kab/kota: Washington

  • Erdogan dan Trump Teleponan Bahas Ukraina-Suriah

    Erdogan dan Trump Teleponan Bahas Ukraina-Suriah

    Ankara

    Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berbicara via telepon dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Minggu (16/3) waktu setempat. Percakapan telepon keduanya membahas soal perang Rusia-Ukraina hingga upaya memulihkan stabilitas di Suriah.

    Kantor kepresidenan Turki dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters, Senin (17/3/2025), mengungkapkan bahwa Erdogan memberitahu Trump jika Ankara mendukung “inisiatif yang tegas dan langsung” untuk mengakhiri perang antara Rusia dan Ukraina.

    Disebutkan juga bahwa Turki akan terus berjuang untuk “perdamaian yang adil dan abadi”.

    Dalam percakapan telepon itu, menurut kantor kepresidenan Turki, Erdogan dan Trump juga membahas soal Suriah yang sedang berupaya memulihkan stabilitas di bawah pemerintahan baru, usai lengsernya rezim mantan Presiden Bashar al-Assad.

    “Pentingnya kontribusi bersama untuk pencabutan sanksi terhadap Suriah guna memulihkan stabilitas, membuat pemerintahan baru berfungsi dan mendukung normalisasi,” sebut kantor kepresidenan Turki soal pembahasan antara kedua kepala negara.

    Lebih lanjut disebutkan bahwa terwujudnya hal-hal tersebut di atas akan memungkinkan warga-warga Suriah yang mengungsi untuk kembali ke negara mereka.

    Tidak hanya itu, menurut kantor kepresidenan Turki, Ankara juga mengharapkan langkah-langkah dari AS terkait perang melawan terorisme, dengan mempertimbangkan kepentingan Turki.

    Dalam pertempuran melawan kelompok radikal Islamic State (ISIS) di Suriah, AS bersekutu dengan milisi Kurdi Suriah yang dianggap kelompok teroris oleh Turki. Otoritas Ankara telah mengkritik keras aliansi Washington itu sebagai pengkhianatan terhadap sekutu NATO.

    Erdogan juga mengatakan perlu untuk mengakhiri sanksi-sanksi terhadap Ankara, menyelesaikan proses pengadaan jet tempur F-16 dan mengizinkan Turki berpartisipasi kembali dalam program jet siluman F-35 untuk mengembangkan kerja sama industri pertahanan kedua negara.

    AS menjatuhkan sanksi terhadap Turki dan menarik negara itu dari program jet siluman F-35 pada tahun 2019, setelah Ankara membeli sistem pertahanan udara S-400 buatan Rusia di masa lalu.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Serangan Udara AS di Yaman Dikecam, Houthi Bertekad Berikan Dukungan Lebih Kuat untuk Gaza – Halaman all

    Serangan Udara AS di Yaman Dikecam, Houthi Bertekad Berikan Dukungan Lebih Kuat untuk Gaza – Halaman all

    Serangan Udara AS di Yaman Dikecam, Sanaa Bertekad Berikan Dukungan Lebih Kuat untuk Gaza

    TRIBUNNEWS.COM- Kepemimpinan politik di Sanaa mengutuk keras serangan udara AS terbaru di Yaman, dan mengecamnya sebagai “kejahatan perang”.

    Serangkaian serangan mematikan menargetkan daerah permukiman di ibu kota dan provinsi lainnya. 

    Serangan tersebut, yang dilaporkan menewaskan sedikitnya 31 orang dan melukai lebih dari 100 orang.

    Digambarkan oleh pejabat Yaman sebagai upaya untuk melindungi Israel di tengah permusuhan yang sedang berlangsung di Gaza.

    Dewan Politik Tertinggi yang dipimpin Houthi di Sanaa menyatakan bahwa serangan itu adalah “agresi Amerika yang nyata” dan bersumpah akan melakukan pembalasan. 

    “Menargetkan warga sipil membuktikan kelemahan AS; ini tidak akan menghalangi kami untuk mendukung Gaza tetapi malah akan meningkatkan situasi menjadi sesuatu yang lebih kuat dan lebih parah,” katanya dalam sebuah pernyataan.

    Biro politik Ansarallah mengatakan serangan itu merupakan respons langsung terhadap dukungan Yaman terhadap Palestina, dan menegaskan kembali bahwa agresi semacam itu tidak akan dibiarkan begitu saja. 

    “Angkatan bersenjata kami sepenuhnya siap menghadapi eskalasi dengan eskalasi,” demikian peringatannya.

    Seorang pejabat senior Yaman mengatakan kepada Al Mayadeen bahwa serangan AS ditujukan untuk “melindungi entitas pendudukan Israel,” dan menuduh Washington memprioritaskan kepentingan Zionis. 

