kab/kota: Washington

  • Nego Tarif AS-China Mandek, Trump dan Xi Jinping Harus Turun Tangan

    Nego Tarif AS-China Mandek, Trump dan Xi Jinping Harus Turun Tangan

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan AS, Scott Bessent mengungkap perkembangan terbaru negosiasi perdagangan terkait pengenaan tarif impor antara AS dan China.

    Melansir Reuters pada Jumat (30/5/2025), Bessent menyebut pembicaraan dagang antara kedua negara saat ini sedikit tersendat. Dia menyebut pembicaraan ini kemungkinan akan membutuhkan keterlibatan langsung Presiden AS Donald Trump dan Presiden China, Xi Jinping, untuk mencapai kesepakatan.

    Dua minggu setelah negosiasi terobosan yang dipimpin oleh Bessent yang menghasilkan gencatan senjata sementara dalam perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia, Bessent mengatakan bahwa kemajuan sejak saat itu lambat. Tetapi, dia mengharapkan lebih banyak pembicaraan dalam beberapa minggu ke depan.

    Bessent menyebut, suatu saat nanti Trump dan Xi akan melakukan panggilan telepon untuk membahas negosiasi perdagangan ini.

    “Mengingat besarnya pembicaraan, mengingat kompleksitasnya … ini akan mengharuskan kedua pemimpin untuk saling mempertimbangkan. Mereka memiliki hubungan yang baik, dan saya yakin bahwa China akan hadir di meja perundingan ketika Presiden Trump menyatakan pilihannya,” kata Bessent.

    Bessent mengatakan sebelumnya bahwa beberapa mitra dagang, termasuk Jepang, bernegosiasi dengan itikad baik dan dia tidak mendeteksi adanya perubahan dalam sikap mereka sebagai akibat dari putusan pengadilan perdagangan tersebut. 

    Bessent mengatakan bahwa ia akan bertemu dengan delegasi Jepang pada Jumat waktu setempat di Washington.

    Perjanjian AS-China untuk mengurangi tarif tiga digit selama 90 hari memicu reli besar-besaran di pasar saham global. Namun, perjanjian itu tidak mengatasi alasan mendasar di balik tarif Trump atas barang-barang China, terutama keluhan lama AS tentang model ekonomi China yang didominasi negara dan didorong oleh ekspor, sehingga masalah tersebut akan dibahas di masa mendatang.

    Sejak kesepakatan pertengahan Mei, pemerintahan Trump telah berkonsentrasi pada negosiasi tarif dengan mitra dagang utama lainnya, termasuk India, Jepang, dan Uni Eropa. Trump minggu lalu mengancam tarif 50% untuk barang-barang Uni Eropa, tetapi kemudian menunda ancaman tersebut.

    Pengadilan perdagangan AS pada Rabu memutuskan bahwa Trump telah melampaui kewenangannya dalam mengenakan sebagian besar tarifnya pada impor dari China dan negara-negara lain berdasarkan undang-undang kewenangan darurat. 

    Namun, kurang dari 24 jam kemudian, pengadilan banding federal memberlakukan kembali tarif tersebut, dengan mengatakan bahwa pengadilan tersebut menunda putusan pengadilan perdagangan untuk mempertimbangkan banding pemerintah. 

    Pengadilan banding memerintahkan penggugat untuk menanggapi paling lambat tanggal 5 Juni dan pemerintah untuk menanggapi paling lambat tanggal 9 Juni.

  • AS Akan Cabut Visa Pelajar China Secara Agresif, Beijing Protes

    AS Akan Cabut Visa Pelajar China Secara Agresif, Beijing Protes

    Washington DC

    Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan mencabut visa mahasiswa China secara agresif yang menimba ilmu di negaranya. China mengecam dan mengatakan kebijakan AS itu tidak masuk akal.

    Pencabutan visa pelajar China itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio. Dia mengatakan Amerika Serikat akan mencabut visa mahasiswa China termasuk yang terafiliasi dengan Partai Komunis China.

    “Secara agresif mencabut visa bagi mahasiswa China, termasuk mereka yang memiliki hubungan dengan Partai Komunis China atau belajar di bidang-bidang penting,” kata Rubio seperti dilansir AFP, Kamis (29/5/2025).

    “Kami juga akan merevisi kriteria visa untuk meningkatkan pengawasan terhadap semua aplikasi visa mendatang dari Republik Rakyat China dan Hong Kong,” katanya.

    Kaum muda Tiongkok telah lama menjadi bagian penting dari universitas-universitas AS, yang bergantung pada mahasiswa internasional yang membayar biaya kuliah penuh.

    Dilansir Reuters, jumlah mahasiswa internasional China di Amerika Serikat telah turun menjadi sekitar 277.000 pada tahun 2024. Jumlah tertinggi sekitar 370.000 terjadi pada tahun 2019.

    Penurunan mahasiswa China di AS ini sebagian didorong oleh meningkatnya ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia dan meningkatnya pengawasan pemerintah AS terhadap beberapa mahasiswa China.

    China Ajukan Protes

    “AS telah membatalkan visa pelajar China secara tidak masuk akal dengan dalih ideologi dan hak nasional,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning, dilansir AFP.

    “Tiongkok dengan tegas menentang hal ini dan telah mengajukan gugatan ke AS,” imbuhnya.

    Mao mengatakan bahwa tindakan tersebut sangat merusak hak dan kepentingan yang sah dari mahasiswa Tiongkok. Dia mengatakan keputusan AS ini mengganggu pertukaran budaya normal antara kedua negara.

    “Praktik politik dan diskriminatif AS ini telah mengungkap kebohongan tentang apa yang disebut kebebasan dan keterbukaan yang selalu diiklankan AS, dan selanjutnya merusak citra internasional, citra nasional, dan kredibilitas nasional AS sendiri,” katanya.

    (lir/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Mundur dari Pemerintah AS, Elon Musk Sempat Frustasi Hadapi Pejabat Federal

    Mundur dari Pemerintah AS, Elon Musk Sempat Frustasi Hadapi Pejabat Federal

    Washington DC

    Miliarder yang juga CEO Tesla Elon Musk mengundurkan diri dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Selama di pemerintahan, Elon Musk merasa frustasi saat menghadapi penolakan perombakan birokrasi dan pemangkasan anggaran pengeluaran federal.

    Dilansir Associated Press (AP), Kamis (29/5/2025), pengunduran Elon Musk di Departemen Efisiensi Pemerintah ini diumumkan pada Rabu (28/5) malam. Pengunduran ini menandai berakhirnya episode penuh gejolak yang mencakup ribuan PHK, pemusnahan lembaga pemerintah, dan banyaknya tuntutan hukum.

    Meskipun terjadi pergolakan, pengusaha miliarder itu berjuang di lingkungan yang tidak dikenalnya di pemerintahan. Elon Musk tidak mencapai apa yang diharapkannya.

    Ia secara drastis mengurangi targetnya untuk memangkas pengeluaran-dari $2 triliun menjadi $1 triliun menjadi $150 miliar-dan semakin menunjukkan rasa frustrasi tentang penolakan terhadap tujuannya.

    Terkadang ia berselisih dengan anggota senior pemerintahan Trump lainnya, yang merasa kesal dengan upaya pendatang baru itu untuk merombak departemen mereka. Elon Musk menghadapi reaksi politik yang keras dari para pejabat federal.

    Peran Musk yang bekerja untuk Trump selalu dimaksudkan untuk sementara, dan ia baru-baru ini mengisyaratkan bahwa ia akan mengalihkan perhatiannya kembali untuk menjalankan bisnisnya, seperti pembuat mobil listrik Tesla dan perusahaan roket SpaceX.

    “Karena waktu yang dijadwalkan sebagai Pegawai Pemerintah Khusus akan segera berakhir, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Presiden @realDonaldTrump atas kesempatan untuk mengurangi pemborosan pengeluaran,” tulisnya. “Misi @DOGE akan semakin kuat seiring berjalannya waktu karena menjadi cara hidup di seluruh pemerintahan.”

    (rdp/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Elon Musk Ucap Selamat Tinggal pada Pemerintahan Trump

    Elon Musk Ucap Selamat Tinggal pada Pemerintahan Trump

    Washington

    Elon Musk berpisah dengan pemerintahan Donald Trump. Orang terkaya dunia itu mengatakan masa jabatannya sebagai pimpinan Department of Government Efficiency (Doge) akan segera berakhir.

    Seperti dikutip detikINET dari BBC, dalam unggahan di media sosialnya X, Musk berterima kasih kepada Trump lantaran diberi kesempatan untuk membantu menjalankan Doge.

    Ia ditetapkan sebagai pegawai pemerintah khusus, yang memungkinkannya bekerja di pekerjaan federal selama 130 hari setiap tahun. Diukur sejak pelantikan Trump pada 20 Januari, ia mencapai batas waktu tersebut menjelang akhir Mei.

    Pengunduran diri Musk terjadi setelah ia mengkritik rancangan anggaran Trump terbaru yang menurutnya adalah pemborosan dan membuat pekerjaan Doge seperti kurang berguna.

    “Karena masa jabatan saya sebagai Pegawai Pemerintah Khusus akan segera berakhir, saya ingin berterima kasih kepada Presiden @realDonaldTrump atas kesempatan untuk mengurangi pemborosan pengeluaran,” tulis Musk di X.

    “Misi @DOGE akan semakin kuat seiring berjalannya waktu karena menjadi cara hidup di seluruh pemerintahan,” tambah pria kelahiran Afrika Selatan itu. Pekerjaan Doge akan berlanjut meski ia sudah tidak memimpinnya.

    Keluarnya Musk terjadi setelah ia mengatakan kecewa dengan anggaran Trump, yang mengusulkan keringanan pajak triliunan dolar dan peningkatan belanja pertahanan. Menurutnya, RUU itu akan meningkatkan defisit federal dan merusak pekerjaan yang sedang dilakukan di Doge.

    Kepergian Musk mengakhiri sepak terjangnya yang penuh gejolak di dunia politik yang mengantarkannya menjadi salah satu penasihat terdekat Trump, namun menyebabkan laba Tesla anjlok. Itu lantaran Musk dinilai bertindak serampangan dengan banyak melakukan PHK serta sering mengejek pendukung partai lawan yaitu Demokrat.

    Tesla baru-baru ini memperingatkan investor bahwa kesulitan keuangan dapat berlanjut. Musk pun memberi tahu investor bulan lalu bahwa waktu yang ia alokasikan untuk Doge akan turun signifikan dan bahwa ia akan memeberikan lebih banyak waktu untuk kembali mengurus Tesla.

    (fyk/fyk)

  • Mundur dari Pemerintah, Elon Musk Sempat Selisih dengan Trump soal RUU

    Mundur dari Pemerintah, Elon Musk Sempat Selisih dengan Trump soal RUU

    Washington DC

    Miliarder yang juga CEO Tesla Elon Musk mengundurkan diri dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Musk meninggalkan perannya di pemerintah AS tak lama setelah berselisih besar dengan Trump terkait rancangan undang-undang (RUU) ‘One Big, Beautiful Bill Act’.

    Musk telah mengumumkan di akun media sosial X mengenai kepergiannya dari pemerintah. Elon Musk juga mengucapkan terima kasih kepada Trump, saat masa jabatannya sebagai pegawai pemerintah khusus di Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) berakhir.

    “Karena jadwal saya sebagai Pegawai Pemerintah Khusus telah berakhir, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Presiden Donald Trump atas kesempatan untuk mengurangi pemborosan pengeluaran,” tulisnya di platform media sosialnya X, seperti dilansir AFP, Kamis (29/5/2025).

    “Misi DOGE akan semakin kuat seiring berjalannya waktu karena menjadi cara hidup di seluruh pemerintahan,” tambahnya.

    Musk sebelumnya sempat tak satu pendapat dengan pemerintah Trump terkait RUU andalan Trump tersebut. Taipan teknologi kelahiran Afrika Selatan itu mengatakan RUU Trump akan meningkatkan defisit dan merusak kinerja DOGE, yang telah memecat puluhan ribu orang.

    Musk — yang selalu berada di sisi Trump sebelum menarik diri untuk fokus pada bisnis Space X dan Tesla miliknya — juga mengeluh bahwa DOGE telah menjadi ‘kambing hitam’ karena ketidakpuasan terhadap pemerintahan.

    “Sejujurnya, saya kecewa melihat RUU belanja besar-besaran yang meningkatkan defisit anggaran, bukan hanya menguranginya, dan merusak pekerjaan yang dilakukan tim DOGE,” kata Musk dalam wawancara dengan CBS News.

    Namun, para kritikus memperingatkan bahwa RUU itu akan menghancurkan perawatan kesehatan dan membengkakkan defisit nasional hingga USD 4 triliun dalam satu dekade.

    “Sebuah RUU bisa besar, atau bisa juga indah. Namun saya tidak tahu apakah keduanya bisa. Itu pendapat pribadi saya,” kata Musk dalam wawancara tersebut.

    Gedung Putih berusaha meminimalisir perbedaan pendapat mengenai pengeluaran pemerintah AS tersebut, tanpa menyebut Musk secara langsung.

    “‘RUU Besar yang Indah’ BUKAN RUU anggaran tahunan,” kata Wakil Kepala Staf Trump, Stephen Miller, di jejaring sosial Musk, X, setelah komentar raksasa teknologi itu ditayangkan.

    Miller mengatakan semua pemotongan DOGE harus dilakukan melalui RUU terpisah yang menargetkan birokrasi federal. Hal itu, kata dia, berdasarkan aturan Senat AS.

    Namun, komentar Elon Musk tersebut merupakan perpecahan yang jarang terjadi dengan presiden dari Partai Republik yang ia bantu untuk kembali berkuasa. Elon Musk diketahui sebagai donor terbesar untuk kampanye pemilihan Trump tahun 2024.

    Penugasan Musk dari Trump di Pemerintah

    Trump menugaskan Musk untuk memangkas pengeluaran pemerintah sebagai kepala DOGE. Namun, pada akhir April lalu, Musk mengumumkan bahwa ia sebagian besar akan mundur untuk menjalankan perusahaannya lagi.

    Musk mengeluh dalam wawancara terpisah dengan Washington Post bahwa DOGE, yang beroperasi di Gedung Putih dengan staf teknisi muda, telah menjadi sasaran kritik.

    “DOGE hanya menjadi kambing hitam untuk segalanya,” kata Musk kepada surat kabar itu di lokasi peluncuran Starbase di Texas menjelang peluncuran terbaru Space X.

    “Sesuatu yang buruk akan terjadi di mana saja, dan kami akan disalahkan untuk itu meskipun kami tidak ada hubungannya dengan itu,” imbuhnya.

    Musk menyalahkan birokrasi AS yang mengakar atas kegagalan DOGE untuk mencapai semua tujuannya, meskipun laporan mengatakan gaya mendominasi dan kurangnya keakraban dengan arus politik Washington juga merupakan faktor utama.

    “Situasi birokrasi federal jauh lebih buruk dari yang saya sadari. Saya pikir ada masalah, tetapi itu benar-benar perjuangan berat untuk mencoba memperbaiki keadaan di DC, setidaknya begitu,” tutur Musk.

    Musk sebelumnya mengakui bahwa ia tidak mencapai semua tujuannya dengan DOGE meskipun puluhan ribu orang telah diberhentikan dari daftar gaji pemerintah dan beberapa departemen dipangkas atau ditutup.

    Bisnis Musk sendiri menderita sementara itu.

    Para pengunjuk rasa yang menentang pemotongan biaya menargetkan dealer Tesla, sementara para pendemo bahkan membakar beberapa kendaraan listrik, dan laba perusahaan merosot.

    “Orang-orang membakar Tesla. Mengapa Anda melakukan itu? Itu benar-benar tidak keren,” kata Musk kepada Post.

    Musk juga telah berfokus pada Space X setelah serangkaian kemunduran yang menggemparkan dalam mimpinya untuk menjajah Mars — yang terbaru terjadi pada hari Selasa lalu ketika prototipe Starship meledak di atas Samudra Hindia.

    Taipan itu minggu lalu juga mengatakan ia akan menarik diri dari pengeluaran kekayaannya untuk politik, setelah menghabiskan sekitar seperempat miliar dolar untuk mendukung Trump.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pengadilan AS Batalkan Kebijakan Tarif Trump, Kabar Baik Buat Dunia?

    Pengadilan AS Batalkan Kebijakan Tarif Trump, Kabar Baik Buat Dunia?

    Bisnis.com, JAKARTA – Upaya Presiden Donald Trump untuk memberlakukan tarif impor luas terhadap negara-negara dengan surplus dagang terhadap AS resmi diblokir oleh pengadilan, yang berpotensi mengubah arah kebijakan perdagangan Amerika Serikat.

    Melansir Reuters, Kamis (29/5/2025), Pengadilan Perdagangan Internasional menyatakan bahwa presiden telah bertindak melampaui batas kewenangannya, dan bahwa kekuasaan untuk mengatur perdagangan luar negeri sepenuhnya berada di tangan Kongres.

    “Pengadilan tidak menilai apakah penggunaan tarif oleh Presiden itu bijak atau efektif. Yang jelas, undang-undang tidak mengizinkannya,” tulis panel tiga hakim dalam putusan tersebut.

    Pemerintahan Trump langsung mengajukan pemberitahuan banding, mempertanyakan kewenangan pengadilan untuk menilai langkah darurat presiden. Kasus ini bisa berakhir di Mahkamah Agung, tergantung hasil banding di Pengadilan Banding Federal di Washington DC.

    Kebijakan tarif merupakan senjata utama Trump dalam perang dagangnya dan menjadi alat untuk menekan mitra dagang, menghidupkan kembali industri manufaktur domestik, dan memangkas defisit perdagangan barang AS yang kini mencapai US$1,2 triliun.

    Namun, pengadilan menilai bahwa alasan darurat nasional tidak cukup untuk membenarkan tindakan sepihak tersebut di bawah Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA).

    Dalam pernyataan resminya, juru bicara Gedung Putih Kush Desai menyebut defisit perdagangan menghancurkan komunitas Amerika, merugikan tenaga kerja, dan melemahkan basis industri pertahanan.

    “Bukanlah tugas hakim yang tidak terpilih untuk memutuskan bagaimana cara mengatasi keadaan darurat nasional dengan baik,” ujar Kush Desai.

    Reaksi pasar tergolong positif. Dolar AS melonjak terhadap euro, yen, dan franc Swiss, sementara indeks saham di Wall Street dan Asia ikut menguat.

    Putusan ini berasal dari dua gugatan hukum—satu dari lima pelaku usaha kecil yang diwakili Liberty Justice Center, dan satu lagi dari koalisi 13 negara bagian yang dipimpin Jaksa Agung Oregon, Dan Rayfield. Para penggugat menyebut tarif Trump sebagai kebijakan sembrono yang mengancam kelangsungan usaha mereka dan stabilitas ekonomi secara luas.

    Rayfield menyambut baik putusan tersebut dengan menyatakan bahwa “keputusan perdagangan tidak bisa dibuat sesuka hati presiden.”

    Trump merupakan presiden pertama yang menggunakan IEEPA untuk menetapkan tarif dagang. Biasanya, undang-undang ini digunakan untuk membekukan aset atau menjatuhkan sanksi kepada musuh negara.

    Departemen Kehakiman sebelumnya meminta agar gugatan ditolak, dengan alasan bahwa penggugat belum dirugikan secara langsung dan hanya Kongres yang dapat menggugat status darurat nasional yang ditetapkan presiden.

    Tarif tersebut diumumkan pada awal April dengan besaran 10% untuk semua impor dan tarif tambahan hingga 54% bagi negara dengan defisit perdagangan terbesar terhadap AS, terutama China.

    Namun, dalam waktu sepekan, sebagian tarif ditangguhkan menyusul kesepakatan sementara antara AS dan China yang menurunkan tarif selama 90 hari sambil menyusun perjanjian jangka panjang.

  • Trump Peringatkan Netanyahu Agar Israel Tunda Serang Iran

    Trump Peringatkan Netanyahu Agar Israel Tunda Serang Iran

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan bahwa ia telah memberi tahu Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu untuk menunda serangan terhadap Iran. Trump mengatakan bahwa hal itu akan “tidak pantas” di tengah pembicaraan mengenai kesepakatan nuklir.

    “Baiklah, saya ingin jujur, ya saya telah melakukannya,” kata Trump ketika ditanya apakah ia telah memberi tahu Netanyahu dalam panggilan telepon minggu lalu untuk tidak mengambil tindakan apa pun yang dapat mengganggu pembicaraan Washington dengan Teheran, dilansir AFP, Kamis (29/5/2025).

    Ketika didesak mengenai apa yang ia katakan kepada perdana menteri Israel, Trump menjawab: “Saya hanya mengatakan bahwa saya tidak menganggapnya pantas, kami telah melakukan diskusi yang sangat baik dengan mereka.”

    Ia menambahkan: “Saya katakan kepadanya bahwa ini tidak pantas dilakukan sekarang karena kita sudah sangat dekat dengan solusinya”.

    “Saya pikir mereka ingin membuat kesepakatan, dan jika kita bisa membuat kesepakatan, akan menyelamatkan banyak nyawa.”

    Teheran dan Washington dalam beberapa minggu terakhir telah mengadakan 5 putaran pembicaraan yang difokuskan pada masalah tersebut–kontak tingkat tertinggi mereka sejak AS pada tahun 2018 menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015 selama masa jabatan pertama Trump.

    Iran mengatakan sebelumnya pada Rabu (28/5) bahwa mereka mungkin mempertimbangkan untuk mengizinkan inspektur AS dengan pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memeriksa fasilitasnya jika kesepakatan dicapai dengan AS.

    Trump tidak mengesampingkan tindakan militer tetapi mengatakan dia menginginkan ruang untuk membuat kesepakatan terlebih dahulu — dan juga mengatakan bahwa Israel, dan bukan Amerika Serikat–akan memimpin dalam serangan semacam itu.

    Iran telah lama dituduh oleh kekuatan Barat berusaha mengembangkan senjata nuklir–klaim yang terus dibantah Teheran, bersikeras bahwa program nuklirnya semata-mata untuk tujuan sipil yang damai.

    (rfs/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Netanyahu Terpojok! Sekutu Dekat Israel Ramai-Ramai Balik Menyerang

    Netanyahu Terpojok! Sekutu Dekat Israel Ramai-Ramai Balik Menyerang

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah negara-negara Barat mulai melontarkan kecaman terhadap Israel. Mereka mengkritisi agresifitas berlebihan yang dilakukan Negeri Zionis itu di wilayah Gaza, Palestina, serta sejumlah daerah Arab lainnya.

    Berikut sejumlah negara ‘sekutu’ Israel yang telah berbalik mengkritisi negara itu dengan keras dirangkum berbagai sumber:

    1. Jerman

    Kanselir Jerman Friedrich Merz melontarkan kecaman paling tajam terhadap Israel sejak konflik Gaza kembali memanas. Dalam konferensi pers di Turku, Finlandia, Selasa (27/5/2025), Merz menyatakan bahwa serangan militer besar-besaran Israel ke Jalur Gaza “tak lagi dapat dipahami” dan “tidak lagi dapat dibenarkan” sebagai bagian dari perang melawan Hamas.

    Pernyataan tersebut menandai perubahan signifikan dalam posisi publik Jerman, yang selama ini dikenal sebagai salah satu pendukung paling setia Israel di kancah internasional, karena komitmen sejarahnya pasca-Holocaust. Namun, tekanan dari opini publik, partai koalisi, dan pejabat senior mulai mendorong pergeseran sikap di tingkat pemerintahan.

    “Serangan militer besar-besaran Israel di Jalur Gaza tidak menunjukkan logika apapun bagi saya. Bagaimana itu bisa melayani tujuan memerangi teror? Dalam hal ini, saya sangat, sangat kritis,” kata Merz, dilansir Reuters.

    “Saya bukan orang pertama yang mengatakannya… Tapi saya rasa waktunya sudah tiba untuk menyatakan secara terbuka bahwa apa yang saat ini terjadi sudah tidak bisa dipahami lagi.”

    Pernyataan Merz menyusul kritik dari Menteri Luar Negeri Johann Wadephul, serta seruan dari mitra koalisi junior Partai Sosial Demokrat (SPD) untuk menghentikan ekspor senjata ke Israel guna menghindari keterlibatan Jerman dalam potensi kejahatan perang.

    2. Inggris-Kanada-Prancis

    Tiga negara besar sekutu Israel – Inggris, Kanada, dan Prancis – pada Senin pekan lalu mengeluarkan ancaman sanksi terhadap pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, jika negara tersebut tidak menghentikan ofensif militer barunya di Gaza dan mencabut pembatasan atas bantuan kemanusiaan.

    Langkah ini menandai tekanan internasional paling keras sejauh ini terhadap Israel dari sekutu tradisionalnya di Barat, yang selama ini mendukung hak Israel untuk mempertahankan diri namun kini menilai eskalasi serangan sebagai tidak proporsional dan melanggar hukum internasional.

    “Penolakan Pemerintah Israel terhadap bantuan kemanusiaan esensial bagi warga sipil tidak dapat diterima dan berisiko melanggar Hukum Humaniter Internasional,” tulis ketiga negara dalam pernyataan bersama yang dirilis oleh pemerintah Inggris, dikutip dari Reuters.

    Dalam pernyataan yang sama, Inggris, Kanada, dan Prancis juga menentang perluasan permukiman Israel di Tepi Barat, dan memperingatkan:

    “Kami tidak akan ragu mengambil tindakan lebih lanjut, termasuk sanksi yang ditargetkan,” tegas mereka.

    Dalam pernyataan bersama itu, ketiga negara Barat tersebut menggarisbawahi bahwa dukungan mereka terhadap Israel bukanlah tanpa syarat.

    “Kami selalu mendukung hak Israel untuk membela warganya dari terorisme. Tapi eskalasi ini benar-benar tidak proporsional,” bunyi pernyataan bersama tersebut.

    “Kami tidak akan tinggal diam saat Pemerintah Netanyahu melakukan tindakan keterlaluan seperti ini.”

    3. Amerika Serikat (AS)

    Intensitas dukungan Washington terhadap Israel mulai nampak berkurang dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini terjadi setelah Trump berkunjung ke sejumlah negara Timur Tengah dan bertemu dengan pemimpin negara yang anti dengan Tel Aviv.

    Pada 19 Mei lalu, Trump bertemu pemimpin Islamis Suriah, Ahmed al-Sharaa di Riyadh, Arab Saudi. Pertemuan itu membahas pencabutan seluruh sanksi yang dijatuhkan Negeri Paman Sam terhadap Suriah.

    “Dia punya potensi. Dia pemimpin sejati,” kata Trump kepada wartawan setelah berunding dengan Sharaa pada Rabu pekan lalu di Riyadh.

    Hal itu mengukuhkan munculnya tatanan Timur Tengah baru yang dipimpin Sunni – yang melampaui ‘poros perlawanan’ Iran dan mengesampingkan Israel. Menurut tiga sumber regional dan dua sumber Barat, ada pesan yang jelas dari Trump bagi Negeri Yahudi.

    Di tengah meningkatnya kejengkelan di Washington atas kegagalan Israel mencapai gencatan senjata di Gaza, lawatan Trump merupakan penghinaan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, sekutu dekat AS, kata sumber tersebut.

    Sumber tersebut menyebut pesannya jelas: dalam visi diplomasi Timur Tengah Trump yang kurang ideologis dan lebih berorientasi pada hasil, Netanyahu tidak dapat lagi mengandalkan dukungan tanpa syarat AS untuk agenda sayap kanannya, kata sumber tersebut.

    “Pemerintahan ini sangat frustrasi dengan Netanyahu dan rasa frustrasi itu terlihat,” kata David Schenker, mantan Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Timur Dekat di bawah mantan Presiden Republik George W. Bush.

    “Mereka sangat, sangat transaksional, dan Netanyahu tidak memberi mereka apapun saat ini.”

    Sumber tersebut mengatakan bahwa AS tidak akan meninggalkan Israel, yang tetap menjadi sekutu penting AS yang dukungannya di Washington sangat kuat dan bipartisan.

    “Namun, pemerintahan Trump ingin menyampaikan pesan kepada Netanyahu bahwa Amerika memiliki kepentingannya sendiri di Timur Tengah dan tidak suka jika dia menghalangi jalannya,” sumber tersebut menambahkan.

    “Kesabaran AS telah terkuras bukan hanya oleh penolakan Netanyahu untuk menyetujui gencatan senjata di Gaza, tetapi juga penolakannya terhadap perundingan AS dengan Iran mengenai program nuklirnya.”

    “Meskipun secara terbuka menegaskan hubungan AS-Israel tetap kuat, pejabat pemerintahan Trump secara pribadi telah menyatakan kekesalannya dengan penolakan Netanyahu untuk mengikuti posisi Washington terkait Gaza dan Iran,” tambah sumber itu.

    (tps)

  • Zelensky Usulkan Pertemuan Trilateral dengan Trump-Putin

    Zelensky Usulkan Pertemuan Trilateral dengan Trump-Putin

    Kyiv

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengusulkan digelarnya pertemuan trilateral atau tiga pihak dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Usulan ini menjadi bagian dari upaya memaksa Moskow menghentikan invasi militernya yang telah berlangsung selama tiga tahun.

    Putin menolak seruan untuk bertemu Zelensky di Turki awal bulan ini, dengan Kremlin menyebut pertemuan antara kedua pemimpin itu hanya akan terjadi setelah ada semacam “kesepakatan” yang tercapai.

    Sementara Trump telah menyatakan rasa frustrasinya kepada Putin dan Zelensky karena belum adanya kesepakatan yang tercapai untuk mengakhiri perang.

    “Jika Putin tidak merasa nyaman dengan pertemuan bilateral, atau jika semua orang menginginkannya menjadi pertemuan trilateral, saya tidak keberatan. Saya siap untuk format apa pun,” kata Zelensky saat berbicara kepada wartawan, seperti dilansir AFP, Rabu (28/5/2025).

    Dikatakan Zelensky bahwa dirinya “siap” untuk pertemuan antara “Trump-Putin-saya”, dan mendesak Washington untuk menjatuhkan paket sanksi keras terhadap sektor perbankan dan energi Moskow.

    “Kami sedang menunggu sanksi dari Amerika Serikat (untuk Rusia)” ucapnya.

    “Trump menegaskan bahwa jika Rusia tidak berhenti, sanksi-sanksi akan dijatuhkan. Kami telah membahas dua aspek utama dengannya — energi dan sistem perbankan. Akankah AS mampu menjatuhkan sanksi terhadap kedua sektor ini? Saya sangat menyukainya,” ujar Zelensky dalam pernyataannya.

    Zelensky sebelumnya tampak meluapkan rasa frustrasinya kepada Washington karena tidak kunjung mengumumkan sanksi baru terhadap Moskow setelah Rusia seruan terkoordinasi dari Barat untuk gencatan senjata segera.

    Beberapa jam usai Zelensky menyampaikan pernyataannya, Ukraina melancarkan salah satu serangan drone terbesarnya ke Rusia, dengan meluncurkan hampir 300 drone ke negara tetangganya itu. Otoritas Rusia melaporkan hanya terjadi kerusakan minimal akibat serangan drone tersebut.

    Di medan perang, Zelensky mengatakan bahwa Rusia “mengumpulkan” lebih dari 50.000 tentaranya di garis depan di sekitar wilayah perbatasan Sumy, yang menjadi tempat pasukan Moskow merebut sejumlah permukiman saat berupaya membangun apa yang disebut Putin sebagai “buffer zone” di wilayah Ukraina.

    Zelensky juga mengatakan bahwa Kyiv belum menerima “memorandum” yang dijanjikan Rusia terkait tuntutannya untuk kesepakatan damai.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Ribuan Warga Gaza Serbu Pusat Distribusi Bantuan hingga Ricuh

    Ribuan Warga Gaza Serbu Pusat Distribusi Bantuan hingga Ricuh

    Gaza City

    Ribuan warga Gaza menyerbu pusat distribusi bantuan baru yang dikelola oleh kelompok kemanusiaan yang didukung Amerika Serikat (AS) di wilayah Jalur Gaza bagian selatan. Hal ini memicu kericuhan, yang memaksa para personel AS yang ada di lokasi dievakuasi, dan tentara Israel melepas tembakan.

    Penyaluran bantuan kemanusiaan Gaza dengan mekanisme baru yang dicetuskan AS dan sekutunya, Israel, itu menuai kritikan organisasi kemanusiaan internasional karena dianggap mem-bypass sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang sudah ada dan gagal memenuhi prinsip-prinsip kemanusiaan.

    Distribusi bantuan yang dikawal oleh AS dan Israel ini, seperti dilansir AFP, Rabu (28/5/2025), melibatkan sebuah kelompok kemanusiaan bernama Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung oleh Washington. Penyaluran dilakukan setelah Israel melonggarkan blokade bantuan yang diberlakukan sejak 2 Maret, yang memicu kekurangan makanan dan obat-obatan.

    Namun pelaksanaan distribusi bantuan di area Rafah, Jalur Gaza bagian selatan, pada Selasa (27/5) berujung kericuhan yang melibatkan ribuan orang saling mendorong dan memaksa masuk untuk mengambil bantuan kemanusiaan yang disediakan.

    Ayman Abu Zaid, salah satu pengungsi Gaza, menuturkan kepada AFP bahwa dirinya sedang mengantre di pusat distribusi bantuan itu ketika “tiba-tiba sejumlah besar orang mulai mendorong dan masuk secara acak”.

    “Itu karena kurangnya bantuan dan keterlambatan dalam distribusi, jadi mereka berusaha masuk untuk mengambil apa pun yang mereka bisa,” katanya.

    Pada satu titik, menurut Zaid, “tentara Israel mulai menembaki, dan suaranya sangat menakutkan, dan orang-orang mulai berhamburan, tetapi beberapa orang masih terus berusaha mengambil bantuan meskipun dalam bahaya”.

    Laporan media lokal Israel, Yedioth Ahronoth, seperti dilansir Anadolu Agency, menyebut sejumlah pekerja Amerika yang terafiliasi dengan GHF terpaksa dievakuasi dari Rafah setelah kericuhan terjadi.

    Sementara laporan surat kabar Israel Hayom menyebut tentara Israel dikerahkan ke pusat distribusi bantuan itu setelah para pekerja AS dievakuasi.

    Tidak disebutkan jumlah pekerja AS yang dievakuasi dari lokasi. Tidak diketahui secara pasti apakah ada korban luka atau korban jiwa akibat tembakan tentara Israel tersebut.

    Pihak GHF menyalahkan “blokade yang diberlakukan Hamas” telah memicu keterlambatan selama beberapa jam pada salah satu pusat distribusi bantuannya.

    GHF mengklaim operasi distribusi bantuan berlangsung normal usai kericuhan terjadi. Diakui oleh GHF bahwa ada momen ketika “volume orang di SDS (pusat distribusi) sangat banyak sehingga tim GHF mundur untuk memungkinkan sejumlah kecil warga Gaza mengambil bantuan dengan aman dan membubarkan diri.

    “Operasi normal telah dilanjutkan,” sebut GHF dalam pernyataannya.

    Dilaporkan oleh GHF pada Selasa (27/5) bahwa sekitar “8.000 kotak makanan telah didistribusikan sejauh ini… dengan total 462.000 makanan”. Operasi penyaluran bantuan oleh GHF ini sudah berlangsung sejak sehari sebelumnya.

    Di sisi lain, kantor media pemerintah Hamas yang menguasai Jalur Gaza mengkritik upaya terbaru Israel menyalurkan bantuan kemanusiaan di Gaza yang disebutnya “gagal total”.

    “Kegagalan ini terjadi setelah ribuan orang yang kelaparan, yang dikepung oleh pendudukan dan kekurangan makanan dan obat-obatan selama sekitar 90 hari, bergegas menuju ke area-area ini dalam situasi yang tragis dan menyakitkan,” kritik kantor media pemerintah Hamas.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini