kab/kota: Tel Aviv

  • Visi ‘Israel Raya’ Netanyahu Tuai Kecaman

    Visi ‘Israel Raya’ Netanyahu Tuai Kecaman

    Jakarta

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ingin mewujudkan visi ‘Israel Raya’ dan mencaplok sejumlah negara Arab. Rencana ‘gila’ itu langsung dikecam sana-sini.

    Dirangkum detikcom, Jumat (15/8/2025), hal itu diungkap Netanyahu ketika ditanya pada Selasa (12/8) oleh wartawan i24NEWS, Sharon Gal, soal apakah dirinya mendukung “visi Israel Raya” tersebut, Netanyahu menjawab: “Tentu saja.”

    “Jika Anda bertanya kepada saya mengenai apa yang saya pikirkan, kami siap,” katanya.

    Dia kemudian beralih membahas soal pendirian Israel dan “misi besar”untuk memastikan keberlangsungan keberadaannya.

    Kalangan ultra-nasionalis Israel telah menyerukan pendudukan terhadap wilayah-wilayah tersebut.

    Istilah “Israel Raya” merujuk pada interpretasi Alkitab mengenai wilayah negara tersebut pada masa Raja Salomo, atau Raja Sulaiman, yang tidak hanya mencakup wilayah Palestina saat ini, yakni Jalur Gaza dan Tepi Barat yang diduduki, tetapi juga sebagian wilayah Yordania, Lebanon dan Suriah era modern.

    Negara-negara Arab Mengecam

    Negara-negara Arab ramai mengecam pernyataan Benjamin Netanyahu, yang mendukung gagasan “Israel Raya” itu. Gagasan itu dianggap sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara-negara Arab saat ketegangan memuncak di kawasan Timur Tengah.

    Yordania, negara tetangga Israel, seperti dilansir AFP, Jumat (15/8/2025), mengecam keras pernyataan Netanyahu tersebut, yang disebut sebagai “eskalasi berbahaya dan provokatif”, serta merupakan “ancaman terhadap kedaulatan negara-negara”.

    Dalam pernyataan pada Rabu (13/8), juru bicara Kementerian Luar Negeri Yordania menegaskan penolakan terhadap apa yang disebutnya sebagai retorika “provokatif| dan “klaim delusi” Netanyahu.

    Mesir juga memberikan reaksi keras, dengan mengatakan pihaknya telah “meminta klarifikasi terkait masalah ini”. Kairo menilai pernyataan Netanyahu itu sama-sama dengan “penolakan terhadap opsi perdamaian di kawasan tersebut”.

    Pernyataan Netanyahu itu disampaikan di tengah perang selama 22 bulan antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza, yang berulang kali merembet ke Timur Tengah dan memicu kecaman keras terhadap Tel Aviv dari seluruh dunia Arab.

    Kecaman lainnya datang dari Irak, dengan Kementerian Luar Negeri Baghdad mengatakan pada Kamis (14/8) bahwa pernyataan Netanyahu itu mengungkapkan “ambisi ekspansionis” Israel dan merupakan “provokasi yang jelas terhadap kedaulatan negara-negara”.

    Qatar, yang merupakan mediator gencatan senjata Gaza, juga mengecam pernyataan Netanyahu, yang disebut sebagai pernyataan “absurd” dan “menghasut”.

    Upaya perluasan wilayah Israel juga menjadi sorotan setelah Menteri Keuangan Bezalel Smotrich,anggota kabinet Netanyahu, menuntut penaklukan Jalur Gaza dan aneksasi Tepi Barat, setelah pemerintah Tel Aviv baru-baru ini menyetujui pemukiman baru yang dianggap ilegal menurut hukum internasional.

    Arab Saudi, pada Rabu (13/8), menyatakan “penolakan total terhadap gagasan dan rencana kolonisasi dan ekspansi yang diadopsi oleh otoritas pendudukan Israel”, dan menegaskan kembali “hak historis dan hukum rakyat Palestina untuk mendirikan negara mereka yang merdeka”.

    Indonesia Turut Mengecam

    Pemerintah Indonesia mengecam keras ide Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membuat visi ‘Israel Raya’ dengan mencaplok sejumlah negara Arab yang mayoritas muslim termasuk Palestina. Pemerintah Indonesia menyebut rencana itu semakin mengecilkan perdamaian Palestina dan Timur Tengah.

    “Indonesia menolak dan mengecam keras visi Perdana Menteri Israel tentang ‘Israel Raya’ melalui aneksasi penuh atas wilayah Palestina dan negara-negara lain di kawasan,” tulis Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dalam pernyataannya di akun X (Twitter), Kamis (14/8).

    “Visi tersebut nyata-nyata melanggar hukum internasional dan semakin mengecilkan prospek perdamaian di Palestina dan Timur Tengah,” imbuhnya.

    Kemlu menerangkan ide Netanyahu itu melanggar hukum internasional. Kemlu menegaskan Indonesia memegang prinsip perdamaian yang adil hanya dapat terwujud dengan menegakkan hak yang tidak dapat dicabut rakyat Palestina.

    “Bagi Indonesia, perdamaian yang adil & berkelanjutan hanya dapat terwujud dg menegakkan hak yang tidak dapat dicabut rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri serta hidup berdampingan dengan Israel berdasarkan solusi dua negara, sesuai parameter internasional yang telah disepakati,” tulis Kemlu.

    Indonesia mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menolak segala pendudukan permanen oleh Israel di Palestina maupun di negara Arab yang mayoritas muslim. Indonesia meminta PBB segera mengambil langkah untuk menghentikan kebijakan Israel yang merusak perdamaian.

    “Indonesia menyerukan kepada komunitas internasional, khususnya Dewan Keamanan PBB, untuk menolak segala bentuk aneksasi dan pendudukan permanen oleh Israel – di Palestina atau di mana pun di kawasan,” tulis Kemlu.

    “Serta mengambil langkah konkret guna menghentikan kebijakan Israel yang merusak prospek perdamaian,” imbuhnya.

    Halaman 2 dari 3

    (lir/lir)

  • Negara-negara Arab Kecam Netanyahu Soal Visi ‘Israel Raya’

    Negara-negara Arab Kecam Netanyahu Soal Visi ‘Israel Raya’

    Amman

    Negara-negara Arab ramai-ramai mengecam pernyataan Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, yang mendukung gagasan “Israel Raya”. Gagasan itu dianggap sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara-negara Arab saat ketegangan memuncak di kawasan Timur Tengah.

    Istilah “Israel Raya” merujuk pada interpretasi Alkitab mengenai wilayah negara tersebut pada masa Raja Salomo, atau Raja Sulaiman, yang tidak hanya mencakup wilayah Palestina saat ini, yakni Jalur Gaza dan Tepi Barat yang diduduki, tetapi juga sebagian wilayah Yordania, Lebanon dan Suriah era modern.

    Kalangan ultra-nasionalis Israel telah menyerukan pendudukan terhadap wilayah-wilayah tersebut.

    Ketika ditanya pada Selasa (12/8) oleh wartawan i24NEWS, Sharon Gal, soal apakah dirinya mendukung “visi Israel Raya” tersebut, Netanyahu menjawab: “Tentu saja.”

    “Jika Anda bertanya kepada saya mengenai apa yang saya pikirkan, kami siap,” katanya.

    Dia kemudian beralih membahas soal pendirian Israel dan “misi besar”untuk memastikan keberlangsungan keberadaannya.

    Yordania, negara tetangga Israel, seperti dilansir AFP, Jumat (15/8/2025), mengecam keras pernyataan Netanyahu tersebut, yang disebut sebagai “eskalasi berbahaya dan provokatif”, serta merupakan “ancaman terhadap kedaulatan negara-negara”.

    Dalam pernyataan pada Rabu (13/8), juru bicara Kementerian Luar Negeri Yordania menegaskan penolakan terhadap apa yang disebutnya sebagai retorika “provokatif| dan “klaim delusi” Netanyahu.

    Mesir juga memberikan reaksi keras, dengan mengatakan pihaknya telah “meminta klarifikasi terkait masalah ini”. Kairo menilai pernyataan Netanyahu itu sama-sama dengan “penolakan terhadap opsi perdamaian di kawasan tersebut”.

    Pernyataan Netanyahu itu disampaikan di tengah perang selama 22 bulan antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza, yang berulang kali merembet ke Timur Tengah dan memicu kecaman keras terhadap Tel Aviv dari seluruh dunia Arab.

    Kecaman lainnya datang dari Irak, dengan Kementerian Luar Negeri Baghdad mengatakan pada Kamis (14/8) bahwa pernyataan Netanyahu itu mengungkapkan “ambisi ekspansionis” Israel dan merupakan “provokasi yang jelas terhadap kedaulatan negara-negara”.

    Qatar, yang merupakan mediator gencatan senjata Gaza, juga mengecam pernyataan Netanyahu, yang disebut sebagai pernyataan “absurd” dan “menghasut”.

    Upaya perluasan wilayah Israel juga menjadi sorotan setelah Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, anggota kabinet Netanyahu, menuntut penaklukan Jalur Gaza dan aneksasi Tepi Barat, setelah pemerintah Tel Aviv baru-baru ini menyetujui pemukiman baru yang dianggap ilegal menurut hukum internasional.

    Arab Saudi, pada Rabu (13/8), menyatakan “penolakan total terhadap gagasan dan rencana kolonisasi dan ekspansi yang diadopsi oleh otoritas pendudukan Israel”, dan menegaskan kembali “hak historis dan hukum rakyat Palestina untuk mendirikan negara mereka yang merdeka”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Israel Setujui Permukiman Yahudi di Sekitar Yerusalem, Arab Saudi Geram!

    Israel Setujui Permukiman Yahudi di Sekitar Yerusalem, Arab Saudi Geram!

    Riyadh

    Arab Saudi mengutuk keras persetujuan yang diberikan pemerintah Israel terhadap pembangunan permukiman Yahudi di sekitar Yerusalem. Otoritas Riyadh menyebut langkah semacam itu sebagai “kebijakan ekspansionis ilegal” yang terus dilakukan oleh Tel Aviv.

    Saudi juga mengecam komentar yang dilontarkan Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, yang menolak pembentukan negara Palestina. Riyadh menyebut penolakan tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional.

    Ditegaskan oleh Saudi bahwa pembentukan negara Palestina merupakan hak rakyat Palestina “yang tidak dapat dicabut” untuk menentukan nasib mereka sendiri dan untuk bernegara.

    Kementerian Luar Negeri Saudi dalam pernyataannya, seperti dilansir Al Arabiya, Jumat (15/8/2025), mengutip resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang relevan, khususnya Resolusi 2234 (2016), yang menyerukan Israel untuk menghentikan aktivitas pembangunan permukiman di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan menegaskan sifat ilegal dari permukiman Israel di wilayah yang diduduki sejak tahun 1967 silam itu.

    Pernyataan Kementerian Luar Negeri Saudi itu juga menyinggung soal saran pendapat (advisory opinion) Mahkamah Internasional (ICJ) yang “menegaskan ilegalitas aneksasi wilayah Palestina yang diduduki dan menekankan perlunya mengakhiri pendudukan Israel”.

    Kementerian Luar Negeri Saudi menyebut keputusan dan pernyataan tersebut menyoroti “kebijakan ekspansionis ilegal” pemerintah Israel yang sedang berlangsung dan “hambatannya terhadap upaya perdamaian, dan ancaman serius yang ditimbulkan terhadap potensi solusi dua negara”.

    Ditekankan juga bahwa situasi semacam ini menuntut komunitas internasional untuk memikul tanggung jawab hukum dan moral, memberikan perlindungan bagi rakyat Palestina, dan menegakkan hak-hak sah mereka, termasuk pengakuan atas negara Palestina.

    Hal itu, menurut Kementerian Luar Negeri Saudi, juga berarti mewajibkan Israel untuk menghentikan serangan terhadap Jalur Gaza, mengakhiri tindakan-tindakan ilegalnya di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, dan “menghentikan kejahatan terhadap rakyat Palestina — khususnya yang merupakan genosida — sembari meminta pertanggungjawaban para pelaku”.

    Riyadh juga menegaskan kembali “penolakan mutlak terhadap kebijakan Israel yang didasarkan pada perluasan permukiman, pemindahan paksa, dan penolakan terhadap hak-hak sah warga Palestina”.

    Terakhir, Kementerian Luar Negeri Saudi menyerukan kepada komunitas internasional, terutama anggota tetap Dewan Keamanan PBB, untuk segera mengambil tindakan guna memaksa otoritas Israel “mengakhiri kejahatan mereka terhadap rakyat Palestina dan wilayah Palestina yang diduduki, serta untuk mematuhi resolusi PBB dan hukum internasional”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Netanyahu Serukan Warga Iran Turun ke Jalan, Ada Apa?

    Netanyahu Serukan Warga Iran Turun ke Jalan, Ada Apa?

    Tel Aviv

    Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, menyerukan warga Iran untuk turun ke jalanan dan memprotes pemerintah negara tersebut. Seruan ini disampaikan saat Teheran menghadapi kekurangan pasokan listrik dan air.

    Netanyahu dalam pesan video yang diunggah online, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Rabu (13/8/2025), menyerukan warga Iran untuk menuntut pertanggungjawaban dari pemerintah mereka atas kesulitan yang kini dihadapi negara tersebut.