    Sumber tersebut juga menepis pernyataan Presiden AS Donald Trump tentang Yaman sebagai “tidak masuk akal,” dan menegaskan bahwa negara itu tidak akan terintimidasi oleh agresi militer AS.

    Kementerian kesehatan yang dipimpin Houthi mengonfirmasi jatuhnya korban yang meluas, dengan angka terbaru menunjukkan sedikitnya 50 warga sipil tewas atau terluka. 

    Serangan menghantam beberapa lokasi, termasuk wilayah Attan di Sanaa dan Dahyan di Saada, yang dilaporkan menargetkan infrastruktur sipil.

    AS membenarkan serangan udara tersebut sebagai respons atas serangan Yaman terhadap pengiriman barang di Laut Merah, sementara Trump mengklaim bahwa Houthi telah mengancam pasukan dan sekutu AS. 

    “Didanai oleh Iran, para preman Houthi telah menembakkan rudal ke pesawat AS, dan menargetkan Pasukan dan Sekutu kita,” tulis Trump di platform sosial Truth miliknya, seraya menambahkan bahwa “pembajakan, kekerasan, dan terorisme” mereka telah menelan biaya “miliaran dolar” dan membahayakan nyawa.

    Sementara itu, Yaman menegaskan kembali blokadenya terhadap kapal-kapal yang terkait dengan Israel, dengan menyatakan bahwa operasi angkatan lautnya akan terus berlanjut hingga pengepungan Gaza dicabut.

    BBC melaporkan bahwa Inggris tidak berpartisipasi dalam serangan itu tetapi memberikan dukungan pengisian bahan bakar untuk operasi AS.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR

  • Soal Houthi, Iran Ingatkan AS Tak Berhak Dikte Kebijakan Luar Negeri!

    Soal Houthi, Iran Ingatkan AS Tak Berhak Dikte Kebijakan Luar Negeri!

    Teheran

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Abbas Araghchi menegaskan Amerika Serikat (AS) tidak memiliki wewenang untuk mendikte kebijakan luar negeri negaranya, setelah Presiden Donald Trump mendesak Teheran untuk menghentikan dukungan terhadap kelompok Houthi yang bermarkas di Yaman.

    “Pemerintah Amerika Serikat tidak memiliki wewenang, atau urusan, mendikte kebijakan luar negeri Iran,” tegas Araghchi dalam pernyataan via media sosial X, seperti dilansir AFP, Senin (17/3/2025).

    Araghchi, dalam pernyataannya, menyebut masa ketika Washington dalam mendikte kebijakan luar negeri Teheran telah berakhir tahun 1979 silam, ketika Revolusi Islam Iran menggulingkan shah yang didukung Barat.

    Lebih lanjut, Araghchi balik mendesak AS untuk menghentikan “pembunuhan orang-orang Yaman”.

    Araghchi merujuk pada serangan udara AS baru-baru ini yang menargetkan Houthi di Yaman. Otoritas kesehatan Yaman, yang dikuasai Houthi, melaporkan sedikitnya 53 orang, termasuk lima anak-anak, tewas akibat serangan udara AS di wilayah Yaman.

    Ini menjadi operasi militer terbesar AS di kawasan Timur Tengah sejak Presiden Donald Trump menjabat pada Januari lalu.

    Trump dalam pernyataannya pada Sabtu (15/3) mengatakan AS telah melancarkan “tindakan militer yang tegas dan kuat” untuk mengakhiri ancaman terhadap pelayaran di Laut Merah oleh Houthi. Trump juga menuntut agar dukungan Iran terhadap Houthi “harus segera diakhiri”.

    Seorang pejabat Washington, yang enggan disebut namanya, mengatakan kepada Reuters bahwa operasi militer itu mungkin berlanjut selama berminggu-minggu.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baqaei, dalam pernyataan terpisah, “mengutuk keras serangan udara brutal oleh AS” dan menyebut serangan itu sebagai “pelanggaran berat terhadap prinsip-prinsip Piagam PBB”.

    Houthi yang menguasai sebagian besar wilayah Yaman selama lebih dari satu dekade terakhir, merupakan bagian dari “poros perlawanan” yang pro-Iran dan melawan Israel serta AS. Houthi menyerang Israel dan jalur pelayaran internasional Laut Merah sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza.

    Sementara itu, kepala Garda Revolusi Iran Hossein Salami menegaskan: “Iran tidak akan mengobarkan perang, tetapi jika ada yang mengancam, Iran akan memberikan tanggapan yang tepat, tegas dan konklusif.”

    Dia menyebut Houthi sebagai “perwakilan rakyat Yaman” dan menyatakan bahwa kelompok itu membuat “keputusan strategis dan operasional” secara independen.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • AS Bersumpah Serang Terus Houthi hingga Serangan ke Kapal-kapal Disetop

    AS Bersumpah Serang Terus Houthi hingga Serangan ke Kapal-kapal Disetop

    Washington DC

    Amerika Serikat (AS) bersumpah akan terus menyerang Houthi yang bermarkas di Yaman, hingga kelompok yang didukung Iran itu menghentikan serangan terhadap kapal-kapal yang melintasi jalur pelayaran internasional di Laut Merah dan sekitarnya.

