kab/kota: Trenggalek

  • Sah-sahan Massa PSHT di Tulungagung Gelar Konvoi, Seorang Ibu Ditabrak hingga Meninggal Dunia
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        29 Juni 2025

    Sah-sahan Massa PSHT di Tulungagung Gelar Konvoi, Seorang Ibu Ditabrak hingga Meninggal Dunia Surabaya 29 Juni 2025

    Sah-sahan Massa PSHT di Tulungagung Gelar Konvoi, Seorang Ibu Ditabrak hingga Meninggal Dunia
    Editor
    TULUNGAGUNG, KOMPAS.com

    Pengesahan anggota baru PSHT
    atau sah-sahan pesilat di Tulungagung, Sabtu (28/6/2025) malam, masih diramaikan konvoi sepeda motor.  
    Bahkan rombongan penggembira bermotor menabrak seorang warga perempuan di Desa Podorejo, Kecamatan Sumbergempol pukul 21.00 WIB.
    Korban diketahui bernama Nafiatul Khozimah (44), warga Desa Tegalrejo, Kecamatan Rejotangan yang tertabrak konvoi sepeda motor para anggota persilatan sampai meninggal dunia.
    Kejadian ini satu dari sejumlah insiden di seluruh wilayah Tulungagung di waktu yang sama.
    Rombongan pesilat ini adalah massa penggembira yang akan menghadiri
    pengesahan anggota baru PSHT
    di Kecamatan Kauman.
    Kasi Humas
    Polres Tulungagung
    , Ipda Nanang Murdianto mengatakan, kejadian bermula saat AEP (19) ikut dalam rombongan dari Desa Junjung, Kecamatan Sumbergempol.
    Remaja asal Kabupaten Nganjuk ini mengendarai Kawasaki KLX AG 4288 VBO, membonceng LP (19). 
    “Mereka dalam satu konvoi besar melaju dari arah Selatan ke Utara di Jalan Desa Podorejo, Kecamatan Sumbergempol,” kata Nanang, Minggu (29/6/2025).
    Saat itu AEP akan mendahului kendaraan di depannya namun manuvernya terlalu ke kanan dan masuk ke lajur berlawanan.
    Setir sepeda motornya berbenturan dengan warga yang mengendarai sepeda motor Honda Beat AG 4757 RAK.
    Akibatnya, kedua kendaraan ini sama-sama terjatuh ke aspal jalan.
    “Pengemudi sepeda motor Honda Beat mengalami luka di bagian kaki. Sementara korban yang dibonceng mengalami luka berat di bagian kepala,” sambung Nanang.
    Nafiatul sempat dilarikan ke rumah sakit, namun akhirnya meninggal dunia dalam perawatan karena luka berat yang dialami.
    Sementara AEP mengalami luka lecet di kaki dan tangan, sementara LP mengalami lecet serta bengkak di kaki kanan.
    AEP akhirnya berhasil diamankan, dan dibawa ke kantor Unit Penegakan Hukum (Gakkum) Satlantas Polres Tulungagung.
    “Yang bersangkutan ternyata tidak mempunyai SIM C. Ia masih dimintai keterangan untuk proses hukum lebih lanjut,” ungkap Nanang.
    Di malam yang sama, sekitar pukul 22.00 WIB sebuah mobil Toyota Calya dengan nomor polisi BG 1385 FR juga terlibat insiden dengan rombongan pesilat.
    Setidaknya ada 3 sepeda motor yang terlibat tabrakan dengan mobil yang dikemudikan MDP (28) ini.
    Masing-masing Honda PCX AG 4397 RFA, Honda Verza AG 2886 RFR, dan Honda CRF AG 6773 REU.
    Saat itu, MDP mengendarai mobilnya dari arah Utara ke Selatan, dengan membawa 5 penumpang.
    “Saat itu pengemudi mobil ini melihat
    konvoi massa PSHT
    dari arah berlawanan. Sebagian massa masuk ke lajur kanan,” ungkap Nanang.
    Menurut Nanang, melihat konvoi pesilat ini, MDP sudah berusaha menepikan mobilnya ke kiri jalan.
    Namun barisan konvoi dari belakang yang melaju cepat dan menabrak bagian belakang sebelah kanan mobilnya.
    Akibat kejadian ini, satu pengendara sepeda motor mengalami patah tangan, sementara yang lain luka ringan.
    Melihat kejadian itu MDP dan para penumpangnya sempat ketakutan dan tidak berani keluar mobil. 
    “Setelah kejadian itu, pengemudi mobil dan para penumpang mencari panitia dari pihak PSHT untuk minta perlindungan,” tutur Nanang. 
    Pada pukul 22.30 WIB, satu peserta konvoi massa PSHT juga mengalami kecelakaan tunggal di jalan umum Desa/Kecamatan Boyolangu.
    MZ (21) yang mengendarai Honda Vario W 6224 NAW terjatuh saat melaju dengan membonceng AIF (21).
    Keduanya mengalami luka ringan, sepeda motornya juga mengalami kerusakan ringan.
    Sementara sejumlah pengemudi mobil di jalan Raya Gondang-Trenggalek mengeluhkan perilaku tidak terpuji massa pesilat.
    Mereka memukul mobil meski sudah melaju di lajurnya.
    Bahkan berusaha minggir hingga turun aspal jalan. 
    Para pengemudi memilih turun dari jalan dan menghentikan kendaraannya sampai massa konvoi lewat.
    Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul
    Sah-Sahan Massa Pesilat di Tulungagung Gelar Konvoi Motor, Tabrak Seorang Ibu Sampai Meninggal Dunia
    .
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Soal Sengketa 13 Pulau, Pemprov Jatim Minta Semua Pihak Hormati Keputusan Kemendagri
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        25 Juni 2025

