada tahun 2024. Peresmiannya lama dinanti di China, di mana modernisasi militer yang pesat menjadi kebanggaan nasional.

    Di media sosial China, kabar peresmian Fujian menjadi topik paling populer, dengan tagar “Kapal induk pertama negaraku dengan ketapel elektromagnetik resmi beroperasi” menembus lebih dari 10 juta tayangan hanya dalam satu jam.

    China kini memiliki angkatan laut terbesar di dunia, meluncurkan kapal perang berteknologi tinggi dalam kecepatan luar biasa di bawah kepemimpinan Xi Jinping, seiring agresifnya negara itu dalam klaim teritorial di Laut China Selatan.

    Dari segi jumlah kapal, armada laut Beijing kini sudah melampaui Washington. Galangan kapal China mampu memproduksi kapal baru dengan kecepatan jauh lebih tinggi. Namun, AS masih mempertahankan keunggulan teknologi signifikan dan punya lebih banyak kapal induk yang siap operasional.

    Kapal induk AS bertenaga nuklir, memungkinkannya terus beroperasi di laut. Sementara Fujian menggunakan bahan bakar konvensional, sehingga perlu singgah di pelabuhan atau bertemu kapal tanker di laut untuk mengisi bahan bakar.

    Meski telah mengadopsi teknologi EMALS, dua mantan perwira kapal induk AS mengatakan operasi udara Fujian kemungkinan hanya mampu berjalan sekitar 60% dari kecepatan kapal induk AS berusia 50 tahun, karena konfigurasi geladaknya.

    Fujian juga menjadi kapal induk pertama Tiongkok yang tidak menggunakan landasan miring (ski-jump) seperti pada dua kapal induk sebelumnya, Liaoning dan Shandong, yang mengandalkan daya dorong pesawat untuk lepas landas.

    Kapal ini banyak dipuji di dalam negeri sebagai bukti China telah muncul sebagai kekuatan besar kapal induk. Dengan bobot 80.000 ton, Fujian menjadi kapal yang paling mendekati kelas Nimitz milik Angkatan Laut AS, yang memiliki bobot sekitar 97.000 ton.

    China juga sudah membangun kapal induk berikutnya, dikenal sebagai Type 004, dan diperkirakan tidak hanya menggunakan teknologi EMALS, tapi juga dibekali tenaga nuklir.

    (fyk/hps)

  • China Makin Ganas, Tak Sudi Pakai Produk Amerika

    China Makin Ganas, Tak Sudi Pakai Produk Amerika

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping sudah bertemu langsung di Busan, Korea Selatan, beberapa saat lalu. Kedua kelapa negara telah membuat kesepakatan terkait logam tanah jarang (LTJ) dan tarif impor.

    Kendati demikian, bukan berarti ketegangan geopolitik antara dua negara ekonomi terbesar dunia telah selesai. Trump menegaskan tak akan membuka akses chip tercanggih Nvidia ke China.

    Di saat bersamaan, China juga meminta perusahaan-perusahaan lokal untuk berhenti menggunakan chip asing dan beralih ke chip lokal. Bahkan, pemerintah memberikan subsidi listrik sebesar 50% untuk perusahaan yang menggunakan chip lokal untuk menjalankan data center.

    Lebih lanjut, pemerintah China juga mengeluarkan panduan bagi proyek-proyek data center baru yang menerima pendanaan negara. Mereka hanya boleh menggunakan chip AI buatan domestik, menurut dua sumber yang dilaporkan oleh Reuters.

    Dalam beberapa minggu terakhir, otoritas regulasi China telah memerintahkan data center yang tingkat penyelesaiannya kurang dari 30% untuk membuang semua chip asing yang terpasang, atau membatalkan rencana untuk membelinya, dikutip dari Reuters, Jumat (7/11/2025).

    Sementara itu, proyek yang berada pada tahap lebih maju akan diputuskan berdasarkan kasus per kasus, kata sumber Reuters yang familiar dengan masalah ini.

    Langkah ini menandai upaya paling agresif dari China untuk menyetop penggunaan teknologi asing, termasuk dari AS, pada infrastruktur kritis di negaranya.

    Akses China ke chip AI buatan AS, termasuk dari Nvidia, merupakan poin kunci dari gesekan antara Beijing dan Washington. AS dan China bersaing keras dalam memenangkn perlombaan untuk mendominasi AI.