    Penegasan itu disampaikan Menteri Pertahanan (Menhan) AS Pete Hegseth, seperti dilansir Al Arabiya, Senin (17/3/2025), setelah Houthi mengisyaratkan akan meningkatkan serangan sebagai respons atas serangan mematikan AS baru-baru ini.

    Serangan udara AS yang menargetkan Houthi dilaporkan menewaskan sedikitnya 53 orang, termasuk lima anak-anak, di wilayah Yaman. Ini menjadi operasi militer terbesar AS di kawasan Timur Tengah sejak Presiden Donald Trump menjabat pada Januari lalu.

    Seorang pejabat Washington, yang enggan disebut namanya, mengatakan kepada Reuters bahwa operasi militer itu mungkin berlanjut selama berminggu-minggu.

    “Begitu Houthi mengatakan ‘kami akan berhenti menembaki kapal-kapal Anda, kami akan berhenti menembaki drone-drone Anda’, operasi (militer) ini akan berakhir. Tetapi sampai saat itu tiba, operasi ini tidak akan pernah berhenti,” tegas Hegseth saat berbicara dalam program Fox News “Sunday Morning Futures”.

    “Ini tentang menghentikan penembakan terhadap aset-aset … di jalur perairan yang penting itu, untuk membuka kembali kebebasan navigasi, yang merupakan kepentingan nasional inti dari Amerika Serikat, dan Iran telah terlalu lama mendukung Houthi. Mereka sebaiknya mundur,” ujarnya.

    Dalam tanggapannya, biro politik Houthi menggambarkan serangan AS sebagai “kejahatan perang” dan mengatakan bahwa pasukan Houthi siap untuk “menghadapi eskalasi dengan eskalasi”.

    Juru bicara Houthi mengatakan pada Minggu (16/3) waktu setempat, tanpa memberikan bukti, bahwa kelompok mereka menargetkan kapal induk AS USS Harry S Truman dan kapal perang AS lainnya di Laut Merah dengan sejumlah rudal balistik dan drone untuk merespons serangan Washington.

    Namun klaim Houthi itu dibantah oleh seorang pejabat pertahanan AS, yang tidak bersedia disebut namanya saat berbicara kepada Reuters. Pejabat AS itu mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui adanya serangan Houthi terhadap USS Harry S Truman.

    Serangan udara AS terhadap Houthi di Yaman itu dilancarkan setelah pekan lalu, kelompok itu mengumumkan akan melanjutkan serangan terhadap kapal-kapal Israel yang melintasi Laut Merah, jika Tel Aviv tidak mencabut blokade bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.

    Laporan warga Sanaa, ibu kota Yaman, menyebut serangan udara AS menghantam area yang dikenal sebagai tempat tinggal beberapa anggota pimpinan Houthi. Serangan-serangan udara lainnya menargetkan posisi-posisi militer Houthi di kota Taiz dan pembangkit listrik di kota Dahyan, yang memicu pemadaman listrik.

    Dahyan merupakan kota yang menjadi tempat pemimpin Houthi, Abdul Malik al-Houthi, yang misterius sering melakukan pertemuan dengan para pendukungnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Diingatkan Trump untuk Setop Dukung Houthi, Iran Ancam Lakukan Ini!

    Diingatkan Trump untuk Setop Dukung Houthi, Iran Ancam Lakukan Ini!

    Jakarta

    Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) mengancam akan memberikan respons “tegas” terhadap serangan apa pun. Ini disampaikan setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memerintahkan serangkaian serangan udara terhadap Houthi dan memperingatkan Teheran agar berhenti mendukung kelompok militan yang berbasis di Yaman tersebut.

    Sebelumnya pada hari Sabtu (15/3) lalu, Trump mengatakan Amerika Serikat telah meluncurkan “tindakan militer yang tegas dan kuat” untuk mengakhiri ancaman Houthi terhadap kapal-kapal pengiriman di Laut Merah. Trump juga memperingatkan agar dukungan Iran terhadap Houthi “harus segera diakhiri.” Seorang pejabat kesehatan Houthi mengatakan serangan AS tersebut telah menewaskan 31 orang.

    Dilansir Al Arabiya dan AFP, Senin (17/3/2025), dalam pidato yang disiarkan televisi pada hari Minggu (16/3), Kepala IRGC, Hossein Salami mengecam ancaman Trump tersebut, dengan menambahkan bahwa “Iran tidak akan berperang, tetapi jika ada yang mengancam, Iran akan memberikan respons yang tepat, tegas, dan konklusif.”

