kab/kota: Washington

  • Times Square New York Dibanjiri Demonstran, Tuntut Pembebasan Aktivis Pro-Palestina Mahmoud Khalil – Halaman all

    Times Square New York Dibanjiri Demonstran, Tuntut Pembebasan Aktivis Pro-Palestina Mahmoud Khalil – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Para pengunjuk rasa memadati Times Square di jantung kota New York pada Sabtu (15/3/2025) sore waktu setempat, menuntut pembebasan aktivis pro-Palestina serta mantan mahasiswa pascasarjana Universitas Columbia, Mahmoud Khalil (30).

    Mengutip Newsweek, puluhan hingga ratusan pengunjuk rasa berkumpul dalam demonstrasi yang diorganisir oleh beberapa kelompok, termasuk The People’s Forum, ANSWER Coalition, dan New York Party of Socialism and Liberation.

    Para demonstran membawa spanduk bertuliskan “Bebaskan Mahmoud Khalil” serta melambaikan bendera Palestina sambil berbaris di jalan-jalan.

    Mereka meneriakkan slogan seperti “Bebaskan, Bebaskan, Bebaskan Palestina” dan “ICE Tidak Diterima di Sini.”

    Sebelumnya, Mahmoud Khalil ditangkap pada 8 Maret oleh petugas imigrasi berpakaian preman.

    Khalil adalah pemegang kartu hijau, yang berarti ia berstatus penduduk tetap di Amerika Serikat.

    Departemen Keamanan Dalam Negeri AS menuduh Khalil terlibat dalam kegiatan yang terkait dengan Hamas.

    Namun, pengacara Khalil menyatakan bahwa tidak ada bukti yang mendukung tuduhan tersebut.

    PENANGKAPAN MAHMOUD KHALIL – Tangkap layar YouTube Al Jazeera English pada 13 Maret 2025, menampilkan foto Mahmoud Khalil dalam sebuah aksi protes pada Juni 2024. Aksi protes di New York, demonstran meminta pembebasan Mahmoud Khalil, aktivis pro-Palestina pemegang kartu hijau yang terancam dideportasi. (Tangkap layar YouTube Al Jazeera English – The Take)

    Penangkapan Khalil menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis dan mahasiswa, serta memicu perdebatan tentang hak untuk berunjuk rasa, kebebasan berbicara, advokasi politik, dan status imigrasi.

    Pemindahan Khalil secara tiba-tiba dari New York ke Louisiana semakin memperuncing perdebatan mengenai kebebasan sipil dan proses hukum yang adil.

    Sejak penangkapannya, aksi protes telah terjadi di New York dan berbagai kota lain, termasuk Washington, D.C.

    Sebuah petisi yang menuntut pembebasan Khalil telah mengumpulkan lebih dari 3,4 juta tanda tangan.

    Presiden AS Donald Trump, yang sebelumnya berjanji akan menindak tegas pengunjuk rasa pro-Palestina di kampus-kampus, menyebut penangkapan Khalil sebagai awal dari serangkaian tindakan serupa yang akan datang.

    Trump juga berulang kali menyatakan keinginannya untuk mengusir warga Palestina dari Gaza.

    Selain itu, ia mengungkapkan rencana untuk mengambil alih Jalur Gaza dan membangunnya kembali.

    Tahun lalu, perang antara Israel dan Hamas menjadi isu yang memicu ketegangan di kampus-kampus, termasuk Universitas Columbia, tempat Khalil menempuh pendidikan pascasarjana.

    Isu ini sempat menyebabkan bentrokan antara mahasiswa pro-Palestina dan pro-Israel, yang berujung pada intervensi serta peningkatan kehadiran polisi di kampus.

    Sebagai tanggapan, beberapa penyelenggara protes saat itu dikenai sanksi disipliner, termasuk pencabutan gelar akademik dan penangguhan kuliah.

    Mengutip The Guardian, Mahmoud Khalil (30) adalah aktivis Pro-Palestina terkemuka yang baru saja menyelesaikan studi pascasarjananya di Sekolah Hubungan Internasional dan Publik, Universitas Columbia. 

    Selama masa studinya, Khalil menjadi pemimpin dalam protes kampus terhadap perang di Gaza.

    Ia bertugas sebagai negosiator antara pejabat administrasi dan pengunjuk rasa yang menuntut Universitas Columbia melepaskan diri dari Israel. 

    Khalil lahir di Suriah pada tahun 1995 dari pengungsi Palestina dari Tiberias.

    Ia meninggalkan Suriah ke Lebanon ketika berusia 18 tahun, dua tahun setelah dimulainya perang saudara Suriah.

    Khalil menikah dengan warga negara AS yang sedang menantikan kelahiran bayi pertama mereka bulan depan.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Rusia-Ukraina Lancarkan Serangan di Tengah Usulan Gencatan Senjata, Dihujani Lebih dari 100 Drone – Halaman all

    Rusia-Ukraina Lancarkan Serangan di Tengah Usulan Gencatan Senjata, Dihujani Lebih dari 100 Drone – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Rusia dan Ukraina saling melakukan serangan udara pada Sabtu (15/3/2025) malam waktu setempat.

    Kedua pihak melaporkan lebih dari 100 pesawat tak berawak atau drone musuh di wilayah masing-masing.

    Serangan itu terjadi kurang dari 24 jam setelah Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu utusan Amerika Serikat (AS) Steve Witkoff.

    Keduanya bertemu untuk membahas rincian proposal AS untuk gencatan senjata 30 hari dalam perang Rusia dengan Ukraina.