    Netanyahu, dalam pesannya untuk warga Iran, membahas soal kekurangan air yang sedang berlangsung di Iran, yang telah menyebabkan penurunan drastis ketinggian air di waduk-waduk yang ada di negara itu.

    Pekan lalu, otoritas Iran juga memerintahkan banyak kantor pemerintahan untuk tutup sementara dalam upaya mengurangi konsumsi listrik, ketika gelombang panas membebani kapasitas pembangkit listrik di negara tersebut.

    “Di tengah teriknya musim panas ini, Anda bahkan tidak punya air bersih dan dingin untuk diberikan kepada anak-anak Anda,” kata Netanyahu dalam pesan videonya.

    “Jadi inilah kabar baiknya: saat negara Anda terbebas, para pakar air terkemuka Israel akan membanjiri setiap kota di Iran dengan membawa teknologi dan pengetahuan mutakhir,” cetusnya.

    Netanyahu kemudian menyerukan warga Iran untuk “mengambil risiko demi kebebasan” dengan “turun ke jalan” dan “membangun masa depan yang lebih baik bagi keluarga Anda dan seluruh warga Iran”.

    Pernyataan Netanyahu tersebut disampaikan dua bulan setelah kedua negara yang bermusuhan itu terlibat perang selama 12 hari, yang diwarnai aksi saling serang secara intens, pada Juni lalu.

    Serangan mendadak Tel Aviv menewaskan sejumlah komandan militer senior, ilmuwan nuklir, dan ratusan orang lainnya di Iran. Teheran membalas dengan salvo rudal balistik, dengan beberapa rudal berhasil menghindari pertahanan udara Israel dan menewaskan sedikitnya 30 orang.

    Netanyahu sebelumnya menggunakan pesan video serupa untuk berbicara kepada negara-negara yang berselisih dengan Israel, dan menyerukan kepada rakyat negara itu untuk mengambil tindakan sendiri.

    Pesan video ini muncul di tengah meningkatnya tekanan dari dalam negeri dan luar negeri untuk mengakhiri perang Gaza, di tengah peringatan akan terjadinya bencana kelaparan dan demi mengamankan pembebasan sandera Israel yang masih ditahan di sana.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Bagaimana Warga Israel Melihat Penderitaan Palestina?

    Bagaimana Warga Israel Melihat Penderitaan Palestina?

    Jakarta

    Saat pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyau bersiap memperluas kampanye militer Israel dan menduduki Jalur Gaza, kritik dan protes dari dalam negeri kian menguat. Akhir pekan lalu, Israel mencatat salah satu gelombang protes terbesar terhadap perang di Gaza, dengan puluhan ribu warga turun ke jalan di sejumlah kota.

    Saat ini, sekitar 50 sandera Israel masih ditahan kelompok bersenjata Hamas di Gaza. Pihak keluarga khawatir rencana baru Perdana Menteri Benjamin Netanyahu justru akan makin membahayakan nyawa sandera.

    “Kami tahu keputusan untuk menduduki lebih banyak wilayah akan membuat nyawa sandera terancam,” kata Gil Dickmann, sepupu Carmel Gat, sandera yang dieksekusi Hamas setelah pasukan Israel memutuskan menduduki Rafah. “Itulah yang terjadi pada Carmel. Dia disandera Hamas di Rafah. Ketika tentara Israel memutuskan untuk menduduki Rafah, Hamas memutuskan mengeksekusinya bersama lima sandera lain.”

    “Kami tahu satu-satunya cara mereka bisa kembali hidup-hidup adalah melalui kesepakatan untuk membebaskan semua sandera,” ujar Naama Shueka, sepupu Evyatar David, sandera Israel yang baru-baru ini muncul dalam video Hamas. “Jadi kami berteriak: Tolong hentikan pertempuran. Tolong selamatkan orang-orang yang kami cintai. Tolong jangan biarkan mereka mati kelaparan.”

    Mayoritas warga dukung negosiasi

    Seiring berkecamuknya perang, jumlah warga Israel yang mendukung posisi keluarga sandera terus bertambah. Survei oleh Israel Democracy Institute (IDI), lembaga riset nonpartisan, menunjukkan perubahan sikap publik tersebut.

    Pada pertengahan Oktober 2023, tak lama setelah serangan Hamas pada 7 Oktober, hanya 17 persen warga Israel yang mendukung langkah pemerintah bernegosiasi demi membebaskan sandera meski harus menghentikan perang. Menjelang peringatan setahun serangan itu, angka dukungan melonjak menjadi 53 persen.

    Pada pertengahan Juli tahun ini, survei yang dilakukan media lokal Channel 12 menunjukkan 74 persen warga Israel mendukung pemerintah mencapai kesepakatan dengan Hamas demi membebaskan seluruh sandera dan mengakhiri perang di Gaza.

    Minim simpati untuk Gaza

    Dalam survei IDI akhir Juli, peneliti bertanya, “Sejauh mana Anda pribadi terganggu atau tidak terganggu oleh laporan kelaparan dan penderitaan di Gaza?” Lebih dari tiga perempat warga Yahudi Israel — 79 persen — menjawab tak terlalu terganggu atau sama sekali tidak terganggu. Mereka juga percaya militer Israel sudah bertindak cukup untuk menghindari penderitaan yang tidak perlu.

    Sebaliknya, 86 persen warga Arab Israel mengaku sangat atau cukup terganggu oleh laporan bencana kemanusiaan di Gaza.

    IDI juga pernah bertanya alasan terpenting mengakhiri perang. Lebih dari separuh menjawab demi membebaskan sandera yang tersisa. Hanya 6 persen yang mengatakan perang harus diakhiri “karena besarnya korban jiwa” dan demi perdamaian.

    Seorang warga Tel Aviv, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengatakan kini memang lebih banyak orang berbicara tentang Gaza. “Tapi fokus umum tetap pada sandera dan tentara, serta keengganan untuk terjebak dalam perang tanpa akhir.”

    Dia menambahkan, realitas warga Gaza dan Israel sangat berbeda. “Lagi pula, blokade Gaza selama 17 tahun, dengan segala akibatnya bagi penduduk sebelum perang — dan hanya sejam berkendara dari Tel Aviv — juga tidak pernah benar-benar menarik perhatian orang Israel.”

    Sikap ekstrem jadi arus utama?

    Pada Maret 2025, Tamir Sorek, profesor di Pennsylvania State University yang meneliti hubungan budaya dan konflik Israel-Palestina, mengadakan survei yang menemukan 82 persen warga Yahudi Israel bisa membayangkan pengusiran total warga Palestina dari Gaza.

    Menurut Sorek, sikap yang dulunya marjinal dan ekstrem ini, sekarang telah menjadi arus utama, berakar sejak 1930-an, menguat ketika prospek perdamaian runtuh pada 1990-an, kecemasan eksistensial meningkat, dan pengaruh politik Zionis religius menguat di abad ke-21.

    Survei Pew Research Center pada bulan yang sama menemukan, hanya 21 persen warga Israel percaya Israel dan negara Palestina bisa hidup berdampingan secara damai — terendah sejak 2013. Laporan lapangan media internasional seperti BBC, The New York Times, dan Sueddeutsche Zeitung menguatkan temuan itu.

    Suara-suara oposisi

    Penulis Israel Etgar Keret telah berbulan-bulan memprotes kebijakan pemerintahnya, dan kini senang karena semakin banyak warga bergabung. “Saya ingin orang yang berjuang bersama saya melakukannya demi alasan universal, liberal, dan penuh cinta kemanusiaan. Tapi meski tidak seperti tu, tujuan kami pada dasarnya sama,” ujarnya.

    Keret juga mencoba menjelaskan mengapa warga Israel kurang peduli pada nasib warga Palestina. “Ada orang-orang yang syok, takut, dan tidak tahu apa yang Netanyahu lakukan. Mereka hanya bergerak dari satu putaran spin [politik] Netanyahu ke putaran berikutnya,” ujarnya. “Jika Anda menonton berita di Israel, dari minggu ke minggu, mereka akan mengatakan hal yang berlawanan. Tidak ada yang konsisten dan sangat sedikit yang masuk akal.”

    Namun, sebagian pengkritik media di Israel mencatat, berdasarkan laporan rating, hanya 40 persen warga Israel menonton program berita utama di televisi. Sementara itu, menurut Asosiasi Internet Israel, 78 persen warga menggunakan media sosial, tempat dokumentasi dan berita perang di Gaza tersebar luas.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Agus Setiawan

    (ita/ita)

  • Israel Bombardir Kota Gaza, 11 Orang Tewas

    Israel Bombardir Kota Gaza, 11 Orang Tewas

    Gaza City

    Sejumlah pesawat dan tank Israel terus membombardir area timur Kota Gaza, kota terbesar di Jalur Gaza. Sedikitnya 11 orang tewas akibat gempuran militer Tel Aviv tersebut.

    Serangan itu, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Rabu (13/8/2025), terjadi setelah Israel mengatakan akan melancarkan serangan terbaru dan mengambil alih kendali atas Kota Gaza, yang sempat dikuasai secara singkat tak lama setelah perang berkecamuk pada Oktober 2023.