    Komandan tersebut menyebut Houthi sebagai “perwakilan Yaman,” dan menambahkan bahwa kelompok tersebut membuat “keputusan strategis dan operasional” secara independen.

    Sebelumnya pada bulan Januari 2020, selama masa jabatan pertama Trump sebagai presiden, militer AS menewaskan komandan pasukan operasi luar negeri IRGC, Qassem Soleimani, dalam serangan drone di Baghdad, ibu kota Irak.

    Beberapa hari kemudian, Iran membalas dengan menembakkan rudal ke pangkalan-pangkalan di Irak yang menampung pasukan Amerika dan pasukan koalisi lainnya. Tidak ada personel AS yang tewas, tetapi Washington mengatakan puluhan orang menderita cedera otak traumatis.

    Sebelumnya pada hari Minggu (16/3) lalu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Esmaeil Baqaei “mengutuk keras serangan udara brutal oleh AS” dalam sebuah pernyataan, mengecamnya sebagai “pelanggaran berat terhadap prinsip-prinsip Piagam PBB.”

    Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi kemudian mengatakan bahwa Washington “tidak memiliki wewenang” untuk mendikte kebijakan luar negeri Republik Islam tersebut.

    “Pemerintah Amerika Serikat tidak memiliki wewenang, atau urusan, untuk mendikte kebijakan luar negeri Iran,” kata Menlu Iran tersebut dalam postingan di media sosial X, sambil mendesak Amerika Serikat untuk menghentikan “pembunuhan orang-orang Yaman.”

    Araghchi mengatakan masa ketika Washington dapat mendikte kebijakan luar negeri Teheran berakhir pada tahun 1979, ketika revolusi Islam menggulingkan Shah yang didukung Barat.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Serangan Udara AS di Yaman Dikecam, Houthi Bertekad Berikan Dukungan Lebih Kuat untuk Gaza – Halaman all

    As Mengebom Sanaa, Trump Ancam Akan ‘Menjatuhkan Neraka’ di Yaman karena Dukungannya Terhadap Gaza – Halaman all

    As Mengebom Sanaa Sementara Trump Mengancam Akan ‘Menjatuhkan Neraka’ Di Yaman Atas Dukungannya Terhadap Gaza

    TRIBUNNEWS.COM- Pesawat tempur AS dan Inggris melancarkan serangan udara baru terhadap lingkungan permukiman di distrik Shuaab, ibu kota Yaman, Sanaa, pada akhir 15 Maret, menewaskan sedikitnya sembilan warga sipil dan melukai beberapa lainnya.

    Serangan baru ini menyusul pelonggaran pembatasan yang dilakukan Washington terhadap komandan AS untuk mengizinkan serangan udara dan operasi khusus di luar medan perang konvensional, sehingga memperluas pilihan target.

    “Ledakan itu dahsyat dan mengguncang lingkungan sekitar seperti gempa bumi. Wanita dan anak-anak kami ketakutan,” kata seorang warga setempat kepada Reuters .

    “Para pejuang pemberani kita saat ini tengah melancarkan serangan udara terhadap markas, pemimpin, dan sistem pertahanan rudal para pejuang untuk melindungi aset pengiriman, udara, dan laut Amerika, serta memulihkan Kebebasan Bernavigasi,” kata Presiden AS Donald Trump dalam sebuah unggahan di media sosial setelah serangan tersebut. 

     

     

     

    “Tidak ada kekuatan pejuang yang akan menghentikan kapal-kapal komersial dan angkatan laut Amerika untuk berlayar bebas di Perairan Dunia,” imbuh Trump. Dalam postingannya, presiden AS juga mengancam Iran, menuntut negara itu berhenti memberikan dukungan bagi gerakan perlawanan Ansarallah yang berkuasa. 

    “Serangan ini [di Yaman] merupakan peringatan bagi Iran, yang mendukung Yaman dan Houthi. Kami tidak akan menoleransi serangan Houthi terhadap tentara, kapal, dan pesawat kami,” kata Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth.

    Serangan tengah malam itu menandai serangan udara pertama Barat yang menghantam Yaman sejak kesepakatan gencatan senjata Gaza mulai berlaku pada bulan Januari. Serangan itu juga terjadi beberapa hari setelah Trump menambahkan kembali Ansarallah ke dalam daftar Organisasi Teroris Asing (FTO).

    Awal minggu ini, Angkatan Bersenjata Yaman (YAF) mengumumkan pemberlakuan kembali larangan bagi semua kapal Israel yang melewati area operasional yang ditentukan di Laut Merah, Laut Arab, Selat Bab al-Mandab, dan Teluk Aden, menyusul berakhirnya batas waktu yang ditetapkan oleh pemimpin Ansarallah Abdul Malik al-Houthi bagi Israel untuk mengizinkan bantuan masuk ke Gaza.

