kab/kota: Washington

  • Tarif Trump Bikin China dan Eropa Panik Pindahkan Lapak

    Tarif Trump Bikin China dan Eropa Panik Pindahkan Lapak

    Jakarta

    “Pengurangan risiko, diversifikasi, dan mengarahkan ulang lokasi perdagangan” adalah sebuah mantra yang dahulu ditujukan untuk melawan cengkeraman Cina yang semakin kuat dalam perdagangan global.. Namun kini mantra itu justru digunakan untuk menghadapi Amerika Serikat.

    Kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump, yang kini mencapai angka mencengangkan sebesar 125% terhadap barang-barang buatan Cina, telah mengguncang pasar keuangan, mulai dari Sydney, Australia, hingga Sao Paolo, Brasil.

    Karena banyak barang Cina diproduksi khusus untuk pasar Amerika Serikat, para ekonom khawatir bahwa Cina akan kesulitan untuk menjual barang-barang tersebut ke konsumen domestik.

    Sebagai gantinya, Beijing tengah menata ulang strategi ekspornya, mengutamakan mitra dagang global lain demi meredam pukulan akibat menurunnya ekspor ke Amerika Serikat.

    Diana Choyleva, pendiri sekaligus kepala ekonom di Enodo Economics, sebuah lembaga riset berbasis di London, Inggris, yang berfokus pada Cina, meyakini bahwa Beijing akan berupaya meningkatkan ekspor ke negara-negara tetangganya di kawasan, termasuk mereka yang secara historis pernah berselisih.

    Cina mencoba merajut kembali hubungan dengan musuh lama

    “Pemulihan dialog ekonomi Beijing dengan Jepang baru-baru ini — yang pertama kali setelah enam tahun — dan Korea Selatan menunjukkan bahwa kekuatan-kekuatan regional tengah menilai ulang hubungan mereka sebagai respons terhadap ketidakpastian yang disebabkan oleh kebijakan perdagangan Amerika Serikat,” ujar Choyleva kepada DW.

    “Meskipun Seoul membantah klaim media negara Cina tentang ‘respons bersama’ terhadap tarif AS, dimulainya kembali kerja sama ekonomi trilateral setelah bertahun-tahun hubungan yang tegang menunjukkan titik balik yang strategis,” imbuhnya.

    “[Para produsen Cina] akan mencari celah-celah kesempatan di Asia Tenggara yang sebelumnya mungkin tidak mereka investasikan waktu, tenaga dan uang di masa lalu karena mereka memiliki pasar Amerika yang menguntungkan yang menyerap semua yang mereka produksi,” ujar Kepala Kebijakan Perdagangan Hinrich Foundation yang bermarkas di Singapura, Deborah Elms.

    Eropa pun perlu mendiversifikasi perdagangan

    Meskipun diberi jeda selama 90 hari, Uni Eropa menghadapi ancaman tarif baru sebesar 20% terhadap ekspor senilai hingga €380 miliar ke Amerika Serikat.

    Para pengambil kebijakan di Brussels. Belgia, kini tengah menimbang langkah serupa seperti yang dilakukan Cina. Uni Eropa menyatakan rencananya untuk menjalin kerja sama dengan negara-negara di kawasan Indo-Pasifik dan Selatan Global sebagai upaya menghadapi proteksionisme Amerika.

    Dalam kunjungan tiga harinya ke Vietnam pekan ini, Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez menegaskan bahwa Eropa harus menjelajahi pasar-pasar baru dan menyatakan bahwa pemerintahnya “sangat berkomitmen” untuk membuka Spanyol dan Eropa bagi lebih banyak perdagangan dengan Asia Tenggara.

    Namun analis kebijakan dari European Policy Centre (EPC), Varg Folkman, memperingatkan bahwa Eropa akan kesulitan menggantikan pasar ekspor lintas-Atlantik dengan pasar lain, karena ekonomi Amerika Serikat “lebih besar dan lebih makmur.”

    Folkman mencatat adanya “perlawanan kuat” di antara negara-negara anggota Uni Eropa terhadap perjanjian dagang baru, dan menyoroti kewaspadaan Prancis dalam membuka sektor pertaniannya terhadap Brasil dan Argentina dalam kesepakatan dagang Uni Eropa dengan Mercosur, blok regional Amerika Selatan.

    Kesepakatan tersebut memakan waktu 25 tahun untuk dinegosiasikan, namun hingga kini belum juga diratifikasi.

    “Perjanjian perdagangan memang kontroversial,” katanya kepada DW. “Mungkin akan sangat sulit untuk menerapkan yang baru, meskipun dengan urgensi yang kita saksikan saat ini.”

    Walau Uni Eropa dan Cina dapat saling meningkatkan perdagangan bilateral, para ekonom dan pembuat kebijakan juga khawatir Eropa akan kesulitan menghadapi pukulan ganda berupa lonjakan tarif AS dan persaingan dagang baru dengan Cina — ekonomi terbesar kedua di dunia.

    Kelebihan pasokan Cina mengancam pesaing di Eropa

    Dalam sebuah komentar yang dipublikasikan pekan ini, Center for Strategic and International Studies (CSIS), sebuah lembaga pemikir di Washington, menulis bahwa “Tarif AS terhadap Cina kemungkinan besar akan mengarah pada pengalihan barang ekspor Cina ke Uni Eropa, yang akan memberikan tekanan tambahan pada produsen Eropa dan kemungkinan besar akan memicu tuntutan untuk respons proteksionis dari Brussels.”