    Sejumlah saksi mata dan petugas medis di Jalur Gaza mengatakan bahwa pengeboman Israel menghantam dua rumah di pinggiran Zeitoun, Kota Gaza, dan menewaskan sedikitnya tujuh orang.

    Pengeboman lainnya menghantam sebuah gedung apartemen di pusat Kota Gaza dan menewaskan sedikitnya empat orang.

    Selain menewaskan belasan orang di Kota Gaza, rentetan serangan Israel juga memakan korban jiwa di wilayah Jalur Gaza bagian selatan.

    Sedikitnya lima orang tewas akibat serangan udara Israel yang menghantam sebuah rumah di area Khan Younis. Terdapat pasangan suami-istri dan anak mereka di antara korban tewas tersebut.

    Serangan udara Israel lainnya menghantam kamp pengungsian di dekat area pesisir Mawasi, dan menewaskan sedikitnya empat orang.

    Laporan Kementerian Kesehatan Gaza menyebut total 89 orang tewas akibat rentetan serangan Israel sepanjang Selasa (12/8) waktu setempat.

    Militer Israel, dalam pernyataannya, mengatakan pihaknya sedang menyelidiki laporan soal pengeboman tersebut. Dikatakan oleh Tel Aviv bahwa pasukan militernya mengambil tindakan pencegahan untuk mengurangi korban sipil.

    Dalam pernyataan terpisah, Israel mengklaim pasukannya telah menewaskan puluhan militan di wilayah Jalur Gaza bagian utara selama sebulan terakhir, dan menghancurkan lebih banyak terowongan yang digunakan oleh militan di area tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Korut Kecam Keras Rencana Israel Kuasai Kota Gaza

    Korut Kecam Keras Rencana Israel Kuasai Kota Gaza

    Pyongyang

    Otoritas Korea Utara (Korut) mengecam keras rencana Israel menguasai Kota Gaza, Palestina. Korut menilai rencana tersebut melanggar hukum internasional.

    “‘Keputusan’ Kabinet Israel tentang pendudukan penuh Jalur Gaza, Palestina, merupakan tindakan yang jelas melanggar hukum internasional,” ujar seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri kepada Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) dilansir dari Aljazeera, Rabu (13/8/2025).

    Juru bicara tersebut mengatakan rencana ini “jelas menunjukkan niat jahat Israel untuk merebut wilayah Palestina yang diakui secara internasional”. Ia menekankan Gaza merupakan bagian tak terpisahkan dari wilayah Palestina.

    Korea Utara “dengan keras mengecam dan menolak tindakan kriminal Israel yang merebut wilayah tersebut, yang memperburuk krisis kemanusiaan di Jalur Gaza dan secara sewenang-wenang melanggar perdamaian dan stabilitas di kawasan Timur Tengah”.

    “Kami menuntut agar Israel segera menghentikan serangan bersenjata ilegal terhadap warga Palestina dan sepenuhnya menarik diri dari Jalur Gaza,” sambungnya.

    Kabinet keamanan Israel pekan lalu menyetujui rencana yang diusulkan oleh Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu agar militer Tel Aviv “mengambil alih kendali” atas Kota Gaza, kota terbesar di Jalur Gaza. Rencana itu disebut bertujuan untuk “mengalahkan” Hamas di Jalur Gaza.

    (isa/isa)

  • Arab Saudi Kecam Israel Perluas Serangan di Gaza: Pembersihan Etnis!

    Arab Saudi Kecam Israel Perluas Serangan di Gaza: Pembersihan Etnis!

    Riyadh

    Kabinet Arab Saudi mengecam keputusan Israel untuk memperluas operasi militer di wilayah Jalur Gaza. Riyadh menyebut Tel Aviv sedang melakukan “pembersihan etnis” terhadap warga Palestina.

    Kecaman terhadap Israel itu, seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (12/8/2025), disampaikan oleh kabinet Saudi saat menggelar rapat di NEOM, yang dipimpin langsung oleh Putra Mahkota Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), yang secara resmi menjabat sebagai Perdana Menteri (PM) Saudi.

    “Kabinet dengan tegas dan dengan suara keras mengecam keputusan pendudukan Israel untuk menduduki Jalur Gaza dan mengutuk kegigihan mereka dalam melakukan serangkaian kejahatan kelaparan, praktik brutal, dan pembersihan etnis terhadap rakyat Palestina,” demikian dilaporkan Saudi Press Agency (SPA).

    Kabinet Saudi, menurut SPA, juga “menekankan bahwa ketidakmampuan komunitas internasional dan Dewan Keamanan yang berkelanjutan untuk menghentikan serangan dan pelanggaran ini telah merusak dasar sistem internasional dan legitimasi internasional”.

    Kecaman itu dilontarkan setelah kabinet keamanan Israel, pekan lalu, menyetujui rencana yang diusulkan oleh Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu agar militer Tel Aviv “mengambil alih kendali” atas Kota Gaza, kota terbesar di Jalur Gaza.

    Rencana itu, menurut Israel, bertujuan untuk “mengalahkan” kelompok Hamas di Jalur Gaza.

    Rencana Israel untuk menguasai Kota Gaza dan memperluas serangan di Jalur Gaza itu menuai banyak kritikan. Namun, Netanyahu menyampaikan pembelaannya.

    “Israel tidak memiliki pilihan selain menyelesaikan pekerjaan dan menuntaskan kekalahan Hamas,” tegasnya.

    “Kami memiliki sekitar 70 persen hingga 75 persen wilayah Gaza di bawah kendali Israel, kendali militer. Tetapi kami masih memiliki dua benteng tersisa, oke? Ini adalah Kota Gaza dan kamp-kamp pusat di Al Mawasi,” ucap Netanyahu merujuk pada lokasi dua benteng Hamas yang tersisa di Jalur Gaza.

    Netanyahu, pada Senin (11/8), mengumumkan bahwa serangan militer terbaru terhadap Jalur Gaza akan segera dimulai. Netanyahu berharap dapat menyelesaikan serangan terbaru ke Jalur Gaza dengan “cukup cepat”.

    Tonton juga video “Ini Daftar 10 Negara Paling Islami di Dunia, Enggak Ada Indonesia” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Australia Berencana Segera Akui Negara Palestina

    Australia Berencana Segera Akui Negara Palestina

    Canberra

    Australia dilaporkan berencana untuk mengakui negara Palestina segera, atau dalam hitungan hari. Pengakuan resmi dari Canberra untuk negara Palestina ini menyusul langkah serupa yang diambil oleh Prancis, Inggris, dan Kanada.

    Rencana tersebut, seperti dilansir Reuters dan Bloomberg, Senin (11/8/2025), diungkapkan oleh media terkemuka Australia, Sydney Morning Herald (SMH) dalam laporan terbarunya, yang mengutip sejumlah sumber yang tidak disebutkan namanya.

    Laporan SMH itu menyebut bahwa Perdana Menteri (PM) Australia, Anthony Albanese, dan pemerintahannya dapat menyetujui langkah tersebut dalam beberapa hari ini, setelah rapat kabinet rutin digelar pada Senin (11/8) waktu setempat.

    Bahkan menurut laporan SMH, pemerintah Australia bisa saja mengumumkan pengakuan untuk negara Palestina paling cepat pada Senin (11/8) waktu setempat, atau dalam beberapa hari ke depan.

    Sejauh ini belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Australia terkait rencana mengakui negara Palestina tersebut. Kantor PM Albanese belum memberikan tanggapan langsung atas laporan SMH.

    Rencana pemerintah Australia itu mencuat di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa operasi militer Israel di Jalur Gaza akan semakin menutup peluang bagi solusi dua negara. Terlebih diketahui bahwa hubungan antara Canberra dan Tel Aviv secara tradisional telah merenggang dalam beberapa bulan terakhir.

    Bulan lalu, Prancis dan Kanada mengumumkan rencana mereka untuk secara resmi mengakui negara Palestina. Sementara Inggris mengatakan akan mengikuti langkah tersebut, kecuali Israel mengatasi krisis kemanusiaan yang kini menyelimuti Jalur Gaza dan mencapai gencatan senjata.

    Israel telah mengecam keputusan negara-negara Barat untuk mendukung negara Palestina, yang disebutnya hanya akan menguntungkan kelompok Hamas.

    Saat berbicara kepada wartawan pada Minggu (10/8), PM Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa sebagian besar warga Israel menentang pembentukan negara Palestina karena mereka menganggap hal itu akan membawa perang, bukan perdamaian.

    Pernyataan Netanyahu itu disampaikan saat ribuan demonstran membanjiri jalanan Tel Aviv untuk menentang rencana sang PM Israel meningkatkan eskalasi perang yang telah berlangsung selama hampir dua tahun terakhir dan merebut Gaza City, kota terbesar di Jalur Gaza.