    “Setiap kapal Israel yang mencoba melanggar larangan ini akan menjadi sasaran di wilayah operasi yang dinyatakan. Larangan ini akan berlanjut hingga penyeberangan ke Jalur Gaza dibuka kembali dan bantuan, makanan, dan pasokan obat-obatan diizinkan masuk,” tegas pernyataan YAF.

    Upaya Sanaa untuk menghentikan genosida AS-Israel di Gaza memicu perang ilegal yang diprakarsai oleh Washington dan London pada Januari 2024, yang mengakibatkan ratusan serangan udara di negara termiskin di dunia Arab itu.

    Meskipun ada serangan dari pihak barat, Angkatan Udara Yaman tidak gentar dalam operasi militer mereka dan berhasil memaksa beberapa kapal induk AS dan kapal perang Eropa keluar dari Laut Merah. Negara itu juga telah menembak jatuh 15 pesawat nirawak MQ-9 Reaper milik AS.

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • Trump Hentikan Pendanaan Media Kondang AS VOA, 1.300 Karyawan Dirumahkan Laptop Ikut Disita – Halaman all

    Trump Hentikan Pendanaan Media Kondang AS VOA, 1.300 Karyawan Dirumahkan Laptop Ikut Disita – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump kembali merilis kebijakan kontroversial. Ia memangkas total pendanaan untuk media AS yang didanai pemerintah per Sabtu (15/3/2025).

    Informasi tersebut mencuat usai Kari Lake, penasihat senior yang ditunjuk Trump mengunggah pemberitahuan di platform X agar karyawan US Agency for Global Media yang menaungi Voice of America (VOA) memeriksa surat elektronik mereka.

    Dalam sebuah video pendek yang diunggah di platform X, Kari Lake menjelaskan bahwa pemerintah Trump saat ini tengah menggelar  pemangkasan dana, menargetkan program prodemokrasi lainnya yang didanai pemerintah.

    Lake menilai pemangkasan anggaran dilakukan karena lembaga-lembaga pemerintah, termasuk Badan Media Global AS dianggap sebagai pemborosan anggaran negara.

    Dengan melakukan pemotongan dana, bertujuan untuk memastikan pajak rakyat tidak lagi digunakan untuk propaganda radikal.

    Imbas kebijakan ini media massa kondang AS Voice of America (VOA) ikut terdampak, bahkan akibat pemangkasan anggaran yang dilakukan Trump, portal berita menyiarkan berita berbahasa Spanyol ke Kuba melalui TV dan Radio Marti ini harus memberhentikan 1.300 karyawan.

    Tak sampai disitu, para karyawan juga dilarang menggunakan fasilitas Agency for Global Media serta diminta mengembalikan perangkat kerja seperti ponsel dan laptop.

    Hal tersebut juga dibenarkan Direktur VOA Michael Abramowitz, ia mengungkap bahwa seluruh karyawan VOA, termasuk dirinya telah dirumahkan sementara akibat keputusan Trump.

    “Saya sangat sedih karena untuk pertama kalinya dalam 83 tahun, Voice of America yang tersohor itu dibungkam,” kata Direktur VOA, Michael Abramowitz, dalam pernyataan yang diunggah di akun Facebook pribadinya, dikutip dari Reuters, Minggu(16/3/2025).

    Ia mengakui bahwa VOA memang membutuhkan reformasi agar lebih baik. Namun, menurutnya, keputusan Trump memangkas anggaran justru menghambat misi VOA dalam menyampaikan berita dan program budaya kepada dunia.

    “VOA memang membutuhkan reformasi yang matang, dan kami telah membuat kemajuan ke arah itu. Namun, tindakan hari ini akan membuat VOA tidak dapat menjalankan misinya yang sangat penting,” ujar Abramowitz.

    Meski pemecatan ini berpotensi memicu gelombang pengangguran, namun dalam surat pemberitahuan yang dirilis kepada karyawan Gedung Putih menyatakan bahwa mereka akan tetap memberikan gaji dan tunjangan kepada karyawan terdampak hingga ada pemberitahuan lebih lanjut.

    Merespon keputusan terbaru Trump yang memicu gelombang pemecatan di VOA, mantan Kepala Keuangan Badan Media Global AS, Grant Turnet, menyebut keputusan pemberhentian karyawan VOA ini sebagai ‘Sabtu Berdarah’ bagi lembaga pers dan jaringannya.

    Turnet juga menyoroti bahwa keputusan ini berpotensi menghambat penyebaran berita, informasi, dan nilai-nilai Amerika ke seluruh dunia.

    Pernyataan ini dilontarkan lantaran pemangkasan anggaran negara tak hanya berpengaruh terhadap pembekuan media VOA.

    Namun juga berpotensi mengakhiri kontrak pemerintah dengan lembaga penyiaran internasional swasta yang didanai, seperti Radio Free Europe/Radio Liberty, Radio Free Asia, dan Middle East Broadcasting Networks.