    Langkah terbaru China akan mempersulit Nvidia untuk masuk ke pasar penting tersebut. Hal ini membuka peluang besar bagi pemain lokal seperti Huawei untuk menggarap pasar dalam negeri.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kurs Dolar AS Hari Ini 7 November 2025 Lesu terhadap Rupiah, Tersengat Sentimen The Fed

    Kurs Dolar AS Hari Ini 7 November 2025 Lesu terhadap Rupiah, Tersengat Sentimen The Fed

    Liputan6.com, Jakarta – Harapan pelonggaran kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) meningkat menjadi katalis positif nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Jumat, (7/11/2025).

    Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup naik 11 poin ke posisi 16.690 pada perdagangan Jumat, 7 November 2025 dibandingkan penutupan sebelumnya di posisi 16.701 per dolar AS.

    Pengamat mata uang dan komoditas Ibrahim Assuaibi menilai, penguatan rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Jumat sore ini didorong meningkatnya harapan pelonggaran kebijakan suku bunga bank sentral AS. Hal ini seiring sinyal pelemahan pasar tenaga kerja di Amerika Serikat.

    “Sedangkan untuk perdagangan Senin depan, mata uang rupiah diprediksi fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp16.690 – Rp16.740,” kata Ibrahim dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

    Dia menuturkan, ketidakpastian global masih tinggi akibat penutupan sebagian pemerintahan AS yang telah memasuki bulan kedua.

    Kondisi tersebut menunda rilis data ekonomi utama seperti ketenagakerjaan dan inflasi, sehingga pasar kehilangan panduan resmi dari otoritas. Pasar saat ini hanya mengandalkan survei sektor swasta sebagai acuan.

    Laporan tenaga kerja swasta yang dirilis Kamis lalu menunjukkan tanda pelemahan pasar kerja, sehingga peluang The Fed memangkas suku bunga pada Desember naik menjadi sekitar 70 persen dari 60 persen sebelumnya.

    Selain itu, Ibrahim menuturkan, tekanan terhadap rupiah juga datang dari melemahnya data ekspor dan impor China pada Oktober yang menandakan masih lemahnya permintaan global. Ketegangan perdagangan antara Washington dan Beijing pun memperburuk sentimen risiko.

    “Sebuah laporan dari The Information pada hari Kamis menyatakan bahwa AS berencana untuk memblokir Nvidia dari penjualan chip AI skala kecil ke China, sebuah langkah yang dapat membatasi akses perusahaan China ke teknologi canggih,” ujar dia.

     

     

  • Perang Sudan, Milisi RSF Terima Tawaran Gencatan Senjata

    Perang Sudan, Milisi RSF Terima Tawaran Gencatan Senjata

    Jakarta

    Pasukan Dukungan Cepat atau RSF, Kamis (6/11) kemarin, menyatakan menerima usulan gencatan senjata dan jeda kemanusiaan yang dimediasi kelompok “Quad” pimpinan Amerika Serikat. Kelompok paramiliter yang dituduh membantai warga sipil di Darfur itu sudah lebih dari dua tahun berperang melawan militer Sudan.

    Gencatan senjata disepakati lebih dari sepekan setelah RSF merebut kota El-Fasher, yang sebelumnya dikepung selama 18 bulan. Kota yang usai pengungsian massal berpenduduk sekitar 400 ribu jiwa itu merupakan benteng terakhir militer Sudan di Darfur.

    “RSF menantikan pelaksanaan kesepakatan ini dan segera memulai pembahasan tentang penghentian aksi permusuhan serta prinsip-prinsip dasar proses politik di Sudan, demi mengatasi akar konflik dan mengakhiri penderitaan rakyat Sudan,” demikian pernyataan resmi RSF.

    Seorang pejabat militer Sudan mengatakan kepada Associated Press bahwa pihaknya menyambut baik usulan Quad, namun baru akan menyetujui gencatan senjata bila RSF menarik diri sepenuhnya dari area sipil dan menyerahkan senjata, sesuai perjanjian damai sebelumnya.

    Jutaan warga hadapi kelaparan dan pengungsian

    Perang antara RSF dan militer Sudan pecah pada 2023. Ketegangan itu bermula dari perselisihan dua sekutu lama yang semestinya mengawal transisi demokrasi usai pemberontakan 2019.

    Pertempuran sejauh ini telah menewaskan sedikitnya 40 ribu orang dan membuat 12 juta lainnya mengungsi, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Namun, lembaga kemanusiaan memperkirakan jumlah korban sebenarnya jauh lebih tinggi. Sekitar 24 juta jiwa kini mengalami krisis pangan akut, lapor Program Pangan Dunia (WFP).

    Massad Boulos, penasihat urusan Afrika dari pemerintah AS, mengatakan Washington tengah bekerja sama dengan kedua pihak untuk mewujudkan gencatan senjata kemanusiaan. “Kami telah berupaya hampir sepuluh hari terakhir untuk memfinalisasi rincian kesepakatan ini,” katanya. Rencana yang dipimpin AS itu mencakup gencatan senjata selama tiga bulan, dilanjutkan proses politik sembilan bulan.

    Kerja sama kuartet: AS, Saudi, Mesir, dan UEA

    “Kami mendesak kedua pihak agar segera merespons upaya AS dalam mewujudkan gencatan senjata kemanusiaan, mengingat urgensi menurunkan eskalasi dan mengakhiri penderitaan rakyat Sudan,” demikian pernyataan Departemen Luar Negeri AS.

    Kota El-Fasher, ibu kota Darfur Utara, menjadi salah satu dari dua wilayah yang dilanda kelaparan parah, menurut laporan lembaga pemantau pangan global Integrated Food Security Phase Classification (IPC). Wilayah lainnya adalah Kadugli di provinsi Kordofan Selatan.

    “Penyebab utama kelaparan ini bukan bencana alam, melainkan buatan manusia,” ujar Abdul Hakim Elwaer, perwakilan regional FAO untuk Timur Dekat dan Afrika Utara. “Konflik yang terus berlangsung, ketidakamanan, dan terhambatnya jalur bantuan membuat jutaan orang tidak bisa mendapatkan makanan.”

    Bantuan kemanusiaan terhambat

    Elwaer menambahkan, selama hampir dua tahun, pembicaraan soal pembukaan koridor kemanusiaan aman belum membuahkan hasil. “Saya optimistis pada akhir tahun ini kita bisa menemukan solusi. Kita tak bisa membiarkan jutaan orang mati kelaparan hanya karena bantuan tidak sampai,” ujarnya.

    Organisasi Islamic Relief memperingatkan dapur umum yang menjadi tumpuan banyak keluarga kini terancam tutup. Survei terbaru lembaga itu menemukan 83 persen keluarga di Sudan timur dan barat kekurangan makanan.

    Sudan sejak lama digolongkan sebagai salah satu negara dengan krisis pengungsian paling parah di dunia. Setelah RSF merebut El-Fasher, gelombang pengungsi kembali melonjak. Banyak warga menempuh perjalanan ratusan kilometer menuju kamp Al-Affad di kota Al-Dabbah, Negara Bagian Utara, sekitar 350 kilometer dari ibu kota Khartoum.

    Pelarian dari El-Fasher

    Kepada kantor berita AP, sejumlah pengungsi menuturkan kesaksian mengerikan selama pelarian. Othman Mohamed, seorang guru, mengatakan ia melihat jasad bergelimpangan di sepanjang jalan saat melarikan diri pada akhir September. Banyak yang tumbang karena kelelahan dan kekerasan.

    Ia menggambarkan kehidupan di El-Fasher di tengah serangan drone dan artileri. “Makanan hampir tak ada. Kami hidup dari ombaz — sisa hasil perasan minyak kacang tanah — sampai itu pun sulit diperoleh,” ujarnya.

    Rawda Mohamed, yang berjalan berjam-jam menuju kamp Al-Affad, menambahkan, “Di El-Fasher tak ada selain pemukulan dan pembunuhan oleh drone yang tak terlihat tapi mematikan.”

    Menurut Mathilde Vu dari Dewan Pengungsi Norwegia (NRC), warga di El-Fasher bertahan hidup dengan pakan ternak dan air hujan. Mereka berlindung di lubang yang mereka gali sendiri. Banyak yang diserang saat mencoba melarikan diri.

    “Perjalanan itu memakan waktu berhari-hari, dengan rasa haus, lapar, dan kekerasan ekstrem. Beberapa akhirnya diangkut truk untuk sisa perjalanan terakhir. Ratusan harus segera dirawat. Banyak yang terlalu lemah bahkan untuk berbicara,” katanya.

