kab/kota: Tel Aviv

  • Turki Kirim Pakar ke Gaza Bantu Cari Jenazah Sandera Israel

    Turki Kirim Pakar ke Gaza Bantu Cari Jenazah Sandera Israel

    Ankara

    Otoritas Turki telah mengirimkan 81 pakar pemulihan bencana ke wilayah Jalur Gaza saat gencatan senjata berlangsung. Beberapa dari pakar Turki itu akan membantu mencari 19 jenazah sandera yang masih belum ditemukan.

    Pengiriman pakar pemulihan bencana ke Jalur Gaza itu, seperti dilansir AFP, Jumat (17/10/2025), diungkapkan oleh seorang sumber dari Kementerian Pertahanan Turki pada Kamis (16/10) waktu setempat. Para pakar yang dikirim itu berasal dari Otoritas Penanggulangan Bencana Turki atau AFAD.

    “Sudah ada tim yang terdiri dari 81 staf AFAD di sana,” kata sumber Kementerian Pertahanan Turki tersebut.

    “Satu tim akan bertugas mencari dan menemukan jenazah,” sebutnya.

    AFAD merupakan badan pemerintah yang fokus pada pemulihan bencana dan beroperasi di bawah Kementerian Dalam Negeri Turki.

    “Tugas-tugasnya sudah diketahui: mengirimkan bantuan kemanusiaan, mencari jenazah, dan melindungi gencatan senjata. Namun, belum ada informasi yang jelas tentang bagaimana penanganan tugas-tugas tersebut,” ucap sumber Kementerian Pertahanan Turki.

    Saat ditanya apakah pasukan militer Turki dapat juga terlibat dalam misi serupa di Jalur Gaza, sumber tersebut mengatakan hal semacam itu “lebih merupakan tugas entitas sipil seperti AFAD”. Namun, ditambahkan sumber itu, bahwa secara teori, militer dapat membantu jika diperlukan.

    Para petugas penyelamat AFAD sudah terbiasa beroperasi di medan yang sulit, dan telah merespons berbagai gempa bumi yang mengguncang Turki, termasuk gempa pada Februari 2023 lalu yang mengguncang wilayah selatan negara itu, yang menewaskan sedikitnya 53.000 orang.

    AFAD menyatakan pihaknya telah melaksanakan misi penyelamatan dan bantuan kemanusiaan di lebih dari 50 negara di lima benua dalam beberapa tahun terakhir, termasuk Somalia, wilayah Palestina, Ekuador, Filipina, Nepal, Yaman, Mozamik, dan Chad.

    Sebelumnya, Israel menuduh Hamas tidak mematuhi kesepakatan soal penyerahan jenazah semua sandera selama gencatan senjata Gaza berlangsung.

    Dari 28 jenazah sandera yang masih ada di Jalur Gaza, Hamas sejauh ini baru menyerahkan sembilan jenazah sandera kepada Israel. Satu jenazah di antaranya yang diserahkan Hamas dipastikan oleh Tel Aviv, bukanlah sandera. Ini berarti masih ada 19 jenazah sandera yang belum diserahkan oleh Hamas.

    Hamas, dalam pernyataannya, mengklaim telah menyerahkan semua jenazah sandera yang bisa ditemukan sejauh ini. Namun mereka juga mengakui membutuhkan waktu karena beberapa jenazah terkubur di terowongan yang dihancurkan Israel, dengan yang lainnya tertimbun reruntuhan di Jalur Gaza.

    Sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine Al-Qassam, mengatakan bahwa penyerahan lebih banyak jenazah sandera akan membutuhkan alat berat dan peralatan penggalian yang harus dibawa masuk ke Jalur Gaza, yang diblokade Israel.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Israel-Hamas Saling Tuding Langgar Gencatan Senjata Gaza

    Israel-Hamas Saling Tuding Langgar Gencatan Senjata Gaza

    Gaza City

    Israel dan Hamas saling menyalahkan atas pelanggaran gencatan senjata di Jalur Gaza. Tel Aviv mengeluhkan Hamas yang tidak mematuhi kesepakatan soal penyerahan jenazah semua sandera,, sedangkan Hamas menuding Israel melanggar gencatan dengan melepas tembakan yang menewaskan puluhan orang.

    Pertikaian mengenai penyerahan jenazah sandera, seperti dilansir Reuters, Jumat (17/10/2025), berpotensi menggagalkan gencatan senjata Gaza dan elemen-elemen lainnya yang belum terselesaikan, termasuk perlucutan senjata Hamas dan tata kelola Gaza di masa depan.

    Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata Gaza yang berlaku sejak 10 Oktober, Hamas harus menyerahkan total 48 sandera, yang terdiri atas 20 sandera yang masih hidup dan 28 sandera yang sudah tewas.

    Hamas telah menyerahkan semua 20 sandera yang masih hidup pada Senin (13/10). Sebagai imbalan, Israel membebaskan sebanyak 1.968 tahanan dan narapidana Palestina pada hari yang sama.

    Namun dari 28 jenazah sandera yang masih ada di Jalur Gaza, Hamas baru menyerahkan sembilan jenazah sandera kepada Israel. Satu jenazah di antaranya yang diserahkan Hamas telah dipastikan oleh Tel Aviv, bukanlah sandera. Ini berarti masih ada 19 jenazah sandera yang belum diserahkan oleh Hamas.

    Juru bicara pemerintah Israel, Shosh Bedrosian, mengatakan bahwa Israel tetap berkomitmen pada perjanjian tersebut dan terus memenuhi kewajibannya, serta menuntut Hamas mengembalikan 19 jenazah sandera sesuai kesepakatan.

