kab/kota: Tiongkok

  • Zelensky Tuduh China Kirim Senjata, Ini Respons China – Halaman all

    Zelensky Tuduh China Kirim Senjata, Ini Respons China – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah China, di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping, secara tegas membantah tuduhan dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tentang keterlibatannya dalam pengiriman senjata ke Rusia.

    Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, menyatakan bahwa negaranya tidak pernah menyediakan senjata untuk Moskow selama konflik Rusia-Ukraina yang berkepanjangan.

    Dalam keterangan resminya, Lin menjelaskan, “Kami tidak pernah menyediakan senjata mematikan kepada pihak manapun yang berkonflik dan secara ketat mengontrol ekspor barang-barang dengan fungsi ganda.”

    Pernyataan ini menggarisbawahi komitmen China untuk tetap netral dalam permasalahan Ukraina, meskipun Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin memiliki hubungan yang kuat sebagai sekutu.

    Apa Posisi China Terkait Konflik Ukraina?

    China menegaskan bahwa posisinya mengenai isu Ukraina adalah “netral, konsisten, dan jelas.”

    Lin Jian juga menambahkan, “Tiongkok secara aktif berkomitmen untuk mendorong gencatan senjata dan mengakhiri konflik serta mendorong perundingan damai.”

    Hal ini menunjukkan upaya China untuk berperan sebagai mediator di tengah ketegangan yang terus berlangsung.

    Mengapa Zelensky Menuduh China?

    Presiden Zelensky sebelumnya mengeklaim bahwa intelijen Ukraina telah menemukan bukti bahwa China memasok senjata kepada Rusia.

    Dalam konferensi pers di Kyiv pada 17 April 2025, Zelensky menyampaikan, “Kami akhirnya menerima informasi bahwa China memasok senjata ke Federasi Rusia.”

    Meskipun tidak memberikan detail lebih lanjut, ia menekankan bahwa Ukraina siap untuk membicarakan hal ini secara mendalam.

    Klaim tersebut muncul setelah militer Ukraina menangkap dua warga negara China yang diduga bertempur bersama pasukan Rusia di Donetsk.

    Apa Reaksi Dari Pihak Ukraina?

    Meski pemerintah China telah menanggapi tuduhan dengan keras, seorang pejabat senior Ukraina, yang identitasnya dirahasiakan, mengatakan kepada AFP bahwa tentara China yang ditangkap kemungkinan adalah sukarelawan yang bergabung dengan pasukan Rusia untuk keuntungan finansial.

    Ini menunjukkan bahwa mereka mungkin bukan tentara yang dikirim langsung oleh Beijing.

    Sebagai respons terhadap situasi ini, Departemen Luar Negeri AS menggarisbawahi bahwa penangkapan dua warga negara China tersebut menunjukkan tingkat dukungan Beijing terhadap Moskow.

    Selain itu, Ukraina juga memutuskan untuk menjatuhkan sanksi kepada tiga perusahaan China, melarang mereka untuk beroperasi di Ukraina dan membekukan aset mereka.

    Bagaimana Dampak Terhadap Hubungan China dan Ukraina?

    Langkah sanksi tersebut menambah kompleksitas situasi, mengingat China selama ini mempertahankan posisi netral sambil memberikan dukungan ekonomi kepada Rusia.

    Dengan demikian, perkembangan terbaru ini tidak hanya mempengaruhi hubungan antara Ukraina dan China, tetapi juga menambah ketegangan dalam hubungan internasional yang lebih luas terkait konflik Rusia-Ukraina.

    Sebagai kesimpulan, meskipun terdapat tuduhan serius dari pihak Ukraina terhadap China, pemerintah Beijing tetap teguh dengan penolakannya dan menegaskan komitmennya untuk menjaga posisi netral dalam konflik ini.

    Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana situasi ini akan berkembang di masa depan dan apakah peran China sebagai mediator bisa terealisasi dengan baik?

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Rusia-Ukraina: Trump Menghentikan Mediasi, Apa Selanjutnya? – Halaman all

    Rusia-Ukraina: Trump Menghentikan Mediasi, Apa Selanjutnya? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mengumumkan bahwa Washington akan menghentikan upaya mediasi perdamaian antara Rusia dan Ukraina jika tidak ada kemajuan yang jelas dalam waktu dekat.

    Dalam pernyataannya yang disampaikan dalam konferensi pers di Gedung Putih, Trump bersama Menteri Luar Negeri Marco Rubio mengekspresikan rasa frustrasi mereka terhadap lambatnya proses negosiasi tersebut.

    Mengapa Trump Menghentikan Mediasi?

    Trump mengancam akanmenghentikan upaya mediasi perdamaian antara Rusia dan Ukraina jika tidak ada kemajuan yang jelas dalam waktu dekat 

    “Kami ingin ini selesai secepat mungkin. Jika karena suatu alasan salah satu dari kedua pihak membuatnya sangat sulit, kami akan mengatakan Anda bodoh. Anda tolol. Anda orang-orang yang mengerikan.” Ujar Trump.

    Pernyataan ini mencerminkan ketidakpuasan Trump terhadap kurangnya kemajuan dalam perundingan, terutama setelah ia menetapkan perayaan Paskah sebagai tenggat waktu untuk mencapai kesepakatan damai.

    Ketegangan meningkat ketika Presiden Rusia, Vladimir Putin, menolak untuk berkomitmen pada pembicaraan atau mempertahankan konsesi kecil, seperti penghentian serangan terhadap infrastruktur energi Ukraina.

    Selain itu, Trump juga menunjukkan ketidaksenangan terhadap Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, menyalahkannya atas berlanjutnya perang.

    Apa Dampak Jika AS Mundur dari Perundingan?

    Meskipun rencana Trump untuk mundur dari perundingan dapat dianggap sebagai gertakan, ada risiko nyata jika keputusan tersebut diambil.

    Jika AS benar-benar menarik diri, prospek kesepakatan damai diprediksi akan melemah drastis.

    Tanpa dukungan Washington, Rusia mungkin akan merasa lebih bebas untuk meningkatkan serangan militernya, sementara Ukraina, yang sangat bergantung pada dukungan militer dan intelijen AS, akan kehilangan daya tahan dalam jangka panjang.

    Dampak lain dari penarikan AS dari perundingan ini adalah potensi keraguan dari negara-negara sekutu terkait komitmen jangka panjang Washington terhadap aliansi mereka.

    Situasi ini bisa dimanfaatkan oleh Tiongkok dan Rusia untuk membangun pengaruh di berbagai kawasan, termasuk Timur Tengah, Afrika, dan Asia Tenggara.

    Bagaimana Progres Perundingan Rusia-Ukraina?

    Sejak Trump menjabat pada Januari, Rusia dan AS telah terlibat dalam beberapa putaran negosiasi.

    Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengeklaim bahwa beberapa kemajuan telah dicapai, meskipun ia mengakui bahwa komunikasi dengan Washington tetap sulit.

    Rusia tetap terbuka untuk berdialog, asalkan kepentingannya terjamin, termasuk desakan agar Ukraina mencegah kehadiran NATO dan mengakui perbatasan baru Rusia.

    Namun, Ukraina menilai tuntutan Rusia sebagai paksaan untuk menyerah, yang berarti pengkhianatan terhadap rakyatnya dan melemahkan kedaulatannya.

    Kompleksitas konflik ini menjadi hambatan besar bagi tercapainya perundingan damai.

    Dengan ketidakpastian yang menyelimuti perundingan damai antara Rusia dan Ukraina, langkah Trump untuk menghentikan mediasi jika tidak ada kemajuan segera mungkin membawa dampak besar tidak hanya bagi kedua negara, tetapi juga bagi stabilitas internasional.

    Saat ini, perhatian dunia tertuju pada bagaimana perkembangan ini akan mempengaruhi hubungan internasional, terutama dengan kekuatan besar seperti Rusia dan Tiongkok yang siap mengambil keuntungan dari situasi ini.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Apakah Perang Dagang AS-Tiongkok Akan Berakhir? – Halaman all

    Apakah Perang Dagang AS-Tiongkok Akan Berakhir? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, baru-baru ini mengisyaratkan adanya kemungkinan penyelesaian konflik perdagangan yang telah berlangsung lama antara AS dan Tiongkok.

    Ia berharap dapat mencapai kesepakatan dengan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, dalam waktu tiga hingga empat minggu ke depan.

    Pernyataan ini muncul di tengah ketegangan yang semakin memanas terkait tarif impor yang dikenakan kepada barang-barang asal Tiongkok.

    Mengapa Trump Merasa Optimis?

    Trump menyatakan, “Saya percaya akan memiliki kesepakatan dengan Tiongkok.” Ungkapan ini diucapkan saat penandatanganan perintah eksekutif di Gedung Putih bersama Menteri Perdagangan Howard Lutnick.

    Meskipun demikian, Trump tidak mengungkapkan apakah Xi Jinping juga memiliki keinginan yang sama untuk mengakhiri perang tarif ini.

    Nick Vyas, seorang ahli dari USC Marshall, menjelaskan bahwa perang dagang ini sebenarnya adalah “permainan siapa yang akan berkedip lebih dulu antara dua kekuatan ekonomi dunia.” Menurutnya, Tiongkok memiliki posisi yang kuat karena merasa memiliki semua kartu untuk bertahan.

    Sementara itu, Trump merasa memiliki kekuatan karena AS lebih banyak mengimpor dari Tiongkok dibandingkan sebaliknya.

    Apa Dampak Ancaman Tarif yang Dikenakan?

    Perang dagang semakin memanas setelah Gedung Putih mengumumkan kemungkinan tarif impor hingga 245 persen untuk berbagai barang dari Tiongkok.

    Lembar fakta yang dirilis pada tanggal 15 April 2025 mengklarifikasi bahwa tarif tersebut merupakan kombinasi dari tarif sebelumnya dan tarif baru, termasuk tarif timbal balik dan tarif berdasarkan Pasal 301.

    Strategi ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan AS terhadap impor dari Tiongkok dan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri.

    Namun, kebijakan ini juga berdampak negatif, seperti meningkatnya biaya produksi di AS, terganggunya rantai pasokan global, dan konsumen yang harus menghadapi harga yang lebih tinggi.

    Apa Konsekuensi bagi Ekonomi Global?

    Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperkirakan bahwa volume perdagangan global akan turun sebesar 0,2 persen pada tahun 2025, dan jika ketegangan ini berlanjut, penurunan perdagangan barang global dapat mencapai 15 persen.

    Ini tentu menjadi perhatian serius bagi negara-negara berkembang yang akan menghadapi kerugian besar.

    Kantor PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) juga menurunkan proyeksi pertumbuhan global dari 2,5 persen menjadi 2,3 persen, yang sering kali dikaitkan dengan awal resesi global.

    Bagaimana Respons Tiongkok?

    Menanggapi ancaman tarif dari Trump, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Lin Jian, menegaskan bahwa Tiongkok akan terus melindungi hak dan kepentingannya.

    Ia menyatakan bahwa AS adalah pihak yang memulai perang dagang dan bahwa balasan dari Tiongkok adalah langkah sah untuk mempertahankan keadilan internasional.

    Lin juga meminta AS untuk menghentikan tekanan ekstrem dan mulai berdialog dengan prinsip kesetaraan dan saling menghormati.

    Sebagai balasan, Tiongkok telah menaikkan tarif menjadi 145 persen untuk barang-barang dari AS dan menangguhkan pengiriman logam tanah jarang serta magnet yang digunakan dalam industri militer.

    Langkah ini menunjukkan ketegasan Tiongkok untuk tidak terintimidasi oleh ancaman AS.

    Apakah Ada Harapan untuk Negosiasi?

    Meskipun Trump membuka ruang untuk negosiasi, ia menyatakan bahwa tarif mungkin tidak akan dinaikkan lagi karena khawatir akan menurunkan daya beli konsumen.

    Ia mengisyaratkan keinginan untuk menurunkan tarif dan menginginkan dialog yang konstruktif.

    Namun, meski ada pernyataan positif dari kedua belah pihak, tidak ada tanda-tanda jelas bahwa kesepakatan sudah dekat.

    Trump juga enggan membeberkan detail negosiasi, dan terkait isu TikTok, ia menyebut bahwa kesepakatan divestasi ByteDance akan ditunda hingga masalah perdagangan diselesaikan.

     

    Skenario perang dagang antara AS dan Tiongkok terus berkembang, dengan berbagai ancaman tarif dan respons dari kedua belah pihak.

    Meskipun ada harapan untuk kesepakatan yang dapat mengakhiri konflik ini, banyak tantangan yang harus dihadapi.

    Dengan kondisi yang masih tidak pasti, hanya waktu yang akan menjawab apakah pertempuran perdagangan ini akan berakhir dengan damai.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Upaya Perdamaian dan Sanksi China dalam Konflik Rusia-Ukraina Hari ke-1151 – Halaman all

    Upaya Perdamaian dan Sanksi China dalam Konflik Rusia-Ukraina Hari ke-1151 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perang Rusia-Ukraina yang dimulai pada 24 Februari 2022 kini telah memasuki hari ke-1151 pada Sabtu, 19 April 2025.

    Dalam periode yang panjang ini, berbagai perkembangan signifikan terus terjadi, termasuk langkah Ukraina menjatuhkan sanksi terhadap tiga perusahaan asal China yang diduga terlibat dalam produksi rudal Iskander untuk Rusia.

    Mari kita bahas lebih dalam mengenai hal ini.

    Mengapa Ukraina Menjatuhkan Sanksi Terhadap Perusahaan China?

    Ukraina menjatuhkan sanksi kepada tiga perusahaan China pada Jumat, 18 April 2025.

    Ketiga perusahaan tersebut adalah Beijing Aviation, Aerospace Xianghui Technology, Rui Jin Machinery, dan Zhongfu Shenying Carbon Fiber Xining.

    Sanksi ini dilakukan setelah Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut diduga berperan dalam rantai pasokan senjata Rusia, khususnya untuk rudal Iskander.

    Zelensky menegaskan dalam pernyataan di platform media sosial X bahwa sanksi ini merupakan bagian dari upaya Ukraina untuk mempersempit rantai pasokan militer Rusia yang berlanjut.

    Ia menyatakan, “Sebagian besar entitas yang terkena sanksi ini berasal dari Rusia, namun ada juga yang berbasis di Tiongkok.” Meskipun rincian sanksi belum diumumkan secara resmi, biasanya sanksi tersebut mencakup pembekuan aset, larangan transaksi, dan pemutusan kerja sama bisnis.

    Apa Tanggapan Tiongkok terhadap Tuduhan Ini?

    Dalam menanggapi tuduhan dari Zelensky, pemerintah Tiongkok secara tegas membantahnya.

    Mereka menyatakan bahwa mereka tidak menyediakan perlengkapan militer kepada pihak manapun dalam konflik ini dan berulang kali mengeklaim bahwa mereka bersikap netral dalam perang antara Rusia dan Ukraina.

    Namun, Ukraina menilai bahwa keterlibatan perusahaan-perusahaan China dalam rantai produksi senjata Rusia adalah indikasi adanya keterlibatan tidak langsung.

    Apa Pengaruh Amerika Serikat dalam Konflik Ini?

    Di tengah upaya mencapai perdamaian, laporan menyebutkan bahwa Amerika Serikat bersiap untuk mengakui kendali Rusia atas Krimea sebagai bagian dari perjanjian damai yang lebih luas dengan Ukraina.

    Meskipun demikian, keputusan akhir terkait pengakuan ini masih dalam pertimbangan dan belum ada komentar resmi dari Gedung Putih maupun Departemen Luar Negeri AS.

    Bagaimana Proses Pertukaran Tahanan Berlangsung?

    Pada hari yang sama, Rusia dan Ukraina sepakat untuk melakukan pertukaran tahanan baru, yang dimediasi oleh Uni Emirat Arab (UEA).

    Pertukaran ini akan melibatkan hampir 500 tahanan dari kedua belah pihak, termasuk 46 tentara yang terluka.

    Menurut sumber yang berbicara kepada Reuters, proses pertukaran ini diharapkan dapat meredakan ketegangan yang terus meningkat di antara kedua negara yang terlibat dalam konflik ini.

    Apa Peran Diplomasi dalam Penyelesaian Konflik?

    Dalam konteks ini, upaya diplomasi menjadi sangat penting.

    Baru-baru ini, mantan Presiden AS, Donald Trump, melakukan percakapan dengan Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, membahas berbagai isu termasuk resolusi damai bagi perang yang sedang berlangsung di Ukraina.

    Diskusi ini menunjukkan bahwa negara-negara di dunia semakin berupaya untuk menemukan jalan keluar dari konflik yang telah berlangsung lebih dari satu tahun ini.

    Dengan berbagai langkah strategis yang diambil oleh Ukraina, dukungan internasional, dan upaya mediasi, harapan untuk mencapai perdamaian dalam konflik ini tetap ada.

    Meskipun tantangan besar masih dihadapi, baik Rusia maupun Ukraina terus mencari jalan untuk menyelesaikan permasalahan yang berkepanjangan ini.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Trump Tawarkan Damai ke Xi Jinping usai Ancam Tarif 245 Persen, Akankah Perang Dagang Berakhir? – Halaman all

    Trump Tawarkan Damai ke Xi Jinping usai Ancam Tarif 245 Persen, Akankah Perang Dagang Berakhir? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengisyaratkan kemungkinan ujung dari perang dagang antara AS dan Tiongkok.

    Ia berharap dapat mencapai kesepakatan dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping dalam tiga hingga empat minggu ke depan.

    “Saya percaya akan memiliki kesepakatan dengan Tiongkok,” kata Trump saat penandatanganan perintah eksekutif bersama Menteri Perdagangan Howard Lutnick di Gedung Putih, dikutip dari Investing.com, Sabtu (19/4/2025).

    “Saya pikir kami memiliki banyak waktu,” lanjutnya.

    Trump tidak menyebut apakah Xi Jinping juga telah mengambil langkah serupa untuk mengakhiri perang tarif.

    Pernyataan ini menjadi sinyal pertama adanya potensi kesepakatan sejak Trump mengenakan tarif tinggi terhadap barang impor dari Tiongkok.

    Menurut Nick Vyas dari USC Marshall, perang dagang ini adalah “permainan siapa yang akan berkedip lebih dulu” antara dua kekuatan ekonomi dunia.

    “Tiongkok merasa memiliki semua kartu untuk terus bertahan,” ungkap Vyas.

    “Sementara Trump merasa memiliki kekuatan karena Amerika lebih banyak mengimpor dari Tiongkok dibanding sebaliknya,” ujarnya.

    Strategi Trump atau Ancaman Global?

    Perang dagang memanas setelah Gedung Putih mengumumkan potensi tarif impor hingga 245 persen untuk barang-barang dari Tiongkok.

    Lembar fakta yang dirilis Gedung Putih pada Selasa (15/4/2025) menyebutkan angka tersebut sebagai kombinasi dari tarif sebelumnya dan yang baru, termasuk tarif timbal balik, tarif fentanil, dan tarif berdasarkan Pasal 301.

    Gedung Putih mengatakan tarif maksimum itu ditujukan untuk produk-produk tertentu, seperti kendaraan listrik, yang sejak era Biden sudah terkena tarif 100 persen.

    Dikutip dari Newsweek, strategi ini bertujuan mengurangi ketergantungan AS terhadap impor dari Tiongkok dan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri.

    Kebijakan ini meningkatkan biaya produksi di AS, mengganggu rantai pasokan global, dan mendorong konsumen menghadapi harga lebih tinggi.

    Perang Tarif dan Ancaman Resesi Global

    Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperkirakan volume perdagangan global tahun 2025 akan turun 0,2 persen, atau hampir tiga poin lebih rendah dari skenario tarif rendah.

    Jika eskalasi berlanjut, WTO memperingatkan penurunan perdagangan barang global hingga 1,5 persen dan kerugian besar bagi negara-negara berkembang.

    Kantor PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) juga menurunkan proyeksi pertumbuhan global dari 2,5 persen menjadi 2,3 persen—level yang sering dikaitkan dengan awal resesi global.

    Trump menyebut tarif ini merupakan respons atas pembatasan ekspor elemen tanah jarang dan mineral penting dari Tiongkok, seperti galium, germanium dan antimon.

    Menurut Times of India, Washington menganggap langkah Beijing sebagai ancaman terhadap industri strategis AS, termasuk pertahanan, kendaraan listrik, dan semikonduktor.

    Trump menandatangani perintah eksekutif yang mengarahkan investigasi apakah impor tanah jarang menimbulkan ancaman terhadap keamanan nasional.

    “Mineral-mineral penting ini adalah tulang punggung pertahanan dan ketahanan ekonomi AS,” kata Gedung Putih dalam pernyataannya.

    AS hanya memiliki satu tambang tanah jarang aktif, sementara Tiongkok menguasai 92 persen kapasitas pemrosesan global untuk material tersebut.

    Respons Tiongkok

    Menanggapi ancaman tarif dari Trump, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Lin Jian, menegaskan bahwa China akan terus melindungi hak dan kepentingannya.

    “China tidak mau berperang dan juga tidak takut berperang,” ujarnya seperti dikutip dari China Daily.

    Lin mengatakan AS-lah yang memulai perang dagang dan menyebut balasan dari China adalah langkah sah untuk mempertahankan keadilan internasional.

    Ia juga meminta AS untuk menghentikan tekanan ekstrem dan mulai berdialog berdasarkan prinsip kesetaraan dan saling menghormati.

    Pernyataan serupa juga disampaikan kepada wartawan oleh Lin, seperti dikutip RT, Kamis (17/4/2025).

    Ia memperingatkan bahwa Beijing tidak akan terintimidasi oleh ancaman AS.

    Sebagai balasan, China menaikkan tarif menjadi 145 persen untuk barang-barang AS dan menangguhkan pengiriman logam tanah jarang serta magnet yang digunakan dalam industri militer.

    Bloomberg melaporkan bahwa Beijing juga memerintahkan maskapai China untuk berhenti menerima pengiriman jet dan suku cadang Boeing.

    Trump Buka Ruang Negosiasi, tapi China Tetap Teguh

    Trump menyatakan tarif mungkin tidak akan dinaikkan lagi karena khawatir akan menurunkan daya beli konsumen.

    “Saya mungkin tidak ingin naik ke level terakhir. Bahkan mungkin ingin menurunkan tarif,” ujarnya, dikutip dari Reuters, Sabtu (19/4/2025).

    Trump juga menangguhkan tarif terhadap puluhan negara selama 90 hari dan membuka ruang negosiasi, termasuk dengan Indonesia.

    Beijing, meski telah membalas dengan tarif 145 persen, menyatakan tidak akan lagi bermain dalam “perang angka” dan menyiratkan bahwa tidak akan menaikkan tarif lebih tinggi lagi.

    Sementara kedua pihak menyatakan kesiapan untuk berdialog, belum ada tanda-tanda nyata bahwa kesepakatan sudah dekat.

    Trump enggan membeberkan isi negosiasi dan peran Xi Jinping dalam pembicaraan tersebut.

    Terkait isu TikTok, Trump mengatakan bahwa kesepakatan divestasi ByteDance akan ditunda sampai masalah perdagangan diselesaikan.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Apakah Perang Dagang AS-Tiongkok Akan Berakhir? – Halaman all

    China Bantah Tuduhan Zelensky, Tegaskan Tak Pernah Kirim Senjata Tempur ke Rusia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah China di bawah pimpinan Xi Jinping menegaskan bahwa negaranya tidak pernah menyediakan senjata untuk Moskow selama perang Rusia-Ukraina yang sedang berlangsung.

    Pernyataan itu diungkap langsung oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian menanggapi tudingan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky soal Beijing memasok persenjataan kepada

    “Kami tidak pernah menyediakan senjata mematikan kepada pihak manapun yang berkonflik, dan secara ketat mengontrol ekspor barang-barang dengan fungsi ganda,” ujar Lin Jian, dikutip dari The Guardian.

    Dalam kesempatan itu Otoritas Beijing juga menegaskan “posisinya mengenai masalah Ukraina sangat netral, konsisten dan jelas”.

    Meskipun pemimpinnya, Xi Jinping, dan Presiden Rusia Vladimir Putin, adalah sekutu publik, dengan kemitraan “tanpa batas” antara negara mereka.

    “Posisi Tiongkok terkait isu Ukraina selalu jelas. Tiongkok secara aktif berkomitmen untuk mendorong gencatan senjata dan mengakhiri konflik, serta mendorong perundingan damai,” tegas Lin

    Ukraina Klaim Punya Bukti China Pasok Senjata ke Rusia

    Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan bahwa intelijen Ukraina telah menerima informasi bahwa “China memasok senjata ke Federasi Rusia.”

    Pernyataan itu diungkap Zelensky, dalam konferensi pers di Kyiv pada Kamis (17/4/2025).

    Zelensky mengatakan dirinya mendapatkan “informasi” soal aktivitas China memasok senjata kepada Rusia.

    Zelensky tidak menjelaskan lebih lanjut soal klaimnya tersebut, dan hanya mengatakan bahwa Ukraina “siap” untuk membicarakannya secara detail.

    “Kami akhirnya menerima informasi bahwa China memasok senjata ke Federasi Rusia,” kata Zelensky kepada wartawan. “Kami meyakini bahwa perwakilan China terlibat dalam produksi sejumlah senjata di wilayah Rusia,” kata Zelensky.

    Klaim tersebut muncul hanya sehari setelah Zelensky mengatakan bahwa militer Ukraina telah menangkap dua tentara asal China di kawasan timur Donetsk.

    “Militer kami menangkap dua warga negara China yang bertempur bersama pasukan Rusia. Ini terjadi di wilayah Ukraina di wilayah Donetsk,” kata Zelensky dalam pernyataan via media sosial X.

    “Kami memiliki dokumen para tahanan ini, kartu bank, dan data pribadi,” tambahnya lagi menunjukkan sebuah unggahan di media sosial yang menyertakan video salah satu tahanan China yang diduga.

    Kendati pemerintah China telah menepis tuduhan terkait perekrutan Moskow terhadap 155 warga negaranya.

    Namun seorang pejabat senior Kyiv yang disembunyikan identitasnya mengatakan kepada AFP bahwa para tentara China yang ditangkap pasukan Ukraina kemungkinan warga negara China yang dibujuk untuk menandatangani kontrak dengan militer Rusia, bukan yang dikirim langsung oleh Beijing.

    Pejabat Kiev itu menilai tentara China itu bergabung dengan pasukan Rusia demi keuntungan finansial.

    Sementara Departemen Luar Negeri AS menyebut penangkapan dua warga negara China itu menunjukkan tingkat dukungan Beijing terhadap Moskow.

    Ukraina pada hari Jumat menjatuhkan sanksi kepada tiga perusahaan China, melarang mereka berbisnis di Ukraina dan membekukan aset mereka di negara tersebut. Ukraina tidak memberikan rincian mengapa mereka dimasukkan ke dalam daftar sanksi.

    Hal tersebut menambah kompleksitas situasi, mengingat China selama ini mempertahankan posisi netral sambil memberikan dukungan ekonomi kepada Rusia.

    Imbas isu ini Ukraina pada hari Jumat menjatuhkan sanksi kepada tiga perusahaan China, melarang mereka berbisnis di Ukraina dan membekukan aset mereka di negara tersebut.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Rusia-Ukraina: Trump Menghentikan Mediasi, Apa Selanjutnya? – Halaman all

    Trump Angkat Kaki dari Perundingan Rusia-Ukraina, Muak Negosiasi Damai Tak Temukan Titik Terang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan, Washington akan menghentikan upaya mediasi perdamaian antara Rusia dan Ukraina.

    Dalam keterangan resmi yang dilansir The Guardian, Trump mengungkap rencana untuk menghentikan upaya mediasi perdamaian antara Rusia dan Ukraina jika tidak ada kemajuan nyata dalam waktu dekat.

    Adapun ancaman itu dilontarkan Trump dan Menteri Luar Negeri Marco Rubio saat menggelar pertemuan pers di Gedung Putih pada Jumat (18/4/2025).

    Keduanya menyampaikan rasa frustasinya terhadap lambatnya proses negosiasi perdamaian Rusia-Ukraina.

    “Kami ingin ini selesai secepat mungkin,” tegas Trump.

    “Jika karena suatu alasan salah satu dari kedua pihak membuatnya sangat sulit, kami akan mengatakan Anda bodoh, Anda tolol, Anda orang-orang yang mengerikan,” imbuh Trump

    Sikap ini mencerminkan ketidakpuasan Trump terhadap kurangnya kemajuan dalam perundingan.

    Sebelumnya, ia telah menargetkan perayaan Paskah sebagai tenggat waktu untuk mencapai kesepakatan damai dan telah menunjuk utusannya, Steve Witkoff, untuk memimpin negosiasi.

    Namun, ketegangan meningkat setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menolak untuk berkomitmen pada pembicaraan atau mempertahankan konsesi kecil, seperti penghentian serangan terhadap infrastruktur energi Ukraina. ​

    Trump juga menunjukkan ketidaksenangannya terhadap Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, bahkan menyalahkannya atas berlanjutnya perang.

    Menyusul komentar Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, yang menuduh utusan khusus Trump, Steve Witkoff, menyebarkan narasi pro-Rusia. 

    Alasan tersebut yang mendorong AS murka hingga mengancam untuk menarik diri dari proses perdamaian jika tidak ada kemajuan yang jelas.

    “Kita perlu mencari tahu di sini, sekarang, dalam hitungan hari, apakah ini dapat dilakukan dalam jangka pendek, karena jika tidak, maka saya pikir kita akan terus maju,” ujar Rubio.

    Progres Perundingan Rusia-Ukraina

    Sebagai informasi Rusia dan AS telah terlibat dalam negosiasi sejak Trump menjabat pada bulan Januari.

    Kedua negara telah mengadakan beberapa putaran pembicaraan tingkat tinggi, Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengklaim bahwa beberapa kemajuan telah dicapai namun mengakui bahwa komunikasi dengan Washington tetap sulit.

    Kendati demikian ia menegaskan Rusia tetap terbuka untuk berdialog selama kepentingannya terjamin.

    Rusia juga mendesak Ukraina agar pihaknya mencegah masuk kehadiran NATO dan menuntut agar Kiev mengakui perbatasan baru Rusia.

    Akan tetapi Ukraina menilai semua tuntutan ini seperti dipaksa menyerah, bukan berdamai.

    Bagi Ukraina, menyerahkan wilayah ke Rusia berarti mengkhianati rakyatnya dan melemahkan kedaulatannya.

    Karena kompleksitas konflik ini menyentuh banyak lapisan, alhasil perundingan damai rusia dan ukraina sulit tercapai.

    Resiko jika AS mundur dari Perundingan Rusia-Ukraina

    Meski rencana Trump mundur dari perundingan hanyalah sebuah gertakan belaka.

    Akan tetapi jika AS memutuskan untuk mundur, prospek kesepakatan damai diprediksi akan melemah drastis.

    Ini karena belum ada negara lain yang memiliki pengaruh sekuat Washington atas Moskow dan Kyiv.

    Imbasnya Rusia mungkin akan meningkatkan serangan militernya, merasa memiliki ruang lebih luas untuk bertindak.

    Sementara Ukraina yang sangat bergantung pada dukungan militer dan intelijen dari AS, akan kehilangan daya tahan dalam jangka panjang.

    Selain itu dampak lain jika AS mundur dari perundingan, akan membuat negara sekutu mempertanyakan komitmen jangka panjang Washington terhadap aliansinya.

    Ini bisa dimanfaatkan oleh Tiongkok dan Rusia untuk membangun pengaruh di berbagai kawasan dunia, terutama Timur Tengah, Afrika, dan Asia Tenggara.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Xi Jinping Tur Asia Tenggara demi Lawan Tarif Trump, Kenapa Indonesia Tak Diajak?

    Xi Jinping Tur Asia Tenggara demi Lawan Tarif Trump, Kenapa Indonesia Tak Diajak?

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Tiongkok Xi Jinping telah menyelesaikan kunjungan singkatnya ke Asia Tenggara, menggalang dukungan di tengah serangan perang dagang dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.

    Meskipun ada beberapa yang kemudian dibatalkan, tarif besar-besaran diberlakukan Donald Trump terhadap puluhan negara dan kawasan awal bulan April.

    Trump telah mengguncang pasar global dan menimbulkan kembali ketidakpastian terhadap kebijakan perdagangan AS.

    Presiden terpilih itu bertujuan untuk mengembalikan lapangan kerja manufaktur ke negaranya dan memaksa mitra dagang untuk menurunkan tarif yang menurutnya ‘tidak adil’, yaitu pajak atas barang impor.

    Tiongkok menjadi mitra dagang utama bagi hampir semua anggota ASEAN (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara).

    Namun, negara-negara tetangga Tiongkok seperti Vietnam tetap berhati-hati terhadap ekspansi teritorial kekuatan besar itu di Laut Cina Selatan, dan berusaha menyeimbangkan ketergantungan ekonomi mereka dengan hubungan keamanan bersama AS.

    Yang Perlu Diketahui

    Selama lima hari kunjungan Presiden Xi, termasuk ke Vietnam, Malaysia, dan Kamboja, ia bertemu dengan para pemimpin negara dan menandatangani sejumlah nota kesepahaman yang mencakup berbagai bidang, mulai dari transportasi, kepabeanan, hingga kecerdasan buatan (AI).

    Tidak dilibatkan nama Indonesia dalam laporan tersebut, baik dari pernyataan resmi pejabat pemerintah Tiongkok maupun kabar tipis media global. Belum diketahui apa alasan di balik pengecualian tersebut.

    Adapun, ketiga negara yang terlibat di atas awalnya ikut terdampak kebijakan tarif “resiprokal” dari Trump, sebelum Presiden AS tiba-tiba mengumumkan penundaan selama 90 hari pada Rabu lalu.

    Dalam konferensi pers rutin esoknya, Kamis, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Lin Jian, memuji nilai-nilai Asia berupa perdamaian, kerja sama, keterbukaan, dan inklusivitas, sebagai jalan masa depan bagi kawasan ini.

    “Presiden Xi Jinping siap menandatangani protokol peningkatan Kawasan Perdagangan Bebas Tiongkok-ASEAN dengan negara-negara di kawasan sesegera mungkin, menolak pemisahan dan rantai pasokan yang terputus; halaman kecil dan tembok tinggi; serta tarif sembarangan, dengan semangat keterbukaan, inklusivitas, solidaritas, dan kerja sama,” ujarnya, dikutip dari Newsweek.

    “Negara-negara itu berusaha untuk memikirkan bagaimana cara menipu Amerika Serikat,” kata Trump, menanggapi pembicaraan Xi dengan pejabat Vietnam sebelumnya.

    Apa Kata Para Petinggi?

    Direktur Jenderal Institut Hubungan Internasional Kamboja, Kin Phea kepada media pemerintah Tiongkok Global Times: “(Kunjungan ini) menjadi pendorong kuat untuk meningkatkan hubungan erat yang telah ada, demi memastikan perdamaian, stabilitas, kemakmuran, dan persahabatan jangka panjang bagi kedua negara dan kawasan secara lebih luas.”

    Peneliti senior tetap di Australian Strategic Policy Institute, Raji Pillai Rajagopalan, kepada ABC (Australian Broadcasting Corporation):

    “Menarik melihat bagaimana Xi Jinping mencoba menampilkan Tiongkok sebagai kekuatan stabilitas, kepastian, dan prediktabilitas. Tapi kita perlu lihat bagaimana ini akan berjalan.

    Tiongkok selama ini justru cukup mengganggu di kawasan—baik dalam hal perdagangan maupun keamanan. Kita masih melihat itu terus terjadi, jadi Xi punya banyak pekerjaan untuk memastikan tindakannya sejalan dengan ucapannya.”

    Bagaimana Selanjutnya?

    Baik Washington maupun Beijing belum menunjukkan tanda-tanda akan mengalah dalam waktu dekat.

    Para analis menilai Asia Tenggara dapat menjadi kawasan yang berperan dalam meredam dampak tarif dengan meningkatkan perdagangan bersama Tiongkok, serta menjadi jalur alternatif bagi barang-barang Tiongkok yang ditujukan ke AS. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Whoosh gaet 87 ribu pelanggan WNA sepanjang Januari-Maret 2025

    Whoosh gaet 87 ribu pelanggan WNA sepanjang Januari-Maret 2025

    Arsip foto – Sejumlah penumpang turun dari kereta cepat Whoosh setibanya di Stasiun Whoosh Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Minggu (23/3/2025). ANTARA FOTO/Abdan Syakura/rwa/aa.

    Whoosh gaet 87 ribu pelanggan WNA sepanjang Januari-Maret 2025
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Sabtu, 19 April 2025 – 10:25 WIB

    Elshinta.com – PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mencatat layanan kereta cepat pertama di Indonesia, Whoosh, menggaet sebanyak 87.077 ribu pelanggan warga negara asing (WNA) yang telah memanfaatkan moda transportasi ini pada periode Januari-Maret 2025.

    Vice President Public Relations PT Kereta Api Indonesia (Persero) Anne Purba dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu, mengatakan angka ini meningkat sebesar 79,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang mencapai 48.391 pelanggan.

    “Lonjakan ini menunjukkan bahwa Kereta Cepat Whoosh tidak hanya diminati oleh masyarakat domestik, tetapi juga telah menjadi pilihan utama wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia,” ujar Anne.

    Peningkatan jumlah pelanggan WNA terlihat signifikan sejak awal tahun. Pada Januari 2025, Whoosh melayani 35.881 pelanggan asing, meningkat tajam sebesar 167,9 persen dibandingkan Januari 2024 yang mencatat 13.387 pelanggan. Sementara itu, pada Februari 2025, jumlahnya mencapai 35.914 pelanggan, tumbuh sebesar 70,8 persen dibandingkan Februari 2024 sebanyak 21.026 pelanggan.

    Sedangkan Maret 2025 mencatatkan 15.282 pelanggan WNA, naik 9,3 persen dari bulan yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah 13.978 pelanggan. Anne menjelaskan, tren peningkatan ini mencerminkan keunggulan Whoosh sebagai moda transportasi modern yang mampu menjawab kebutuhan wisatawan internasional, khususnya dalam hal kecepatan, kenyamanan, dan kemudahan akses.

    “Dengan waktu tempuh sekitar 40 menit dari Jakarta ke Bandung, Kereta Cepat Whoosh memberikan efisiensi luar biasa bagi wisatawan asing, khususnya mereka yang memiliki waktu terbatas namun ingin menjelajah lebih banyak destinasi,” kata Anne.

    Dilihat dari kewarganegaraan, pelanggan WNA terbanyak pada periode Januari hingga Maret 2025 berasal dari Malaysia, disusul oleh Singapura dan China.  Ketiga negara ini memberikan kontribusi besar terhadap lonjakan jumlah penumpang asing yang memilih menggunakan Whoosh sebagai sarana transportasi mereka.

    Kondisi ini sejalan dengan tren positif kunjungan wisatawan dari Asia Tenggara dan Tiongkok ke Indonesia. Peningkatan jumlah pelanggan WNA ini juga menjadi indikator bahwa strategi promosi pariwisata Indonesia yang terintegrasi dengan kemudahan teknologi dan akses transportasi mulai menunjukkan hasil positif.

    “Ke depan, kami akan terus berinovasi agar Whoosh tidak hanya menjadi kebanggaan transportasi nasional, tetapi juga simbol kemajuan Indonesia yang mampu bersaing secara global,” ujar Anne.

    Sumber : Antara

  • Kondisi Makin Panas! Ini Tips Investasi Aman saat Perang Dagang Bikin Pasar Goyang

    Kondisi Makin Panas! Ini Tips Investasi Aman saat Perang Dagang Bikin Pasar Goyang

    Jakarta: Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok kembali memanas. Ketegangan ini bikin pasar keuangan global makin tidak menentu. 
     
    Buat kamu yang sedang berinvestasi, kondisi seperti ini tentu bikin deg-degan. Tapi tenang, ada cara agar investasi tetap aman meski dunia sedang gonjang-ganjing.
    Perang dagang makin memanas, investor harus apa?
    Awal April lalu, Presiden AS Donald Trump kembali mengumumkan kebijakan tarif global. Tarif dasar 10 persen tetap berlaku untuk 56 negara, meski ada jeda sementara untuk tarif tambahan selama 90 hari. 
     
    Tapi untuk Tiongkok, tarif justru dinaikkan dari 104 persen menjadi 125 persen, sebagai balasan atas keputusan Tiongkok yang juga meningkatkan tarif produk AS dan mengajukan gugatan ke WTO.

    Tak tinggal diam, Tiongkok ikut menaikkan tarif barang impor dari AS jadi 125 persen. Kondisi ini menambah ketidakpastian di pasar global. Belum lagi ada sinyal baru dari Trump soal tarif semikonduktor yang bakal diumumkan dalam waktu dekat. Semua ini menunjukkan bahwa volatilitas pasar masih akan terus berlanjut.
     

    Diversifikasi adalah kunci bertahan
    Merangkum dari artikel Bibit, ketika market sedang tidak bersahabat, hal pertama yang wajib dilakukan investor adalah mengecek ulang portofolio. Jangan menaruh semua telur di satu keranjang!
     
    Diversifikasi portofolio ke berbagai jenis aset bisa bantu mengurangi risiko saat pasar sedang fluktuatif. Ini penting supaya kamu nggak panik saat salah satu aset turun nilainya.
    All-weather portfolio, jurus Ray Dalio hadapi gejolak pasar
    Kamu juga bisa coba strategi investasi yang dikenal sebagai All-Weather Portfolio. Strategi ini dipopulerkan oleh Ray Dalio, seorang investor kawakan dunia.
     
    Konsepnya simpelnya, alokasikan aset ke dalam beberapa kategori seperti saham, obligasi, emas, dan instrumen lain, sehingga portofolio tetap kuat dalam kondisi apapun entah inflasi, resesi, atau booming ekonomi.
     
    Tujuannya bukan untuk cuan besar dalam waktu singkat, tapi untuk menjaga nilai portofolio tetap tumbuh stabil dalam jangka panjang.
    Pilihan investasi saat market nggak stabil
    Kalau kamu tipe investor yang gampang panik saat pasar gonjang-ganjing, nggak ada salahnya untuk mulai fokus ke aset yang lebih stabil.
     
    Beberapa alternatif yang bisa kamu pertimbangkan antara lain:
     
    – Reksa dana pasar uang: Cocok buat investor konservatif, rendah risiko dan relatif stabil.
    – Obligasi pemerintah tenor pendek (FR): Memberikan imbal hasil tetap dengan risiko yang relatif kecil.
     
    Instrumen-instrumen ini bisa jadi “tempat berteduh” saat badai di pasar belum reda.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)