    *Editor: Yuniman Farid


    (ita/ita)

  • Bisakah Kekuatan Asing Hentikan Konflik di Sudan?

    Bisakah Kekuatan Asing Hentikan Konflik di Sudan?

    Jakarta

    Tanpa dukungan eksternal, tidak ada satu pun pihak di Sudan mampu memperpanjang perang saudara yang tengah berlangsung.

    Konflik ini telah menjadikan negara tersebut sebagai lokasi salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia. Belakangan, terjadi pembunuhan massal serta kekejaman terhadap warga sipil Sudan di ibu kota regional Darfur, El-Fasher.

    Perang pertama kali meletus pada April 2023 ketika milisi lokal, yaitu pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) dan militer Sudan (Sudanese Armed Forces/SAF), berselisih mengenai integrasi RSF ke dalam militer reguler.

    Akibat berlanjutnya pertempuran di Darfur, angka korban hanya bisa diperkirakan, tapi organisasi bantuan dan PBB memperkirakannya di atas 140.000 orang. Sekitar setengah dari 51 juta penduduk Sudan bergantung pada bantuan kemanusiaan. Kelaparan dan penyakit menyebar luas dan sebagian besar infrastruktur serta lahan pertanian negara itu telah rusak.

    Para pengamat mengatakan pemerintah Sudan yang diakui secara internasional di bawah jenderal Abdel-Fattah al-Burhan, yang juga memimpin SAF, mendapat dukungan dari Mesir, Turki, Rusia, dan Iran. Sementara, Mesir dan Arab Saudi membantah memberikan dukungan senjata kepada kelompok apa pun di Sudan. RSF dituding mendapat dukungan dari Uni Emirat Arab (UEA), tapi kemudian dibantah oleh UEA.

    “Hasil penelitian menunjukkan bahwa RSF memiliki sejumlah pemasok senjata dan bahan bakar selama perang, tetapi penyedia utama tetap UEA,” kata Hager Ali, peneliti di lembaga kajian German Institute for Global and Area Studies (GIGA), kepada DW.

    Agenda kontroversial UEA di Sudan

    UEA berkali-kali membantah mendukung RSF. Mereka menyebut tuduhan tersebut sebagai kampanye media oleh SAF dan menuntut permintaan maaf.

    Namun, PBB dan organisasi hak asasi manusia sering menemukan bukti pasokan militer dari UEA. Analis independen secara rutin menyimpulkan bahwa senjata dan amunisi yang digunakan RSF berasal dari UEA.

    “Materi tersebut mencakup drone buatan Cina yang canggih berikut senjata ringan, mesin berat, kendaraan, artileri, mortir dan amunisi,” ujar sumber dari US Defense Intelligence Agency dan biro intelijen Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) kepada The Wall Street Journal.

    Pada Januari, ketika pemerintahan AS dipimpin Presiden Joe Biden, Paman Sam menjatuhkan sanksi kepada kedua pihak. Waktu itu, Departemen Keuangan AS juga menjatuhkan sanksi terhadap tujuh perusahaan dari UEA dan menuduh mereka menyediakan senjata, pendanaan dan dukungan lain kepada RSF.

    Lebih jauh, laporan PBB Januari 2024 menyatakan bahwa milisi yang berpihak kepada Jenderal Libya Khalifa Haftar menggunakan jaringan penyelundupan yang sudah ada untuk memasok RSF dengan bahan bakar, kendaraan, dan amunisi.

    “Kami tahu bahwa UEA telah menyelundupkan senjata langsung melintasi perbatasan Libya ke Sudan, tetapi juga via Chad dan Uganda,” kata Ali.

    “Sebagai imbalannya, UEA, sebagai importir emas Sudan terbesar secara tradisional, memiliki kepentingan besar untuk menjaga aksesnya ke emas Sudan.”

    Bagi RSF, sumber daya emas Sudan yang kaya, yang sebagian besar berada di wilayah kekuasaannya, telah menjadi mata uang utama untuk membeli senjata dan menghindari sanksi.

    “Aman untuk diasumsikan bahwa senjata yang sekarang digunakan di Sudan bukan hanya dari sedikit penyedia tetapi senjata yang telah diselundupkan ke seluruh Sahel,” lanjut Ali, sambil menambahkan bahwa pengiriman senjata di medan perang sering dilakukan oleh Africa Corps, divisi Afrika dari kelompok mercenary (militer bayaran) Rusia Wagner yang telah berganti nama.

