kab/kota: Tulungagung

  • KPK Sita Tanah hingga Apartemen Milik Tersangka Korupsi Dana Hibah Jatim – Page 3

    KPK Sita Tanah hingga Apartemen Milik Tersangka Korupsi Dana Hibah Jatim – Page 3

    KPK telah menetapkan 21 orang tersangka kasus korupsi dana hibah pokmas Jatim. Empat di antaranya penerima dan 17 lainnya pemberi. Lalu ada juga pihak penyelenggara negara hingga staf.

    Juru Bicara (Jubir) KPK Tessa Mahardika Sugiarto menjelaskan penyidik melakukan pencarian bukti seperti menggeledah sejumlah lokasi. Upaya ini dilaksanakan sejak 8 Juli lalu dan menyasar sejumlah tempat.

    Rinciannya, beberapa rumah di Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Tulungagung, Gresik, serta di Pulau Madura seperti Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, dan Kabupaten Sumenep yang sudah didatangi penyidik.

    Dari penggeledahan ini penyidik menemukan uang sekitar Rp380 juta, dokumen terkait pengurusan dana hibah, kuitansi serta catatan penerimaan uang bernilai miliaran rupiah, bukti setoran uang ke bank, bukti penggunaan uang untuk pembelian rumah, salinan sertifikat rumah dan dokumen lain serta barang elektronik berupa handphone dan media penyimpanan lainnya.

    “Diduga memiliki keterkaitan dengan perkara yang sedang disidik dan akan terus didalami oleh penyidik,” kata Tessa.

     

     

     

    Reporter: Rahmat Baihaqi

    Sumber: Merdeka.com

  • Soal Sengketa 13 Pulau, Pemprov Jatim Minta Semua Pihak Hormati Keputusan Kemendagri
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        25 Juni 2025

    Soal Sengketa 13 Pulau, Pemprov Jatim Minta Semua Pihak Hormati Keputusan Kemendagri Surabaya 25 Juni 2025

    Soal Sengketa 13 Pulau, Pemprov Jatim Minta Semua Pihak Hormati Keputusan Kemendagri
    Tim Redaksi
    SURABAYA, KOMPAS.com
    – Sekreraris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Jawa Timur Adhy Karyono meminta semua pihak menghormati keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait sengketa 13 pulau antara Pemkab Tulungagung dan Pemkab Trenggalek.
    Kemendagri memutuskan belasan pulau obyek sengketa masuk dalam wilayah administratif Provinsi Jawa Timur.
    “Saya berharap semua pihak baik kepala daerah, termasuk masyarakat bersama-sama menghormati keputusan pemerintah pusat sehingga tercipta suasana yang kondusif,” katanya saat dikonfirmasi, Rabu (25/6/2025) sore.
    Secara prinsip, Pemprov
    Jatim
    mendukung keputusan hasil rapat tim pusat yang dipimpin Kemendagri tentang sengketa pulau tersebut.
    “Sambil menunggu rapat musyawarah lanjutan dengan seluruh pihak untuk diputuskan kembali masuk dalam batas wilayah kabupaten,” jelasnya.
    Seperti diketahui, Pemkab Trenggalek dan Pemkab Tulungagung bersengketa soal kepemilikan 13 pulau.
    Pulau-pulau yang sedang diperebutkan itu di antaranya Pulau Anak Tamengan, Pulau Anakan, Pulau Boyolangu, Pulau Jewuwur, dan Pulau Karangpegat. 
    Ada juga Pulau Solimo, Pulau Solimo Kulon, Pulau Solimo Lor, Pulau Solimo Tengah, Pulau Solimo Wetan, Pulau Sruwi, Pulau Sruwicil, dan Pulau Tamengan.
    Secara administrasi, 13 pulau masuk di wilayah Kecamatan Watulimo, Trenggalek. Namun, Menteri Dalam Negeri pada 2022 memutuskan 13 pulau itu masuk di wilayah Tulungagung berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri 100.1.1-6117 Tahun 2022.
    Sedangkan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Trenggalek dan RTRW Provinsi Jawa Timur, 13 pulau tersebut masuk ke wilayah administrasi Kabupaten Trenggalek.
    Pemkab Trenggalek dan Pemkab Tulungagung sudah beberapa kali duduk bersama, termasuk pertemuan yang difasilitasi Pemprov Jatim.
    Namun, hal tersebut masih menemui jalan buntu, baik Trenggalek maupun Tulungagung masih sama-sama bersikeras 13 pulau tersebut miliknya.
    Kabupaten Tulungagung memasukkan 13 pulau tersebut ke dalam Perda Nomor 4 Tahun 2023 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) tahun 2023-2043.
    Sedangkan berdasarkan Perda Provinsi Jatim Nomor 10 Tahun 2023 tentang RTRW Provinsi Jatim Tahun 2023-2043, dan Perda Kabupaten Trenggalek Nomor 15 Tahun 2012, tentang RTRW Kabupaten Trenggalek Tahun 2012-2032, menyebutkan bahwa 13 pulau tersebut masuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Trenggalek.
    Dalam duplikasi pulau ini, Kabupaten Tulungagung berpegangan pada Kepmendagri, sedangkan Kabupaten Trenggalek merujuk pada RTRW Provinsi Jawa Timur dan RTRW Kabupaten Trenggalek. 
    Selasa kemarin, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Komjen (Purn) Tomsi Tohir mengatakan, untuk sementara belasan pulau Trenggalek yang bersengketa dengan Tulungagung masuk ke dalam wilayah administratif Provinsi Jawa Timur.
    “Jadi tidak masuk Trenggalek, tidak juga masuk Tulungagung. Masuk wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur,” katanya.
    Dia juga menyebut, jumlah pulau yang disengketakan sebanyak 16 pulau, bukan 13 pulau seperti yang diberitakan.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemendagri Catat Ada Kasus Sengketa 16 Pulau di Jawa Timur

    Kemendagri Catat Ada Kasus Sengketa 16 Pulau di Jawa Timur

    Bisnis.com, Jakarta — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membeberkan ada 16 pulau yang kini tengah masuk proses sengketa antara Kabupaten Trenggalek dan Kabupaten Tulungagung Jawa Timur.

    Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Tomsi Tohir mengemukakan pada awalnya hanya ada 13 pulau yang tengah disengketakan oleh kedua kabupaten itu. 

    Namun, setelah dilakukan kajian mendalam, menurut Tomsi, telah ditemukan 3 pulau lagi yang tumpang tindih klaim antara wilayah Trenggalek dan Tulungagung, sehingga jumlahnya menjadi 16 pulau yang masuk proses sengketa.

    “Jadi sekarang ada 16 pulau yang masuk proses sengketa,” tutur Tomsi di Jakarta, Selasa (24/6).

    Tomsi mengungkapkan bahwa 16 pulau itu tidak ada penghuninya sama sekali. Maka dari itu, kata Tomsi, sembari menunggu keputusan 16 pulau itu masuk kabupaten mana, sementara akan masuk administrasi provinsi Jawa Timur lebih dulu.

    “Jadi tidak masuk Trenggalek dan tidak juga masuk Tulungagung, tetapi masuk wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur,” katanya.

    Dia menjelaskan bahwa Kementerian Dalam Negeri bakal menggandeng beberapa pihak lainnya di antaranya Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Badan Informasi Geospasial (BIG), Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut, Direktorat Topografi TNI Angkatan Darat dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, serta Pemerintah Kabupaten Trenggalek dan Pemkab Tulungagung.

    “Rapat lanjutan akan digelar Juli 2025 dan akan melibatkan Gubernur Jatim, Bupati Trenggalek, Bupati Tulungagung, serta para Ketua DPRD masing-masing daerah guna memusyawarahkan sebelum status administratif atas 16 pulau diputuskan,” ujarnya.