    Hamas, dalam pernyataannya, menegaskan pihaknya tetap berkomitmen pada perjanjian Gaza dan mengklaim telah menyerahkan semua jenazah sandera yang bisa ditemukan sejauh ini. Hamas mengakui bahwa mereka membutuhkan waktu karena beberapa jenazah terkubur di terowongan yang dihancurkan Israel, dengan yang lainnya tertimbun reruntuhan di Jalur Gaza.

    Sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine Al-Qassam, mengatakan bahwa penyerahan lebih banyak jenazah sandera akan membutuhkan alat berat dan peralatan penggalian yang harus dibawa masuk ke Jalur Gaza, yang diblokade Israel.

    Pada Kamis (16/10), seorang pejabat senior Hamas menuduh Israel melanggar gencatan senjata dengan menewaskan sedikitnya 24 orang dalam rentetan penembakan sejak Jumat (10/10) lalu. Pejabat Hamas itu mengatakan daftar pelanggaran oleh Tel Aviv telah diserahkan kepada mediator.

    “Negara pendudukan bekerja siang dan malam untuk melemahkan perjanjian melalui pelanggaran-pelanggaran di lapangan,” kata pejabat senior Hamas yang tidak disebut namanya tersebut.

    Militer Israel belum menanggapi tuduhan tersebut. Namun Tel Aviv sebelumnya mengklaim pasukannya “melepaskan tembakan untuk meredakan ancaman” ketika sejumlah warga Palestina mengabaikan peringatan untuk tidak melanggar garis gencatan senjata di Jalur Gaza.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Israel Gempur Hizbullah di Lebanon, 1 Orang Tewas-7 Luka

    Israel Gempur Hizbullah di Lebanon, 1 Orang Tewas-7 Luka

    Beirut

    Militer Israel mengatakan pasukannya menggempur target-target kelompok Hizbullah dan sekutunya di wilayah Lebanon pada Kamis (16/10) waktu setempat. Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan sedikitnya satu orang tewas dan tujuh orang lainnya mengalami luka-luka akibat serangan tersebut.

    Presiden Lebanon Joseph Aoun, seperti dilansir AFP, Jumat (17/10/2025), bersikeras mengatakan serangan Israel menargetkan “fasilitas-fasilitas sipil” di wilayahnya. Aoun mengecam apa yang disebutnya sebagai pelanggaran kesepakatan gencatan senjata yang berlaku sejak tahun lalu.

    “Agresi Israel yang berulang kali terjadi sebagai bagian dari kebijakan sistematis yang bertujuan menghancurkan infrastruktur produktif, menghambat pemulihan ekonomi, dan merusak stabilitas nasional dengan dalih keamanan palsu,” kata Aoun dalam pernyataannya.

    Laporan Anadolu Agency menyebut militer Israel melancarkan sedikitnya 12 serangan terhadap wilayah Lebanon bagian selatan dan timur pada Kamis (16/10).

    Kantor berita Lebanon, National News Agency (NNA), melaporkan bahwa dua serangan Israel menargetkan kota Bnaafoul di Sidon, dan serangan ketiga menargetkan area Khirbet Dweir, yang terletak di antara kota Sarafand dan Baysariyeh.

    Jet-jet tempur Israel, menurut NNA, juga mengebom area di antara kota Roumine dan Houmine yang ada di distrik Nabatieh. Tidak hanya itu, NNA juga melaporkan bahwa serangan drone Israel menghantam area Bilda di distrik Marjayoun saat penduduk lokal sedang memanen zaitun.

    Rentetan serangan udara Israel lainnya, sebut NNA, juga menargetkan distrik Sidon, Marjayoun, dan Bint Jbeil di bagian selatan Lebanon, serta Baalbek di wilayah timur negara tersebut.

    Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan sedikitnya satu orang tewas dalam serangan di kota Shmistar, bagian timur Lebanon.

    Disebutkan juga bahwa enam orang mengalami luka-luka di Ansar, distrik Nabatieh, dan satu orang lainnya mengalami luka-luka di area Bnaafoul, distrik Saida.

    Militer Israel, dalam pernyataannya, menyebut mereka telah “menyerang infrastruktur teroris Hizbullah… di wilayah Mazraat Sinai di Lebanon bagian selatan”.

    Militer Israel juga mengatakan pasukannya menyerang fasilitas yang digunakan oleh Green Without Borders, sebuah LSM yang berada di bawah sanksi Amerika Serikat (AS), yang oleh Tel Aviv dianggap “beroperasi di bawah kedok sipil untuk menyembunyikan keberadaan Hizbullah di area perbatasan dengan Israel”.

    Israel telah berulang kali mengebom wilayah Lebanon, meskipun ada gencatan senjata yang berlaku sejak November tahun lalu, yang mengakhiri pertempuran sengit selama setahun antara Tel Aviv dan Hizbullah.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Israel-Hamas Saling Tuding Langgar Gencatan Senjata Gaza

    Lampu Hijau Trump ke Israel Jika Hamas Tak Manut Gencatan Senjata

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meminta Hamas memenuhi kesepakatan gencatan senjata di Gaza, Pelestina. AS menyerukan Hamas untuk melucuti senjata.

    Dilansir Anadolu Agency dan Al Arabiya, Kamis (16/10/2025), seruan itu disampaikan Trump dalam wawancara via telepon dengan media terkemuka AS, CNN, pada Rabu (15/10) waktu setempat.

    Ketika ditanya oleh CNN soal apa yang akan terjadi jika Hamas menolak untuk melucuti senjata, Trump menjawab: “Saya akan memikirkannya.”

    Trump kemudian menambahkan: “Israel akan kembali ke jalan-jalan itu segera setelah saya mengatakan demikian. Jika Israel bisa masuk dan menghajar mereka habis-habisan, mereka akan melakukannya.”

    Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa dirinya “harus menahan mereka”, merujuk pada militer Israel dan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu.

    “Saya sudah bersitegang dengan Bibi,” ucapnya, menggunakan nama panggilan akrab untuk Netanyahu.

    Dalam apa yang digambarkan oleh CNN sebagai wawancara singkat via telepon, Trump dikutip mengatakan: “Apa yang terjadi dengan Hamas — itu akan segera diselesaikan.”

    Trump menegaskan bahwa pembebasan 20 sandera Israel yang masih hidup merupakan hal “yang paling penting”, namun Hamas sekarang harus memenuhi komitmennya untuk menyerahkan jenazah-jenazah para sandera yang tewas di Jalur Gaza dan melucuti persenjataan mereka.

    Jika Hamas menolak untuk melucuti senjata, Trump sebelumnya menegaskan: “Kita yang akan melucuti senjata mereka.”

    Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata Gaza yang berlaku sejak Jumat (10/10) lalu, Hamas harus menyerahkan total 48 sandera yang diyakini masih berada di Jalur Gaza. Jumlah itu terdiri atas 20 sandera yang masih hidup dan 28 sandera yang sudah tewas.

    Hamas telah menyerahkan semua 20 sandera yang masih hidup kepada Israel, melalui Komite Palang Merah Internasional (ICRC), pada Senin (13/10) waktu setempat. Sebagai imbalan, Israel membebaskan sebanyak 1.968 tahanan Palestina dari penjara-penjara mereka pada hari yang sama.

    Namun dari 28 jenazah sandera yang masih ada di Jalur Gaza, Hamas sejauh ini baru menyerahkan sembilan jenazah sandera kepada Israel, melalui ICRC. Satu jenazah di antaranya yang diserahkan Hamas telah dipastikan oleh Tel Aviv, bukanlah jenazah sandera.

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengancam akan melanjutkan pertempuran jika Hamas tidak menghormati ketentuan gencatan senjata untuk menghentikan perang di Gaza.

    “Jika Hamas menolak mematuhi perjanjian tersebut, Israel, berkoordinasi dengan Amerika Serikat, akan melanjutkan pertempuran dan bertindak untuk mencapai kekalahan total Hamas, mengubah realitas di Gaza, dan mencapai semua tujuan perang,” demikian pernyataan dari kantor Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, dilansir AFP, Kamis (16/10).

    Sementara itu, Hamas mengatakan bahwa kedua jenazah yang dikembalikan akan menjadi yang terakhir untuk saat ini. Sebab Hamas menyebut proses evakuasi jenazah dari reruntuhan membutuhkan peralatan khusus.

    “Perlawanan telah memenuhi komitmennya terhadap perjanjian tersebut dengan menyerahkan semua tahanan Israel yang masih hidup yang berada dalam tahanannya, serta jenazah yang dapat diaksesnya,” kata Brigade Ezzedine Al-Qassam dalam sebuah pernyataan di media sosial.

    “Mengenai jenazah yang tersisa, dibutuhkan upaya ekstensif dan peralatan khusus untuk pengambilan dan ekstraksinya. Kami mengerahkan upaya besar untuk menyelesaikan masalah ini,” ujarnya.

    Israel Lepas Tembakan saat Gencatan Senjata

    Pada saat gencatan senjata ini berlangsung, Israel masih melepas tembakan pada Selasa (14/10). Militer Israel berdalih bahwa pasukannya melepas tembakan terhadap sejumlah orang di Jalur Gaza bagian utara, karena bergerak mendekati pasukannya. Militer Israel menyebut orang-orang itu sebagai “tersangka” yang memberikan ancaman.

    Otoritas kesehatan Gaza melaporkan sedikitnya enam warga Palestina tewas akibat tembakan pasukan Israel tersebut.

    Dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters, Rabu (15/10), militer Israel mengatakan bahwa orang-orang itu telah melanggar batas wilayah untuk penarikan awal pasukan Israel, berdasarkan kesepakatan gencatan senjata Gaza yang disetujui pekan lalu.

    Menurut militer Israel, aksi yang dilakukan sejumlah orang itu merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan tersebut.

    Otoritas kesehatan lokal Gaza melaporkan bahwa militer Israel telah menewaskan sedikitnya enam warga Palestina dalam dua insiden terpisah di wilayah Jalur Gaza pada Selasa (14/10) waktu setempat.

    Lebih lanjut disebutkan otoritas kesehatan Gaza bahwa pasukan Israel, dengan menggunakan sejumlah drone, menewaskan sedikitnya lima orang saat mereka memeriksa rumah-rumah di pinggiran timur Kota Gaza, kota terbesar di Jalur Gaza.

    Halaman 2 dari 2

    (lir/lir)

  • Netanyahu Tegaskan Israel Akan Capai Tujuan Perang di Gaza

    Netanyahu Tegaskan Israel Akan Capai Tujuan Perang di Gaza

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa negaranya akan mencapai semua tujuan perang Gaza. Netanyahu mengatakan bahwa Tel Aviv “bertekad” untuk mengamankan pemulangan jenazah semua sandera yang masih ada di Jalur Gaza.

    Hal tersebut ia sampaikan dalam upacara kenegaraan untuk mengenang tentara yang gugur selama konflik dua tahun dengan Hamas.

  • Netanyahu Tegaskan Israel Akan Capai Semua Tujuan Perang Gaza

    Netanyahu Tegaskan Israel Akan Capai Semua Tujuan Perang Gaza

    Tel Aviv

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa negaranya akan mencapai semua tujuan perang Gaza yang telah ditetapkan. Netanyahu mengatakan bahwa Tel Aviv “bertekad” untuk mengamankan pemulangan jenazah semua sandera yang masih ada di Jalur Gaza.

    Saat berbicara dalam seremoni kenegaraan untuk mengenang tentara yang gugur dalam perang melawan Hamas, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Kamis (16/10/2025), Netanyahu mengatakan bahwa “perjuangan belum berakhir”.

    “Kita bertekad untuk menjamin pemulangan semua sandera,” kata Netanyahu saat berbicara dalam seremoni kenegaraan yang digelar di pemakaman militer Gunung Herzl di Yerusalem pada Kamis (16/10).

    Dalam pernyataannya, Netanyahu juga mengatakan bahwa musuh-musuh Israel telah menyadari bahwa siapa pun yang melawannya akan membayar harga yang sangat mahal.

    “Perjuangan belum berakhir, tetapi satu hal yang jelas — siapa pun yang menyentuh kita mengetahui bahwa mereka akan membayar harga yang sangat mahal,” tegasnya.

    “Kita bertekad untuk meraih kemenangan yang akan membentuk lingkungan sekitar kita selama bertahun-tahun,” sebut Netanyahu.

    Pernyataan itu disampaikan setelah sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine Al-Qassam, mengatakan kelompoknya telah menyerahkan semua jenazah sandera yang dapat ditemukan sejauh ini dan membutuhkan peralatan khusus untuk mengevakuasi jenazah-jenazah sandera lainnya dari reruntuhan Gaza.

    “Perlawanan telah memenuhi komitmennya terhadap perjanjian dengan menyerahkan semua perlawanan Israel yang masih hidup dalam tersingkir, serta pemakaman-jenazah yang dapat diakses,” kata pernyataan Brigade Ezzedine Al-Qassam dalam via media sosial.

    “Mengenai jenazah-jenazah yang tersisa, diperlukan upaya ekstensif dan peralatan khusus untuk pengambilan dan ekstraksi mereka. Kami mengerahkan upaya besar untuk menyelesaikan persoalan ini,” imbuh pernyataan tersebut.

    Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata Gaza yang berlaku sejak 10 Oktober, Hamas harus menyerahkan total 48 sandera yang masih berada di Jalur Gaza. Jumlahnya terdiri atas 20 sandera yang masih hidup dan 28 sandera yang sudah mati.

    Hamas telah menyerahkan semua 20 sandera yang masih hidup kepada Israel, melalui ICRC, pada Senin (13/10) waktu setempat. Sebagai imbalan, Israel membebaskan sebanyak 1.968 tahanan dan narapidana Palestina pada hari yang sama.

    Namun dari 28 jenazah sandera yang masih ada di Jalur Gaza, Hamas sejauh ini baru menyerahkan sembilan jenazah sandera kepada Israel, melalui ICRC. Satu jenazah di antaranya yang diserahkan Hamas telah dipastikan oleh Tel Aviv, bukanlah jenazah sandera.

    Sebelumnya, Menteri Pertahanan (Menhan) Israel, Israel Katz, mengancam akan melanjutkan pertempuran di Jalur Gaza, jika Hamas tidak menghormati kesepakatan gencatan senjata — yang merujuk pada penyerahan jenazah sandera yang tidak sesuai kesepakatan.

    “Jika Hamas menolak untuk mematuhi perjanjian tersebut, Israel, berkoordinasi dengan Amerika Serikat, akan melanjutkan pertempuran dan bertindak untuk mewujudkan kekalahan total Hamas, mengubah kenyataan di Gaza, dan mencapai semua tujuan perang,” tegas Katz dalam pernyataannya.

    Tonton juga video “Netanyahu Jelang Pertukaran Sandera: Peristiwa Bersejarah” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Hamas Akui Telah Serahkan Semua Jasad Sandera yang Bisa Ditemukan

    Hamas Akui Telah Serahkan Semua Jasad Sandera yang Bisa Ditemukan

    Gaza City

    Hamas mengatakan telah menyerahkan semua jenazah sandera yang dapat ditemukan sejauh ini, saat gencatan senjata Gaza berlangsung. Hal itu disampaikan Hamas setelah menyerahkan dua jenazah sandera lainnya kepada Israel, melalui Komite Palang Merah Internasional (ICRC), pada Rabu (15/10) tengah malam.

    Militer Israel, dalam pernyataannya, mengatakan ICRC telah menerima dua jenazah lagi di Jalur Gaza.

    Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata Gaza yang berlaku sejak 10 Oktober, Hamas harus menyerahkan total 48 sandera yang masih berada di Jalur Gaza. Jumlah itu terdiri atas 20 sandera yang masih hidup dan 28 sandera yang sudah tewas.

    Hamas telah menyerahkan semua 20 sandera yang masih hidup kepada Israel, melalui ICRC, pada Senin (13/10) waktu setempat. Sebagai imbalan, Israel membebaskan sebanyak 1.968 tahanan dan narapidana Palestina pada hari yang sama.

    Sebelum dua jenazah sandera diserahkan pada Rabu (15/10) tengah malam, Hamas baru menyerahkan tujuh jenazah sandera kepada Israel, melalui ICRC. Satu jenazah di antaranya yang diserahkan Hamas telah dipastikan oleh Tel Aviv, bukanlah jenazah sandera.

    Sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine Al-Qassam, dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Kamis (16/10/2025), mengatakan mereka telah menyerahkan semua jenazah sandera yang dapat ditemukan dan membutuhkan peralatan khusus untuk mengevakuasi jenazah-jenazah sandera lainnya dari reruntuhan Gaza.

    “Perlawanan telah memenuhi komitmennya terhadap perjanjian dengan menyerahkan semua tahanan Israel yang masih hidup dalam penahanan, serta jenazah-jenazah yang dapat diakses,” kata Brigade Ezzedine Al-Qassam dalam pernyataan via media sosial.

    “Mengenai jenazah-jenazah yang tersisa, dibutuhkan upaya ekstensif dan peralatan khusus untuk pengambilan dan ekstraksi mereka. Kami mengerahkan upaya besar untuk menyelesaikan persoalan ini,” imbuh pernyataan tersebut.

    Pernyataan itu dirilis saat militer Israel mengatakan “dua peti jenazah sandera” telah diserahkan kepada pengawalan ICRC dan sedang dalam perjalanan menuju ke pasukan Tel Aviv yang ada di Jalur Gaza. Dari Gaza, dua jenazah itu dibawa ke wilayah Israel untuk menjalani proses identifikasi.

    “Hamas diharuskan untuk mematuhi perjanjian dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memulangkan semua sandera,” demikian pernyataan bersama yang dirilis Angkatan Bersenjata Israel (IDF) dan badan keamanan Israel, Shin Bet.

    2 Jenazah yang Diserahkan Hamas Diidentifikasi sebagai Sandera Israel

    Militer Israel, dalam pernyataan terbaru pada Kamis (16/10), mengumumkan bahwa pihaknya telah mengidentifikasi dua jenazah yang diserahkan Hamas melalui ICRC tersebut. Dikonfirmasi oleh Tel Aviv bahwa kedua jenazah merupakan sandera yang bernama Inbar Hayman dan Mohammad al-Atrash.

    “Setelah proses identifikasi oleh Institut Kedokteran Forensik Nasional selesai… perwakilan (militer Israel) memberitahu keluarga Inbar Hayman dan Sersan Mayor Mohammad al-Atrash bahwa jenazah mereka dapat dipulangkan untuk dimakamkan,” demikian pernyataan militer Israel.

    Hayman merupakan seniman grafiti asal Haifa, yang berusia 27 tahun ketika terbunuh dalam festival musik Nova yang menjadi target serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Sementara Mohammad al-Atrash merupakan tentara keturunan Bedouin, yang berusia 39 tahun ketika tewas dalam pertempuran pada 7 Oktober dan jenazahnya dibawa ke Jalur Gaza.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Trump Bilang Israel Bisa Lanjutkan Serangan Jika Hamas Tak Patuhi Gencatan

    Trump Bilang Israel Bisa Lanjutkan Serangan Jika Hamas Tak Patuhi Gencatan

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan dirinya akan mempertimbangkan untuk mengizinkan Israel melanjutkan kembali operasi militer di Jalur Gaza, jika kelompok Hamas gagal menerapkan ketentuan yang diatur dalam kesepakatan gencatan senjata.

    Hal tersebut, seperti dilansir Anadolu Agency dan Al Arabiya, Kamis (16/10/2025), disampaikan Trump dalam wawancara via telepon dengan media terkemuka AS, CNN, pada Rabu (15/10) waktu setempat.

    Ketika ditanya oleh CNN soal apa yang akan terjadi jika Hamas menolak untuk melucuti senjata, Trump menjawab: “Saya akan memikirkannya.”

    Kemudian dia menambahkan: “Israel akan kembali ke jalan-jalan itu segera setelah saya mengatakan demikian. Jika Israel bisa masuk dan menghajar mereka habis-habisan, mereka akan melakukannya.”

    Trump melanjutkan dengan mengatakan bahwa dirinya “harus menahan mereka”, merujuk pada militer Israel dan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu.

    “Saya sudah bersitegang dengan Bibi,” ucapnya, menggunakan nama panggilan akrab untuk Netanyahu.

    Dalam apa yang digambarkan oleh CNN sebagai wawancara singkat via telepon, Trump dikutip mengatakan: “Apa yang terjadi dengan Hamas — itu akan segera diselesaikan.”

    Lebih lanjut, Trump menegaskan bahwa pembebasan 20 sandera Israel yang masih hidup merupakan hal “yang paling penting”, namun Hamas sekarang harus memenuhi komitmennya untuk menyerahkan jenazah-jenazah para sandera yang tewas di Jalur Gaza dan melucuti persenjataan mereka.

    Jika Hamas menolak untuk melucuti senjata, Trump sebelumnya menegaskan: “Kita yang akan melucuti senjata mereka.”

    Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata Gaza yang berlaku sejak Jumat (10/10) lalu, Hamas harus menyerahkan total 48 sandera yang diyakini masih berada di Jalur Gaza. Jumlah itu terdiri atas 20 sandera yang masih hidup dan 28 sandera yang sudah tewas.

    Hamas telah menyerahkan semua 20 sandera yang masih hidup kepada Israel, melalui Komite Palang Merah Internasional (ICRC), pada Senin (13/10) waktu setempat. Sebagai imbalan, Israel membebaskan sebanyak 1.968 tahanan Palestina dari penjara-penjara mereka pada hari yang sama.

    Namun dari 28 jenazah sandera yang masih ada di Jalur Gaza, Hamas sejauh ini baru menyerahkan sembilan jenazah sandera kepada Israel, melalui ICRC. Satu jenazah di antaranya yang diserahkan Hamas telah dipastikan oleh Tel Aviv, bukanlah jenazah sandera.

    Sebelumnya, Menteri Pertahanan (Menhan) Israel, Israel Katz, mengancam akan melanjutkan pertempuran di Jalur Gaza, jika Hamas tidak menghormati kesepakatan gencatan senjata. Ancaman ini dilontarkan setelah Hamas menyerahkan dua jenazah sandera lainnya pada Rabu (15/10) tengah malam.

    “Jika Hamas menolak untuk mematuhi perjanjian tersebut, Israel, berkoordinasi dengan Amerika Serikat, akan melanjutkan pertempuran dan bertindak untuk mewujudkan kekalahan total Hamas, mengubah realitas di Gaza, dan mencapai semua tujuan perang,” tegas Katz dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Hamas Serahkan Jasad Sandera Usai Israel Ancam Pangkas Bantuan

    Hamas Serahkan Jasad Sandera Usai Israel Ancam Pangkas Bantuan

    Gaza City

    Kelompok Hamas menyerahkan lebih banyak jenazah sandera yang tewas di Jalur Gaza, setelah Israel mengancam akan mengurangi bantuan kemanusiaan yang masuk saat gencatan senjata berlangsung. Sebanyak delapan jenazah telah diserahkan Hamas, dengan empat jenazah lainnya akan diserahkan berikutnya.

    Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza yang berlaku sejak Jumat (10/10), Hamas harus menyerahkan total 48 sandera yang diyakini masih berada di Jalur Gaza. Jumlah itu terdiri atas 20 sandera yang masih hidup dan 28 sandera yang sudah tewas.

    Hamas telah menyerahkan semua 20 sandera yang masih hidup kepada Israel, melalui Komite Palang Merah Internasional (ICRC), pada Senin (13/10) waktu setempat. Sebagai imbalan, Israel membebaskan sebanyak 1.968 tahanan dan narapidana Palestina dari penjara-penjara mereka pada hari yang sama.

    Namun dari 28 jenazah sandera yang masih ada di Jalur Gaza, seperti dilansir Reuters dan Al Jazeera, Rabu (15/10/2025), Hamas sejauh ini baru menyerahkan delapan peti mati berisi jenazah sandera kepada Israel, melalui ICRC.

    Sekitar 20 jenazah sandera lainnya — dengan satu jenazah tidak diketahui keberadaannya — masih berada di wilayah Jalur Gaza.

    Pada Selasa (14/10) waktu setempat, militer Israel mengatakan pihaknya telah menerima empat peti mati dari ICRC di salah satu titik pertemuan di Jalur Gaza bagian utara. Peti-peti mati itu, dengan dikawal pasukan Israel, dibawa melintasi perbatasan masuk ke wilayah Israel sebelum tengah malam.

    Dituturkan oleh militer Israel bahwa jenazah para sandera itu akan menjalani proses identifikasi forensik.

    Israel kemudian memberitahu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa mereka hanya akan mengizinkan separuh dari jumlah bantuan yang disetujui dalam kesepakatan gencatan senjata Gaza.

    Para pejabat Tel Aviv mengatakan pihaknya memutuskan untuk membatasi bantuan kemanusiaan dan menunda rencana pembukaan perbatasan selatan Jalur Gaza dengan Mesir, karena Hamas melanggar kesepakatan dengan tidak menyerahkan jenazah para sandera yang tewas saat ditahan di wilayah tersebut.

    Beberapa jam kemudian, menurut seorang pejabat yang terlibat operasi tersebut, Hamas memberitahu para mediator bahwa mereka akan menyerahkan empat jenazah sandera lainnya kepada Israel mulai pukul 19.00 GMT.

    Hamas, dalam pernyataan terbaru, mengonfirmasi bahwa penyerahan jenazah para sandera lainnya sedang berlangsung.

    Dikatakan juga oleh Hamas bahwa mencari dan mengevakuasi jenazah sandera terbukti sulit karena skala kerusakan yang disebabkan oleh serangan Israel di Jalur Gaza.

    Belum diketahui jelas apakah penyerahan lebih banyak jenazah sandera ini dianggap cukup oleh Israel untuk memulihkan pengiriman bantuan secara penuh ke Jalur Gaza. Sebelumnya disepakati sebanyak 600 truk bantuan akan memasuki Jalur Gaza setiap harinya selama gencatan senjata berlangsung.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • 2
                    
                        Ironi Diplomasi Prabowo, antara Perdamaian Gaza dan Terkuburnya Solusi Dua Negara
                        Nasional

    2 Ironi Diplomasi Prabowo, antara Perdamaian Gaza dan Terkuburnya Solusi Dua Negara Nasional

    Ironi Diplomasi Prabowo, antara Perdamaian Gaza dan Terkuburnya Solusi Dua Negara
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    KEHADIRAN
    Presiden Prabowo Subianto di Sharm El-Sheikh, Mesir, dalam Konferensi Perdamaian Gaza (Gaza Peace Summit) menjadi salah satu momen penting dalam diplomasi luar negeri Indonesia.
    Dalam forum internasional yang dihadiri puluhan pemimpin dunia tersebut, Prabowo tampil di panggung bersama tokoh-tokoh besar seperti Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, Presiden Amerika Serikat Donald Trump, serta sejumlah pemimpin negara Timur Tengah lainnya.
    Bagi publik dalam negeri, penampilan tersebut dipandang sebagai kelanjutan dari pidato tegasnya di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) beberapa waktu lalu, ketika Prabowo menyerukan agar perdamaian di Gaza segera diwujudkan dan solusi dua negara dijadikan patokan utama penyelesaian konflik Israel-Palestina.
    Namun, di balik kemeriahan diplomasi dan tepuk tangan di ruang konferensi Mesir tersebut, terdapat ironi yang cukup mendalam dan tragis.
    “Gaza Peace Summit”, yang juga dikenal sebagai peluncuran resmi “Gaza Plan”, sebenarnya tidak sepenuhnya menjawab semangat yang terkandung dalam pidato Presiden Prabowo Subianto di New York.
    Bahkan, jika ditelisik lebih jauh, rencana damai yang didorong Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya tersebut justru berpotensi menjauhkan cita-cita dua negara yang selama ini menjadi fondasi diplomasi Indonesia di dalam isu Palestina.
    Pertemuan di Mesir menjadi bagian dari upaya besar Presiden Donald Trump untuk menegaskan kembali perannya sebagai “pembawa perdamaian” di Timur Tengah di satu sisi dan pembukaan pintuk masuk reintervensi Amerika di sana di sisi lain, yang dalam beberapa waktu belakangan mulai diragukan banyak pihak.
    Dalam pidato pembukaannya, Trump memuji sejumlah pemimpin dunia yang hadir, termasuk Prabowo.
    “He’s a tough man, a great leader from Indonesia,” ujar Trump di hadapan kamera, sebuah komentar yang segera menjadi tajuk utama media di Indonesia.
    Dalam konteks diplomasi, sanjungan tersebut tentu memiliki nilai simbolik dan menandakan pengakuan terhadap peran Indonesia di panggung internasional.
    Prabowo terlihat tersenyum dan tampak akrab berbincang dengan Trump, bahkan sempat terekam meminta kesempatan untuk bertemu dengan Eric Trump, putra mantan presiden AS tersebut.
    Bagi sebagian pengamat, momen tersebut menggambarkan langkah Prabowo dalam membangun jejaring politik global, terutama dengan Amerika Serikat, yang masih menjadi aktor utama di dalam politik Timur Tengah.
    Namun, di sisi lain, sanjungan Trump tidak otomatis berarti dukungan terhadap visi Indonesia mengenai Palestina.
    Rencana damai yang diinisiasi Washington dan disetujui oleh Mesir, Uni Eropa, serta sejumlah negara Arab yang moderat tersebut lebih berfokus pada stabilisasi keamanan dan rekonstruksi fisik Gaza pasca-perang, ketimbang membicarakan masa depan politik rakyat Palestina.
    Dalam dokumen yang dibahas di konferensi tersebut, disebutkan pembentukan “Board of Peace for Gaza”, semacam badan multinasional yang akan mengawasi proses rekonstruksi dan transisi pemerintahan sementara di wilayah itu.
    Namun, baik Hamas maupun Otoritas Palestina (PA) praktis tidak memiliki peran signifikan dalam struktur baru tersebut. Jadi rencana ini sejatinya adalah pengambilalihan kekuasaan di wilayah Gaza dari Hamas maupun Otoritas Palestina.
    Dengan kata lain, rakyat Palestina kembali menjadi objek dari proyek perdamaian yang disusun oleh pihak luar, bukan subyek yang menentukan nasibnya sendiri.
    Gaza, dalam rancangan tersebut, akan dikelola oleh dewan internasional yang beranggotakan perwakilan dari Mesir, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan beberapa negara lain yang selama ini dikenal bersahabat dengan Israel.
    Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa “Board of Peace” pada akhirnya akan berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari kepentingan Tel Aviv, mengingat sebagian besar anggota dewan adalah negara-negara yang memiliki hubungan diplomatik, bahkan hubungan strategis erat dengan Israel.
    Masalahnya, Prabowo tampaknya melihat kehadirannya di Mesir sebagai bentuk kesinambungan dari pidato idealisnya di PBB.
    Dalam pandangannya, partisipasi Indonesia di konferensi tersebut merupakan kesempatan untuk menunjukkan bahwa negeri ini siap berperan aktif dalam perdamaian global, terutama di dunia Islam.
    Namun, yang tampak dalam dinamika forum tersebut adalah bahwa “Gaza Plan” tidak dibangun di atas prinsip keadilan politik bagi rakyat Palestina, melainkan atas dasar kompromi strategis antara kekuatan besar dunia untuk mengakhiri perang tanpa menyentuh akar masalahnya.
    Amerika Serikat, bukan Indonesia dan bukan Prabowo Subianto, memanfaatkan momentum itu untuk memproyeksikan diri sebagai “pembawa perdamaian”. Sementara Mesir ingin memperkuat posisinya sebagai mediator utama kawasan.
    Israel tampak sangat diuntungkan, karena dengan adanya Gaza Plan, Tel Aviv tidak perlu lagi berhadapan langsung dengan Hamas atau PA dalam negosiasi politik.
    Dalam rancangan baru tersebut, keamanan di Gaza dijamin oleh pasukan internasional di bawah pengawasan
    Board of Peace
    , sedangkan pembangunan ekonomi dan sosialnya akan dibiayai oleh konsorsium donor Barat.
    Di permukaan, semua ini tampak positif. Perang berakhir, bantuan mengalir, dan Gaza mulai dibangun kembali.
    Namun secara fundamental, rencana tersebut justru berpotensi memperkuat realitas “solusi satu negara”, yakni situasi di mana Israel tetap menjadi kekuatan dominan, mengendalikan keamanan dan ruang gerak Palestina, sementara entitas Palestina hanya eksis dalam bentuk administratif dan ekonomi, tanpa kedaulatan politik yang nyata.
    Inilah paradoks besar yang menyelimuti kehadiran Presiden Prabowo di Mesir. Di satu sisi, ia hadir untuk merayakan langkah menuju perdamaian. Di sisi lain, ‘tanpa disadarinya’, konferensi tersebut juga menjadi simbol terkuburnya impian yang selama ini ia justru gaungkan, yakni solusi dua negara yang hidup berdampingan secara damai dan setara di antara dua negara.
    Perlu pula diingat bahwa gagasan dua negara bukan sekadar isu diplomatik, tetapi juga menyangkut legitimasi moral perjuangan rakyat Palestina.
    Selama tujuh dekade, berbagai resolusi PBB telah menegaskan bahwa solusi dua negara merupakan jalan paling adil untuk menyelesaikan konflik di kawasan tersebut.
    Namun, dengan realitas politik di lapangan, terus meluasnya permukiman ilegal Israel di Tepi Barat (West Bank), fragmentasi internal di tubuh Palestina, dan absennya kemauan politik dari pihak Israel, konsep tersebut sesungguhnya sudah semakin kehilangan pijakan.
    “Gaza Plan” yang diusung dalam konferensi di Mesir hanya mempercepat proses tersebut. Gaza Plan menormalisasi keadaan pasca-perang tanpa memberikan kedaulatan sejati bagi rakyat Palestina.
    Dalam konteks ini, pujian Donald Trump terhadap Prabowo sebagai “tough man” mungkin terdengar kontras dengan kenyataan diplomatik yang terjadi.
    Kekuatan sejati seorang pemimpin bukan hanya terletak pada keberaniannya hadir di forum internasional, melainkan pada kemampuannya menjaga prinsip yang diyakininya di tengah tekanan geopolitik.
    Presiden Prabowo memang tampil percaya diri di Mesir. Namun, di balik senyum diplomatik dan foto bersama, sulit menampik bahwa posisi Indonesia nyaris tidak memiliki ruang tawar dalam menentukan arah kebijakan perdamaian yang sesungguhnya.
    Lebih jauh, euforia kehadiran Indonesia di konferensi tersebut berpotensi mengaburkan peran kritis yang seharusnya diambil, terutama sebagai penyeimbang moral yang mengingatkan dunia bahwa perdamaian sejati tidak mungkin lahir tanpa keadilan.
    Ketika dunia bertepuk tangan menyambut gencatan senjata dan rencana rekonstruksi, siapa yang menjamin bahwa rakyat Gaza akan benar-benar merdeka menentukan masa depannya sendiri?
    Siapa yang bisa memastikan bahwa mereka bukan hanya pekerja dalam proyek besar pembangunan yang dikendalikan oleh kekuatan asing?
    Pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab dengan jujur, karena jika tidak, konferensi seperti yang telah berlangsung di Mesir itu hanya akan menambah daftar panjang diplomasi simbolik yang tidak menyentuh akar persoalan.
    Perdamaian yang dibangun di atas ketimpangan politik akan tetap rapuh, dan cepat atau lambat, konflik baru akan muncul dalam bentuk lain.
    Presiden Prabowo, sebagai pemimpin baru Indonesia, tentu memiliki ambisi besar untuk menjadikan negaranya pemain penting dalam percaturan global.
    Namun dalam isu Palestina, ambisi tersebut seharusnya tidak menjauhkan Indonesia dari nilai-nilai dasar yang telah menjadi bagian dari politik luar negeri sejak era Presiden Soekarno, yakni menolak penjajahan dalam bentuk apa pun dan memperjuangkan hak bangsa-bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri.
    Kehadiran Prabowo di Mesir memang memberi warna baru dalam diplomasi Indonesia, tetapi juga mengingatkan bahwa politik luar negeri yang aktif tidak boleh kehilangan arah moralnya.
    Perdamaian bukan sekadar berhentinya perang, melainkan hadirnya keadilan. Dan keadilan, dalam konteks Palestina, hanya mungkin terwujud jika rakyatnya diberi hak penuh untuk membangun negaranya sendiri, bukan sekadar menjadi objek dari proyek-proyek damai yang ditentukan oleh orang lain.
    Pendeknya, “Gaza Plan” yang hari ini dirayakan dunia, berpotensi bisa menjadi paradoks sejarah yang menandai berakhirnya perang di Gaza, tapi sekaligus menandai semakin jauhnya solusi dua negara dari kenyataan.
    Dan di tengah gemuruh tepuk tangan di ruang konferensi Sharm El-Sheikh, mungkin hanya sedikit yang menyadari bahwa apa yang disebut sebagai perdamaian, sesungguhnya sedang mengubur cita-cita kemerdekaan Palestina secara perlahan dengan cara yang tampak damai, tapi secara moral menyesakkan.
    Bahkan, yang paling berbahaya dari semua ini adalah jika “Gaza Plan” dan konferensi di Mesir hanya menjadi panggung unjuk peran personal bagi para pemimpin dunia untuk menaikkan reputasi politik masing-masing.
    Jika Trump menjadikannya batu loncatan menuju legitimasi politik baru, jika Presiden el-Sisi menggunakannya untuk memperkuat citra Mesir sebagai penjaga stabilitas regional, dan jika Prabowo Subianto memaknainya sebagai bukti pengakuan dunia atas kepemimpinannya, maka yang dikorbankan bukan hanya prinsip keadilan, tetapi juga kedaulatan rakyat Palestina itu sendiri.
    Padahal perdamaian sejati tidak boleh lahir dari ambisi pribadi dan diplomasi pencitraan, tapi harus tumbuh dari keberanian moral untuk memastikan bahwa rakyat Palestina menjadi subyek utama dari masa depan mereka sendiri, bukan sekadar latar belakang bagi reputasi global para pemimpin dunia, termasuk Presiden Prabowo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.