kab/kota: Tel Aviv

  • Tentara Israel Tewaskan 3 Militan Saat Bongkar Terowongan di Rafah

    Tentara Israel Tewaskan 3 Militan Saat Bongkar Terowongan di Rafah

    Gaza City

    Militer Israel mengatakan pasukannya telah menewaskan tiga militan di area Rafah, Jalur Gaza bagian selatan. Hal itu terjadi saat pasukan Tel Aviv membongkar terowongan bawah tanah di area Rafah yang mereka kuasai.

    Israel dan Hamas menyepakati gencatan senjata di Jalur Gaza yang menghentikan sebagian besar pertempuran sejak 10 Oktober lalu, meskipun insiden kekerasan terus terjadi dan seringkali mengakibatkan korban jiwa.

    Militer Israel dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Kamis (13/11/2025), menyebut pasukannya melakukan konfrontasi dengan sejumlah militan bersenjata ketika melakukan pembongkaran terowongan di area Rafah pada Rabu (12/11) waktu setempat.

    “Pasukan IDF (Angkatan Bersenjata Israel) yang beroperasi di area Rafah untuk membongkar infrastruktur bawah tanah… mengidentifikasi empat teroris bersenjata di sisi timur garis kuning, yang berada dalam kendali operasional Israel,” kata militer Israel, merujuk pada zona tempat pasukannya ditempatkan.

    “Setelah identifikasi tersebut, IDF menyerang dan menghabisi tiga teroris bersenjata,” sebut militer Israel dalam pernyataannya.

    Ditekankan oleh militer Israel bahwa tidak ada korban jiwa dari pihaknya dalam konfrontasi tersebut.

    Sejak gencatan senjata Gaza berlaku, baik Israel maupun Hamas telah berulang kali saling melontarkan tuduhan pelanggaran.

    Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, yang beroperasi di bawah wewenang Hamas, sedikitnya 245 warga Palestina tewas akibat rentetan serangan Israel sejak gencatan senjata dimulai.

    Sementara militer Israel melaporkan tiga tentaranya tewas dalam serangan di Jalur Gaza selama periode yang sama.

    Gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika Serikat (AS), Qatar, dan Mesir sejauh ini telah menghasilkan pembebasan 20 sandera yang masih hidup dari Jalur Gaza. Hamas juga telah memulangkan 24 jenazah sandera yang tewas, dengan empat jenazah sandera lainnya masih berada di Jalur Gaza.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Pemimpin Militer Israel Janji Setop Serangan Pemukim ke Warga Palestina

    Pemimpin Militer Israel Janji Setop Serangan Pemukim ke Warga Palestina

    Tel Aviv

    Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Israel, Letnan Jenderal Eyal Zamir, berjanji untuk menghentikan tindak kekerasan oleh pemukim-pemukim Yahudi di wilayah Tepi Barat. Janji itu disampaikan Zamir saat marak gelombang serangan yang menargetkan warga Palestina yang ada di Tepi Barat yang diduduki.

    Kepolisian dan militer Israel, pada Selasa (11/11), mengumumkan penangkapan sejumlah pemukim Yahudi setelah terjadi bentrokan di dekat kota Tulkarem, Tepi Barat, yang mengakibatkan beberapa warga Palestina mengalami luka-luka dan sejumlah properti hancur.

    Militer Israel mengatakan pihaknya mengirimkan pasukan setelah “sejumlah warga sipil Israel yang bermasker… menyerang warga Palestina dan membakar properti di area tersebut”. Disebutkan juga bahwa empat warga Palestina yang mengalami luka-luka telah dievakuasi untuk mendapatkan perawatan medis.

    Zamir dalam tanggapannya, seperti dilansir AFP, Kamis (13/11/2025), mengecam keras serangan yang didalangi para pemukim Israel di Tepi Barat.

    “Kami menyadari insiden kekerasan baru-baru ini di mana warga sipil Israel menyerang warga Palestina dan warga Israel lainnya. Saya mengutuk keras serangan itu,” ucap Zamir dalam sebuah pernyataan yang dirilis militer Israel.

    Ditegaskan oleh Zamir bahwa militer Israel “tidak akan menoleransi perilaku kriminal oleh segelintir orang yang mencemarkan nama baik masyarakat yang taat hukum”.

    “Tindakan-tindakan ini bertentangan dengan nilai-nilai kami, melewati batas, dan mengalihkan perhatian pasukan kami dari misi mereka,” katanya memperingatkan.

    “Kami bertekad untuk menghentikan fenomena ini dan akan bertindak tegas hingga keadilan ditegakkan,” tegas Zamir dalam pernyataannya.

    Israel menduduki Tepi Barat sejak tahun 1967 silam, dengan lebih dari 500.000 warga Israel tinggal di area-area permukiman Yahudi yang dibangun di wilayah Palestina. Semua permukiman Yahudi di Tepi Barat adalah ilegal menurut hukum internasional.

    Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa Oktober 2025 merupakan bulan terburuk untuk kekerasan pemukim Israel sejak pencatatan dimulai tahun 2006 lalu, dengan 264 serangan tercatat mengakibatkan korban jiwa atau kerusakan properti.

    Hampir tidak ada pelaku kekerasan yang dimintai pertanggungjawaban oleh otoritas Israel.

    Namun Zamir mengatakan bahwa pasukan Israel beroperasi “untuk mencegah ancaman dan bahaya bagi penduduk di wilayah tersebut”.

    “Kami beroperasi berdasarkan prinsip yang jelas: terorisme hanya berhadapan dengan militer… kami adalah pembatas pertahanan antara organisasi teroris dan warga sipil Israel,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Intelijen AS Ungkap Tentara Israel Gunakan Tameng Manusia di Gaza

    Intelijen AS Ungkap Tentara Israel Gunakan Tameng Manusia di Gaza

    Washington DC

    Informasi intelijen yang dikumpulkan Amerika Serikat (AS) tahun lalu dari para pejabat Israel mengungkapkan adanya pembahasan soal tentara-tentara Tel Aviv yang menggunakan tameng manusia dalam perang Gaza.

    Menurut informasi intelijen yang diungkapkan dua mantan pejabat AS tersebut, seperti dilansir Reuters, Kamis (13/11/2025), para pejabat Israel sempat membahas bagaimana tentara-tentara negara Yahudi itu mengirimkan warga Palestina ke terowongan-terowongan Gaza yang diyakini dipenuhi dengan peledak.

    Informasi tersebut, menurut kedua sumber mantan pejabat AS itu, dibagikan oleh Tel Aviv kepada Gedung Putih, dan dianalisis oleh komunitas intelijen pada minggu-minggu terakhir pemerintahan mantan Presiden Joe Biden.

    Hukum internasional melarang penggunaan warga sipil sebagai tameng selama aktivitas militer.

    Para pejabat era pemerintahan Biden telah sejak lama menyuarakan kekhawatiran mengenai laporan media yang mengindikasikan tentara Israel menggunakan warga sipil Palestina untuk melindungi diri mereka sendiri selama di Jalur Gaza.

    Pengumpulan bukti-bukti oleh Washington sendiri mengenai hal tersebut belum pernah dilaporkan sebelumnya. Menurut dua sumber pejabat AS itu, informasi intelijen yang dikumpulkan pada bulan-bulan terakhir tahun 2024 memicu pertanyaan di dalam Gedung Putih dan di kalangan komunitas intelijen tentang seberapa luas taktik tersebut digunakan dan apakah tentara Israel bertindak berdasarkan arahan yang diberikan para pemimpin militer mereka.

    Reuters tidak dapat memastikan apakah pemerintahan Biden membahas intelijen itu dengan pemerintah Israel.

    Sejauh ini, belum ada tanggapan langsung dari mantan pejabat Gedung Putih era Biden atas laporan tersebut.

    Sementara militer Israel, dalam pernyataannya, menegaskan bahwa pihaknya “melarang penggunaan warga sipil sebagai tameng manusia atau memaksa mereka dengan cara apa pun untuk berpartisipasi dalam operasi militer”.

    Divisi Investigasi Kriminal Kepolisian Militer, menurut pernyataan militer Israel itu, sedang menyelidiki “kecurigaan yang melibatkan warga Palestina dalam misi militer”.

    Laporan-laporan media sebelumnya juga mengindikasikan bahwa Hamas menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia, khususnya menempatkan para petempurnya di bangunan-bangunan sipil seperti rumah sakit. Hamas telah membantah tuduhan tersebut.

    Keterlibatan AS dalam Kejahatan Perang Israel?

    Intelijen soal penggunaan tameng manusia oleh tentara Israel di Jalur Gaza merupakan salah satu dari beberapa informasi yang beredar pada masa-masa akhir pemerintahan Biden. Informasi itu muncul ketika komunitas intelijen semakin gencar menganalisis aliran informasi baru yang mengungkap pertimbangan internal Israel dalam operasi militernya di Jalur Gaza.

    Reuters melaporkan pekan lalu bahwa sekitar waktu tersebut, pemerintahan Biden juga mengumpulkan informasi intelijen soal para pengacara Israel memperingatkan adanya bukti yang dapat mendukung tuduhan kejahatan perang terhadap Israel di Jalur Gaza.

    Para mantan pejabat AS yang dikutip Reuters mengatakan bahwa intelijen baru dari Israel sempat memicu kekhawatiran serius di kalangan pejabat tinggi yang meyakini informasi itu mendukung tuduhan soal Israel melakukan kejahatan perang.

    Jika Israel dinyatakan bersalah atas kejahatan perang, maka AS dapat dimintai pertanggungjawaban atas penyediaan senjata kepada militer Tel Aviv.

    Namun pada saat itu, para pengacara dari berbagai firma hukum AS memutuskan pada minggu-minggu akhir pemerintahan Biden bahwa bukti yang ada tidak menunjukkan Israel telah melakukan kejahatan perang dan AS dapat terus mendukung Israel dengan senjata juga intelijen.

    Beberapa mantan pejabat AS mengatakan bahwa serentetan intelijen luas yang diterima hanya menggambarkan insiden-insiden individual di Jalur Gaza dan tidak mencerminkan praktik atau kebijakan Israel secara menyeluruh.

    Lihat juga Video ‘Surati Presiden Israel, Trump Minta Kasus Korupsi Netanyahu Diampuni’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/zap)

  • AS Kaji Bangun Pangkalan Militer Dekat Gaza, Tampung 10.000 Personel

    AS Kaji Bangun Pangkalan Militer Dekat Gaza, Tampung 10.000 Personel

    Washington DC

    Militer Amerika Serikat (AS) sedang menjajaki kemungkinan membangun pangkalan militer sementara di dekat wilayah Jalur Gaza, sebagai bagian dari upayanya mengerahkan pasukan asing dari berbagai negara untuk memantau gencatan senjata antara Israel dan Hamas.

    Pangkalan sementara itu akan mampu menampung sebanyak 10.000 personel, namun tanpa kehadiran tentara AS.

    Informasi tersebut, seperti dilansir Bloomberg dan Al Arabiya, Rabu (12/11/2025), tertuang dalam dokumen Request for Information (RFI) yang dikirimkan kepada kontraktor yang memenuhi syarat dan telah dibaca oleh Bloomberg News.

    RFI merupakan permintaan resmi berdasarkan Undang-undang Kebebasan Informasi yang berlaku di AS, untuk catatan federal atau permintaan informasi yang lebih spesifik dari lembaga pemerintah, bisnis, atau organisasi lainnya.

    Menurut dokumen RFI yang dikutip Bloomberg tersebut, Angkatan Laut AS sedang mencari perkiraan biaya dari daftar perusahaan-perusahaan yang telah memenuhi syarat untuk “pangkalan operasi militer sementara dan mandiri yang mampu mendukung 10.000 personel, dan menyediakan ruang kerja seluas 10.000 kaki persegi selama 12 bulan”.

    Dokumen RFI itu mengidentifikasi lokasi potensial pangkalan sementara itu sebagai “di dekat Gaza, Israel”.

    Menurut dua sumber yang mengetahui persoalan ini, dokumen itu dikirimkan pada 31 Oktober lalu, dengan respons harus diberikan paling lambat 3 November.

    AS sedang mencari dukungan internasional untuk proposal pengiriman pasukan asing ke Jalur Gaza, guna membantu mengamankan gencatan senjata yang rapuh antara Israel dan Hamas yang ditandatangani bulan lalu.

    Pasukan tersebut, yang disebut Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF), akan bekerja sama dengan Israel dan Mesir untuk mengamankan wilayah tersebut dan memungkinkan upaya pembangunan kembali setelah lebih dari dua tahun perang antara Tel Aviv dan Hamas.

    “Sebagai organisasi perencanaan, militer AS saat ini sedang bekerja sama dengan mitra-mitra militer internasional untuk mengembangkan opsi-opsi potensial untuk pangkalan pasukan internasional (yang akan menjadi bagian dari pasukan tersebut),” kata juru bicara Komando Pusat AS, Tim Hawkins.

    “Yang jelas, tidak ada pasukan AS yang akan diserahkan ke Gaza,” tegasnya.

    AS telah mengerahkan lebih banyak aset militer ke kawasan itu, sejak Presiden Donald Trump menyaksikan langsung penandatanganan kesepakatan gencatan senjata Gaza. Salah satunya adalah pusat komando dengan 200 tentara AS dan mitra internasional di wilayah Israel bagian selatan.

    Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan bahwa Washington belum menyetujui langkah semacam itu. Dia menyebut dokumen tersebut sebagai “selembar kertas yang dibuat oleh orang acak di militer”.

    Juru bicara militer Israel, Letnan Kolonel Nadav Shoshani, ketika ditanya soal prospek pembangunan pangkalan AS, mengatakan pada Selasa (11/11) bahwa dirinya tidak memiliki informasi konkret untuk dibagikan.

    Lihat juga Video: Detik-detik Iran Luncurkan Rudal Serang Pangkalan Militer AS di Qatar

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Israel-AS Sepakat Kirim 200 Petempur Hamas ke Luar Palestina

    Israel-AS Sepakat Kirim 200 Petempur Hamas ke Luar Palestina

    Gaza City

    Israel dan Amerika Serikat (AS) telah mencapai kesepakatan untuk memindahkan sekitar 200 petempur Hamas yang terjebak di terowongan Rafah, Jalur Gaza bagian selatan, yang dikuasai pasukan Israel di tengah berlangsungnya gencatan senjata. Ratusan petempur Hamas itu akan “diasingkan” ke luar wilayah Palestina.

    Kesepakatan itu, seperti dilansir Anadolu Agency, Rabu (12/11/2025), diungkapkan oleh surat kabar lokal Israel, Yedioth Ahronoth, dalam laporan terbarunya yang mengutip seorang pejabat Israel yang tidak disebut namanya dari Kabinet Keamanan Tel Aviv.

    Disebutkan sumber pejabat Israel yang dikutip Yedioth Ahronoth bahwa kesepakatan tersebut dicapai dalam pembicaraan antara Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu dan utusan khusus AS, Jared Kushner, yang juga menantu Presiden Donald Trump, yang berkunjung ke Israel pekan ini.

    Pembicaraan antara Netanyahu dan Kushner, menurut sumber pejabat Israel itu, telah menghasilkan kesepakatan soal nasib sekitar 200 petempur Hamas yang kini terjebak di dalam terowongan Rafah.

    “Kesepakatan telah dicapai antara Netanyahu dan Kushner untuk mendeportasi sekitar 200 petempur yang terjebak di terowongan Rafah,” sebut sumber pejabat Israel tersebut.

    “Berdasarkan kesepakatan ini, Israel harus mengizinkan pemindahan mereka secara aman (keluar dari wilayah Palestina),” ungkapnya..

    Namun ditambahkan oleh sumber pejabat Israel tersebut bahwa sejauh ini belum ada negara yang setuju untuk menerima para petempur Hamas tersebut.

    Belum ada komentar langsung dari otoritas AS, Israel, maupun Hamas terhadap laporan tersebut.

    Rafah terletak di sebelah timur dari apa yang diklaim oleh Israel sebagai “garis kuning” yang dikuasai pasukan mereka, sebagaimana tercantum dalam kesepakatan gencatan senjata yang dimulai pada 10 Oktober lalu.

    Warga Palestina diizinkan untuk bergerak di area-area yang terletak di sebelah barat “garis kuning” tersebut, namun zona tersebut mengalami pelanggaran harian oleh rentetan serangan Israel yang mengakibatkan ratusan orang tewas dan luka-luka.

    Pada Minggu (9/11) waktu setempat kelompok Hamas menuntut pertanggungjawaban Israel atas bentrokan atau pertempuran yang terjadi dengan para petempurnya yang terjebak di Rafah.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Sebulan Gencatan Senjata Gaza, Berapa Kali Israel Lakukan Pelanggaran?

    Sebulan Gencatan Senjata Gaza, Berapa Kali Israel Lakukan Pelanggaran?

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Satu bulan setelah deklarasi gencatan senjata di Jalur Gaza, suara ledakan masih terdengar hampir setiap hari. Menurut data Kantor Media Pemerintah di Gaza, Israel tercatat telah melanggar kesepakatan sebanyak 282 kali hanya dalam periode 10 Oktober hingga 10 November.

    Pelanggaran itu mencakup 124 kali pengeboman, 88 kali penembakan terhadap warga sipil, 12 kali penyerbuan ke permukiman, dan 52 kali penghancuran properti warga. Selain itu, 23 warga Palestina juga ditahan selama periode tersebut.

    “Israel tidak hanya menyerang secara militer, tetapi juga menahan bantuan vital dan menghancurkan infrastruktur sipil,” tulis lembaga tersebut dalam laporan yang dikutip Al Jazeera, Selasa (11/11/2025).

    Kesepakatan dari AS, Tanpa Suara Palestina

    Gencatan senjata ini berawal dari proposal 20 poin yang diluncurkan Amerika Serikat pada 29 September. Dokumen itu bertujuan menghentikan perang, membebaskan tawanan, dan membuka akses penuh bagi bantuan kemanusiaan.

    Namun, perjanjian tersebut dibuat tanpa keterlibatan langsung Palestina dan ditandatangani secara simbolis pada 13 Oktober di bawah pimpinan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Ironisnya, Israel dan Hamas tidak hadir dalam penandatanganan itu, menimbulkan keraguan atas efektivitas kesepakatan tersebut.

    “Israel telah berjanji tidak akan mengizinkan berdirinya negara Palestina,” tulis Al Jazeera, sementara AS tetap menyalurkan bantuan militer besar-besaran ke Tel Aviv.

    Serangan Tak Berhenti Meski Gencatan Berlaku

    Analisis media tersebut menunjukkan, Israel menyerang Gaza 25 dari 31 hari terakhir, hanya menyisakan enam hari tanpa laporan kematian atau cedera.

    Sejak gencatan senjata dimulai pada 10 Oktober, 242 warga Palestina tewas dan 622 lainnya terluka, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.

    Serangan paling mematikan terjadi pada 19 dan 29 Oktober, dengan total korban mencapai 154 orang. Di Rafah, serangan udara Israel bahkan menewaskan 109 orang, termasuk 52 anak-anak.

    Data Kementerian Kesehatan Palestina mencatat hingga 10 November 2025, korban tewas di Gaza mencapai 69.179 orang, termasuk 20.179 anak-anak, sementara 170.693 orang terluka.

    Presiden Trump membela tindakan tersebut. “Israel membalas, dan mereka seharusnya membalas,” ujarnya kepada wartawan, menyebut serangan itu sebagai “respon atas kematian tentara Israel.”

    Menurut Lieber Institute, gencatan senjata dimaksudkan untuk “membekukan konflik di tempat”, namun sifatnya kerap ambigu. Tanpa resolusi Dewan Keamanan PBB, pelanggaran perjanjian ini lebih menjadi persoalan politik ketimbang pelanggaran hukum internasional.

    Bantuan Tertahan di Perbatasan

    Salah satu poin utama gencatan senjata adalah pengiriman penuh bantuan kemanusiaan ke Gaza. Namun di lapangan, realisasinya jauh dari janji.

    Menurut Program Pangan Dunia (WFP), hanya setengah dari kebutuhan pangan yang berhasil masuk. Data UN 2720 mencatat baru 3.451 truk bantuan yang tiba hingga awal November, jauh dibawah target 600 truk per hari.

    “Inspeksi Israel membuat penyaluran bantuan terhambat berhari-hari,” ujar sejumlah pengemudi truk,

    Israel juga disebut memblokir lebih dari 350 jenis bahan makanan penting, termasuk daging, susu, dan sayuran, dan justru mengizinkan masuk makanan ringan seperti coklat dan minuman bersoda.

    Pertukaran Tawanan di Tengah Serangan

    Meski serangan terus terjadi, sebagian kesepakatan gencatan senjata tetap berjalan. Pada 13 Oktober, Hamas membebaskan 20 tawanan Israel dengan imbalan 250 tahanan dan 1.700 warga Palestina yang hilang.

    Hamas juga telah mengembalikan 24 dari 28 jenazah tawanan Israel, sementara Israel menyerahkan kembali 300 jenazah warga Palestina, banyak di antaranya menunjukkan tanda-tanda penyiksaan.

    Kelompok Hamas menyatakan empat jenazah sisanya masih terkubur di bawah reruntuhan akibat pemboman Israel.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Trump-Pangeran MBS Bakal 4 Mata, Saudi Buka Hubungan dengan Israel?

    Trump-Pangeran MBS Bakal 4 Mata, Saudi Buka Hubungan dengan Israel?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bakal melakukan pertemuan “4 mata” dengan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS). Pemimpin de facto negara Raja Salman bin Abdulaziz itu dijadwalkan mengunjungi Gedung Putih pada 18 November.

    Namun, sumber mengatakan MBS tak akan mengambil langkah besar soal Israel. Sebelumnya AS getol membujuk Arab Saudi membuka hubungan dengan Tel Aviv, meminta kerajaan bergabung dengan Abraham Accords.

    Menurut dua sumber Teluk yang dikutip Reuters, Arab Saudi telah menyampaikan posisinya kepada Washington bahwa normalisasi tidak akan dilakukan tanpa kemajuan konkret pada isu Palestina. Riyadh menegaskan, kesepakatan baru hanya akan terjadi jika ada peta jalan yang kredibel menuju pembentukan negara Palestina.

    “Tujuannya adalah menghindari kesalahan langkah diplomatik dan memastikan keselarasan posisi Saudi dan AS sebelum pernyataan publik apa pun dibuat,” ujar salah satu sumber, seperti dikutip Reuters, Senin (10/11/2025).

    Trump sebelumnya menyatakan optimisme bahwa Arab Saudi akan segera menyusul Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko yang menandatangani Perjanjian Abraham pada 2020. Ia sesumbar, banyak negara bergabung dengan Perjanjian Abraham dan menyebut Arab Saudi segera menyusul.

    Namun, Riyadh tampaknya ingin membentuk kerangka baru yang tak hanya memperluas kesepakatan lama. Menurut sumber, setiap langkah untuk mengakui Israel harus menjadi bagian dari kerangka kerja baru bukan sekadar perpanjangan dari kesepakatan apa pun.

    Bagi kerajaan yang menjadi penjaga dua situs suci Islam itu, pengakuan terhadap Israel bukan hanya isu diplomatik, tetapi juga menyangkut keamanan nasional dan legitimasi domestik. Sentimen publik Arab yang masih tinggi terhadap agresi Israel di Gaza membuat keputusan itu semakin sensitif.

    Sebelumnya, Pejabat Kementerian Luar Negeri Saudi, Manal Radwan, menegaskan perlunya penarikan pasukan Israel yang jelas dan tepat waktu dari Jalur Gaza, serta pemberdayaan Otoritas Palestina. “Langkah-langkah ini, menjadi prasyarat bagi solusi dua negara dan integrasi regional,” katanya.

    “Ia tidak akan mempertimbangkan formalisasi hubungan tanpa setidaknya jalur yang kredibel menuju negara Palestina,” kata mantan pejabat intelijen AS yang kini di lembaga Atlantic Council, Jonathan Panikoff.

    “Posisi Saudi jelas: memenuhi tuntutan keamanan nasional kerajaan akan membantu membentuk sikapnya terhadap isu-isu regional, termasuk konflik Palestina-Israel,” tegas 
    Kepala Gulf Research Institute, Abdulaziz Sager.

    Di sisi lain, Riyadh dan Washington disebut tengah mematangkan pakta pertahanan baru yang akan memperluas kerja sama militer dan teknologi antara kedua negara. Meski belum mencapai perjanjian penuh seperti yang diinginkan Saudi, analis mengatakan pakta ini disebut sebagai batu loncatan menuju kesepakatan yang lebih komprehensif.

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Jenderal Israel Pembocor Penyiksaan Tahanan Palestina Coba Bunuh Diri

    Jenderal Israel Pembocor Penyiksaan Tahanan Palestina Coba Bunuh Diri

    Tel Aviv

    Mantan jaksa militer Israel, Mayor Jenderal Yifat Tomer-Yerushalmi, yang sempat ditahan karena membocorkan video penyiksaan tahanan Palestina, dilarikan ke rumah sakit setelah melakukan percobaan bunuh diri. Tomer-Yerushalmi diubah statusnya menjadi tahanan rumah sejak pekan lalu setelah dijebloskan ke penjara.

    Tomer-Yerushalmi yang mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Kepala Advokat Jenderal Militer Israel pada awal November ini, seperti dilansir The Times of Israel, Senin (10/11/2025), dilepaskan dengan status tahanan rumah selama 10 hari pada Jumat (7/11) pekan lalu.

    Pada Minggu (9/11) pagi, dia dilarikan ke rumah sakit setelah petugas medis dipanggil ke rumahnya terkait apa yang kemudian dikonfirmasi sebagai percobaan bunuh diri. Dia dalam kondisi masih sadar ketika dibawa ke rumah sakit dari rumahnya di area Ramat Hasharon.

    Belakangan dilaporkan bahwa Tomer-Yerushalmi mengalami overdosis pil tidur dalam upaya mengakhiri nyawanya.

    Pusat Medis Tel Aviv Sourasky mengonfirmasi bahwa mantan pejabat tinggi militer Israel itu sedang menjalani pemeriksaan lanjutan.

    Komisioner Kepolisian Israel, Danny Levy, mengonfirmasi pada Minggu (9/11) malam bahwa Tomer-Yerushalmi sedang dirawat di rumah sakit setelah mencoba bunuh diri. “Hidupnya tidak bahagia,” ucapnya, sembari menambahkan bahwa seorang demonstran ditahan di luar rumah Tomer-Yerushalmi.

    Tomer-Yerushalmi telah mengakui dirinya membocorkan video yang direkam dari kamera pengawas di fasilitas penahanan Sde Teiman, Israel bagian selatan, tahun lalu. Video itu menunjukkan tentara-tentara Israel sedang menyiksa seorang tahanan Palestina.

    Lima tentara cadangan Israel telah didakwa secara resmi sejak video itu bocor ke media pada tahun 2024. Di antara dakwaan yang menjerat tentara-tentara Israel itu adalah penggunaan “benda tajam” untuk menusuk tahanan Palestina di dekat dubur.

    Sementara itu, menurut laporan situs berita Israel, Ynet, kepolisian diperkirakan akan meminta pengadilan untuk menerapkan ketentuan tahanan rumah di rumah sakit, dan menuntut agar paspor Tomer-Yerushalmi disita demi mencegahnya kabur ke luar negeri.

    Tomer-Yerushalmi diduga melakukan penipuan dan pelanggaran kepercayaan, penyalahgunaan jabatan, menghalangi keadilan, dan membocorkan materi yang melanggar hukum atas perannya dalam kebocoran video tersebut.

    Video yang menunjukkan penyiksaan tahanan Palestina oleh tentara Israel itu telah memicu kemarahan internasional dan juga protes di dalam wilayah Israel sendiri.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Turki Coba Evakuasi 200 Warga Sipil Terjebak di Terowongan Gaza

    Turki Coba Evakuasi 200 Warga Sipil Terjebak di Terowongan Gaza

    Gaza City

    Otoritas Turki sedang berupaya memastikan evakuasi sekitar 200 warga sipil yang terjebak di terowongan di Jalur Gaza. Hal ini setelah Ankara berhasil memfasilitasi pemulangan jenazah tentara Israel yang tewas dalam perang Tel Aviv-Hamas di Jalur Gaza satu dekade lalu.

    Pada Minggu (9/11) waktu setempat, Israel mengatakan pihaknya telah menerima jenazah Hadar Goldin, seorang perwira militer yang tewas dalam penyergapan di Jalur Gaza selama perang Israel-Hamas tahun 2014 lalu, setelah penyerahan yang difasilitasi Komite Palang Merah Internasional (ICRC).

    Seorang pejabat senior Turki, yang enggan disebut namanya, seperti dilansir Reuters, Senin (10/11/2025), mengatakan bahwa Ankara “berhasil memfasilitasi pemulangan jenazah Hadar Goldin ke Israel” setelah “upaya intensif (yang mencerminkan) komitmen Hamas yang jelas terhadap gencatan senjata”.

    “Pada saat yang sama, kami berupaya memastikan perjalanan yang aman bagi sekitar 200 warga sipil yang saat ini terjebak di terowongan,” kata pejabat senior Turki itu kepada Reuters.

    Turki merupakan salah satu penandatangan dalam kesepakatan gencatan senjata Gaza antara Israel dan Hamas bulan lalu, yang didukung oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Ankara menjalin hubungan dekat dengan Hamas dan selama ini mengecam keras operasi militer Israel di Jalur Gaza.

    Sementara itu, Hamas sebelumnya menegaskan bahwa para petempur mereka yang bersembunyi di area Rafah, yang dikuasai pasukan Tel Aviv, tidak akan menyerah kepada Israel.

    “Musuh harus mengetahui bahwa konsep menyerah dan menyerahkan diri tidak ada dalam kamus Brigade al-Qassam,” tegas Hamas dalam pernyataannya pada Minggu (9/11) waktu setempat.

    Hamas juga mendesak para mediator untuk menemukan solusi atas krisis yang mengancam gencatan senjata rapuh yang berlangsung sebulan terakhir.

    Diungkapkan seorang pejabat keamanan Kairo bahwa mediator Mesir telah mengusulkan agar, sebagai imbalan atas akses yang aman ke area-area lainnya di Jalur Gaza, para petempur Hamas yang berada di Rafah, yang dikuasai pasukan Israel, akan menyerahkan senjata mereka kepada Mesir, dan memberikan detail terowongan bawah tanah di area itu agar dapat dihancurkan.

    Hamas tidak memberikan komentar langsung, namun menyiratkan bahwa krisis tersebut dapat mempengaruhi gencatan senjata Gaza.

    “Kami menempatkan para mediator di atas tanggung jawab mereka, dan mereka harus menemukan solusi untuk memastikan kelanjutan gencatan senjata dan mencegah musuh menggunakan dalih yang lemah untuk melanggarnya, dan mengeksploitasi situasi untuk menargetkan warga sipil tidak bersalah di Gaza,” sebut Hamas dalam pernyataannya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Tak Akan Menyerah ke Israel!

    Tak Akan Menyerah ke Israel!

    Gaza City

    Kelompok Hamas menegaskan para petempurnya yang bersembunyi di Rafah, Jalur Gaza bagian selatan, tidak akan menyerah kepada Israel. Wilayah Rafah saat ini dikuasai oleh pasukan militer Israel.

    Penegasan itu disampaikan saat para mediator sedang berupaya menemukan solusi atas krisis yang mengancam gencatan senjata rapuh, yang telah berlangsung sebulan terakhir.

    Sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (10/11/2025), menyatakan Israel bertanggung jawab atas pertempuran dengan petempur mereka, yang mereka klaim sedang membela diri mereka.

    “Musuh harus mengetahui bahwa konsep menyerah dan menyerahkan diri tidak ada dalam kamus Brigade al-Qassam,” tegas Hamas dalam pernyataannya pada Minggu (9/11) waktu setempat.

    Sejumlah sumber, yang memahami upaya mediasi yang berlangsung, mengungkapkan kepada Reuters pada Kamis (6/11) bahwa para petempur Hamas dapat menyerahkan senjata mereka, dengan imbalan akses ke area-area lainnya di Jalur Gaza, berdasarkan proposal yang bertujuan menyelesaikan kebuntuan tersebut.

    Diungkapkan seorang pejabat keamanan Kairo bahwa mediator Mesir telah mengusulkan agar, sebagai imbalan atas akses yang aman, para petempur Hamas yang berada di Rafah, yang dikuasai pasukan Israel, menyerahkan senjata mereka kepada Mesir, dan memberikan detail terowongan bawah tanah di area itu agar dapat dihancurkan.

    Utusan khusus Amerika Serikat (AS) Steve Witkoff mengatakan secara terpisah bahwa proposal yang diusulkan untuk sekitar 200 petempur Hamas akan menjadi ujian bagi proses yang lebih luas untuk melucuti persenjataan Hamas di seluruh wilayah Jalur Gaza.

    Brigade Ezzedine al-Qassam tidak berkomentar langsung terhadap perundingan yang sedang berlangsung membahas para petempur mereka di Rafah. Namun kelompok ini menyiratkan bahwa krisis tersebut dapat mempengaruhi gencatan senjata Gaza.

    “Kami menempatkan para mediator di atas tanggung jawab mereka, dan mereka harus menemukan solusi untuk memastikan kelanjutan gencatan senjata dan mencegah musuh menggunakan dalih yang lemah untuk melanggarnya, dan mengeksploitasi situasi untuk menargetkan warga sipil tidak bersalah di Gaza,” sebut Hamas dalam pernyataannya.

    Sejak gencatan senjata Gaza yang dimediasi AS berlaku pada 10 Oktober lalu, area Rafah menjadi lokasi setidaknya dua serangan terhadap pasukan Israel. Militer Tel Aviv menuduh Hamas sebagai dalang di balik serangan-serangan itu.

    Tuduhan tersebut telah dibantah keras oleh Hamas, yang menegaskan mereka berkomitmen terhadap kesepakatan gencatan senjata.

    Sedikitnya tiga tentara Israel tewas akibat serangan di Rafah sejak gencatan senjata berlangsung. Serangan itu memicu balasan Israel yang menggempur area tersebut hingga menewaskan puluhan warga Palestina.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)