    “Melihat negara-negara Eropa dan Australia masuk ke dalam lubang kelinci seperti itu, jatuh ke dalamnya … ini mengecewakan, dan saya pikir itu sebenarnya memalukan, tetapi itu tidak akan mengubah posisi kami,” kata Netanyahu.

    Sementara itu, Albanese beberapa waktu terakhir menyerukan solusi dua negara, dengan pemerintahannya mendukung hak Israel untuk hidup dengan perbatasan yang aman dan mendukung hak Palestina untuk memiliki negara mereka sendiri.

    “Saya telah mengatakan bahwa ini persoalan kapan, bukan apakah,” ucap Albanese kepada wartawan di sela-sela kunjungan ke Selandia Baru pada Sabtu (9/8), saat ditanya wartawan mengenai sikap pemerintahannya terhadap negara Palestina.

    “Untuk jangka waktu lama, ada posisi bipartisan di Australia yang mendukung dua negara,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/imk)

  • Netanyahu Bilang Serangan Terbaru ke Gaza Segera Dimulai

    Netanyahu Bilang Serangan Terbaru ke Gaza Segera Dimulai

    Tel Aviv

    Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, mengumumkan bahwa serangan militer terbaru terhadap Jalur Gaza akan segera dimulai. Netanyahu mengatakan bahwa dirinya berharap dapat menyelesaikan serangan terbaru ke Jalur Gaza dengan “cukup cepat”.

    Hal tersebut, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (11/8/2025), disampaikan Netanyahu setelah rapat dengan kabinet keamanan Israel menyetujui rencana yang banyak dikritik untuk mengambil alih kendali atas Jalur Gaza.

    Dikatakan oleh Netanyahu, pada Minggu (10/8), bahwa dirinya tidak memiliki pilihan selain “menyelesaikan pekerjaannya” dan mengalahkan Hamas untuk membebaskan para sandera yang diculik dari wilayah Israel.

    Kantor Netanyahu mengatakan pada Minggu (10/8) malam bahwa sang PM Israel telah berbicara dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk membahas “rencana Israel untuk menguasai sisa benteng Hamas di Gaza”.

    Netanyahu sebelumnya telah mengatakan bahwa serangan terbaru terhadap Jalur Gaza bertujuan untuk menyerang dua benteng Hamas yang tersisa, yang disebutnya sebagai satu-satunya pilihan karena penolakan kelompok yang didukung Iran tersebut untuk meletakkan persenjataan mereka.

    Hamas telah menegaskan bahwa mereka tidak akan melucuti persenjataan mereka kecuali negara Palestina yang merdeka didirikan.

    Tidak diketahui secara jelas kapan serangan terbaru Israel terhadap Jalur Gaza akan dimulai. Namun serangan terbaru ini akan menjadi bagian dari upaya Tel Aviv untuk membersihkan militan dari area Gaza City, kota terbesar di Jalur Gaza.

    “Kerangka waktu yang kami tetapkan untuk aksi ini cukup cepat. Kami ingin, pertama-tama, memungkinkan pembentukan zona aman agar para penduduk sipil Gaza City dapat pindah keluar,” ucap Netanyahu dalam pernyataannya.

    Dikatakan oleh Netanyahu bahwa para penduduk Gaza City, yang ditinggali satu juta orang sebelum perang berkecamuk, akan dipindahkan ke “zona-zona aman”. Namun banyak warga Palestina mengatakan bahwa zona aman tidak melindungi mereka dari serangan-serangan Israel sebelumnya.

    Panglima militer Israel, Eyal Zamir, menolak keras pendudukan sepenuhnya atas Jalur Gaza dan memperingatkan bahwa perluasan serangan dapat membahayakan nyawa para sandera yang masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, serta menyeret pasukan Israel ke dalam perang gerilya yang berkepanjangan dan mematikan.

    Namun Netanyahu menegaskan bahwa tujuan dirinya bukanlah untuk menduduki Jalur Gaza.

    “Kami menginginkan sabuk keamanan tepat di sebelah perbatasan kami, tapi kami tidak ingin tetap berada di Gaza. Itu bukan tujuan kami,” kata Netanyahu.

    Hamas, dalam tanggapannya seperti dilansir AFP, menuduh Netanyahu berbohong. “Netanyahu terus berbohong, menipu dan berusaha untuk menyesatkan publik,” kata pejabat senior Hamas, Taher al-Nunu.

    “Semua yang dikatakan Netanyahu dalam konferensi pers adalah serangkaian kebohongan, dan dia tidak bisa menghadapi kebenaran; sebaliknya, dia bekerja untuk memutarbalikkan dan menyembunyikannya,” imbuhnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idn)