    Uni Eropa telah lama menyuarakan keprihatinan atas besarnya subsidi negara yang diberikan kepada produsen Cina, yang memungkinkan mereka “membuang” barang dengan harga yang sangat murah ke pasar Eropa. Subsidi ini, bersama dengan biaya tenaga kerja yang rendah dan skala ekonomi yang besar, telah menekan para pesaing di Eropa, menyebabkan kebangkrutan dan pemutusan hubungan kerja yang signifikan.

    Kendaraan listrik (EV) adalah contoh terbaru. Berkat subsidi pemerintah, insentif pajak, dan pinjaman murah, merek-merek EV Cina seperti BYD, Nio, dan XPeng kini menyerbu pasar Uni Eropa dengan harga jauh lebih rendah dari pesaing lokalnya.

    Industri otomotif Eropa kini tengah menjalani restrukturisasi besar-besaran, mengancam penutupan pabrik, pengurangan kapasitas produksi, dan hilangnya puluhan ribu lapangan kerja — terutama di Jerman.

    Sementara Washington memberlakukan tarif 100% terhadap kendaraan listrik buatan Cina, yang secara efektif menutup pasar Amerika bagi para pembuat mobil Cina, tarif Uni Eropa bervariasi menurut produsen. Maksimalnya 35,3%, dan hanya 17% untuk BYD.

    Elms, dari Hinrich Foundation, meyakini akan terjadi “ledakan awal” barang-barang murah dari Asia ke berbagai penjuru dunia karena para produsen saat ini sedang “duduk di atas gunungan produk.”

    “Tapi mereka tidak akan terus memproduksi barang-barang yang tidak menghasilkan untung, jadi perusahaan-perusahaan Cina akan segera beralih untuk membuat produk lain. Kalau tidak, mereka akan gulung tikar,” tambahnya.

    Sistem peringatan dini baru dapat mencegah ‘dumping’

    Jörg Wuttke, mantan kepala raksasa industri Jerman BASF di Cina, memperingatkan akan datangnya “tsunami kapasitas berlebih” dari Cina ke Eropa — yang ia harapkan takkan memicu penghalang dagang baru dari Uni Eropa. Ia menyerukan perbaikan “komunikasi dan kepercayaan” antara Brussels dan Beijing guna menghindari gelombang dumping barang yang baru.

    Volkman, pakar kebijakan industri Eropa, meragukan bahwa Uni Eropa akan menerima distorsi perdagangan lebih lanjut tanpa perlawanan, dan mengatakan kepada DW: “Komisi Eropa telah memberi isyarat bahwa mereka akan mengawasi dengan ketat arus impor dan akan mengambil tindakan jika terjadi lonjakan dari Cina atau dari mana pun, yang memaksa mereka untuk bertindak.”

    Pada tahun 2023, Uni Eropa mengumumkan rencana pembentukan satuan tugas pengawasan impor guna memantau lonjakan tiba-tiba dalam arus barang masuk yang dapat mengancam industri dalam negeri. Sistem peringatan dini ini diciptakan sebagai bagian dari upaya Uni Eropa untuk derisk dari Cina di tengah ketegangan geopolitik dan kekhawatiran atas praktik dumping.

    Namun demikian, ada pula kekhawatiran bahwa eksportir Asia lain — bahkan Amerika Serikat — bisa ikut membanjiri pasar Eropa dengan barang murah. Satuan tugas tersebut diharapkan mampu membuat Brussels bergerak lebih sigap dalam menghadapi ancaman dari berbagai penjuru, melalui penyelidikan antidumping, tarif, dan pembatasan sementara terhadap impor.

    Namun, langkah semacam itu kemungkinan akan memicu kritik, karena dianggap meniru kebijakan proteksionis Trump — suatu penyimpangan dari komitmen lama Uni Eropa terhadap perdagangan bebas, sekaligus memperlemah norma-norma Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan berisiko memperuncing ketegangan dagang global.

    *Artikel ini diterbitkan pertama kali dalam bahasa Inggris.

    Diadaptasi oleh: Ayu Purwaningsih

    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kepala Pangkalan AS di Greenland Dipecat Usai Kunjungan Wapres Vance

    Kepala Pangkalan AS di Greenland Dipecat Usai Kunjungan Wapres Vance

    Washington DC

    Kepala pangkalan militer Amerika Serikat (AS) di Greenland, wilayah Denmark yang didambakan oleh Presiden Donald Trump, telah dipecat karena mengkritik agenda Washington untuk menguasai pulau Arktik tersebut.

    Kolonel Susannah Meyers yang menjabat Komandan Pituffik Space Base sejak Juli tahun lalu, seperti dilansir AFP, Jumat (11/4/2025), dicopot di tengah laporan bahwa dia menjauhkan diri dan pangkalan yang dipimpinnya dari kritikan Wakil Presiden AS JD Vance terhadap Denmark.

    Vance juga mengkritik pengawasan Meyers atas wilayah Greenland saat dia berkunjung ke pangkalan AS itu dua pekan lalu.

    “Para komandan diharapkan untuk mematuhi standar perilaku tertinggi, terutama yang berkaitan dengan tetap bersikap nonpartisan dalam pelaksanaan tugas mereka,” kata US Space Force dalam pernyataannya pada Kamis (10/4) waktu setempat.

    Pernyataan tersebut tidak menjelaskan lebih lanjut, tetapi situs Military.com mengatakan Meyers mengirimkan email tanggal 31 Maret kepada semua personel di Pituffik “yang tampaknya ditujukan untuk menciptakan persatuan di antara para penerbang dan penjaga, serta warga Kanada, warga Denmark dan warga Greenland yang bekerja di sana, menyusul kemunculan Vance”.