    Kepentingan lain di Sudan

    Mesir telah menjadi pendukung utama SAF dan mengakui pemerintahan Burhan sebagai pemerintahan resmi Sudan. Menurut tinjauan dari Institute of War, lembaga kajian independen, Mesir juga telah melatih pilot SAF dan menyediakan drone, kemudian hal ini dibantah Kairo.

    Mesir bertujuan menjaga konflik tetap di sisi Sudan dan berharap bisa mengembalikan jutaan pengungsi Sudan.

    Pendukung lain SAF adalah Iran, yang juga telah menyediakan drone. Teheran berharap mengamankan pangkalan angkatan laut di Laut Merah yang akan membantunya terus mendukung milisi Houthi di Yaman. Sudan diketahui telah menjadi pusat logistik bagi Houthi. Turki juga telah menyediakan drone dan misil untuk SAF. Kepentingan Ankara di sini adalah mengamankan aksesnya ke Laut Merah.

    Meski keterlibatan Rusia melalui Africa Corps atas nama RSF ada, Rusia memainkan peran yang relatif kecil di Sudan, menurut Achim Vogt, Direktur Friedrich Ebert Stiftung untuk wilayah Uganda dan Sudan.

    Bisakah ‘inisiatif Quad’ membantu?

    Menurut Vogt, keempat negara yang membentuk apa yang disebut “inisiatif Quad”, yakni AS, Mesir, Arab Saudi dan UEA, akan jadi negara yang bisa memberi pengaruh nyata di Sudan meskipun mereka punya aliansi berbeda dengan kedua pihak. Sasaran inisiatif ini adalah membuat peta jalan untuk mengakhiri perang atau setidaknya gencatan senjata kemanusiaan.

    Vogt mengatakan jika keempat negara ini bersatu, mungkin dengan dukungan negara Eropa, mereka bisa membawa kembali hukum humaniter internasional, mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia dan memperbaiki situasi kemanusiaan bagi warga sipil.

    Namun, pada 26 Oktober 2025, pembicaraan Quad di Washington yang ditujukan untuk membawa pihak yang bertikai bersama-sama menyepakati gencatan senjata tiga bulan, berakhir tanpa hasil. Pada hari yang sama, RSF merebut kontrol atas ElFasher dan meningkatkan pembunuhan massal serta kekejaman lainnya.

    “Mereka punya kepentingan ekonomi terkait ekspor emas dan pelabuhan Port Sudan, tetapi mereka sudah cukup jelas menyatakan bahwa mereka tidak tertarik ikut campur dalam apa yang mereka sebut konflik internal,” katanya.

    Bagi Laetitia Bader, Direktur Horn of Africa di Human Rights Watch, skala dan beratnya pelanggaran terbaru di dan sekitar El-Fasher sekarang memerlukan adanya “konsekuensi bagi pimpinan RSF dan para pendukungnya, khususnya Uni Emirat Arab, yang terus menyediakan dukungan… meskipun ada bukti jelas atas kejahatan,” ujarnya kepada DW.

    “Kami ingin melihat Dewan Keamanan PBB segera bergerak dengan sanksi terhadap pimpinan RSF,” kata Bader.

    “Kami menyerukan agar komunitas internasional memastikan ada akuntabilitas politik dan pidana.”

    Pada hari Jumat (31/10), menghadapi kemarahan internasional atas pembantaian dan kejahatan lainnya, RSF menangkap beberapa anggotanya sendiri. Namun, pengamat mengatakan kekejaman terus berlangsung.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rivi Satrianegara

    Editor: Muhammad Hanafi dan Melisa Lolindu


    (ita/ita)

  • Tamu Tiba-tiba Pingsan, Acara Trump di Gedung Putih Terhenti

    Tamu Tiba-tiba Pingsan, Acara Trump di Gedung Putih Terhenti

    Washington DC

    Sebuah acara yang digelar Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Ruang Oval Gedung Putih terhenti saat salah satu tamu undangan, seorang petinggi perusahaan farmasi, tiba-tiba jatuh pingsan. Insiden ini terjadi saat Trump mengumumkan pemotongan harga obat obesitas.

    Imbasnya, Trump terpaksa menunda acara di Gedung Putih tersebut.

    Insiden itu, seperti dilansir AFP dan Anadolu Agency, Jumat (7/11/2025), terjadi ketika salah satu petinggi dari dua perusahaan farmasi yang diundang untuk mengumumkan kesepakatan harga itu sedang berbicara pada Kamis (6/11). Tiba-tiba, seorang pria yang ada di belakangnya tumbang ke lantai.

    Pria yang pingsan di Gedung Putih itu diidentifikasi sebagai Gordon Findlay, yang merupakan perwakilan Novo Nordisk.

    Trump yang saat itu sedang duduk di mejanya di Ruang Oval, segera berdiri dan tetap berada di belakang mejanya, sementara beberapa orang lainnya membantu pria yang pingsan tersebut.

    Salah satu yang memberikan bantuan adalah Mehmet Oz, seorang dokter yang menjabat menjadi administrator Pusat Layanan Medicare dan Medicaid di pemerintahan Trump.

    “Unit Medis Gedung Putih segera bertindak, dan pria itu dalam keadaan baik-baik saja,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, dalam pernyataannya.

    Trump berdiri di belakang mejanya di Ruang Oval Gedung Putih saat salah satu tamu undangan jatuh pingsan Foto: ANDREW CABALLERO-REYNOLDS/AFP

    Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS, Robert F Kennedy Jr, juga hadir dalam acara itu namun dengan cepat meninggalkan ruangan saat insiden itu terjadi. Menurut wakil juru bicara Gedung Putih, Kush Desai, Kennedy “bergegas mencari bantuan medis sementara yang lainnya merawat pria tersebut”.

    Para wartawan yang hadir dalam acara itu dikawal keluar ruangan, dan siaran dipotong setelah insiden itu.

    Acara tersebut dilanjutkan sekitar satu jam kemudian. Trump, dalam pernyataannya, mengatakan bahwa Findlay “sedikit pusing” dan “tumbang”. Dia mengatakan sang petinggi farmasi itu “baik-baik saja”.

    “Mereka baru saja membawanya keluar, dan dia mendapatkan dokter di sini. Tapi dia baik-baik saja,” kata Trump mengomentari insiden tersebut saat acara kembali dimulai di Gedung Putih.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • AS Kembali Serang Kapal Diduga Penyelundup Narkoba, 3 Orang Tewas

    AS Kembali Serang Kapal Diduga Penyelundup Narkoba, 3 Orang Tewas

    Jakarta

    Pasukan Amerika Serikat kembali menyerang sebuah kapal yang diduga sebagai kapal penyelundup narkoba di perairan Karibia. Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth mengatakan tiga orang tewas dalam serangan tersebut, sehingga jumlah korban tewas akibat kampanye antinarkotika kontroversial Washington kini menjadi setidaknya 70 orang.

    Amerika Serikat mulai melancarkan serangan semacam itu pada awal September, dengan menyasar kapal-kapal di Karibia dan Pasifik timur.

    Serangan AS sejauh ini telah menghancurkan setidaknya 18 kapal. Namun, Washington belum mempublikasikan bukti konkret apa pun bahwa kapal-kapal itu menyelundupkan narkotika atau menimbulkan ancaman bagi Amerika Serikat.

    Dilansir kantor berita AFP, Jumat (7/11/2025), dalam unggahan di media sosial X, Hegseth merilis rekaman udara dari serangan terbaru AS, yang menurutnya terjadi di perairan internasional seperti serangan-serangan sebelumnya dan menargetkan “sebuah kapal yang dioperasikan oleh Organisasi Teroris Terdaftar.”

    Video tersebut menunjukkan sebuah kapal yang tengah melaju sebelum kemudian meledak dan terbakar.

    “Tiga pria teroris narkotika — yang berada di atas kapal tersebut — tewas,” tulis Hegseth di X, tanpa informasi identitas lebih lanjut.

    Pemerintahan Presiden Donald Trump telah membangun kekuatan yang signifikan di Amerika Latin, dalam apa yang disebutnya sebagai kampanye untuk memberantas perdagangan narkoba.

    Sejauh ini, AS telah mengerahkan enam kapal Angkatan Laut di Karibia, mengirim pesawat tempur siluman F-35 ke Puerto Riko, dan memerintahkan gugus tugas kapal induk USS Gerald R. Ford ke wilayah tersebut.

    (ita/ita)

  • Geger Paket Misterius di Pangkalan Militer AS, Banyak Orang Jatuh Sakit

    Geger Paket Misterius di Pangkalan Militer AS, Banyak Orang Jatuh Sakit

    Washington DC

    Sebuah paket mencurigakan dikirimkan ke sebuah pangkalan militer Amerika Serikat (AS) yang ada di wilayah Maryland. Paket mencurigakan itu menyebabkan banyak orang jatuh sakit, dengan beberapa orang di antaranya sampai harus dilarikan ke rumah sakit setempat. Penyelidikan sedang berlangsung.

    Insiden paket mencurigakan itu, seperti dilaporkan CNN dan dilansir Reuters, Jumat (7/11/2025), terjadi di Pangkalan Gabungan Andrews, markas Angkatan Udara AS yang terletak di Maryland, di luar ibu kota Washington DC.

    Pihak Pangkalan Gabungan Andrews, dalam pernyataannya, menyebut sebuah gedung di pangkalan tersebut terpaksa dievakuasi setelah seseorang “membuka paket mencurigakan”.

    Tidak disebutkan secara jelas jumlah orang yang jatuh sakit akibat paket mencurigakan tersebut. Pangkalan Gabungan Andrews hanya mengatakan bahwa beberapa orang di antaranya dilarikan ke Malcolm Grove Medical Center yang ada di kompleks pangkalan militer tersebut.

    “Sebagai tindakan pencegahan, gedung dan bangunan penghubungnya dievakuasi, dan garis polisi dipasang di sekitar area tersebut,” sebut Pangkalan Gabungan Andrews dalam pernyataannya.

    “Petugas tanggap darurat Pangkalan Gabungan Andrews telah dikerahkan ke lokasi kejadian, memastikan tidak ada ancaman langsung, dan telah menyerahkan lokasi kejadian kepada Kantor Investigasi Khusus. Investigasi saat sedang berlangsung,” tegas pernyataan tersebut.

    Paket mencurigakan itu, menurut dua sumber yang mengetahui penyelidikan yang berlangsung seperti dikutip CNN, berisi bubuk putih yang belum teridentifikasi.

    Hasil uji lapangan oleh tim HAZMAT tidak mendeteksi adanya zat berbahaya pada paket mencurigakan tersebut, tetapi penyelidikan masih berlangsung.

    Tidak diketahui secara jelas siapa pengirim paket mencurigakan itu, dan kepada siapa paket itu ditujukan.

    Departemen Pertahanan AS dan Pangkalan Gabungan Andrews belum memberikan tanggapan langsung atas insiden tersebut.

    Lihat juga Video: Konten Kreator Asal Lumajang Dapat Teror Paket COD Puluhan Juta

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Korea Utara Kembali Luncurkan Rudal Balistik

    Korea Utara Kembali Luncurkan Rudal Balistik

    Pyongyang

    Korea Utara (Korut) kembali meluncurkan rudal balistik dari wilayahnya pada Jumat (7/11) waktu setempat. Peluncuran terbaru Pyongyang ini terjadi sepekan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyetujui rencana Seoul untuk membangun kapal selam bertenaga nuklir.

    Kepala Staf Gabungan Korea Selatan (JCS), seperti dilansir AFP, Jumat (7/11/2025), mendeteksi aktivitas peluncuran terbaru negara tetangganya tersebut, dan menyebut rudal balistik yang tidak teridentifikasi jenisnya itu diluncurkan ke perairan Laut Timur atau Laut Jepang.

    “Korea Utara menembakkan rudal balistik tak teridentifikasi ke arah Laut Timur,” ujar JCS dalam pernyataannya.

    Aktivitas balistik terbaru Korut itu dilakukan sepekan setelah Trump mengumumkan bahwa Korsel akan membangun kapal selam di AS, di mana teknologi nuklir buatan Washington merupakan salah satu rahasia militer yang paling sensitif dan dijaga ketat.

    Tidak seperti kapal selam bertenaga diesel, yang harus muncul ke permukaan laut secara teratur untuk mengisi ulang baterainya, kapal selam bertenaga nuklir dapat bertahan di dalam air jauh lebih lama.

    Para analis mengatakan bahwa pengembangan kapal selam bertenaga nuklir akan menandai lompatan signifikan dalam basis industri Angkatan Laut dan pertahanan Korsel, bergabung dengan sekelompok kecil negara yang telah memiliki kapal selam jenis tersebut.

    Sejauh ini, menurut laporan media dan analisis, hanya AS, Australia, China, Rusia, India, Prancis, dan Inggris yang telah beralih ke kapal selam bertenaga nuklir.

    Kantor kepresidenan Korsel mengatakan bahwa Seoul membutuhkan persetujuan Washington karena membutuhkan bahan baku yang diperlukan untuk membangun kapal selam bertenaga nuklir, yang dibatasi untuk penggunaan militer.

    Sejak pertemuan puncak antara pemimpin Korut Kim Jong Un dan Trump pada tahun 2019 lalu berujung kegagalan terkait masalah denuklirisasi dan pencabutan sanksi, Pyongyang telah berulang kali mendeklarasikan diri sebagai negara nuklir yang “tidak dapat diubah”.

    Awal pekan ini, Korut menembakkan sejumlah roket artileri saat Menteri Pertahanan (Menhan) AS Pete Hegseth berkunjung ke Korsel. Rentetan roket artileri itu ditembakkan oleh Pyongyang ke Laut Kuning sekitar satu jam sebelum Hegseth mengunjungi area perbatasan kedua negara.

    Sementara pekan lalu, Korut melakukan uji coba rudal jelajah di lepas pantai barat Semenanjung Korea, sebelum Trump mendarat di Korsel. Pyongyang pada saat itu menyebut uji coba rudal itu menjadi pesan untuk “musuh-musuhnya”.

    Wakil Ketua Komisi Militer Pusat Korut, Pak Jong Chon, yang mengawasi uji coba rudal pada saat itu mengatakan bahwa “keberhasilan penting” sedang dicapai dalam pengembangan “kekuatan nuklir” Korut sebagai pencegah perang.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Lagi-lagi, 2 Pesawat Pengebom AS Terbang di Dekat Venezuela

    Lagi-lagi, 2 Pesawat Pengebom AS Terbang di Dekat Venezuela

    Jakarta

    Dua pesawat pengebom B-52 Amerika Serikat lagi-lagi terbang di atas Laut Karibia di sepanjang pantai Venezuela pada hari Kamis (6/11) waktu setempat. Ini merupakan unjuk kekuatan keempat oleh pesawat militer Amerika dalam beberapa pekan terakhir.

    Penerbangan ini terjadi di saat Washington melancarkan kampanye militer terhadap para penyelundup narkoba yang diduga berada di wilayah tersebut. AS telah mengerahkan angkatan laut dan udara yang disebutnya bertujuan untuk mengatasi perdagangan narkoba, tetapi telah memicu kekhawatiran di Venezuela bahwa perubahan rezim adalah tujuannya.

    Dilansir kantor berita AFP, Jumat (7/11/2025), data dari situs pelacakan Flightradar24 menunjukkan kedua pesawat pengebom tersebut terbang sejajar dengan pantai Venezuela, kemudian berputar di timur laut Caracas, ibu kota Venezuela, sebelum kembali menyusuri pantai dan berbelok ke utara dan terbang lebih jauh ke laut.

    Ini setidaknya merupakan keempat kalinya pesawat militer AS terbang di dekat Venezuela sejak pertengahan Oktober lalu. Pesawat pengebom B-52 telah melakukannya pada satu kesempatan sebelumnya, dan pengebom B-1B pada dua kesempatan lainnya.

    Amerika Serikat juga telah memerintahkan gugus tugas kapal induk USS Gerald R. Ford ke Amerika Latin, mengerahkan pesawat tempur siluman F-35 ke Puerto Riko, dan saat ini memiliki enam kapal Angkatan Laut AS di Karibia, sebagai bagian dari apa yang disebutnya sebagai upaya antinarkotika.

    Pasukan AS telah melancarkan serangan terhadap setidaknya 17 kapal yang diduga sebagai penyelundup narkoba sejak awal September, menewaskan sedikitnya 67 orang, menurut data AS.

    Namun, Amerika Serikat belum merilis bukti bahwa kapal-kapal yang menjadi targetnya digunakan untuk menyelundupkan narkoba atau menimbulkan ancaman bagi negara tersebut.

    Ketegangan regional telah meningkat akibat kampanye militer AS tersebut, dengan Venezuela menuduh Washington berkomplot untuk menggulingkan Presiden Nicolas Maduro.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)