    “Voice of America telah menjadi aset tak ternilai bagi Amerika Serikat, memainkan peran penting dalam perang melawan komunisme, fasisme, dan penindasan, serta dalam perjuangan untuk kebebasan dan demokrasi di seluruh dunia,” ujar Turnet​.

    “Butuh waktu puluhan tahun untuk membangun niat baik ini dan audiensi ratusan juta orang setiap minggu. Namun melihat pembakar membakar semuanya sungguh mengerikan,” imbuhnya.

    Senada dengan yang lainnya, kelompok advokasi Reporters Without Borders mengecam keputusan Trump, dengan mengatakan bahwa hal itu mengancam kebebasan pers di seluruh dunia dan meniadakan 80 tahun sejarah Amerika dalam mendukung arus informasi yang bebas.

  • Proyek Yerusalem Raya Israel: Pencaplokan Tepi Barat Meluas, Zionis Jegal Negara Palestina Merdeka – Halaman all

    Proyek Yerusalem Raya Israel: Pencaplokan Tepi Barat Meluas, Zionis Jegal Negara Palestina Merdeka – Halaman all

    Proyek Yerusalem Raya Israel: Pencaplokan di Tepi Barat Meluas, Zionis Jegal Negara Palestina Merdeka
     
     
    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Israel dilaporkan mempercepat Proyek “Yerusalem Raya” alias Greater Jerusalem.

    Proyek Yerusalem Raya ini, dikutip dari Khaberni, Minggu (15/3/2025) bertujuan mencaplok blok-blok permukiman di sekitar Yerusalem, yang dikenal sebagai “permukiman lingkar,” sehingga memberikan wilayah geografis yang lebih luas kepada para pemukim Israel. 

    “Proposal ini, yang diajukan oleh anggota Knesset Israel, bertujuan untuk memperluas batas kota Yerusalem agar mencakup permukiman Israel di Tepi Barat,” tulis laporan tersebut menjelaskan pencaplokan Israel terhadap wilayah-wilayah warga Palestina.

    Jegal Negara Palestina Merdeka

    Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Palestina, pada awal Maret ini telah memperingatkan kalau rezim pendudukan Israel berupaya untuk lebih memajukan rencana aneksasinya di Tepi Barat, dan merampas sebagian besar tanah di wilayah yang diduduki.

    Kementerian tersebut, dalam sebuah pernyataan, mengecam pertimbangan oleh apa yang disebut Komite Menteri untuk Legislasi Israel mengenai perampasan tanah di Tepi Barat di bawah apa yang disebut proyek “Yerusalem Raya”, dan niatnya untuk mengajukan rencana tersebut untuk disetujui oleh Knesset (Parlemen Israel).

    Kementerian tersebut menggambarkan tindakan tersebut sebagai kejahatan besar yang bertujuan untuk memajukan kebijakan aneksasi rezim Tel Aviv, pemindahan paksa penduduk Palestina, dan penghancuran fondasi penting kehidupan di Tepi Barat yang diduduki.

    “Akibatnya, prospek apa pun untuk pembentukan negara Palestina yang berdaulat dan independen, menjadi rusak,” tulis ulasan radiohc.

    Kementerian Palestina ini kemudian menyerukan tindakan internasional yang serius untuk mencegah pelaksanaan rencana ini, dengan memperingatkan dampaknya yang menghancurkan terhadap peluang penyelesaian konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung puluhan tahun melalui cara damai.

    Israel telah melancarkan agresi baru di Tepi Barat yang diduduki.

    Dikenal dengan nama Operasi Tembok Besi, agresi militer Israe (IDF) ini mengerahkan tank dan menggusur puluhan ribu warga Palestina dari rumah mereka sebagai langkah awal aneksasi paksa.

    HANCURKAN INFRASTRUKTUR – Pasukan pendudukan Israel melakukan penghancuran infrastruktur jalan dan vandalisme serta perusakan properti warga Palestina di Tepi Barat. (khaberni)

    Segera Caplok Tepi Barat

    Menurut jurnalis investigasi Amerika Serikat (AS), Seymour Hersh, mengutip seorang pejabat di Washington, Israel akan segera secara resmi mencaplok Tepi Barat, yang diduduki secara ilegal pada tahun 1967.

    Hal ini terjadi setelah menteri sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich baru-baru ini menyerukan aneksasi penuh Tepi Barat dan Jalur Gaza.

    Smotrich, yang memiliki sejarah panjang dalam membuat komentar yang memicu kemarahan dan memprovokasi warga Palestina, mengulangi usulannya untuk memperluas permukiman Israel di Tepi Barat dan wilayah pendudukan lainnya.

    Mahmoud Mardawi, pejabat senior gerakan perlawanan Palestina Hamas, telah memperingatkan rencana Israel untuk mencaplok Tepi Barat dan mengusir warga Palestina dari desa-desa mereka.

    Israel telah meningkatkan agresinya terhadap warga Palestina di seluruh Tepi Barat sejak 7 Oktober tahun lalu, ketika melancarkan perang genosida terhadap Jalur Gaza.

    Ratusan warga Palestina telah terbunuh dan ribuan lainnya terluka oleh pemukim atau pasukan Israel di seluruh wilayah yang diduduki sejak dimulainya perang.

    Lebih dari 700.000 warga Israel tinggal di lebih dari 230 permukiman yang dibangun sejak pendudukan Israel tahun 1967 di Tepi Barat dan al-Quds Timur.

    Masyarakat internasional memandang permukiman tersebut ilegal menurut hukum internasional dan Konvensi Jenewa karena pembangunannya di wilayah yang diduduki.

     

    (oln/khbrn/rcu/*)

     
     
     

  • Trump Bekukan Media yang Didanai Pemerintah AS, Termasuk Voice of America

    Trump Bekukan Media yang Didanai Pemerintah AS, Termasuk Voice of America

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberi cuti kepada jurnalis di Voice of America dan lembaga penyiaran lain yang didanai AS. Dia tiba-tiba membekukan media yang telah berdiri selama puluhan tahun yang telah lama dianggap penting untuk melawan serangan informasi Rusia dan China.

    Dilansir AFP, Minggu (16/3/2025), ratusan staf di VOA, Radio Free Asia, Radio Free Europe, dan media lain menerima email akhir pekan yang isinya menyatakan mereka akan dilarang masuk ke kantor dan harus menyerahkan kartu pers serta perlengkapan yang disediakan kantor.

    Trump, yang telah mengecam keras badan bantuan global AS dan Departemen Pendidikan, pada hari Jumat mengeluarkan perintah eksekutif yang mencantumkan Badan Media Global AS sebagai salah satu ‘elemen birokrasi federal yang telah ditetapkan presiden sebagai tidak diperlukan’.

    Pendukung Trump yang bersemangat dan ditugaskan memimpin badan media tersebut, Kari Lake, mengatakan dalam email kepada media tersebut bahwa uang hibah federal tidak lagi melaksanakan prioritas badan tersebut. Gedung Putih mengatakan pemotongan itu dilakukan agar para pembayar pajak tidak lagi terikat pada ‘propaganda radikal’ yang menandai perubahan nada dramatis terhadap jaringan media dengan tujuan memperluas pengaruh AS di luar negeri.

    Pejabat pers Gedung Putih Harrison Fields menulis ‘selamat tinggal’ di X dalam 20 bahasa, sebuah sindiran terhadap liputan multibahasa media tersebut. Direktur VOA Michael Abramowitz mengatakan dia termasuk di antara 1.300 staf yang diberhentikan pada hari Sabtu (15/3).

    “VOA membutuhkan reformasi yang matang, dan kami telah membuat kemajuan dalam hal itu. Namun tindakan hari ini akan membuat Voice of America tidak dapat melaksanakan misi vitalnya,” katanya di Facebook yang mencatat bahwa liputannya — dalam 48 bahasa — telah menjangkau 360 juta orang setiap minggu.

    “Para ayatollah Iran, pemimpin komunis China, dan para otokrat di Moskow dan Minsk akan merayakan kehancuran RFE/RL setelah 75 tahun,” kata pemimpin RFE, Stephen Capus, dalam sebuah pernyataan.

    Media yang didanai AS telah mengubah orientasi mereka sejak berakhirnya Perang Dingin, dengan menghentikan sebagian besar program yang ditujukan untuk negara-negara Eropa Tengah dan Timur yang baru demokratis dan berfokus pada Rusia dan China. Media yang didanai negara China telah memperluas jangkauan mereka secara tajam selama dekade terakhir, termasuk dengan menawarkan layanan gratis kepada outlet di negara-negara berkembang yang seharusnya membayar kantor berita Barat.

    Kebijakan tersebut telah membuat marah beberapa orang di sekitar Trump, yang telah lama mencela media dan menyarankan agar outlet yang didanai pemerintah mempromosikan kebijakannya. Langkah untuk mengakhiri media yang didanai AS kemungkinan akan menghadapi tantangan, seperti pemotongan besar-besaran Trump lainnya.

    Kongres, bukan presiden, memiliki kekuasaan konstitusional atas keuangan dan Radio Free Asia khususnya telah menikmati dukungan bipartisan di masa lalu. Selain itu, kelompok advokasi Reporters Without Borders mengecam keputusan tersebut dengan mengatakan bahwa hal itu mengancam kebebasan pers di seluruh dunia dan meniadakan 80 tahun sejarah Amerika dalam mendukung arus informasi yang bebas.

    Gregory Meeks, politikus Demokrat tingkat atas di Komite Urusan Luar Negeri DPR, dan anggota kongres senior Demokrat Lois Frankel mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama bahwa langkah Trump akan menyebabkan kerusakan yang bertahan lama pada upaya AS untuk melawan propaganda di seluruh dunia. Seorang karyawan VOA, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, menggambarkan pesan hari Sabtu sebagai ‘contoh sempurna dari kekacauan dan sifat proses yang tidak siap’ dengan staf VOA berasumsi bahwa program yang dijadwalkan dibatalkan tetapi tidak diberitahu secara langsung.

    Seorang karyawan Radio Free Asia berkata hal ini bukan hanya tentang kehilangan penghasilan.

    “Kami memiliki staf dan kontraktor yang takut akan keselamatan mereka. Kami memiliki wartawan yang bekerja di bawah radar di negara-negara otoriter di Asia. Kami memiliki staf di AS yang takut dideportasi jika visa kerja mereka tidak berlaku lagi. Melenyapkan kami dengan goresan pena sungguh mengerikan,” ujar staf tersebut.

    (haf/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pasar Cemas Tunggu Keputusan Bank Sentral Global di tengah Kebijakan Dagang Trump

    Pasar Cemas Tunggu Keputusan Bank Sentral Global di tengah Kebijakan Dagang Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Pasar diliputi rasa cemas menunggu dan melihat keputusan yang akan lahir dari bank-bank sentral, termasuk AS dan Indonesia, pada pekan ketiga Maret, di tengah penilaian kolektif pertama mereka tentang bagaimana kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump berdampak pada ekonomi dunia.

    Melansir dari Bloomberg, Minggu (16/3/2025), para pejabat dari Washington hingga London dan Tokyo telah menetapkan suku bunga acuan satu kali sejak presiden AS memasuki Gedung Putih pada bulan Januari, keputusan-keputusan tersebut didahului oleh eskalasi yang nyata dalam retorika dan tindakannya terhadap negara-negara tetangga, sekutu, dan pesaingnya.

    Dengan tarif global yang kini diberlakukan untuk baja dan aluminium, dan dengan Kanada, China, dan Uni Eropa yang semakin menderita akibat kemarahan Trump, ancaman yang belum terealisasi beberapa minggu yang lalu kini telah muncul sebagai penghalang besar bagi perdagangan.  

    Para gubernur bank sentral yang berjuang untuk mengukur apakah dampaknya akan lebih besar pada pertumbuhan atau inflasi, mungkin memilih untuk tidak melakukan apa-apa untuk saat ini. 

    Kekhawatiran baru mengenai potensi resesi AS yang mencengkeram Wall Street pada minggu lalu mungkin tidak akan memacu Federal Reserve/ The Fed untuk memberikan pelonggaran lebih lanjut untuk saat ini, dan suku bunga yang tidak berubah juga merupakan hasil yang paling mungkin terjadi pada pertemuan-pertemuan di Jepang, Inggris, dan Swedia. Sementara para pejabat di Afrika Selatan, Rusia, dan Indonesia kemungkinan akan mengikutinya. 

    Adapun, beberapa negara lainnya mungkin akan segera bertindak untuk menghadapi risiko-risiko yang mendesak – sambil menilai dengan hati-hati gelombang kejutan dari tindakan Trump. 

    Di Brasil, misalnya, bank sentral secara luas diantisipasi untuk menaikkan suku bunga acuan lagi untuk melawan inflasi yang meningkat. 

    Ekonom Bloomberg Anna Wong dan Chris G. Collins melihat bahkan ketika kepercayaan konsumen dan bisnis memburuk dengan cepat, tingkat kebebasan The Fed untuk menurunkan suku bunga dibatasi oleh indikator-indikator yang menunjukkan lonjakan ekspektasi inflasi. 

    “Dengan tidak adanya ‘Trump Put,’ keengganan The Fed untuk memangkas, setidaknya untuk menawarkan ‘Fed Put’ kepada pasar, dapat mendorong penurunan sentimen menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar getaran,” ujarnya. 

    Secara keseluruhan, para pejabat yang bertanggung jawab atas setengah dari 10 mata uang yang paling banyak diperdagangkan di dunia, bersama dengan rekan-rekan G20 lainnya, siap untuk menetapkan suku bunga dalam beberapa hari mendatang.

    Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde pada hari Rabu menggambarkan tantangan yang dihadapi oleh banyak mitra global. 

    Dengan lembaganya sendiri yang baru-baru ini tidak memberikan sinyal mengenai langkah selanjutnya karena berhati-hati dengan kondisi yang ada, ia mengatakan bahwa tugas pembuatan kebijakan moneter semakin sulit.

    “Tingkat ketidakpastian yang kita hadapi sangat tinggi. Mempertahankan stabilitas di era baru akan menjadi tugas yang berat,” kata Lagarde.