  • Sengketa Kepemilikan Pulau Bermunculan, Mana Saja?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        22 Juni 2025

    Sengketa Kepemilikan Pulau Bermunculan, Mana Saja? Nasional 22 Juni 2025

    Sengketa Kepemilikan Pulau Bermunculan, Mana Saja?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Sengketa
    antar-pemerintah daerah (Pemda) atas kepemilikan
    pulau
    terus bermunculan. Hal ini terjadi usai terjadi polemik soal kepemilikan empat pulau antara Provinsi Aceh-Sumatra Utara (Sumut).
    Keduanya memperebutkan
    Pulau
    Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.
    Persoalan timbul setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebutkan bahwa empat pulau tersebut masuk dalam wilayah Sumut. Alasannya, secara geografis pulau-pulau itu lebih dekat dengan Sumut.
    “Nah, dari rapat tingkat pusat itu, melihat letak geografisnya, itu ada di wilayah Sumatera Utara, berdasarkan batas darat yang sudah disepakati oleh empat pemda, Aceh maupun Sumatera Utara,” kata Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Rabu (10/6/2025).
    Persoalan kepemilikan empat pulau ini kemudian meruncing. Pemda Aceh dan warga Aceh tidak terima dengan Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025.
    Tidak hanya itu, Wakil Presiden RI Ke-10 Jusuf Kalla bahkan angkat bicara. Ia mengingatkan bahwa empat pulau itu merupakan harga diri warga Aceh.
    Perselisihan ini akhirnya diambil alih oleh Presiden Prabowo Subianto. Mantan Jenderal Kopassus itu memutuskan bahwa empat pulau tersebut milik Aceh.
    “Berdasarkan laporan dari Kemendagri, berdasarkan dokumen-dokumen, data-data pendukung, kemudian tadi Bapak Presiden memutuskan bahwa pemerintah berlandaskan pada dasar-dasar dokumen yang telah dimiliki pemerintah telah mengambil keputusan bahwa keempat pulau, yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, secara administratif berdasarkan dokumen yang dimiliki pemerintah adalah masuk ke wilayah administratif wilayah Aceh,” kata Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).
    Usai polemik empat pulau Aceh-Sumut, muncul selisih kepemilikan 13 pulau Trenggalek-Tulungagung.
    Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek juga merasa keberatan dengan Keputusan Mendagri yang menyatakan bahwa 13 pulau itu milik Pemda Tulungagung.
    Dalam Rencana Tata Ruang (RTRW) Kabupaten Trenggalek dan RTRW Provinsi Jawa Timur telah disebutkan bahwa 13 pulau itu masuk dalam wilayah administrasi Trenggalek.
    Pemprov Jawa Timur kemudian memfasilitasi pertemuan Pemkab Trenggalek dan Tulungagung untuk duduk bersama.
    Namun, perasaan itu masih buntu. Kedua pihak masih bersikeras memiliki hak kelola atas 13 pulau tersebut.
    “Sudah ditetapkan oleh Kepmendagri, artinya masih masuk wilayah Tulungagung. Kami akan bersurat lagi, meminta agar dilakukan kajian ulang,” kata Sekda Kabupaten Trenggalek, Edy Soepriyanto, Senin (16/6/2025).
    Perselisihan juga muncul di Kepulauan Bangka Belitung (Babel) dengan Kepulauan Riau (Kepri) menyangkut kepemilikan
    Pulau Tujuh
    .
    Gubernur Bangka Belitung, Hidayat Arsani, bahkan membentuk Tim Khusus Pulau Tujuh yang akan memperjuangkan untuk mengembalikan empat pulau ke Babel.
    Mereka mempersoalkan Keputusan Mendagri Nomor 050/145/2022 dan 100.1.1.6117/2022 tentang Kode Wilayah Administratif dan Data Pulau.
    Staf Khusus Gubernur Babel, Kemas Akhmad Tajuddin, mengatakan bahwa tim tersebut akan menempuh jalur hukum dan administratif, termasuk menyurati Mendagri agar merevisi keputusannya.
    Jika tidak ditanggapi, Pemda Babel akan mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
    “Kita juga akan melakukan langkah hukum lainnya dengan mengajukan gugatan judicial review atas adanya konflik dua undang-undang yang saling bertentangan,” di Pangkalpinang, Sabtu (21/6/2025), dilansir dari Antara.
    Menurut Kemas, pihaknya telah melakukan dialog dengan Pemda Kepri secara langsung maupun di bawah mediasi Kemendagri. Namun, kedua pihak tidak kunjung sepakat.
    “Pada 2022 terbit Keputusan Mendagri yang memasukkan Pulau Tujuh ke Kepulauan Riau. Kami telah menyampaikan surat keberatan ke Kemendagri, namun tidak pernah ditanggapi,” ujar Kemas.
    Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan, pihaknya tengah mempelajari soal polemik 13 pulau di Trenggalek, Jawa Timur, yang diklaim masuk wilayah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.
    Dia mengatakan bahwa Kemendagri akan berhati-hati dalam menangani kasus tersebut.
    “Yang pasti belajar dari
    sengketa
    4 pulau di Aceh, tentu kami hati-hati,” kata Bima, di BPSDM, Kemendagri, Jakarta, Sabtu (21/6/2025).
     
    Bima memastikan, Kemendagri tentu tidak hanya akan mendalami letak geografis 13 pulau itu tapi juga soal historisnya. 
    “Tidak saja soal data geografis, tapi historis dan kesepakatan-kesepakatan masa lalu penting sedang ditelusuri. Kami berhati-hati sekali,” ujar dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemendagri hati-hati evaluasi sengketa 13 pulau Trenggalek-Tulungagung

    Kemendagri hati-hati evaluasi sengketa 13 pulau Trenggalek-Tulungagung

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengaku sangat berhati-hati dalam melakukan proses evaluasi mengenai sengketa 13 pulau antara Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung di Jawa Timur.

    Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan pihaknya belajar dari kasus sengketa empat pulau sebelumnya, yang kini sudah ditetapkan masuk ke Provinsi Aceh.

    “Tentu kami hati-hati, tidak saja soal data geografis, tapi historis dan kesepakatan-kesepakatan masa lalu penting sedang ditelusuri,” ujar Bima saat ditemui di Jakarta, Sabtu.

    Ia menyebutkan Kemendagri sedang mendalami dokumen yang diterima dari masing-masing pemerintah kabupaten (pemkab), baik Trenggalek maupun Tulungagung.

    Kedua pemkab, kata dia, memiliki versi masing-masing mengenai 13 pulau tersebut, sehingga dokumen yang diajukan keduanya terus dipelajari dengan cermat.

    “Pasti nanti kami pelajari soal dokumennya, perkembangannya,” tutur dia.

    Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR RI Mohammad Toha meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera mengambil langkah konkret dalam mendata seluruh pulau yang berpotensi disengketakan antardaerah.

    “Kemendagri harus proaktif mendata dan memetakan pulau-pulau yang berstatus tidak jelas atau disengketakan,” kata Toha dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (20/6).

    Hal itu disampaikannya merespons sengketa antarwilayah terkait kepemilikan pulau yang kembali muncul usai penyelesaian sengketa empat pulau antara Aceh dengan Sumatera Utara (Sumut).

    Dia mengingatkan bahwa keberadaan pulau-pulau kecil yang belum memiliki kejelasan administrasi berisiko memicu konflik horisontal antarpemerintah daerah.

    Untuk itu, ia menekankan pentingnya pencegahan dini sebelum permasalahan berkembang menjadi konflik sosial atau sengketa hukum yang berlarut-larut.

    “Kalau dibiarkan, ini bisa menimbulkan ketegangan antardaerah, bahkan bisa mengganggu pelayanan publik dan pembangunan wilayah karena itu Kemendagri harus segera turun tangan, menengahi, dan menyelesaikan sengketa yang ada,” tuturnya.

    Sebab, kata dia, sampai saat ini masih banyak pulau yang bermasalah di Indonesia, di antaranya tujuh pulau di Pekajang yang berada di perbatasan Kepulauan Riau dan Bangka Belitung hingga sengketa 13 pulau antara Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung di Jawa Timur.

    “Kemendagri harus bijak dalam menyelesaikan sengketa pulau. Pemerintah harus mengedepankan fakta dan sejarah kepemilikan pulau tersebut,” kata dia.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kemendagri Hati-Hati Selesaikan Sengketa 13 Pulau Trenggalek-Tulungagung

    Kemendagri Hati-Hati Selesaikan Sengketa 13 Pulau Trenggalek-Tulungagung

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan bakal berhati-hati mengambil sikap soal polemik sengketa 13 pulau di pesisir perairan selatan Jawa Timur antara Trenggalek dan Tulungagung.

    Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya menyatakan Mendagri Tito Karnavian sudah melakukan evaluasi terhadap sengketa 13 pulau tersebut.

    “Pak menteri langsung memimpin proses evaluasi soal sengketa 13 pulau di Trenggalek itu. Yang pasti belajar dari sengketa 4 pulau di Aceh, tentu kami hati-hati,” kata Bima di kantor BPSDM, Jakarta, Sabtu (21/6/2025).

    Dia menambahkan, pihaknya akan mempelajari dokumen dari kedua belah pihak agar persoalan sengketa pulau ini lebih terang benderang.

    Di samping itu, Bima menekankan bahwa keputusan terkait kepemilikan itu tidak akan diambil dari data geografis saja. Namun, historis dan kesepakatan masa lalu akan masuk dalam pertimbangan juga.

    “Bukan saja soal data geografis tapi historis, dan kesepakatan-kesepakatan masa lalu penting sedang ditelusuri. Kami berhati-hati sekali,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, 13 pulau yang dipersoalkan itu adalah Pulau Anak Tamengan, Pulau Anakan, Pulau Boyolangu, Pulau Jewuwur, Pulau Karangpegat, Pulau Solimo, Pulau Solimo Kulon, Pulau Solimo Lor, Pulau Solimo Tengah, Pulau Solimo Wetan, Pulau Sruwi, Pulau Sruwicil dan Pulau Tamengan.

    Pada intinya, polemik ini terjadi lantaran ada duplikasi pencatatan terkait dengan kepemilikan 13 pulau antara Trenggalek dan Tulungagung.

    Untuk diketahui, sengketa pulau juga sebelumnya terjadi antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara (Sumut). Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan bahwa secara administratif empat pulau yang belakangan menjadi sumber polemik antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara masuk dalam wilayah administratif Aceh.

    Keempat pulau yang dimaksud yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang dan Pulau Mangkir Ketek. 

    Hal ini disampaikan berdasarkan dokumen resmi milik pemerintah pusat yang disampaikan dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (17/6/2025).

    “Secara administratif, berdasarkan dokumen yang dimiliki oleh pemerintah, adalah masuk ke wilayah administratif Provinsi Aceh,” ujar Prasetyo dalam forum itu.

  • Heboh Siswa SD di Tulungagung Nyawer Biduan di Kelas, Kepsek Buka Suara

    Heboh Siswa SD di Tulungagung Nyawer Biduan di Kelas, Kepsek Buka Suara

    Jakarta

    Aksi siswa di SDN 1 Kenayan, Kabupaten Tulungagung yang bernyanyi hingga menyawer biduan di ruangan kelas membuat heboh. Pihak sekolah pun buka suara terkait hal tersebut.

    Dalam dalam video beredar terlihat beberapa siswa SD berjoget diiringi musik bersama dua penyanyi, pria dan wanita. Salah satu siswa tampak menggenggam uang yang kemudian diberikan kepada penyanyi wanita alias menyawer.

    Kepala SDN 1 Kenayan, Admim Kholisina tak menampik aksi joget itu terjadi di sekolahnya. Dia mengatakan kegiatan tersebut bukan bagian dari agenda resmi sekolah.

    “Yang mengadakan acara tambahan itu murni dari paguyuban wali murid kelas 6. Guru-guru sudah meninggalkan lokasi dan kembali ke ruang guru saat kejadian itu berlangsung,” kata Admim Kholisina dilansir detikJatim, Jumat (20/6/2025).

    Dia menjelaskan, pada Sabtu (14/6) ada kegiatan perpisahan siswa kelas 6 di SDN 1 Kenayan. Acara digelar di halaman sekolah dengan rangkaian seremonial berupa pelepasan topi SD, paduan suara hingga pelepasan balon.

    Setelah kegiatan resmi selesai, sejumlah wali murid mengadakan acara tambahan berupa pemotongan tumpeng dan hiburan organ tunggal di dalam ruang kelas. Saat itu lah terjadi aksi joget dan saweran oleh para siswa kepada para biduan.

    “Tentu tidak pantas untuk anak-anak. Semoga ke depan tidak ada lagi kejadian serupa dan tidak boleh terjadi,” imbuhnya.

    Baca selengkapnya di sini.

    (wnv/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • BPN Jatim tinjau percepatan sertifikasi tanah wakaf di Tulungagung

    BPN Jatim tinjau percepatan sertifikasi tanah wakaf di Tulungagung

    “Kami sudah menjalin kerja sama aktif dengan pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan lembaga keagamaan untuk mendukung percepatan program ini,”

    Tulungagung, Jatim (ANTARA) – Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Timur terus mendorong percepatan penyelesaian Program Strategis Nasional (PSN) bidang pertanahan, khususnya sertifikasi tanah wakaf dan aset tempat ibadah.

    Kepala Kanwil BPN Jatim, Asep Heri, melakukan monitoring dan evaluasi (monev) langsung ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung, Kamis.

    Monev digelar di ruang rapat Kantor Pertanahan Tulungagung, dihadiri Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Jatim, kepala kantor pertanahan se-wilayah Mataraman, perwakilan Pemkab Tulungagung, Badan Wakaf Indonesia (BWI), Kementerian Agama, serta sejumlah lembaga keagamaan.

    Pelaksana harian Kepala Kantor Pertanahan Tulungagung menyampaikan, sinergi antar instansi terus diperkuat untuk mempercepat proses sertifikasi bidang tanah wakaf di wilayahnya.

    “Kami sudah menjalin kerja sama aktif dengan pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan lembaga keagamaan untuk mendukung percepatan program ini,” ujarnya.

    Kepala Bidang Penanganan dan Pengendalian Sengketa Kanwil BPN Jatim, Wikantadi, meminta seluruh pihak melakukan validasi data agar proses sertifikasi lebih akurat dan tidak menimbulkan konflik di kemudian hari.

    “Data dari BWI, Kemenag, dan instansi lainnya harus saling dikonfirmasi. Output-nya nanti adalah peta sebaran tanah wakaf di Jawa Timur,” katanya.

    Sementara itu, Kepala Kanwil BPN Jatim, Asep Heri, menekankan pentingnya percepatan program ini sebagai bagian dari pembangunan peradaban umat. Ia meminta seluruh pihak menyamakan pemahaman dan berkomitmen agar aset umat memiliki kekuatan hukum tetap.

    “Pilar peradaban banyak dimulai dari tanah wakaf. Jangan sampai dibiarkan berlarut-larut. Semua pihak harus punya tanggung jawab moral untuk menuntaskan program ini,” katanya.

    Berdasarkan hasil sensus, jumlah bidang tanah wakaf di Kabupaten Tulungagung tercatat sebanyak 3.424 bidang.

    Sebanyak 2.709 bidang telah bersertifikat, sementara 715 bidang lainnya menjadi target penyelesaian hingga akhir Juli 2025.

    Adapun Kantor Pertanahan Kota Blitar dari target 213 bidang, sebanyak 54 bidang tidak dapat diproses karena tercatat sebagai aset instansi pemerintah.

    Sementara di Kabupaten Blitar, dari target 2.480 bidang, sebanyak 200 objek wakaf menjadi prioritas percepatan. Sedangkan di Kabupaten Trenggalek, dari total 5.125 bidang tanah wakaf, baru 2.458 bidang yang bersertifikat, menyisakan 2.667 bidang yang masih dalam proses.

    Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Usai Aceh-Sumut, Kini Trenggalek-Tulungagung Rebutan 13 Pulau Tak Berpenghuni

    Usai Aceh-Sumut, Kini Trenggalek-Tulungagung Rebutan 13 Pulau Tak Berpenghuni

    Liputan6.com, Surabaya – Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setdaprov Jatim, Lilik Pudjiastuti membenarkan adanya polemik yang terjadi antara Kabupaten Trenggalek dengan Tulungagung yang rebutan 13 pulau.

    “Polemik ini sebenarnya sudah terjadi beberapa tahun silam. Dari awal sudah ada dualisme, sudah dobel,” ujarnya, Kamis (19/6/2025).

    Lilik menceritakan, awal polemik ini terjadi. Pemkab Trenggaleknsudah memasukkan 13 pulau itu sebagai wilayahnya, hal itu tercantum pada Perda Kabupaten Trenggalek Nomor 15 Tahun 2012, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Trenggalek Tahun 2012-2032.

    Lalu, pada 2023, Pemkab Tulungagung ternyata memasukkan 13 pulau tersebut sebagai wilayahnya sebagaimana pada Perda Nomor 4 Tahun 2023 tentang RTRW Kabupaten Tulungagung, Tahun 2023–2043.

    “13 pulau Itu berdasarkan Perda RTRW-nya Trenggalek itu dia masuk tahun 2012, tapi juga masuk di Perda RTRW Tulungagung tahun 2023,” ucapnya.

    Sementara itu, Dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022, disebutkan 13 pulau tersebut masuk wilayah Kabupaten Tulungagung.

    “Tapi dalam Perda Provinsi Jatim Nomor 10 Tahun 2023 serta Perda Kabupaten Trenggalek Nomor 15 Tahun 2012 tentang RTRW, wilayah itu dinyatakan bagian dari Trenggalek,” ujar Lilik

     

  • Soal Sengketa 13 Pulau, DPRD Jatim Desak Pemprov Tak Lepas Tangan dan Kawal Kepentingan Trenggalek

    Soal Sengketa 13 Pulau, DPRD Jatim Desak Pemprov Tak Lepas Tangan dan Kawal Kepentingan Trenggalek

    Surabaya (beritajatim.com) – Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Deni Wicaksono, mendesak Pemerintah Provinsi tidak lepas tangan terkait sengketa batas wilayah 13 pulau di perairan selatan antara Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung. Deni menilai polemik ini menyangkut kredibilitas tata kelola wilayah dan harus dikawal serius oleh Pemprov Jatim.

    “Pemprov tidak boleh lepas tangan. Ini soal kredibilitas tata kelola wilayah. Kalau dulu setuju pulau itu masuk Trenggalek, ya sekarang harus dikawal dong,” tegas Deni saat ditemui di Kantor DPRD Jatim, Rabu (18/6/2025).

    Ia mempertanyakan keputusan Kepmendagri No. 300 Tahun 2025 yang menetapkan 13 pulau tersebut sebagai bagian dari Kabupaten Tulungagung, padahal data dan sejarah mencatat wilayah itu selama ini masuk dalam administrasi Trenggalek. Menurutnya, keputusan terbaru tersebut mencederai kesepakatan lintas lembaga yang telah terjalin sebelumnya.

    “Kami meminta Kemendagri membuka ruang klarifikasi dan mendasarkan keputusan pada data faktual, bukan sekadar dokumen administratif,” ujar politisi PDI Perjuangan ini.

    Deni mengungkapkan bahwa rapat resmi pada 11 Desember 2024 di Gedung Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri secara sah menyepakati bahwa 13 pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Trenggalek. Rapat tersebut dihadiri oleh Kemendagri, Badan Informasi Geospasial (BIG), Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Pemprov Jatim.

    “Sudah ada Berita Acara Kesepakatan yang jelas dan resmi, menyatakan bahwa 13 pulau itu masuk Trenggalek. Tapi mengapa dalam Kepmendagri terbaru justru dipindahkan ke Tulungagung? Ada apa sebenarnya dengan pulau-pulau ini?” tandasnya.

    Menurut Deni, secara historis dan administratif, ke-13 pulau tersebut sejak lama masuk dalam wilayah Trenggalek, seperti tercantum dalam RTRW Provinsi Jatim maupun RTRW Kabupaten Trenggalek. Ia mencurigai adanya potensi sumber daya alam seperti minyak dan gas yang menjadi latar belakang keputusan pemindahan wilayah administratif tersebut.

    “Kalau benar ada indikasi migas, jangan sampai ini jadi ajang rebutan diam-diam yang melukai rasa keadilan masyarakat. Ini bukan soal siapa yang berkuasa, tapi siapa yang berhak,” ujarnya.

    Secara geografis dan operasional, Deni menyebut pulau-pulau itu lebih dekat dengan garis pantai Trenggalek serta masuk dalam wilayah patroli TNI AL dan Polairud Trenggalek.

    “Pulau-pulau itu lebih dekat ke Trenggalek, bahkan sudah lama menjadi bagian dari sistem pengawasan TNI AL dan Polairud Trenggalek,” jelasnya.

    Deni pun mendorong agar Kepmendagri segera direvisi. Menurutnya, Pasal 63 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan memberikan ruang koreksi terhadap keputusan pejabat tata usaha negara jika ditemukan kekeliruan atau data yang tidak sesuai.

    “Jangan sampai seperti ini terus. Pemerintah pusat harus berani mengoreksi jika ada kekeliruan. Pulau ini bisa jadi sumber konflik di masa depan jika dibiarkan,” tegasnya.

    Ia mencontohkan penyelesaian cepat dalam konflik batas wilayah antara Aceh dan Sumatera Utara, yang membuktikan bahwa pemerintah pusat bisa mengambil langkah adil jika ada kemauan politik.

    “Jika Aceh bisa mendapatkan kembali hak atas pulau-pulaunya melalui revisi Kemendagri dan keputusan presiden, maka Trenggalek pun layak diperlakukan setara. Kami di DPRD Jatim akan terus mengawal ini sampai tuntas,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Kepmendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 menyebut 13 pulau di perairan selatan Jawa Timur masuk wilayah Kabupaten Tulungagung. Hal ini kemudian diikuti oleh Perda RTRW Kabupaten Tulungagung Nomor 4 Tahun 2023 yang menetapkan keberadaan pulau-pulau tersebut dalam rencana tata ruang hingga 2043.

    Namun, Perda Provinsi Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2023 serta Perda Kabupaten Trenggalek Nomor 15 Tahun 2012 justru menyatakan bahwa ke-13 pulau berada dalam wilayah Kabupaten Trenggalek, memunculkan sengketa wilayah antar kedua daerah.

    Ke-13 pulau yang menjadi objek sengketa antara Trenggalek dan Tulungagung yaitu Pulau Anak Tamengan, Pulau Anakan, Pulau Boyolangu, Pulau Jewuwur, Pulau Karangpegat, Pulau Solimo, Pulau Solimo Kulon, Pulau Solimo Lor, Pulau Solimo Tengah, Pulau Solimo Wetan, Pulau Sruwi, Pulau Sruwicil, dan Pulau Tameng. [asg/beq]