    Berbicara dalam konferensi pers pada Kamis (13/3/2025), Putin mengatakan bahwa ia mendukung gencatan senjata secara prinsip, tetapi mengemukakan sejumlah rincian yang perlu diklarifikasi sebelum disetujui.

    Kyiv telah mendukung usulan gencatan senjata, meskipun pejabat Ukraina secara terbuka telah menyuarakan keraguan mengenai apakah Moskow akan berkomitmen pada kesepakatan tersebut.

    Sementara, dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu, Zelensky menuduh Moskow membangun kekuatan di sepanjang perbatasan.

    “Peningkatan kekuatan Rusia menunjukkan bahwa Moskow berniat untuk terus mengabaikan diplomasi. Jelas bahwa Rusia memperpanjang perang,” katanya, dikutip dari The Moscow Times.

    Pemimpin Ukraina juga menekankan bahwa pasukan Kyiv mempertahankan kehadiran mereka di wilayah Kursk Rusia setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Jumat (14/3/2025) bahwa “ribuan” tentara Ukraina dikepung oleh militer Rusia.

    “Operasi pasukan kami di wilayah yang ditentukan di wilayah Kursk terus berlanjut,” kata Zelensky.

    “Pasukan kami terus menahan kelompok Rusia dan Korea Utara di wilayah Kursk. Tidak ada pengepungan terhadap pasukan kami,” jelasnya.

    Di tempat lain, angkatan udara Ukraina mengatakan pada hari Sabtu bahwa Rusia telah meluncurkan rentetan 178 pesawat nirawak dan dua rudal balistik ke negara itu dalam semalam.

    Rentetan serangan itu merupakan campuran pesawat nirawak serang jenis Shahed dan pesawat nirawak tiruan yang dirancang untuk membingungkan pertahanan udara.

    Sekitar 130 pesawat nirawak ditembak jatuh, sementara 38 lainnya hilang dalam perjalanan menuju sasarannya.

    Rusia menyerang fasilitas energi, menyebabkan kerusakan signifikan, kata perusahaan energi swasta Ukraina, DTEK.

    Rusia menyerang infrastruktur energi di wilayah Dnipropetrovsk dan Odesa, kata DTEK dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu.

    Beberapa penduduk tidak mendapatkan pasokan listrik.

    “Kerusakannya cukup parah. Pekerja energi sudah bekerja di lapangan.”

    “Kami melakukan segala yang mungkin untuk memulihkan listrik ke rumah-rumah sesegera mungkin,” kata perusahaan energi tersebut.

    Sementara itu, di wilayah Volgograd, Rusia, Gubernur Andrei Bocharov mengonfirmasi bahwa serpihan pesawat nirawak yang jatuh telah memicu kebakaran di distrik Krasnoarmeysky di kota yang dekat dengan kilang minyak Lukoil, tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.

    Bandara terdekat menghentikan sementara penerbangan, demikian dilaporkan media lokal.

    Tidak ada korban jiwa yang dilaporkan.

    Kilang Volgograd telah menjadi sasaran pasukan Kyiv beberapa kali sejak Moskow melancarkan invasi besar-besaran ke Ukraina lebih dari tiga tahun lalu, yang terbaru dalam serangan pesawat tak berawak pada 15 Februari 2025.

    KURSK DIREBUT – Tangkapan layar dari video akun YouTube Shanghai Eye memperlihatkan situasi di Kota Sudzha, Kursk, Rusia. Pasukan Ukraina di sana dikabarkan terkepung. (Tangkapan layar YouTube Shanghai Eye)

    Kata Kremlin soal Usulan Gencatan Senjata

    Asisten utama kebijakan luar negeri Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dia telah memberi tahu Washington bahwa gencatan senjata selama 30 hari yang diusulkan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menghentikan perang di Ukraina, hanya akan memberikan pasukan Kyiv waktu istirahat yang sangat dibutuhkan di medan perang.

    Para pejabat Rusia mengatakan penasihat keamanan nasional AS Mike Waltz telah memberikan rincian tentang gagasan gencatan senjata pada Rabu (12/3/2025), dan Rusia siap untuk membahasnya.

    Presiden AS Donald Trump mengatakan di Gedung Putih pada Rabu bahwa ia berharap Kremlin akan menyetujui usulan AS untuk gencatan senjata selama 30 hari yang menurut Ukraina akan didukung.

    Yuri Ushakov, mantan duta besar untuk Washington yang berbicara atas nama Putin mengenai isu-isu kebijakan luar negeri utama, mengatakan kepada media Rusia bahwa ia telah berbicara dengan Waltz untuk menguraikan posisi Rusia mengenai gencatan senjata.

    “Saya nyatakan posisi kami bahwa ini tidak lain hanyalah masa jeda sementara bagi militer Ukraina, tidak lebih,” kata Ushakov, dilansir Al Arabiya.

    “Itu tidak memberi kita apa pun. Itu hanya memberi kesempatan kepada Ukraina untuk berkumpul kembali, mendapatkan kekuatan, dan melanjutkan hal yang sama,” imbuhnya.

    Ushakov mengatakan tujuan Moskow adalah “penyelesaian damai jangka panjang yang mempertimbangkan kepentingan sah negara kami dan berbagai kekhawatiran kami yang sudah diketahui.”

    “Menurut saya, tidak ada yang membutuhkan langkah-langkah yang (hanya) meniru tindakan damai dalam situasi ini,” katanya.