    Soal Sengketa 13 Pulau, Pemprov Jatim Minta Semua Pihak Hormati Keputusan Kemendagri Surabaya 25 Juni 2025

    Soal Sengketa 13 Pulau, Pemprov Jatim Minta Semua Pihak Hormati Keputusan Kemendagri
    Tim Redaksi
    SURABAYA, KOMPAS.com
    – Sekreraris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Jawa Timur Adhy Karyono meminta semua pihak menghormati keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait sengketa 13 pulau antara Pemkab Tulungagung dan Pemkab Trenggalek.
    Kemendagri memutuskan belasan pulau obyek sengketa masuk dalam wilayah administratif Provinsi Jawa Timur.
    “Saya berharap semua pihak baik kepala daerah, termasuk masyarakat bersama-sama menghormati keputusan pemerintah pusat sehingga tercipta suasana yang kondusif,” katanya saat dikonfirmasi, Rabu (25/6/2025) sore.
    Secara prinsip, Pemprov
    Jatim
    mendukung keputusan hasil rapat tim pusat yang dipimpin Kemendagri tentang sengketa pulau tersebut.
    “Sambil menunggu rapat musyawarah lanjutan dengan seluruh pihak untuk diputuskan kembali masuk dalam batas wilayah kabupaten,” jelasnya.
    Seperti diketahui, Pemkab Trenggalek dan Pemkab Tulungagung bersengketa soal kepemilikan 13 pulau.
    Pulau-pulau yang sedang diperebutkan itu di antaranya Pulau Anak Tamengan, Pulau Anakan, Pulau Boyolangu, Pulau Jewuwur, dan Pulau Karangpegat. 
    Ada juga Pulau Solimo, Pulau Solimo Kulon, Pulau Solimo Lor, Pulau Solimo Tengah, Pulau Solimo Wetan, Pulau Sruwi, Pulau Sruwicil, dan Pulau Tamengan.
    Secara administrasi, 13 pulau masuk di wilayah Kecamatan Watulimo, Trenggalek. Namun, Menteri Dalam Negeri pada 2022 memutuskan 13 pulau itu masuk di wilayah Tulungagung berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri 100.1.1-6117 Tahun 2022.
    Sedangkan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Trenggalek dan RTRW Provinsi Jawa Timur, 13 pulau tersebut masuk ke wilayah administrasi Kabupaten Trenggalek.
    Pemkab Trenggalek dan Pemkab Tulungagung sudah beberapa kali duduk bersama, termasuk pertemuan yang difasilitasi Pemprov Jatim.
    Namun, hal tersebut masih menemui jalan buntu, baik Trenggalek maupun Tulungagung masih sama-sama bersikeras 13 pulau tersebut miliknya.
    Kabupaten Tulungagung memasukkan 13 pulau tersebut ke dalam Perda Nomor 4 Tahun 2023 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) tahun 2023-2043.
    Sedangkan berdasarkan Perda Provinsi Jatim Nomor 10 Tahun 2023 tentang RTRW Provinsi Jatim Tahun 2023-2043, dan Perda Kabupaten Trenggalek Nomor 15 Tahun 2012, tentang RTRW Kabupaten Trenggalek Tahun 2012-2032, menyebutkan bahwa 13 pulau tersebut masuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Trenggalek.
    Dalam duplikasi pulau ini, Kabupaten Tulungagung berpegangan pada Kepmendagri, sedangkan Kabupaten Trenggalek merujuk pada RTRW Provinsi Jawa Timur dan RTRW Kabupaten Trenggalek. 
    Selasa kemarin, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Komjen (Purn) Tomsi Tohir mengatakan, untuk sementara belasan pulau Trenggalek yang bersengketa dengan Tulungagung masuk ke dalam wilayah administratif Provinsi Jawa Timur.
    “Jadi tidak masuk Trenggalek, tidak juga masuk Tulungagung. Masuk wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur,” katanya.
    Dia juga menyebut, jumlah pulau yang disengketakan sebanyak 16 pulau, bukan 13 pulau seperti yang diberitakan.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemendagri Catat Ada Kasus Sengketa 16 Pulau di Jawa Timur

    Kemendagri Catat Ada Kasus Sengketa 16 Pulau di Jawa Timur

    Bisnis.com, Jakarta — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membeberkan ada 16 pulau yang kini tengah masuk proses sengketa antara Kabupaten Trenggalek dan Kabupaten Tulungagung Jawa Timur.

    Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Tomsi Tohir mengemukakan pada awalnya hanya ada 13 pulau yang tengah disengketakan oleh kedua kabupaten itu. 

    Namun, setelah dilakukan kajian mendalam, menurut Tomsi, telah ditemukan 3 pulau lagi yang tumpang tindih klaim antara wilayah Trenggalek dan Tulungagung, sehingga jumlahnya menjadi 16 pulau yang masuk proses sengketa.

    “Jadi sekarang ada 16 pulau yang masuk proses sengketa,” tutur Tomsi di Jakarta, Selasa (24/6).

    Tomsi mengungkapkan bahwa 16 pulau itu tidak ada penghuninya sama sekali. Maka dari itu, kata Tomsi, sembari menunggu keputusan 16 pulau itu masuk kabupaten mana, sementara akan masuk administrasi provinsi Jawa Timur lebih dulu.

    “Jadi tidak masuk Trenggalek dan tidak juga masuk Tulungagung, tetapi masuk wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur,” katanya.

    Dia menjelaskan bahwa Kementerian Dalam Negeri bakal menggandeng beberapa pihak lainnya di antaranya Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Badan Informasi Geospasial (BIG), Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut, Direktorat Topografi TNI Angkatan Darat dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, serta Pemerintah Kabupaten Trenggalek dan Pemkab Tulungagung.

    “Rapat lanjutan akan digelar Juli 2025 dan akan melibatkan Gubernur Jatim, Bupati Trenggalek, Bupati Tulungagung, serta para Ketua DPRD masing-masing daerah guna memusyawarahkan sebelum status administratif atas 16 pulau diputuskan,” ujarnya.

  • Anggota DPR bagikan 3.000 beasiswa saat Soekarno Run di Trenggalek

    Anggota DPR bagikan 3.000 beasiswa saat Soekarno Run di Trenggalek

    Kekuasaan sejati adalah keberpihakan pada rakyat kecil.

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini membagikan 3.000 beasiswa gratis saat acara TGX Soekarno Run 2025 di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Minggu, kepada masyarakat.

    Novita Hardini mengatakan bahwa acara maraton tersebut bukan hanya ajang olahraga, melainkan juga momentum membumikan nilai-nilai perjuangan pro rakyat ala sang proklamator, presiden ke-1 RI Ir. Soekarno.

    “Oleh karena itu, hari ini saya memberikan 3.000 beasiswa gratis serta hadiah berupa 1 ekor sapi dan 10 kambing untuk rakyat Trenggalek. Ini adalah bentuk cinta kami kepada masyarakat,” kata Novita dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Kamis.

    Dikatakan pula bahwa beasiswa yang dibagikan untuk ribuan peserta Soekarno Run itu untuk tingkatkan akses pendidikan yang merata. Sementara iru, hadiah sapi dan kambing diberikan kepada peserta terpilih sebagai bentuk apresiasi sekaligus dorongan terhadap ekonomi rakyat kecil.

    Ia menjelaskan bahwa TGX Soekarno Run merupakan lari santai bertema perjuangan yang melibatkan ribuan peserta dari berbagai kalangan, mulai dari pelajar, komunitas olahraga, UMKM, hingga tokoh masyarakat.

    Kegiatan itu, kata dia, dikemas tidak hanya untuk kebugaran, tetapi juga untuk mempererat kebersamaan dan menanamkan kembali semangat nasionalisme generasi muda.

    “Apa yang dilakukan Bung Karno dahulu adalah menanamkan keberanian bermimpi besar untuk bangsanya. Maka, sekarang mari kita wujudkan mimpi-mimpi rakyat lewat aksi nyata, termasuk lewat pendidikan dan pemberdayaan ekonomi,” katanya.

    Wakil rakyat ini berharap kegiatan seperti ini dapat menjadi tradisi tahunan, sekaligus inspirasi nasional dalam memperingati warisan pemikiran Bung Karno bahwa kekuasaan sejati adalah keberpihakan pada rakyat kecil.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Sengketa Kepemilikan Pulau Bermunculan, Mana Saja?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        22 Juni 2025

    Sengketa Kepemilikan Pulau Bermunculan, Mana Saja? Nasional 22 Juni 2025

    Sengketa Kepemilikan Pulau Bermunculan, Mana Saja?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Sengketa
    antar-pemerintah daerah (Pemda) atas kepemilikan
    pulau
    terus bermunculan. Hal ini terjadi usai terjadi polemik soal kepemilikan empat pulau antara Provinsi Aceh-Sumatra Utara (Sumut).
    Keduanya memperebutkan
    Pulau
    Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.
    Persoalan timbul setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebutkan bahwa empat pulau tersebut masuk dalam wilayah Sumut. Alasannya, secara geografis pulau-pulau itu lebih dekat dengan Sumut.
    “Nah, dari rapat tingkat pusat itu, melihat letak geografisnya, itu ada di wilayah Sumatera Utara, berdasarkan batas darat yang sudah disepakati oleh empat pemda, Aceh maupun Sumatera Utara,” kata Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Rabu (10/6/2025).
    Persoalan kepemilikan empat pulau ini kemudian meruncing. Pemda Aceh dan warga Aceh tidak terima dengan Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025.
    Tidak hanya itu, Wakil Presiden RI Ke-10 Jusuf Kalla bahkan angkat bicara. Ia mengingatkan bahwa empat pulau itu merupakan harga diri warga Aceh.
    Perselisihan ini akhirnya diambil alih oleh Presiden Prabowo Subianto. Mantan Jenderal Kopassus itu memutuskan bahwa empat pulau tersebut milik Aceh.
    “Berdasarkan laporan dari Kemendagri, berdasarkan dokumen-dokumen, data-data pendukung, kemudian tadi Bapak Presiden memutuskan bahwa pemerintah berlandaskan pada dasar-dasar dokumen yang telah dimiliki pemerintah telah mengambil keputusan bahwa keempat pulau, yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, secara administratif berdasarkan dokumen yang dimiliki pemerintah adalah masuk ke wilayah administratif wilayah Aceh,” kata Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).
    Usai polemik empat pulau Aceh-Sumut, muncul selisih kepemilikan 13 pulau Trenggalek-Tulungagung.
    Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek juga merasa keberatan dengan Keputusan Mendagri yang menyatakan bahwa 13 pulau itu milik Pemda Tulungagung.
    Dalam Rencana Tata Ruang (RTRW) Kabupaten Trenggalek dan RTRW Provinsi Jawa Timur telah disebutkan bahwa 13 pulau itu masuk dalam wilayah administrasi Trenggalek.
    Pemprov Jawa Timur kemudian memfasilitasi pertemuan Pemkab Trenggalek dan Tulungagung untuk duduk bersama.
    Namun, perasaan itu masih buntu. Kedua pihak masih bersikeras memiliki hak kelola atas 13 pulau tersebut.
    “Sudah ditetapkan oleh Kepmendagri, artinya masih masuk wilayah Tulungagung. Kami akan bersurat lagi, meminta agar dilakukan kajian ulang,” kata Sekda Kabupaten Trenggalek, Edy Soepriyanto, Senin (16/6/2025).
    Perselisihan juga muncul di Kepulauan Bangka Belitung (Babel) dengan Kepulauan Riau (Kepri) menyangkut kepemilikan
    Pulau Tujuh
    .
    Gubernur Bangka Belitung, Hidayat Arsani, bahkan membentuk Tim Khusus Pulau Tujuh yang akan memperjuangkan untuk mengembalikan empat pulau ke Babel.
    Mereka mempersoalkan Keputusan Mendagri Nomor 050/145/2022 dan 100.1.1.6117/2022 tentang Kode Wilayah Administratif dan Data Pulau.
    Staf Khusus Gubernur Babel, Kemas Akhmad Tajuddin, mengatakan bahwa tim tersebut akan menempuh jalur hukum dan administratif, termasuk menyurati Mendagri agar merevisi keputusannya.
    Jika tidak ditanggapi, Pemda Babel akan mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
    “Kita juga akan melakukan langkah hukum lainnya dengan mengajukan gugatan judicial review atas adanya konflik dua undang-undang yang saling bertentangan,” di Pangkalpinang, Sabtu (21/6/2025), dilansir dari Antara.
    Menurut Kemas, pihaknya telah melakukan dialog dengan Pemda Kepri secara langsung maupun di bawah mediasi Kemendagri. Namun, kedua pihak tidak kunjung sepakat.
    “Pada 2022 terbit Keputusan Mendagri yang memasukkan Pulau Tujuh ke Kepulauan Riau. Kami telah menyampaikan surat keberatan ke Kemendagri, namun tidak pernah ditanggapi,” ujar Kemas.
    Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan, pihaknya tengah mempelajari soal polemik 13 pulau di Trenggalek, Jawa Timur, yang diklaim masuk wilayah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.
    Dia mengatakan bahwa Kemendagri akan berhati-hati dalam menangani kasus tersebut.
    “Yang pasti belajar dari
    sengketa
    4 pulau di Aceh, tentu kami hati-hati,” kata Bima, di BPSDM, Kemendagri, Jakarta, Sabtu (21/6/2025).
     
    Bima memastikan, Kemendagri tentu tidak hanya akan mendalami letak geografis 13 pulau itu tapi juga soal historisnya. 
    “Tidak saja soal data geografis, tapi historis dan kesepakatan-kesepakatan masa lalu penting sedang ditelusuri. Kami berhati-hati sekali,” ujar dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemendagri hati-hati evaluasi sengketa 13 pulau Trenggalek-Tulungagung

    Kemendagri hati-hati evaluasi sengketa 13 pulau Trenggalek-Tulungagung

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengaku sangat berhati-hati dalam melakukan proses evaluasi mengenai sengketa 13 pulau antara Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung di Jawa Timur.

    Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan pihaknya belajar dari kasus sengketa empat pulau sebelumnya, yang kini sudah ditetapkan masuk ke Provinsi Aceh.

    “Tentu kami hati-hati, tidak saja soal data geografis, tapi historis dan kesepakatan-kesepakatan masa lalu penting sedang ditelusuri,” ujar Bima saat ditemui di Jakarta, Sabtu.

    Ia menyebutkan Kemendagri sedang mendalami dokumen yang diterima dari masing-masing pemerintah kabupaten (pemkab), baik Trenggalek maupun Tulungagung.

    Kedua pemkab, kata dia, memiliki versi masing-masing mengenai 13 pulau tersebut, sehingga dokumen yang diajukan keduanya terus dipelajari dengan cermat.

    “Pasti nanti kami pelajari soal dokumennya, perkembangannya,” tutur dia.

    Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR RI Mohammad Toha meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera mengambil langkah konkret dalam mendata seluruh pulau yang berpotensi disengketakan antardaerah.

    “Kemendagri harus proaktif mendata dan memetakan pulau-pulau yang berstatus tidak jelas atau disengketakan,” kata Toha dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (20/6).

    Hal itu disampaikannya merespons sengketa antarwilayah terkait kepemilikan pulau yang kembali muncul usai penyelesaian sengketa empat pulau antara Aceh dengan Sumatera Utara (Sumut).

    Dia mengingatkan bahwa keberadaan pulau-pulau kecil yang belum memiliki kejelasan administrasi berisiko memicu konflik horisontal antarpemerintah daerah.

    Untuk itu, ia menekankan pentingnya pencegahan dini sebelum permasalahan berkembang menjadi konflik sosial atau sengketa hukum yang berlarut-larut.

    “Kalau dibiarkan, ini bisa menimbulkan ketegangan antardaerah, bahkan bisa mengganggu pelayanan publik dan pembangunan wilayah karena itu Kemendagri harus segera turun tangan, menengahi, dan menyelesaikan sengketa yang ada,” tuturnya.

    Sebab, kata dia, sampai saat ini masih banyak pulau yang bermasalah di Indonesia, di antaranya tujuh pulau di Pekajang yang berada di perbatasan Kepulauan Riau dan Bangka Belitung hingga sengketa 13 pulau antara Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung di Jawa Timur.

    “Kemendagri harus bijak dalam menyelesaikan sengketa pulau. Pemerintah harus mengedepankan fakta dan sejarah kepemilikan pulau tersebut,” kata dia.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kemendagri Hati-Hati Selesaikan Sengketa 13 Pulau Trenggalek-Tulungagung

    Kemendagri Hati-Hati Selesaikan Sengketa 13 Pulau Trenggalek-Tulungagung

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan bakal berhati-hati mengambil sikap soal polemik sengketa 13 pulau di pesisir perairan selatan Jawa Timur antara Trenggalek dan Tulungagung.

    Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya menyatakan Mendagri Tito Karnavian sudah melakukan evaluasi terhadap sengketa 13 pulau tersebut.

    “Pak menteri langsung memimpin proses evaluasi soal sengketa 13 pulau di Trenggalek itu. Yang pasti belajar dari sengketa 4 pulau di Aceh, tentu kami hati-hati,” kata Bima di kantor BPSDM, Jakarta, Sabtu (21/6/2025).

    Dia menambahkan, pihaknya akan mempelajari dokumen dari kedua belah pihak agar persoalan sengketa pulau ini lebih terang benderang.

    Di samping itu, Bima menekankan bahwa keputusan terkait kepemilikan itu tidak akan diambil dari data geografis saja. Namun, historis dan kesepakatan masa lalu akan masuk dalam pertimbangan juga.

    “Bukan saja soal data geografis tapi historis, dan kesepakatan-kesepakatan masa lalu penting sedang ditelusuri. Kami berhati-hati sekali,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, 13 pulau yang dipersoalkan itu adalah Pulau Anak Tamengan, Pulau Anakan, Pulau Boyolangu, Pulau Jewuwur, Pulau Karangpegat, Pulau Solimo, Pulau Solimo Kulon, Pulau Solimo Lor, Pulau Solimo Tengah, Pulau Solimo Wetan, Pulau Sruwi, Pulau Sruwicil dan Pulau Tamengan.

    Pada intinya, polemik ini terjadi lantaran ada duplikasi pencatatan terkait dengan kepemilikan 13 pulau antara Trenggalek dan Tulungagung.

    Untuk diketahui, sengketa pulau juga sebelumnya terjadi antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara (Sumut). Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan bahwa secara administratif empat pulau yang belakangan menjadi sumber polemik antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara masuk dalam wilayah administratif Aceh.

    Keempat pulau yang dimaksud yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang dan Pulau Mangkir Ketek. 

    Hal ini disampaikan berdasarkan dokumen resmi milik pemerintah pusat yang disampaikan dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (17/6/2025).

    “Secara administratif, berdasarkan dokumen yang dimiliki oleh pemerintah, adalah masuk ke wilayah administratif Provinsi Aceh,” ujar Prasetyo dalam forum itu.

  • BPN Jatim tinjau percepatan sertifikasi tanah wakaf di Tulungagung

    BPN Jatim tinjau percepatan sertifikasi tanah wakaf di Tulungagung

    “Kami sudah menjalin kerja sama aktif dengan pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan lembaga keagamaan untuk mendukung percepatan program ini,”

    Tulungagung, Jatim (ANTARA) – Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Timur terus mendorong percepatan penyelesaian Program Strategis Nasional (PSN) bidang pertanahan, khususnya sertifikasi tanah wakaf dan aset tempat ibadah.

    Kepala Kanwil BPN Jatim, Asep Heri, melakukan monitoring dan evaluasi (monev) langsung ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung, Kamis.

    Monev digelar di ruang rapat Kantor Pertanahan Tulungagung, dihadiri Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Jatim, kepala kantor pertanahan se-wilayah Mataraman, perwakilan Pemkab Tulungagung, Badan Wakaf Indonesia (BWI), Kementerian Agama, serta sejumlah lembaga keagamaan.

    Pelaksana harian Kepala Kantor Pertanahan Tulungagung menyampaikan, sinergi antar instansi terus diperkuat untuk mempercepat proses sertifikasi bidang tanah wakaf di wilayahnya.

    “Kami sudah menjalin kerja sama aktif dengan pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan lembaga keagamaan untuk mendukung percepatan program ini,” ujarnya.

    Kepala Bidang Penanganan dan Pengendalian Sengketa Kanwil BPN Jatim, Wikantadi, meminta seluruh pihak melakukan validasi data agar proses sertifikasi lebih akurat dan tidak menimbulkan konflik di kemudian hari.

    “Data dari BWI, Kemenag, dan instansi lainnya harus saling dikonfirmasi. Output-nya nanti adalah peta sebaran tanah wakaf di Jawa Timur,” katanya.

    Sementara itu, Kepala Kanwil BPN Jatim, Asep Heri, menekankan pentingnya percepatan program ini sebagai bagian dari pembangunan peradaban umat. Ia meminta seluruh pihak menyamakan pemahaman dan berkomitmen agar aset umat memiliki kekuatan hukum tetap.

    “Pilar peradaban banyak dimulai dari tanah wakaf. Jangan sampai dibiarkan berlarut-larut. Semua pihak harus punya tanggung jawab moral untuk menuntaskan program ini,” katanya.

    Berdasarkan hasil sensus, jumlah bidang tanah wakaf di Kabupaten Tulungagung tercatat sebanyak 3.424 bidang.

    Sebanyak 2.709 bidang telah bersertifikat, sementara 715 bidang lainnya menjadi target penyelesaian hingga akhir Juli 2025.

    Adapun Kantor Pertanahan Kota Blitar dari target 213 bidang, sebanyak 54 bidang tidak dapat diproses karena tercatat sebagai aset instansi pemerintah.

    Sementara di Kabupaten Blitar, dari target 2.480 bidang, sebanyak 200 objek wakaf menjadi prioritas percepatan. Sedangkan di Kabupaten Trenggalek, dari total 5.125 bidang tanah wakaf, baru 2.458 bidang yang bersertifikat, menyisakan 2.667 bidang yang masih dalam proses.

    Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Demo Tolak Aturan ODOL, Sopir Truk di Trenggalek Sempat Tutup Jalan Utama
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        19 Juni 2025

    Demo Tolak Aturan ODOL, Sopir Truk di Trenggalek Sempat Tutup Jalan Utama Surabaya 19 Juni 2025

    Demo Tolak Aturan ODOL, Sopir Truk di Trenggalek Sempat Tutup Jalan Utama
    Tim Redaksi
    TRENGGALEK, KOMPAS.com
    – Massa
    sopir truk
    di Kabupaten
    Trenggalek
    , Jawa Timur melakukan aksi solidaritas untuk menolak aturan
    over dimension over load
    (ODOL) dan memberantas tindakan premanisme di jalan.
    Mereka juga melakukan penutupan jalur utama antar-kota dengan cara memarkir truk-truk di tengah jalan, Kamis (19/06/2025).
    “Aksi yang diikuti oleh lebih dari 287 armada truk berikut sopir ini berpusat di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
    Trenggalek
    ,” kata salah satu sopir truk peserta aksi, Soetrisno, di kawasan Simpang Tiga Jarakan, Trenggalek, Jawa Timur, Kamis (19/06/2025).
    Menurut dia, aksi ini merupakan bentuk solidaritas dari para sopir truk muatan di seluruh wilayah Trenggalek.
    Selain menuntut
    aturan ODOL
    , mereka menuntut penyelesaian masalah premanisme yang kerap terjadi di jalan.
    “Kami sopir menuntut agar tidak ada premanisme di jalan. Kemudian, ongkos logistik itu harus disesuaikan, dan menuntut revisi Undang-Undang Lalu Lintas Jalan Nomor 22 Tahun 2009,” kata Sutrisno.
    Setelah menyampaikan aspirasi di kantor dewan, para pengemudi truk beserta armada menuju Simpang Tiga Jarakan, Kelurahan Karangsoko, Trenggalek, untuk bergabung bersama sopir truk lain. 
    Sebelumnya, truk-truk berkumpul di Simpang Tiga Jarakan untuk memblokade jalan utama.
    Akibatnya, jalanan di area tersebut dipenuhi truk yang diparkir dari tiga sisi, baik selatan, barat, maupun utara.
    Dari sisi selatan, sepanjang satu kilometer, truk berjajar memenuhi jalur.
    Dari arah Karangan juga dipadati truk pada satu sisi hingga simpang empat Jatiprahu, Kecamatan Karangan, Trenggalek.
    Aksi penutupan jalan tersebut sebelumnya tidak direncanakan.
    Namun, karena banyaknya sopir yang hadir dan tidak tertampung di area gedung dewan, mereka akhirnya memarkirkan truk di sepanjang jalan hingga Simpang Tiga Jarakan.
    Selain itu, blokade juga sempat terjadi di simpang empat Jalan Ahmad Yani, Trenggalek.
    Agar tetap bisa melintas, masyarakat harus memilih sejumlah jalur alternatif yang ada.
    Aksi solidaritas di Simpang Tiga Jarakan, Trenggalek, tersebut berakhir sekitar pukul 14.30 WIB, Kamis (19/06/2025), setelah adanya imbauan dari pihak kepolisian.
    Polisi menyampaikan bahwa jalan tersebut merupakan jalan umum yang harus dapat dilalui masyarakat.
    Para sopir pun membubarkan diri dengan tertib dan arus lalu lintas kembali normal.
    “Kami berharap Bapak-bapak yang ada di dewan bisa mendukung aspirasi kami,” ujar Sutrisno.
    Aksi ini menunjukkan solidnya persatuan sopir truk dalam memperjuangkan hak-hak mereka dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
    “Aksi
    demo sopir truk
    ini terjadi serentak di Provinsi Jawa Timur,” kata Sutrisno.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Usai Aceh-Sumut, Kini Trenggalek-Tulungagung Rebutan 13 Pulau Tak Berpenghuni

    Usai Aceh-Sumut, Kini Trenggalek-Tulungagung Rebutan 13 Pulau Tak Berpenghuni

    Liputan6.com, Surabaya – Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setdaprov Jatim, Lilik Pudjiastuti membenarkan adanya polemik yang terjadi antara Kabupaten Trenggalek dengan Tulungagung yang rebutan 13 pulau.

    “Polemik ini sebenarnya sudah terjadi beberapa tahun silam. Dari awal sudah ada dualisme, sudah dobel,” ujarnya, Kamis (19/6/2025).

    Lilik menceritakan, awal polemik ini terjadi. Pemkab Trenggaleknsudah memasukkan 13 pulau itu sebagai wilayahnya, hal itu tercantum pada Perda Kabupaten Trenggalek Nomor 15 Tahun 2012, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Trenggalek Tahun 2012-2032.

    Lalu, pada 2023, Pemkab Tulungagung ternyata memasukkan 13 pulau tersebut sebagai wilayahnya sebagaimana pada Perda Nomor 4 Tahun 2023 tentang RTRW Kabupaten Tulungagung, Tahun 2023–2043.

    “13 pulau Itu berdasarkan Perda RTRW-nya Trenggalek itu dia masuk tahun 2012, tapi juga masuk di Perda RTRW Tulungagung tahun 2023,” ucapnya.

    Sementara itu, Dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022, disebutkan 13 pulau tersebut masuk wilayah Kabupaten Tulungagung.

    “Tapi dalam Perda Provinsi Jatim Nomor 10 Tahun 2023 serta Perda Kabupaten Trenggalek Nomor 15 Tahun 2012 tentang RTRW, wilayah itu dinyatakan bagian dari Trenggalek,” ujar Lilik