    Selama kunjungannya ke pangkalan AS di Greenland pada 28 Maret lalu, Vance mengatakan dalam konferensi pers bahwa: “Pesan kami kepada Denmark sangat sederhana: Anda belum melakukan pekerjaan yang baik bagi masyarakat Greenland.”

    “Anda kurang berinvestasi pada masyarakat Greenland dan Anda kurang berinvestasi dalam arsitektur keamanan untuk daratan yang luar biasa dan indah ini,” sebut Vance pada saat itu.

    Meyers dalam emailnya, yang disampaikan kepada Military.com, menulis pesan berbunyi: “Saya tidak bermaksud memahami politik saat ini, tetapi yang saya ketahui adalah kekhawatiran pemerintah AS yang dibahas oleh Wakil Presiden Vance pada Jumat tidak mencerminkan Pituffik Space Base.”

    Juru bicara Pentagon, Sean Parnell, dalam pernyataan terpisah mengatakan “tindakan untuk melemahkan rantai komando atau menumbangkan agenda Presiden Trump tidak akan ditoleransi di Departemen Pertahanan”.

    Trump bersikeras bahwa AS membutuhkan kendali atas Greenland untuk keamanan nasional dan internasional, dan menolak untuk mengesampingkan penggunaan kekuatan demi mengamankan ambisi itu.

    Meyers telah digantikan oleh Kolonel Shawn Lee.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Rupiah menguat seiring redanya ekspektasi resesi AS

    Rupiah menguat seiring redanya ekspektasi resesi AS

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Rupiah menguat seiring redanya ekspektasi resesi AS
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 10 April 2025 – 17:48 WIB

    Elshinta.com – Pengamat mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi menilai penguatan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi ekspektasi resesi Amerika Serikat (AS) mereda.

    Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari Kamis ini di Jakarta, menguat sebesar 50 poin atau 0,29 persen menjadi Rp16.823 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.873 per dolar AS.

    Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga menguat ke level Rp16.779 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.943 per dolar AS.

    “Pasar mengurangi beberapa ekspektasi untuk resesi AS. Namun, prospek ekonomi jangka pendek tetap tidak pasti, dengan risalah rapat Federal Reserve bulan Maret menunjukkan para pembuat kebijakan gelisah atas inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih lambat,” ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

    Kekhawatiran terhadap resesi AS yang mereda dipengaruhi pengumuman Presiden AS Donald Trump terkait 75 negara lain akan diberikan penangguhan pemberlakuan kebijakan tarif selama 90 hari dari tenggat waktu Rabu (9/4). Sebelumnya, mereka dijadwalkan akan dikenakan tarif lebih tinggi dari batas dasar 10 persen–bahkan dalam beberapa kasus, tarifnya bisa jauh lebih tinggi.

    Trump mengatakan penangguhan itu diberikan, karena negara-negara tersebut telah menghubungi mitra mereka di AS untuk mencari solusi terkait isu-isu perdagangan, hambatan dagang, tarif, manipulasi mata uang, dan tarif non-moneter.

    Presiden AS juga menambahkan bahwa negara-negara tersebut tidak melakukan tindakan balasan terhadap AS “dalam bentuk apa pun.”

    “Sementara kekhawatiran akan resesi mereda setelah Trump mengumumkan perpanjangan 90 hari untuk memberlakukan putaran tarif timbal balik terbarunya, pasar masih tetap waspada terhadap agenda kebijakannya, terutama mengingat perubahan sikapnya baru-baru ini terkait tarif. Perang dagang yang meningkat dengan Tiongkok, juga menghadirkan hambatan ekonomi yang berkelanjutan bagi AS, mengingat negara tersebut masih menjadi mitra dagang utama,” ujar Ibrahim.

    Perang dagang memanas pasca Trump menaikkan tarif impor terhadap produk-produk asal Negeri Tirai Bambu menjadi 125 persen, seiring China mengenakan tarif sebesar 84 persen terhadap barang-barang dari AS.

    “Baik Washington maupun Beijing tidak menunjukkan niat untuk meredakan ketegangan, dengan pejabat Tiongkok bersumpah untuk berjuang sampai akhir,” kata dia.

    Sumber : Antara

  • Tarif Trump Ditangguhkan, Tapi China Tetap Dikenai 145%

    Tarif Trump Ditangguhkan, Tapi China Tetap Dikenai 145%

    Jakarta – Apa yang Trump umumkan?

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Rabu (09/4) tiba-tiba menunda tarif impor selama 90 hari untuk puluhan negara, kecuali Cina, seminggu setelah mengumumkan sanksi besar terhadap sebagian besar dunia karena praktik perdagangan yang dia anggap tidak adil atau tarif resiprokal.

    Trump justru memperkuat sikapnya terhadap Cina, menaikkan tarif terhadap ekonomi terbesar kedua di dunia itu menjadi 125%, dengan alasan “kurangnya rasa hormat” dari Beijing.

    Namun, pada Kamis (10/4), Gedung Putih mengklarifikasi bahwa produsen Cina akan dikenai total 145% tarif atas impor ke AS karena adanya tarif 20% yang telah dikenakan lebih awal tahun ini.

    “Suatu saat nanti, semoga dalam waktu dekat, Cina akan menyadari bahwa masa-masa mereka menipu AS dan negara-negara lain tidak lagi dapat diterima atau berkelanjutan,” tulis Trump di platform Truth Social.

    Namun, Trump kemudian mengatakan kepada wartawan bahwa ia “tidak bisa membayangkan” akan menaikkan tarif Cina lebih lanjut.

    Penundaan tarif diumumkan hanya 13 jam setelah tarif tersebut mulai berlaku, tetapi Trump membantah bahwa ia mundur dari keputusannya, dengan mengatakan kepada wartawan bahwa “Anda harus fleksibel.”

    Setelah penundaan itu, S&P 500 melonjak 9,5%, sementara indeks NASDAQ yang didominasi teknologi naik 12,2%, keduanya mencatat salah satu hari terbaik dalam sejarah. Pasar saham Eropa dan Asia juga mengalami reli saat dibuka pada Kamis (10/4).

    “Kami ingin memberi kesempatan pada negosiasi,” kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam pernyataannya di platform X pada Kamis (10/4).

    Mengapa ada penundaan, sementara Cina tidak?

    Trump berada di bawah tekanan besar dari berbagai pihak untuk menunda tarif setelah beberapa hari gejolak di pasar saham global akibat kekhawatiran dampak luas terhadap pertumbuhan ekonomi.

    Tarif juga memicu reaksi negatif di pasar obligasi, tempat pemerintah dan perusahaan AS meminjam uang. Investor menjual obligasi atau menuntut bunga yang lebih tinggi karena kepercayaan terhadap AS menurun. Imbal hasil obligasi Treasury 10-tahun sempat menyentuh 4,362%.

    Pengumuman mengejutkan pekan lalu itu telah banyak dikritik oleh para anggota parlemen, pembuat kebijakan, dan pemimpin bisnis di AS dan luar negeri karena terlalu keras dan menciptakan ketidakpastian bagi rantai pasok global, perusahaan, dan konsumen.

    Reaksi negatif ini diyakini berperan penting dalam mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut, mengingat potensi krisis keuangan.

    Namun, pemerintahan Trump menyebut penundaan itu sebagai langkah strategis untuk membawa negara-negara lain ke meja perundingan.

    Gedung Putih menyatakan bahwa sekitar 75 negara telah menghubungi AS sejak tarif baru diumumkan minggu lalu untuk membahas kesepakatan dagang baru.

    Beberapa analis mengatakan bahwa dengan mengecualikan Cina dari penundaan tarif dan justru menaikkan tarif impor Cina, Trump berusaha mengisolasi Beijing yang dianggap sebagai musuh utama dalam perdagangan.

    Negara mana saja yang menghadapi penundaan tarif?

    Trump menunda tarif yang dia sebut sebagai tarif “resiprokal” terhadap 60 mitra dagang AS dan UE, yang minggu lalu berkisar dari 46% untuk Kamboja, 32% untuk Indonesia, dan 20% untuk negara anggota UE.

    Namun, para kritikus berpendapat bahwa tarif tersebut tidak dihitung berdasarkan tarif yang dikenakan negara lain terhadap AS.

    Tarif ditetapkan berdasarkan perhitungan surplus perdagangan negara tersebut dengan AS oleh pemerintahan Trump.

    Meski ada penundaan, tarif dasar sebesar 10% tetap berlaku untuk semua impor dari negara mana pun.

    Penundaan ini tidak mempengaruhi tarif yang sudah lebih dulu diberlakukan oleh Trump, termasuk untuk baja, aluminium, mobil, dan suku cadang kendaraan.

    Produk energi dan mineral tertentu yang tidak tersedia secara domestik juga tidak termasuk dalam penundaan ini.

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Bagaimana reaksi Cina?

    Cina pada awalnya menunjukkan sikap menantang terhadap kenaikan tarif hingga total 145%, dengan juru bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning menulis, “Kami tidak akan mundur,” di platform media sosial X.

    Mao membagikan video pidato menantang dari pemimpin Cina terdahulu Mao Zedong tahun 1953 saat perang dengan Amerika Serikat di Semenanjung Korea.

    Namun, Kementerian Perdagangan Cina bersikap lebih tenang, menyerukan agar Trump bertemu Beijing “di tengah jalan.”

    Juru bicara kementerian, He Yongqian, mengatakan Cina ingin bernegosiasi “berdasarkan prinsip saling menghormati, hidup berdampingan secara damai, dan kerja sama yang saling menguntungkan, serta menyelesaikan perbedaan melalui dialog dan konsultasi.”

    Kantor berita Bloomberg melaporkan bahwa pimpinan tertinggi Cina mengadakan pertemuan pada Kamis (10/04) untuk merumuskan rencana stimulus tambahan guna mendongkrak perekonomian, yang memang sudah lesu sebelum perang dagang dimulai.

    Apa yang mungkin terjadi selanjutnya?

    Penundaan selama 90 hari ini akan berakhir pada awal Juli, memberi waktu yang sangat terbatas bagi AS dan mitra dagangnya untuk merundingkan kebijakan perdagangan yang lebih sesuai dengan kepentingan Washington.

    Trump sebelumnya dua kali menunda tarif terhadap Kanada dan Meksiko, dan secara teori bisa saja memperpanjang kembali penundaan untuk negara lain.

    Mengenai tarif besar yang kini dihadapi eksportir Cina, Trump mengatakan resolusi dengan Beijing tetap mungkin terjadi.

    “Kesepakatan akan dibuat dengan Cina. Kesepakatan akan dibuat dengan setiap negara lainnya,” katanya, meskipun ia menambahkan bahwa para pemimpin China “tidak tahu bagaimana cara menanganinya.”

    Namun, pejabat AS mengatakan mereka akan memprioritaskan pembicaraan dengan negara seperti Vietnam, Jepang, Korea Selatan, dan negara lain yang menginginkan kesepakatan.

    “Ini akan tercatat dalam sejarah Amerika sebagai hari negosiasi perdagangan terbesar yang pernah kami miliki,” kata penasihat perdagangan senior Trump, Peter Navarro, Rabu malam.

    “Kami berada dalam posisi yang sangat baik untuk 90 hari ke depan,” ujarnya kepada ABC News.

    Artikel ini diadaptasi dari DW berbahasa Inggris.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Ekonom ingatkan RI agar tidak tawarkan tarif 0 “sensitive list” ke AS

    Ekonom ingatkan RI agar tidak tawarkan tarif 0 “sensitive list” ke AS

    Yang perlu dicatat, ketika kita negosiasi tarif, itu ada produk namanya sensitive list. Kalau sensitive list jangan dinolkan

    Jakarta (ANTARA) – Research Associate CORE Indonesia Sahara mengingatkan Pemerintah Indonesia agar tidak menawarkan tarif impor nol persen dalam negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) khusus untuk produk-produk yang masuk dalam kategori sensitive list.

    “Yang perlu dicatat, ketika kita negosiasi tarif, itu ada produk namanya sensitive list. Kalau sensitive list jangan dinolkan,” kata Sahara saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.

    Ia mencontohkan produk dalam sensitive list di antaranya beras, minuman beralkohol, senjata dan seterusnya. Apabila tarif impor nol persen berlaku untuk komoditas beras, misalnya, maka dikhawatirkan dapat mengancam ketahanan pangan nasional dan tidak memberi perlindungan bagi petani Indonesia.

    “Jadi, ada produk yang kita tawarkan tetap jadi sensitive list buat Indonesia, tetapi ada produk yang bisa kita negosiasi,” ujar Sahara.

    Terkait dengan tantangan non-tariff measures (NTMs), sebelumnya Presiden AS Donald Trump menganggap ada perlakuan yang tidak adil di dalam NTMs.

    Dalam hal ini, ujar Sahara, Indonesia harus memetakan setiap komoditas dan memetakan regulasi apa saja yang dianggap AS menghambat ketika produk mereka akan masuk ke Indonesia.

    “Regulasi tersebut perlu diharmonisasi untuk masing-masing komoditas. Dan ini tidak mudah untuk masing-masing komoditas yang kita impor. Akan beda-beda kebijakannya, regulasinya, itu harus dilihat,” kata Sahara.

    Selanjutnya, dalam berbagai kesempatan, Trump juga sering menyebutkan bahwa AS telah mengalami defisit perdagangan barang.

    Merespons hal ini, Sahara meminta pemerintah Indonesia untuk memeriksa kembali data perdagangan jasa antara Indonesia dan AS, sehingga negosiasi yang dilakukan tidak hanya mencakup perhitungan perdagangan barang saja.

    Ia mencontohkan berbagai perdagangan jasa AS yang selama ini sudah masuk ke Indonesia, terutama dalam konteks digital seperti Adobe, Google termasuk Cloud, hingga berbagai layanan hiburan dan game digital, serta jasa logistik dari AS.

    Oleh sebab itu, ia mendorong agar tim Indonesia yang akan melakukan negosiasi tarif dengan AS harus bisa menggali data perdagangan sektor jasa antara Indonesia dengan AS sehingga mengetahui posisi Indonesia apakah surplus atau defisit.

    “Saya tidak tahu datanya seperti apa, Indonesia harus punya data perdagangan jasa antara Indonesia dengan Amerika. Jangan-jangan, kalau digabungkan perdagangan barang dengan jasa, jangan-jangan Indonesia itu defisit. Cuma memang tidak ada datanya saya sudah berusaha untuk mencari,” kata Sahara.

    Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Indonesia mempersiapkan sejumlah paket negosiasi yang akan dibawa ke perundingan untuk menghadapi kebijakan tarif timbal balik atau resiprokal AS di Washington D.C.

    Beberapa di antaranya termasuk revitalisasi revitalisasi Indonesia-US Trade and Investment Framework Agreement (TIFA), deregulasi NTMs melalui relaksasi TKDN sektor informasi dan komunikasi dari AS, menyeimbangkan neraca perdagangan barang, serta insentif fiskal dan nonfiskal untuk mendorong impor produk AS dan menjaga daya saing produk ekspor Indonesia ke AS.

    Pemerintah Indonesia juga mengajak negara-negara ASEAN dalam ASEAN Economic Ministers (AEM) Special Meeting pada 10 April 2025 untuk melakukan negosiasi bersama guna menghadapi tarif resiprokal AS.

    Pada 2 April lalu, Trump mengumumkan kenaikan tarif ke banyak negara. Indonesia berada di urutan kedelapan di daftar negara-negara yang terkena kenaikan tarif AS, dengan besaran 32 persen.

    Pada Rabu (9/4) waktu setempat, Trump mengumumkan penundaan kebijakan tarif impor hingga 90 hari ke berbagai mitra dagang, kecuali untuk China sebesar 125 persen.

    Negara yang rencananya akan dikenakan tarif resiprokal lebih tinggi hanya dikenakan tarif dasar sebesar 10 persen, yang mana untuk baja, aluminium dan mobil akan sama.

    Namun memasuki Kamis (10/4) waktu setempat, Trump merevisi tarif impor ke China menjadi 145 persen, yang merupakan batas bawah atau masih berpotensi meningkat ke depan.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

  • Ada Kesepakatan Baru, AS Bisa Kirim Tentara ke Terusan Panama

    Ada Kesepakatan Baru, AS Bisa Kirim Tentara ke Terusan Panama

    Washington DC

    Amerika Serikat (AS) akan bisa mengerahkan pasukan militernya ke sejumlah fasilitas di sepanjang Terusan Panama berdasarkan kesepakatan bersama kedua negara. Kesepakatan baru ini menjadi bentuk konsesi besar Panama kepada Presiden Donald Trump yang bertekad menguasai jalur perairan vital tersebut.

    Pengerahan tentara AS itu, seperti dilansir AFP, Jumat (11/4/2025), diatur di dalam kesepakatan yang ditandatangani oleh para pejabat tinggi keamanan dari kedua negara.

    Dokumen kesepakatan yang dilihat langsung oleh AFP pada Kamis (10/4) waktu setempat memungkinkan para personel militer AS untuk dikerahkan ke fasilitas-fasilitas yang dikendalikan otoritas Panama untuk pelatihan dan berbagai aktivitas lainnya.

    Namun, kesepakatan itu tidak mengizinkan AS untuk membantun pangkalan militer sendiri di area tersebut. Langkah semacam itu tentu akan sangat tidak populer di kalangan rakyat Panama dan secara hukum penuh dengan risiko.

    Kendati demikian, kesepakatan itu masih memberikan pengaruh yang luas kepada AS untuk mengerahkan personel yang tidak ditentukan jumlahnya ke bekas-bekas pangkalan yang ada di sana, yang beberapa di antaranya dibangun oleh Washington saat menduduki Zona Terusan beberapa dekade lalu.

    Sejak kembali menjabat pada Januari lalu, Trump berulang kali menuduh China memiliki pengaruh yang terlalu besar terhadap Terusan Panama, yang menangani sekitar 40 persen lalu lintas peti kemas AS dan lima persen perdagangan dunia.

    Pemerintahan Trump telah berjanji untuk “mengambil alih” kendali atas jalur perairan strategis yang didanai, dibangun dan dikendalikan oleh AS hingga tahun 1999 silam tersebut. Washington menyerahkan Terusan Panama yang berusia lebih dari seabad itu kepada Panama pada tahun tersebut.

    Pemerintahan Trump memberikan tekanan besar terhadap Panama untuk mengurangi pengaruh China pada terusan itu, yang dianggap AS sebagai ancaman terhadap keamanan nasional mereka.

    Saat berkunjung ke Panama pada Selasa (8/4), Menteri Pertahanan (Menhan) AS, Pete Hegseth, menyebut Terusan Panama terus menghadapi ancaman. Bos Pentagon itu menegaskan AS tidak akan membiarkan China mengganggu Terusan Panama, yang ingin dikuasai oleh Washington.

    “Saat ini, Terusan Panama menghadapi ancaman terus-menerus,” kata Hegseth dalam pidatonya yang disampaikan di kantor polisi yang terletak di pintu masuk rute pelayaran Terusan Panama.

    “Amerika Serikat tidak akan membiarkan komunis China atau negara lainnya mengancam operasi atau integritas terusan tersebut,” tegasnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Cabut Pembatasan Tekanan Air Shower: Demi Rambut Indah Saya!

    Trump Cabut Pembatasan Tekanan Air Shower: Demi Rambut Indah Saya!

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani perintah eksekutif untuk mencabut pembatasan tekanan air untuk shower di negara itu. Langkah ini diambil Trump setelah bertahun-tahun mengeluhkan pembatasan yang berlaku pada era mantan Presiden Barack Obama dan Joe Biden.

    Trump, seperti dilansir Reuters, Jumat (11/4/2025), mengatakan dirinya ingin “merawat rambut indah saya” saat menandatangani perintah eksekutifnya itu di Ruang Oval Gedung Putih pada Rabu (9/4) waktu setempat.

    Perintah eksekutif Trump itu ditujukan untuk membalikkan langkah-langkah efisiensi dan konservasi air yang diambil oleh Obama dan Biden.

    Menurut lembar fakta Gedung Putih, Trump akan “mengakhiri perang Obama-Biden terhadap tekanan air dan membuat shower di Amerika kembali hebat”.

    “Peraturan yang berlebihan mencekik perekonomian Amerika, mengakar pada birokrat, dan mengekang kebebasan pribadi,” sebut lemba fakta Gedung Putih itu.

    Trump, dalam perintah eksekutifnya, memerintahkan Departemen Energi AS untuk mencabut aturan yang dimulai oleh Obama dan dibawa kembali oleh Biden, yang membatasi aliran dari setiap showerhead, atau kepala pancuran, di pasaran hingga 2,5 galon atau 9,5 liter air per menit.

    Perintah eksekutif Trump itu mencabut pembatasan penggunaan air untuk hampir semua peralatan yang menggunakan air, seperti toilet dan mesin pencuci piring.

    “Dalam kasus saya, saya suka shower dengan air hangat, merawat rambut saya yang indah,” kata Trump dalam seremoni penandatanganan di Ruang Oval Gedung Putih.

    Dia mengatakan dirinya harus berdiri di bawah showerhead selama 15 menit berdasarkan peraturan saat ini, yang disebutnya konyol.

    “Saya harus berdiri di bawah shower selama 15 menit baru rambut saya bisa basah. Airnya cuma setetes, setetes, setetes. Ini konyol,” cetusnya.

    Sejak masa jabatan pertamanya, Trump memang sering mengkritik standar efisiensi air untuk berbagai peralatan rumah tangga, termasuk shower, toilet, dan mesin pencuci piring.

    Dalam berbagai kesempatan, dia menyoroti pentingnya tekanan air tinggi demi menjaga penampilan.

    “Rambut saya – saya tidak tahu dengan kalian, tapi rambut saya harus sempurna, sempurna,” ujarnya di luar Gedung Putih pada tahun 2020.

    “Saya mandi, saya ingin rambut indah saya berbusa dengan sempurna,” ujarnya saat pidato di Detroit, Juni 2024. “Saya pakai produk terbaik yang bisa dibeli. Saya tuangkan ke rambut, lalu saya nyalakan airnya — tapi airnya cuma netes. Saya bahkan tidak bisa membilas. Ini menyebalkan,” cetusnya saat itu.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Bos Siemens, Istri, dan 3 Anaknya Tewas Kecelakaan Helikopter

    Bos Siemens, Istri, dan 3 Anaknya Tewas Kecelakaan Helikopter

    New York

    Enam orang tewas setelah helikopter wisata yang membawa sebuah keluarga dari Spanyol, disebut terbelah di udara dan berputar dari langit sebelum jatuh ke Sungai Hudson di kota New York. Para korban terdiri dari eksekutif perusahaan teknologi asal Jerman, Siemens, istri dan anak-anaknya yang masih kecil.

    Sang eksekutif bernama Agustin Escobar, istrinya, Merce Camprubi Montal dan tiga anak mereka yang berusia 4, 5 dan 11 tahun. Mereka diidentifikasi sebagai korban dalam kecelakaan tragis itu bersama dengan pilotnya yang berusia 36 tahun.

    Dikutip detikINET dari ABC News, Jumat (11/4/2025) Escobar diangkat sebagai CEO divisi Siemens di Spanyol dan Eropa Barat Daya pada tahun 2022. Mantan kepala divisi Siemens Spanyol, Miguel Ángel Lopez, memuji Escobar saat pengangkatannya.

    “Dengan Agustín Escobar, kami memiliki penerus terbaik untuk memimpin perusahaan di Spanyol mulai sekarang. Dalam beberapa tahun terakhir, karyanya telah menjadi kunci keberhasilan Siemens di bidang mobilitas dan transportasi,” kata Lopez.

    Siemens fokus berbisnis otomasi industri, sumber daya energi, transportasi kereta api dan teknologi kesehatan Siemens adalah perusahaan manufaktur industri terbesar di Eropa dan memimpin pasar global dalam otomasi industri dan perangkat lunak industri.

    Keluarga Escobar sedang mengunjungi Kota New York dari Barcelona, Spanyol. Mereka menyewa helikopter dari New York Helicopter, sebuah perusahaan tur di Big Apple yang mengklaim menyediakan kenyamanan dan keselamatan bagi pelanggan.

    Badan Keselamatan Transportasi Nasiona AS sedang menyelidiki apa yang menyebabkan insiden mematikan tersebut. Kecelakaan itu terjadi pada pukul 3:17 siang sekitar 15 menit setelah lepas landas.

    Helikopter itu mencapai Jembatan George Washington sebelum berbelok ke selatan dan jatuh. “Kami turut berduka cita kepada keluarga dan mereka yang ada di dalam pesawat,” kata Wali Kota New York City Eric Adams.

    Helikopter itu, yang diidentifikasi sebagai helikopter Bell 206, sedang dalam penerbangan keenamnya hari itu. Penyelam NYPD menemukan keenam korban, di mana empat di antaranya dinyatakan meninggal di tempat kejadian, dan dua meninggal karena luka-luka mereka di rumah sakit setempat.

    (fyk/rns)

  • Huru-hara Tarif Trump, DPR Desak Pemerintah Segera Tetapkan Dubes untuk AS

    Huru-hara Tarif Trump, DPR Desak Pemerintah Segera Tetapkan Dubes untuk AS

    PIKIRAN RAKYAT – Anggota Komisi I DPR RI Sarifah Ainun Jariyah menekankan pentingnya Indonesia segera menetapkan Duta Besar untuk Amerika Serikat (AS) guna mengantisipasi dinamika politik dan kebijakan perdagangan AS, termasuk tarif impor yang diambil Presiden Donald Trump.

    “Kehadiran Dubes sangat vital untuk memahami sekaligus mengantisipasi berbagai kebijakan AS, termasuk isu tarif impor yang berdampak pada ekspor Indonesia,” ujar Sarifah kepada wartawan, Jumat, 11 April 2025.

    Anggota Fraksi PDI Perjuangan tersebut mendorong penguatan kerja sama bilateral antara Indonesia dan AS untuk mencari solusi alternatif menghadapi kebijakan perdagangan Amerika.

    “Kerja sama bilateral harus terus diperkuat sebagai langkah strategis mencari jalan tengah,” tuturnya.

    Lebih lanjut, Sarifah juga menekankan pentingnya gotong royong seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat kemandirian ekonomi dalam negeri.

    “Kita perlu mengurangi ketergantungan dengan memperkuat fondasi ekonomi domestik, sekaligus mencari peluang pasar baru,” katanya.

    Langkah ini dinilai krusial mengingat AS merupakan mitra dagang strategis Indonesia, dengan nilai perdagangan bilateral mencapai miliaran dolar AS setiap tahunnya.

    “Kehadiran diplomat tetap di Washington DC diharapkan dapat lebih memuluskan komunikasi dan negosiasi antara kedua negara,” ujar legislator dapil Banten II ini.

    Pangkas Tarif Impor 10 Persen

    Donald Trump akhirnya melunak soal tarif impor barang perdagangan yang masuk ke Negeri Paman Sam, termasuk pengenaan tarif resiprokal (timbal balik) yang menyasar pada hampir seluruh negara di dunia.

    Demikian pula halnya bagi Indonesia, yang awalnya terkena tarif timbal balik sebesar 32 persen. Kini, barang-barang Indonesia yang masuk ke AS hanya dikenakan sebesar 10 persen.

    Mengutip The Guardian, Kamis, 10 April 2025, Trump mengumumkan penghentian sementara tarif selama 90 hari bagi sebagian besar negara kecuali Tiongkok, yang tarifnya justru dinaikkan menjadi 125 persen.

    Setelah berhari-hari bersikeras ia akan berpegang teguh pada strategi perdagangan agresifnya, Trump mengumumkan semua negara yang tidak membalas tarif AS akan menerima penangguhan hukuman, dan hanya menghadapi tarif AS menyeluruh sebesar 10 persen.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Mengapa China Tak Takut dengan Ancaman Tarif Trump? Ini Kata Analis

    Mengapa China Tak Takut dengan Ancaman Tarif Trump? Ini Kata Analis

    Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah analis maupun ahli menyatakan bahwa China bakal bertahan dari tekanan dan ancaman ekonomi yang disebabkan tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump.

    Direktur Pusat Penelitian RAND China Jude Blanchette mengatakan bahwa “intimidasi” Trump tidak akan membuat Beijing tertekan. Menurutnya, strategi yang telah disusun Presiden China Xi Jinping dalam mempersiapkan perang dagang AS vs China bakal berhasil. Dengan demikian, China tidak perlu bernegosiasi dengan AS terkait tarif Trump.

    “Beijing tidak mencari negosiasi [dengan Trump],” ujar Blanchette dilansir ABC News pada Jumat (11/4/2025).

    Dia menilai bahwa kedua pemimpin negara itu memiliki pandangan berbeda terkait gejolak ekonomi akibat tarif Trump. Ambil contoh, kata dia, Washington berpandangan bahwa pemberlakuan tarif Trump dapat membuat China tunduk.

    Sebab, menurut AS, China sangat bergantung terhadap ekspor. Di lain sisi, Xi Jinping justru memiliki pandangan bahwa tarif Trump bakal membuat negara-negara enggan berbisnis dengan AS

    “Di sisi lain, Beijing melihat AS semakin lemah secara ekonomi di bawah Trump dan menjauh dari sekutu-sekutunya,” tutur Blanchette.

    Selain Blanchette, Peneliti Politik sekaligus Analis Tiongkok di Asia Society Policy Institute Neil Thomas mengungkap persiapan untuk perang dagang dari Xi Jinping telah dilakukan selama bertahun-tahun.

    Salah satu strategi itu yakni dengan mengembangkan mitra dagang seluas-luasnya. Alhasil, Thomas, menyatakan bahwa wajar apabila Xi Jinping optimistis bakal membuat Trump “tunduk”.

    “Saat ini, Xi tampaknya menghitung bahwa Tiongkok dapat menahan kerusakan dan pada akhirnya Amerika Serikat yang akan mengalah terlebih dahulu,” ujar Thomas.

    Adapun, Thomas mengemukakan bahwa Xi Jinping bisa saja memberikan serangan balik dengan melarang lebih banyak perusahaan AS untuk berbisnis di China.

    Kemudian, China bisa membatasi lebih jauh ekspor bahan-bahan penting ke AS seperti mineral bumi yang langka sekaligus menutup rantai pasokan teknologi canggih.

    Selain itu, pemerintah China juga bisa membatasi film-film Hollywood di China. Meski ini bukan tindakan balasan yang “signifikan”, namun Thomas menilai bahwa tindakan ini sejalan dengan agenda politik Xi Jinping untuk mengurangi pengaruh asing pada masyarakatnya.

    “Tarif akan menyakitkan secara ekonomi, tetapi Xi juga melihat ini sebagai peluang untuk membawa China ke situasi yang lebih sehat dengan mengurangi ketergantungan pada AS,” pungkasnya.

    Lebih jauh, Penasihat Senior Bidang Bisnis dan Ekonomi China Scott Kenney berpendapat bahwa apabila China sudah melakukan serangan balik maka kebijakan tarif Trump itu hanya akan berlangsung sampai 90 hari.

    “Saya pikir China akan membaca ini sebagai kelemahan Presiden Trump dan mereka akan menunggu,” ujar Kenney.

    Seperti diketahui, perang dagang semakin memanas setelah Amerika Serikat mengenakan Tarif Trump 125% kepada China, naik dari sebelumnya yang sebesar 104%. Namun, Trump justru menunda pengenaan tarif bagi negara-negara lain selama 90 hari.

    Dilansir dari Bloomberg, Presiden Amerika Serikat (AS) mengumumkan keputusannya itu melalui media sosial Truth Social pada Rabu (9/4/2025) pukul 13.18 waktu AS. Perubahan sikap itu terjadi sekitar 13 jam setelah bea masuk tinggi terhadap 56 negara dan Uni Eropa mulai berlaku.

    Trump menghadapi tekanan besar dari para pemimpin bisnis dan investor untuk mengubah arah kebijakannya. Pasalnya, tarif Trump dinilai berisiko memicu gejolak pasar dan ketakutan akan resesi ekonomi.

    “Saya pikir orang-orang sedikit keluar jalur … Mereka menjadi sedikit cerewet, sedikit takut,” kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih ketika ditanya mengapa dia menunda pengenaan tarif, Rabu (9/4/2025) waktu AS.