    Trump telah berupaya membangun kembali hubungan dengan Rusia untuk menghindari eskalasi perang Ukraina yang menurutnya dapat berkembang menjadi Perang Dunia Ketiga, meskipun ia juga telah mengemukakan ancaman sanksi lebih lanjut dan prospek pencabutan sanksi jika Moskow berupaya mengakhiri perang.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

  • AS Usul Gencatan Senjata Gaza Diperpanjang, Beri Peringatan ke Hamas

    AS Usul Gencatan Senjata Gaza Diperpanjang, Beri Peringatan ke Hamas

    Washington DC

    Amerika Serikat (AS) mengajukan proposal terbaru untuk memperpanjang gencatan senjata di Jalur Gaza setelah Ramadan dan Paskah. Washington juga memperingatkan Hamas bahwa akan ada harga mahal yang harus dibayar, jika mereka tidak membebaskan sandera sebelum batas waktu yang semakin dekat.

    “Presiden (AS Donald) Trump telah memperjelas bahwa Hamas harus segera membebaskan sandera, atau membayar harga yang mahal,” ucap Utusan Khusus Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, seperti dilansir Al Arabiya, Sabtu (15/3/2025).

    Proposal yang diajukan AS pada Rabu (12/3) waktu setempat, menyatakan bahwa Hamas harus membebaskan para sandera yang masih hidup dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina dari penjara Israel, berdasarkan formula yang telah disepakati sebelumnya.

    Proposal itu juga mengatur perpanjangan tahap pertama gencatan senjata untuk memungkinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Jalur Gaza.

    Pada saat yang sama, menurut pernyataan Witkoff dan Dewan Keamanan Nasional, AS akan berupaya mencapai solusi yang langgeng untuk perang Gaza.

    Witkoff mengatakan bahwa Qatar dan Mesir, yang selama ini menjadi mediator bersama dengan AS, telah memberitahu Hamas soal usulan itu harus segera dilaksanakan dan agar seorang sandera berkewarganegaraan ganda AS-Israel, Edan Alexander, harus segera dibebaskan.

    Kelompok Hamas yang menguasai Jalur Gaza, pada Jumat (14/3), mengajukan tawaran untuk membebaskan Alexander dan menyerahkan empat jenazah sandera berkewarganegaraan ganda lainnya.

    Witkoff mengecam tawaran Hamas itu, dan menyebut kelompok militan itu secara terbuka mengklaim fleksibilitas, namun mengajukan tuntutan tidak praktis tanpa gencatan senjata.

    “Hamas membuat pertaruhan yang sangat buruk bahwa waktu ada di pihak mereka. Tidak demikian. Hamas sangat menyadari tenggat waktu tersebut, dan seharusnya mereka mengetahui bahwa kami akan menanggapinya dengan tepat jika tenggat waktu itu terlewati,” tegasnya.

    Lihat juga Video: Hamas, Mesir, dan Qatar Bahas Gencatan Senjata Gaza Tahap II

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • China Murka Aset Pelabuhan di Terusan Panama Bakal Dijual ke AS

    China Murka Aset Pelabuhan di Terusan Panama Bakal Dijual ke AS

    Jakarta

    China mengkritik tajam rencana konglomerat Hong Kong CK Hutchison Holdings menjual aset pelabuhan mereka di sekitar Terusan Panama. Aset tersebut dikabarkan akan dijual ke konsorsium yang dipimpin oleh perusahaan investasi Amerika Serikat (AS), BlackRock.

    Rencana itu berpotensi menimbulkan masalah yang akan menekan taipan Hong Kong sekaligus Penasihat Senior, CK Hutchison Holdings, Li Ka-shing. Ia diminta untuk memikirkan kembali rencana divestasi itu.

    Dilansir dari South China Morning Post, Sabtu (15/3/2025), analis menyebut kesepakatan itu belum final karena sejumlah persyaratan yang belum terpenuhi. Kesepakatan itu juga belum mendapat persetujuan dari regulator China di Hong Kong.

    Kesepakatan itu diprediksi bisa berjalan tanpa rintangan jika CK Hutchison benar-benar ingin melakukannya. Kantor pusat Beijing untuk urusan Hong Kong pada hari Kamis mengunggah di situs webnya sebuah artikel berapi-api yang ditulis oleh surat kabar pro-China, Ta Kung Pao.

    Mereka mengecam penjualan tersebut sebagai bentuk penghianatan. Dalam rencana penjualan senilai US$ 23 miliar atau Rp 377,20 triliun (kurs Rp 16.400) yang diumumkan 4 Maret lalu, CK Hutchison akan menjual 80% Hutchison Port Group kepada BlackRock.

    Aset tersebut terdiri dari 43 pelabuhan peti kemas di 23 negara, termasuk 90% saham di dua pelabuhan Panama yang telah menjadi sasaran kemarahan Presiden AS Donald Trump. Otoritas pelabuhan milik negara Singapura, PSA International, memiliki 20 persen sisanya dari grup tersebut.

    “Ini adalah transaksi yang rumit dan besar dan masih menunggu uji tuntas konfirmasi dan persetujuan peraturan dari lokasi pelabuhan CK Hutchison,” kata Zerlina Zeng dan Zoey Zhou dari firma riset utang CreditSights.

    “Yang dimaksud adalah, semua target penjualan berada di luar China/Hong Kong, dan dengan demikian transaksi tersebut tidak tunduk pada persetujuan regulator China atau otoritas di Hong Kong,” sambung dia.

    Sementara itu, Ta Kung Pao menulis bahwa Terusan Panama akan ‘di-Amerika’kan dengan adanya transaksi tersebut. China khawatir Washington akan menggunakan itu untuk tujuan politik yang membatasi perdagangan China.

    Dilansir dari Nikkei, secara resmi, pemerintah China belum mengomentari penjualan tersebut. Juru bicara kementerian luar negeri negara itu Lin Jian mengatakan pihaknya tidak mengomentari transaksi yang bersifat komersial.

    “Kesepakatan itu murni bersifat komersial dan sama sekali tidak terkait dengan laporan berita politik baru-baru ini mengenai Pelabuhan Panama,” sebut Frank Sixt, co-managing director CK Hutchison.

    Beberapa waktu lalu Trump sempat berjanji mengembalikan kendali di Terusan Panama ke Negeri Paman Sam. Trump yang menjabat kedua kalinya sebagai presiden AS menuding jalur strategis itu dikuasai oleh China.

    (ily/eds)

  • AS Usir Duta Besar Afrika Selatan, Menlu Rubio: Dia Benci Trump!

    AS Usir Duta Besar Afrika Selatan, Menlu Rubio: Dia Benci Trump!

    Washington DC

    Amerika Serikat (AS) mengusir Duta Besar Afrika Selatan, Ebrahim Rasool, dari negara tersebut. Alasannya, Rasool dituding membenci AS dan membenci Presiden Donald Trump.

    Pengusiran Rasool dari AS ini, seperti dilansir AFP, Sabtu (15/3/2025), diumumkan oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Marco Rubio dalam pernyataan via media sosial X pada Jumat (14/3) waktu setempat.

    “Duta Besar Afrika Selatan untuk Amerika Serikat tidak lagi diterima di negara kita yang hebat ini,” tegas Rubio dalam pernyataannya.

    Disebutkan oleh Rubio bahwa Rasool merupakan “politisi yang gemar menghasut tentang ras, yang membenci Amerika dan membenci @POTUS” — merujuk pada sebutan Trump sebagai Presiden AS.

    “Kami tidak memiliki hal untuk dibicarakan dengannya dan oleh karena itu, dia ditetapkan PERSONA NON GRATA,” ucap Rubio dalam pernyataan tersebut.

    Istilah “persona non grata” merupakan istilah bahasa Latin dalam dunia diplomasi yang berarti seseorang tidak diinginkan atau tidak diterima oleh suatu negara. Penetapan ini biasanya dilakukan saat menetapkan sanksi pengusiran terhadap pejabat atau diplomat asing.

    Pengusiran seorang duta besar tergolong langkah yang sangat langka oleh AS.

    Dalam pernyataannya, Rubio menyertakan artikel dari outlet berita konservatif Breitbart yang mengulas soal pernyataan Rassol dalam seminar kebijakan luar negeri pada Jumat (14/3), yang membuatnya dituduh membenci AS dan Trump.

    “Dia (Rasool-red) mengatakan bahwa supremasi kulit putih memotivasi ‘rasa tidak hormat’ Trump terhadap ‘tatanan hegemoni saat ini’ di dunia,” demikian bunyi artikel Breitbart.

    Disebutkan juga bahwa dalam seminar itu, Rasool menyebut gerakan Make America Great Again (MAGA) yang digagas Trump “merupakan respons supremasi kulit putih terhadap keberagaman demografi yang berkembang di Amerika Serikat”.

    Rasool merupakan aktivis anti-apartheid di masa mudanya dan pernah menyampaikan kemarahannya terhadap perang yang dipicu Israel di Jalur Gaza.

    Pengusiran Duta Besar Afrika Selatan ini menjadi perkembangan terbaru dalam meningkatnya ketegangan antara Washington dan Pretoria beberapa waktu terakhir. Pada Februari lalu, Trump membekukan bantuan AS untuk Afrika Selatan, dengan mengutip undang-undang di negara itu yang diklaim olehnya telah memungkinkan tanah dirampas dari para petani kulit putih.

    Pekan lalu, Trump semakin mengobarkan ketegangan dengan mengatakan bahwa para petani Afrika Selatan dipersilakan untuk menetap di AS, setelah mengulangi kembali tuduhannya soal pemerintah Pretoria “menyita” tanah dari orang-orang kulit putih.

    Dalam postingan media sosial Truth Social, Trump menyatakan bahwa “setiap petani (dengan keluarga!) dari Afrika Selatan, yang ingin melarikan diri dari negara itu demi alasan keamanan, akan diundang ke Amerika Serikat dengan jalur cepat menuju Kewarganegaraan”.

    Elon Musk, miliarder AS kelahiran Afrika Selatan dan kini menjadi sekutu dekat Trump, menuduh pemerintahan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa memiliki “undang-undang kepemilikan tanah yang secara terang-terangan rasis”.

    Kepemilikan tanah menjadi isu kontroversial di Afrika Selatan, dengan sebagian besar lahan pertanian masih dimiliki oleh orang-orang kulit putih tiga dekade setelah berakhirnya apartheid dan pemerintah negara itu berada di bawah tekanan untuk melaksanakan reformasi.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Mark Carney Tegaskan Kanada Tak Akan Pernah Jadi Bagian dari AS

    Mark Carney Tegaskan Kanada Tak Akan Pernah Jadi Bagian dari AS

    Jakarta

    Perdana Menteri Kanada, Mark Carney menegaskan Kanada tidak akan pernah menjadi bagian dari Amerika Serikat (AS). Dia menolak ancaman aneksasi Presiden AS, Donald Trump.

    “Kanada tidak akan pernah, tidak akan pernah, dengan cara apa pun, bentuk atau wujud apa pun, menjadi bagian dari Amerika Serikat,” kata Carney setelah mengucap sumpah pelantikan sebagai perdana menteri Kanada dilansir AFP, Sabtu (15/3/2025).

    Dia menyampaikan harapan pemerintahannya dapat menemukan cara “untuk bekerja sama” dengan pemerintahan Trump.

    Seperti diketahui, Mark Carney resmi menjabat sebagai Perdana Menteri Kanada usai membacakan sumpah jabatan. Carney menjadi suksesor Justin Trudeau yang mengundurkan diri setelah satu dekade menjabat.

    Pelantikan berlangsung di Rideau Hall, Ottawa. Carney resmi menjadi PM ke-24 Kanada.

    Seperti tradisi di Kanada, Mark Carney dilantik dalam dua bahasa resmi, Inggris dan Prancis. Carney mengucapkan sumpah setia kepada Raja Charles III, Raja Kanada, serta ahli waris dan penerusnya.

    Carney juga bersumpah untuk menjadi “pelayan yang setia dan sejati bagi Yang Mulia”.

    Pria 60 tahun itu belum pernah memegang jabatan politik sebelumnya. Kemampuan politiknya akan diuji, di mana Kanada akan melakukan pemilihan umum pada tahun ini.

    Carney pernah menjadi seorang bankir investasi di Goldman Sachs sebelum menjabat sebagai gubernur Bank Kanada selama krisis keuangan 2008-2009. Dia juga pernah memimpin Bank Inggris.

    Mark Carney dilantik di tengah tengangnya hubungan Kanada dengan Amerika Serikat (AS). Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif impor yang besar dan mengancam akan mengenakan pungutan lebih lanjut sambil mengklaim bahwa Kanada tidak layak berdiri sendiri dan harus dianeksasi oleh Washington.

    Carney menggambarkan sikap Trump sebagai tantangan paling serius yang dihadapi Kanada dalam satu generasi. Hal itu disampaikan pada pidato usai terpilih menjadi pemimpin Partai Liberal dan menjadi PM Kanada Minggu kemarin.

    “Segala sesuatu dalam hidup saya telah mempersiapkan saya untuk momen ini,” kata Carney pada hari Minggu (9/3) lalu setelah memenangkan pemilihan pemimpin Partai Liberal.

    Dia telah berusaha menampilkan dirinya sebagai orang yang dibangun khusus untuk memimpin suatu negara melalui perang dagang dengan Amerika Serikat, yang dulunya merupakan sekutu terdekat Kanada tetapi sekarang menjadi negara yang menurut Carney “tidak dapat lagi dipercayai Kanada.”

    (dek/dek)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Curiga Ukraina Bakal Mobilisasi Pasukan, Putin Ajukan Syarat Ketat untuk Gencatan Senjata 30 Hari – Halaman all

    Curiga Ukraina Bakal Mobilisasi Pasukan, Putin Ajukan Syarat Ketat untuk Gencatan Senjata 30 Hari – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan kesediaannya untuk menerima usulan gencatan senjata sementara selama 30 hari yang diajukan oleh Amerika Serikat (AS) terkait konflik dengan Ukraina.

    Namun, Putin mengajukan sejumlah syarat sebelum kesepakatan ini dapat diterima.

    Dalam konferensi pers bersama Presiden Belarusia Alexander Lukashenko, Putin menegaskan gencatan senjata harus memberikan solusi untuk akar masalah yang menyebabkan konflik.

    “Idenya sendiri bagus, dan kami mendukungnya, tetapi ada sejumlah masalah yang perlu didiskusikan,” kata Putin, dikutip dari Kyiv Independent.

    Putin mengungkapkan kekhawatirannya bahwa gencatan senjata dapat dimanfaatkan oleh Ukraina untuk memobilisasi pasukan dan menerima pasokan senjata.

    Ia menekankan Rusia akan setuju jika ada jaminan dari Ukraina kalau mereka tidak akan melatih pasukan atau menerima bantuan militer selama periode gencatan senjata.

    Putin juga mempertanyakan siapa yang akan memantau kepatuhan terhadap gencatan senjata.

    “Jika ada pelanggaran dari salah satu pihak, maka bisa memperburuk situasi,” katanya.

    Ia menambahkan pasukan Rusia sedang berusaha memblokir unit-unit besar Angkatan Bersenjata Ukraina di Kursk dan menekankan perlunya perundingan lebih lanjut.

    Respons dari AS dan Ukraina

    Sebelumnya, pada awal Maret 2025, Presiden AS Donald Trump mengusulkan penempatan pasukan perdamaian Eropa di wilayah Ukraina sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata.

    Usulan ini ditolak Rusia karena dianggap sebagai campur tangan NATO.

    Putin lebih memilih untuk membahas masalah ini langsung dengan AS dan mungkin dengan Trump.

    Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan Rusia tampaknya berusaha menunda perdamaian selama mungkin.

    Sebagai bagian dari upaya gencatan senjata, Ukraina setuju untuk menerima gencatan senjata yang diusulkan oleh AS pada Selasa (11/3/2025), dengan syarat Rusia juga melaksanakannya.

    Perundingan ini diharapkan dapat membawa jalan menuju penyelesaian yang lebih permanen dan damai di Ukraina.

    Rusia Kembali Kuasai 70 persen Kursk

    Selain gencatan senjata, situasi di Kursk juga menjadi perhatian internasional.

    Dalam perkembangan lain yang dilaporkan oleh The Guardian, Rusia berhasil merebut kembali sekitar 70 persen wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Ukraina di Kursk.

    Kursk merupakan bagian dari wilayah yang direbut Kyiv selama penyerbuan Ukraina pada Agustus tahun lalu.

    Menurut Institut Studi Perang yang berbasis di Washington, wilayah yang kini dikuasai Rusia sebelumnya dikuasai Ukraina pada minggu-minggu pertama invasi tersebut.

    Saat ini, Ukraina hanya menguasai kurang dari 200 kilometer persegi di Kursk, sebuah penurunan signifikan dari 1.300 kilometer persegi yang mereka kuasai pada puncak serangan.

    Militer Rusia mengonfirmasi bahwa mereka telah mengambil alih sebagian besar wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Ukraina.

    Tentara Ukraina yang berusaha melarikan diri dari Kursk dilaporkan harus berjalan puluhan kilometer untuk kembali ke wilayah Ukraina.

    Itu pun sambil menghindari patroli dan serangan dari pasukan Rusia yang terus menguasai wilayah tersebut.

    Ukraina Bangun Pertahanan Cepat di Kursk

    Pada Kamis (13/3/2025), militer Ukraina berusaha keras membangun garis pertahanan di dekat perbatasan untuk mencegah Rusia memanfaatkan serangan balasan Sudzha sebagai landasan untuk maju ke wilayah timur laut Ukraina.

    Invasi Ukraina ke Kursk sebelumnya dimaksudkan untuk mengalihkan perhatian pasukan Rusia dari bagian lain di Ukraina.

    Selain itu, wilayah yang berhasil direbut di Kursk dipandang sebagai alat tawar-menawar bagi Ukraina.

    Ukraina Perintahkan Evakuasi Wajib di Delapan Desa Dekat Perbatasan Kursk

    Pada Kamis (13/3/2025), Ukraina mengumumkan perintah evakuasi wajib terhadap delapan desa yang terletak di dekat perbatasan dengan wilayah Kursk.

    Pemerintahan militer wilayah Sumy mengungkapkan bahwa keputusan evakuasi tersebut diambil karena “memburuknya situasi operasional di wilayah tersebut” dan “penembakan terus-menerus oleh Rusia.”

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Iran, China, Rusia Keluarkan Pernyataan Bersama: Serukan AS Cabut Sanksi ke Teheran Soal Nuklir – Halaman all

    Iran, China, Rusia Keluarkan Pernyataan Bersama: Serukan AS Cabut Sanksi ke Teheran Soal Nuklir – Halaman all

    Iran, China, Rusia Keluarkan Pernyataan Bersama: Serukan AS Cabut Sanksi ke Teheran Soal Nuklir

    TRIBUNNEWS.COM – Diplomat Iran, Cina dan Rusia mengeluarkan pernyataan bersama hasil pertemuan ketiganya di Beijing pada Jumat (14/3/2025).

    MNA melansir, mereka menyerukan pencabutan “sanksi melanggar hukum” yang dijatuhkan terhadap Iran, menekankan hak Teheran untuk penggunaan energi nuklir secara damai.

    Pertemuan diplomat Iran, China dan Rusia itu berisi pertukaran pandangan tentang program nuklir Iran dan isu-isu internasional lainnya yang menjadi perhatian bersama.

    Dalam pernyataan bersama, mereka menekankan perlunya mencabut semua sanksi sepihak yang melanggar hukum.

    Pertemuan tersebut, yang dipimpin oleh Wakil Menteri Luar Negeri China Ma Zhaoxu, dihadiri oleh Wakil Menteri Luar Negeri Kazem Gharibabadi dan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov.

    China, Rusia, dan Iran mengatakan bahwa pihak-pihak terkait harus berkomitmen untuk mengatasi akar penyebab situasi saat ini dan meninggalkan sanksi, tekanan atau ancaman kekuatan.

    Mereka menekankan kalau dialog berdasarkan “saling menghormati” adalah satu-satunya solusi praktis untuk masalah ini, mendesak “pihak yang relevan untuk menahan diri dari mengambil tindakan yang akan meningkatkan situasi” dan merusak upaya diplomatik.

    DONALD TRUMP – Foto ini diambil pada Kamis (13/3/2025) dari YouTube The White House memperlihatkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berbicara selama konferensi pers setelah pertemuan dengan Taoiseach (Perdana Menteri) Irlandia Micheal Martin di Ruang Oval di Gedung Putih di Washington, DC, AS pada Rabu (12/3/2025). Dalam acara tersebut, Trump sebut tidak ada yang ingin mengusir penduduk Gaza, sebuah pernyataan yang berlawanan dari usulannya pada Februari lalu yang ingin memindahkan penduduk Gaza ke luar negeri. (YouTube The White House)

    Rayuan dan Ancaman Presiden AS Donald Trump

    Pertemuan di Beijing antara ketiga diplomat tersebut menyusul serangkaian pendekatan dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sejak kembalinya kekuasaannya ke Gedung Putih pada bulan Januari.

    Trump menggunakan dua pendekatan, rayuan yang dibarengi ancaman untuk melanjutkan perundingan nuklir dengan Teheran.

    Pada awal minggu ini, Trump mengaku telah mengirim surat kepata Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.

    Dalam surat tersebut, Trump mengatakan menawarkan pembicaraan menuju kesepakatan mengenai program nuklir.

    Menurutnya, negosiasi ini akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik daripada intervensi yang selama ini iya lakukan.

    “Saya berharap Iran, dan saya telah menulis surat kepada mereka yang mengatakan, saya harap Anda akan bernegosiasi karena jika kita harus melakukan intervensi militer, itu akan menjadi hal yang mengerikan bagi mereka,” kata Trump dalam segmen wawancara yang disiarkan pada hari Jumat, dikutip dari Iran International.

    Trump mengklaim kalau negosiasi ini tidak akan menyakiti Iran.

    “Ada dua cara untuk menangani Iran, secara militer atau membuat kesepakatan. Saya lebih suka membuat kesepakatan karena saya tidak ingin menyakiti Iran,” imbuh Trump.

    Presiden AS ini juga mengaku memiliki banyak kenalan di Iran.

    “Mereka orang-orang hebat. Saya kenal banyak orang Iran dari negara ini,” terangnya.

    Trump menambahkan dalam wawancaranya bahwa kesepakatan nuklir akan menjadi kemenangan bagi Iran.

    “Saya pikir mereka ingin mendapatkan surat itu. Alternatif lainnya adalah kita harus melakukan sesuatu, karena kita tidak bisa membiarkan senjata nuklir lain,” katanya.

    Meski banyak orang yang tidak setuju dengan keputusannya, Trump yakin bahwa ini akan membawa kemenangan bagi Iran.

    “Saya tidak yakin semua orang setuju dengan saya. Namun, kita dapat membuat kesepakatan yang sama bagusnya seperti jika Anda menang secara militer,” tambah presiden AS.

    Iran Tak Sudi Diancam

    Presiden Iran Masoud Pezeshkian dengan tegas menolak perundingan soal Nuklir dengan Presiden AS Donald Trump.

    Menurut Pezeshkian, apa yang dilakukan Trump saat ini adalah mengancam agar Iran mau berunding dengannya.

    Pezeshkian mengatakan dirinya tak akan peduli dengan apa yang dilakukan Trump terhadap Iran.

    “Jika Anda mengancam saya, saya tidak akan bernegosiasi, lakukan apa pun yang Anda inginkan,” kata Pezeshkian dalam sebuah acara di Teheran pada hari Selasa (11/3/2025), dikutip dari Anadolu Anjansi.

    Iran semakin marah setelah enam dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB, yaitu AS, Prancis, Yunani, Panama, Korea Selatan, dan Inggris mengadakan pertemuan tertutup minggu ini untuk membahas program nuklirnya. 

    Menurut Iran ini adalah penyalahgunaan Dewan Keamanan PBB.

    Sementara itu, Iran telah lama menegaskan bahwa programnya ditujukan untuk tujuan damai.

    Sejak Trump kembali ke menjabat sebagai Presiden AS, pemerintahannya secara konsisten mengatakan bahwa Iran harus dicegah memperoleh senjata nuklir.

    Sebelumnya, saat Trump pertama kali menjabat sebagai presiden pada tahun 2018, ia menarik diri dari pakta penting yang dicapai Iran pada tahun 2015. 

    Saat itu, Iran mencapai kesepakatan dengan kekuatan dunia, termasuk Amerika Serikat, untuk mengekang program nuklirnya karena kekhawatiran negara itu berpotensi mengembangkan senjata nuklir.

    Iran terus mematuhi kesepakatan tersebut hingga pada tahun 2018.

    Trump secara sepihak menarik kesepakatan tersebut dan menjatuhkan sanksi terhadap Iran.

     

    (oln/mna/*)

  • Bukan AS, Negara Ini Kini Jadi Musuh Nomor Satu Rusia

    Bukan AS, Negara Ini Kini Jadi Musuh Nomor Satu Rusia

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Moskow dan London kembali bersitegang setelah Rusia mengusir dua diplomat Inggris dalam eskalasi ketegangan terbaru antara kedua negara.

    Pengusiran ini menyusul tuduhan spionase dan tudingan Rusia terhadap Inggris sebagai provokator perang di Ukraina, sementara Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump berusaha menengahi konflik antara Rusia dan Ukraina.

    Ketegangan antara Rusia dan Inggris bukanlah hal baru. Dalam sejarah, keduanya telah beberapa kali bersitegang, terutama selama dua abad terakhir. Namun, dengan perang yang masih berkecamuk di Ukraina sejak 2022, hubungan kedua negara memburuk secara signifikan.

    “London hari ini, seperti pada malam sebelum Perang Dunia, kembali menjadi ancaman utama bagi Rusia,” kata SVR, badan intelijen luar negeri Rusia, dilansir Reuters, Jumat (14/3/2025).

    Salah satu pejabat Rusia bahkan menyebut bahwa Inggris telah menjadi kekuatan penghasut utama di antara negara-negara Barat dalam menentang Rusia. Seorang lainnya menyatakan bahwa “Inggris memicu kekacauan dan perang” di Ukraina.

    Tak hanya itu, Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, dituduh memimpin langkah-langkah agresif terhadap Moskow, terutama setelah berulang kali menyerukan dukungan penuh kepada Ukraina dalam konflik yang sedang berlangsung.

    Sementara itu, Presiden Trump berusaha memperbaiki hubungan dengan Rusia dan mencari jalan damai bagi konflik Rusia-Ukraina, tetapi langkah-langkah London dinilai sebagai penghambat perdamaian.

    Perseteruan Panjang Inggris-Rusia

    Rusia telah lama memiliki hubungan yang bergejolak dengan Inggris, yang kini dipandang sebagai musuh utama oleh Moskow. Menurut pernyataan SVR, Inggris memiliki sejarah panjang dalam memprovokasi dan memperkeruh situasi di kawasan Eropa.

    “London hari ini, seperti pada malam sebelum Perang Dunia, kembali menjadi provokator utama perang dan kekacauan,” ujar pihak SVR.

    Mereka menuding Inggris telah berperan dalam menggagalkan berbagai upaya Trump untuk menengahi konflik Rusia-Ukraina.

    Namun, SVR tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai bagaimana Inggris bertindak sebelum pecahnya dua perang dunia. Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada tahun 2022, konflik ini menjadi yang paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia Kedua.

    Di tengah upaya Rusia dan Amerika Serikat di bawah Trump untuk mencari jalan damai, London tetap menjadi suara paling keras dalam mendesak sanksi terhadap Rusia. Banyak pengamat di Rusia menganggap Inggris sebagai penggerak utama sikap keras Barat terhadap Moskow.

    Hubungan yang Makin Memburuk

    Situasi politik yang semakin panas terlihat jelas dalam langkah-langkah terbaru yang diambil kedua negara. Inggris telah mengusir sedikitnya 10 diplomat Rusia sejak awal perang, sementara Rusia menuduh seorang diplomat Inggris terlibat dalam tindakan “permusuhan” yang bertujuan untuk merusak hubungan kedua negara.

    “Tindakan Inggris benar-benar tidak bisa diterima,” kata seorang pejabat senior Rusia. “Mereka bertingkah seolah-olah bisa mengatur segalanya dan hanya menambah bahan bakar ke dalam api konflik ini.”

    Perdana Menteri Keir Starmer juga dikritik oleh tokoh politik Rusia karena dianggap mencoba menghalangi upaya rekonsiliasi yang diinisiasi oleh Donald Trump. Rusia menilai bahwa Inggris memainkan peran sebagai “musuh nomor satu” dengan mempengaruhi kebijakan negara-negara Barat dalam mengambil sikap terhadap Moskow.

    Sanksi dan Ancaman Balasan dari Rusia

    Selain saling mengusir diplomat, ketegangan semakin meningkat setelah keputusan Uni Eropa untuk membekukan aset Rusia.

    Ketua parlemen Rusia dan sekutu dekat Putin, Vyacheslav Volodin, menyinggung perlunya Rusia untuk menarik kembali uangnya dari Inggris.

    “Inggris sudah meraup banyak keuntungan dari Rusia selama bertahun-tahun. Kini saatnya kita mengambil kembali yang menjadi hak kita,” ujar Volodin.

    Sementara itu, perdagangan antara kedua negara juga menurun drastis akibat konflik geopolitik yang berkepanjangan. Data terbaru menunjukkan bahwa personel kedutaan Inggris di Rusia telah berkurang setidaknya 10 orang sejak awal perang, sebagai akibat dari kebijakan tit-for-tat yang saling diambil kedua negara.

    Di tengah perseteruan ini, beberapa perusahaan besar Inggris, termasuk perusahaan farmasi seperti AstraZeneca dan GlaxoSmithKline, masih beroperasi di Rusia, meskipun semakin banyak suara yang mendesak pembatasan bisnis dengan perusahaan asing yang berasal dari negara-negara yang dianggap bermusuhan oleh Moskow.

    Masa Depan Hubungan Inggris-Rusia

    Dengan meningkatnya sentimen anti-Inggris di Rusia, banyak pengamat yang mulai bertanya-tanya apakah hubungan antara kedua negara dapat diperbaiki. Retorika yang muncul di televisi negara Rusia belakangan ini semakin menunjukkan bahwa Inggris dianggap sebagai ancaman.

    Beberapa komentator bahkan menghidupkan kembali ungkapan lama: “The Englishwoman relieves herself on Russia” yang mencerminkan ketidakpercayaan mendalam terhadap niat London terhadap Moskow.

    Sementara itu, ketegangan antara AS dan Uni Eropa juga meningkat setelah pengenaan tarif 25% pada impor baja dan aluminium oleh Washington, yang memicu ancaman “tindakan balasan” dari Uni Eropa terhadap barang impor AS senilai 26 miliar euro.

    Seorang pejabat Uni Eropa menyatakan bahwa negosiasi dengan AS di tahap ini akan sia-sia.

    “Ini tidak akan menjadi diskusi yang produktif,” ujar pejabat tersebut, menyamakan negosiasi ini dengan “meletakkan ikan busuk di atas meja”.

    (luc/luc)

  • Hamas Akan Bebaskan Sandera AS, Siap Lanjut Perundingan Gencatan Senjata

    Hamas Akan Bebaskan Sandera AS, Siap Lanjut Perundingan Gencatan Senjata

    Jakarta

    Hamas mengatakan siap membebaskan sandera Israel-Amerika dan jenazah empat warga negara ganda lainnya setelah militan Palestina dan Israel berkumpul untuk perundingan gencatan senjata di Gaza. Seorang pejabat senior Hamas pada hari Selasa mengatakan putaran baru perundingan telah dimulai di ibu kota Qatar, Doha. Israel juga telah mengirim tim negosiator.

    “Kemarin, delegasi pimpinan Hamas menerima usulan dari mediator persaudaraan untuk melanjutkan perundingan,” kata gerakan Islamis itu dalam sebuah pernyataan, dikutip AFP, Jumat (14/3/2025).

    Dia juga mengatakan Hamas siap membebaskan sandera tentara Israel berkewarganegaraan Amerika. Termasuk empat jenazah yang memegang kewarganegaraan ganda.

    “Termasuk persetujuannya untuk membebaskan tentara Israel Edan Alexander, yang memegang kewarganegaraan Amerika, bersama dengan jenazah empat orang lainnya yang memegang kewarganegaraan ganda,” ucapnya.

    Selama fase awal gencatan senjata yang sudah berlangsung enam minggu, militan membebaskan 33 sandera, termasuk delapan orang yang telah meninggal, sebagai ganti sekitar 1.800 tahanan Palestina yang ditahan di penjara Israel.

    Sebelumnya, pejabat senior Hamas, Taher Al-Nono, yang juga penasihat politik bagi kelompok militan itu, seperti dilansir Reuters, Senin (10/3), mengonfirmasi bahwa pembicaraan langsung yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan Washington berlangsung di Doha, ibu kota Qatar, sepekan terakhir.

    Dia menambahkan bahwa kedua belah pihak juga telah membahas cara-cara untuk menerapkan perjanjian bertahap yang bertujuan untuk mengakhiri perang antara Hamas dan Israel.

    “Kami memberitahu delegasi Amerika bahwa kami tidak menentang pembebasan tahanan (sandera-red) dalam kerangka pembicaraan ini,” ucapnya.

    (idn/dek)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu