kab/kota: Tel Aviv

  • Penampakan Tel Aviv Membara, Warga Israel Kompak Tantang Netanyahu

    Penampakan Tel Aviv Membara, Warga Israel Kompak Tantang Netanyahu

    Rencana Israel untuk menguasai Kota Gaza di jantung daerah kantong Palestina telah menimbulkan kekhawatiran di luar negeri dan di dalam negeri, di mana puluhan ribu warga Israel pada hari Minggu (17 Agustus) mengadakan beberapa protes terbesar sejak perang dimulai, mendesak kesepakatan untuk mengakhiri pertempuran dan membebaskan 50 sandera yang tersisa yang ditawan di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Para pejabat Israel yakin 20 orang masih hidup. (GIL COHEN-MAGEN / AFP)

  • Politikus Lemah yang Khianati Israel!

    Politikus Lemah yang Khianati Israel!

    Tel Aviv

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengecam PM Australia Anthony Albanese yang disebutnya sebagai “politikus lemah” dan menuduhnya telah mengkhianati Israel. Kata-kata pedas ini dilontarkan saat kedua negara bersitegang setelah Canberra mengumumkan rencananya mengakui negara Palestina.

    “Sejarah akan mengingat Albanese untuk siapa dia sebenarnya: Seorang politikus lemah yang mengkhianati Israel dan menelantarkan orang-orang Yahudi di Australia,” kata Netanyahu dalam pernyataan bernada keras via akun media sosial resmi kantor PM Israel, seperti dilansir AFP, Selasa (19/8/2025).

    Kecaman semacam ini dilontarkan Netanyahu setelah Albanese, pekan lalu, mengumumkan rencana Australia untuk secara resmi mengakui negara Palestina di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September mendatang. Langkah Australia ini menyusul Prancis, Inggris dan Kanada.

    Keputusan untuk mengakui negara Palestina, sebut Albanese, merupakan keputusan yang didasarkan pada komitmen yang diterima Australia dari Otoritas Palestina, termasuk bahwa kelompok Hamas tidak akan memiliki keterlibatan dalam pembentukan negara mana pun di masa mendatang.

    “Australia akan mengakui negara Palestina dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-80 pada bulan September, untuk berkontribusi pada momentum internasional menuju solusi dua negara, gencatan senjata di Gaza, dan pembebasan para sandera,” tegas Albanese dalam konferensi pers pada 11 Agustus lalu di Canberra.

    Israel dan Australia juga terlibat cekcok diplomatik terbaru soal pembatalan visa seorang anggota parlemen Israel bernama Simcha Rothman, yang partainya masuk dalam koalisi pemerintahan Netanyahu.

    Pada Senin (18/8), pemerintah Australia membatalkan visa Rothman yang dijadwalkan untuk berbicara di berbagai acara yang diselenggarakan Asosiasi Yahudi Australia (AJA).

    Tel Aviv membalas beberapa jam kemudian dengan Menteri Luar Negeri Gideon Saar mengumumkan Israel telah mencabut visa perwakilan Australia untuk Otoritas Palestina.

    “Saya juga menginstruksikan Kedutaan Besar Israel di Canberra untuk memeriksa dengan saksama setiap permohonan visa resmi Australia untuk masuk ke Israel,” ucapnya.

    “Hal ini menyusul keputusan Australia untuk mengakui ‘negara Palestina’ dan dengan latar belakang penolakan Australia yang tidak beralasan untuk memberikan visa kepada sejumlah tokoh Israel,” ujar Saar dalam penjelasannya.

    Langkah Israel itu menuai kritikan tajam dari Menlu Australia Penny Wong yang, pada Selasa (19/8), menyebut pencabutan visa diplomat sebagai “reaksi yang tidak dapat dibenarkan” oleh Tel Aviv.

    “Ketika dialog dan diplomasi semakin dibutuhkan, pemerintahan Netanyahu mengisolasi Israel dan melemahkan upaya internasional menuju perdamaian dan solusi dua negara,” kritiknya.

    “Ini adalah reaksi yang tidak dapat dibenarkan, menyusul keputusan Australia untuk mengakui Palestina,” tegas Wong.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Australia-Israel Saling Mencabut Visa Diplomat-Politisi

    Australia-Israel Saling Mencabut Visa Diplomat-Politisi

    Anda sedang menyimak laporan Dunia Hari Ini edisi Selasa, 19 Agustus 2025.

    Kami mengawalinya dengan perkembangan dari Israel dan Australia.

    Israel mencabut visa diplomat Australia

    Menteri Luar Negeri Israel mengatakan telah mencabut visa diplomat Australia untuk Otoritas Palestina.

    Menlu Israel Gideon Saar mengatakan pencabutan visa perwakilan untuk Otoritas Palestina telah disampaikan kepada pihak Australia.

    “Saya juga menginstruksikan Kedutaan Besar Israel di Canberra untuk memeriksa dengan saksama setiap permohonan visa resmi Australia untuk masuk ke Israel,” tulis Saar di X.

    Pemerintah Australia juga mengatakan sudah membatalkan visa seorang anggota parlemen dari koalisi pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang menentang pembentukan negara Palestina.

    Seperti banyak negara, Australia memiliki kedutaan besar untuk Israel di Tel Aviv dan kantor perwakilan untuk Otoritas Palestina di kota Ramallah, Tepi Barat.

    Trump menjadwalkan pertemuan Zelenskyy dan Putin

    Presiden AS Donald Trump mengatakan ia menjadwalkan pertemuan antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Trump mengatakan ia akan berpartisipasi dalam pertemuan trilateral berikutnya, setelah pertemuan antara Zelenskyy dan Putin.

    Trump menyampaikan komentar tersebut dalam unggahan media sosial setelah perundingan di Gedung Putih dengan Zelenskyy dan tujuh pemimpin Eropa lainnya.

    Mereka berkunjung ke Washington untuk membahas kemungkinan kesepakatan damai bagi Ukraina.

    “Setelah pertemuan tersebut, saya menghubungi Presiden Putin, dan mulai mengatur pertemuan, di lokasi yang akan ditentukan, antara Presiden Putin dan Presiden Zelenskyy,” tulis Trump.

    Dakwaan pelecehan seksual anak Putri Mahkota

    Putra dari putri mahkota Norwegia didakwa dengan 32 pelanggaran, termasuk empat pemerkosaan dan tindak kekerasan dan penyerangan seksual lainnya, ujar jaksa kemarin.

    Marius Borg Høiby, yang merupakan anak dari Putra Mahkota Haakon dan Putri Mahkota Mette-Marit, sudah diselidiki sejak penangkapannya pada 4 Agustus tahun lalu atas dugaan pelecehan terhadap kekasihnya.

    Ia dikenakan empat dakwaan pemerkosaan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga terhadap mantan pasangannya, dan beberapa dakwaan kekerasan lainnya.

    Ia juga didakwa merekam alat kelamin sejumlah perempuan tanpa sepengetahuan atau persetujuan mereka, kata jaksa penuntut umum Sturla Henriksbo kepada para wartawan.

    “Hukuman maksimum untuk pelanggaran yang tercantum dalam dakwaan adalah penjara hingga 10 tahun,” kata Henriksbo.

    Pengakuan bersalah ‘Ratu Ketamin’

    Perempuan yang dikenal sebagai “Ratu Ketamin” setuju untuk mengaku bersalah setelah didakwa menjual obat yang membunuh Matthew Perry.

    Jasveen Sangha menjadi terdakwa kelima dan terakhir atas kematian bintang Friends, akibat overdosis yang mencapai kesepakatan pembelaan dengan jaksa federal.

    Ia sempat menghindari persidangan yang telah dijadwalkan pada bulan September.

    Jasveen mengaku bersalah atas lima dakwaan pidana federal, termasuk menyediakan ketamin yang menyebabkan kematian Perry, kata jaksa federal dalam sebuah pernyataan kemarin.

    Jaksa telah menetapkan Sangha, warga negara AS dan Inggris berusia 42 tahun, sebagai pengedar narkoba produktif.

  • Kami Berdoa Padamkan Api Perang

    Kami Berdoa Padamkan Api Perang

    Gaza City

    Kelompok Hamas telah menyetujui proposal gencatan senjata terbaru untuk Jalur Gaza, setelah upaya diplomatik terbaru untuk mengakhiri perang yang berkecamuk selama lebih dari 22 bulan terakhir.

    Mediator Mesir dan Qatar, yang didukung oleh Amerika Serikat (AS), telah berjuang keras untuk mengamankan gencatan senjata yang bertahan lama dalam konflik tersebut, yang telah memicu krisis kemanusiaan yang mengerikan di Jalur Gaza.

    Setelah menerima proposal terbaru dari para mediator, seperti dilansir AFP, Selasa (19/8/2025), Hamas menyatakan siap untuk berunding.

    “Gerakan ini telah menyampaikan tanggapannya, menyetujui proposal baru para mediator. Kami berdoa kepada Tuhan untuk memadamkan api perang ini dari rakyat kami,” kata pejabat senior Hamas, Bassem Naim, dalam pernyataan via Facebook.

    Sebelumnya, seorang sumber Hamas mengatakan kepada AFP bahwa kelompok tersebut telah menerima proposal itu “tanpa meminta amandemen apa pun”.

    Hamas dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters, mengatakan bahwa faksi-faksi Palestina lainnya juga telah memberitahu para mediator tentang persetujuan mereka terhadap proposal terbaru itu.

    Mesir, dalam pernyataannya, mengatakan pihaknya dan Qatar juga telah mengirimkan proposal terbaru itu kepada Israel, sembari menambahkan bahwa “bola sekarang ada tangan mereka (Israel-red)”.

    Otoritas Tel Aviv sejauh ini belum memberikan tanggapan langsung.

    Sumber Palestina yang mengetahui perundingan gencatan senjata itu mengatakan bahwa para mediator “diharapkan akan mengumumkan bahwa kesepakatan telah dicapai dan menetapkan tanggal untuk dimulainya kembali perundingan”.

    Disebutkan juga oleh sumber Palestina tersebut bahwa jaminan juga ditawarkan untuk memastikan implementasi dan mengupayakan solusi permanen.

    Menurut laporan media pemerintah Mesir, Al-Qahera, kesepakatan terbaru itu mengatur soal gencatan senjata awal selama 60 hari, pembebasan sebagian sandera, pembebasan beberapa tahanan Palestina, dan ketentuan-ketentuan yang memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.

    Ditambahkan sumber pejabat Mesir, yang enggan disebut namanya, seperti dilansir Reuters bahwa proposal yang diterima Hamas itu mencakup penangguhan operasi militer Israel selama 60 hari dan menguraikan kerangka kerja untuk kesepakatan komprehensif guna mengakhiri perang tersebut.

    Proposal terbaru ini muncul lebih dari sepekan setelah kabinet keamanan Israel menyetujui rencana untuk menaklukkan Kota Gaza, kota terbesar di Jalur Gaza, dan kamp-kamp pengungsi yang ada di sekitarnya. Rencana Tel Aviv itu menuai kecaman internasional, serta ditentang di dalam Israel sendiri.

    Namun di sisi lain, sejumlah pejabat Israel mengatakan bahwa rencana tersebut mungkin membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk dimulai, sehingga membuka peluang bagi gencatan senjata.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Mesir Siap Gabung Pasukan Internasional di Gaza, Asalkan…

    Mesir Siap Gabung Pasukan Internasional di Gaza, Asalkan…

    Kairo

    Mesir bersedia untuk bergabung dengan pasukan internasional yang berpotensi dikerahkan ke Jalur Gaza yang dilanda perang berkelanjutan. Kesediaan Kairo ini hanya berlaku jika didukung oleh resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan disertai “horison politik”.

    Pernyataan Mesir itu disampaikan saat upaya mewujudkan gencatan senjata Gaza terus berlanjut di Kairo.

    Mesir, seperti dilansir AFP, Selasa (19/8/2025), telah berulang kali menyerukan persatuan Palestina di bawah Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) — kelompok yang mendominasi Otoritas Palestina (PA) dan mengecualikan kelompok Hamas menguasai di Jalur Gaza.

    PA sempat memerintah Jalur Gaza sebelum kehilangan kekuasaan pada tahun 2007 dalam bentrokan kekerasan dengan Hamas.

    “Tentu saja kami siap membantu, berkontribusi pada pasukan internasional mana pun yang akan dikerahkan ke Gaza dalam beberapa parameter tertentu,” kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Mesir Badr Abdelatty dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri (PM) Palestina Mohammad Mustafa pada Senin (18/8).

    Konferensi pers bersama itu digelar di perlintasan perbatasan Rafah, yang menghubungkan Jalur Gaza dan Mesir.

    “Pertama-tama, memiliki resolusi Dewan Keamanan (PBB), memiliki mandat yang jelas, dan tentu saja berada dalam horison politik. Tanpa horison politik, pengerahan pasukan apa pun ke sana akan sia-sia,” sebut Abdelatty dalam pernyataannya merujuk pada “parameter tertentu” yang disebutnya.

    Abdelatty juga mengatakan bahwa kerangka politik akan memungkinkan pasukan internasional beroperasi lebih efektif dan mendukung Palestina “untuk mewujudkan negara Palestina mereka sendiri yang merdeka di tanah air mereka”.

    Dalam konferensi pers yang sama, Mustafa mengatakan bahwa sebuah komite sementara akan mengelola Jalur Gaza setelah perang berakhir, dengan wewenang penuh berada di tangan pemerintah Palestina.

    “Kita tidak menciptakan entitas politik baru di Gaza. Sebaliknya, kita mengaktifkan kembali institusi-institusi di Negara Palestina dan pemerintahannya di Gaza,” ucapnya.

    Meskipun Hamas sebelumnya menyambut baik gagasan “komite sementara” untuk “mengawasi upaya bantuan, rekonstruksi dan pemerintahan”, namun tidak diketahui secara jelas apakah kelompok itu bersedia melepaskan kendali atas wilayah tersebut.

    Awal bulan ini, PM Israel Benjamin Netanyahu dalam wawancara dengan media Amerika Fox News mengatakan bahwa Tel Aviv berencana untuk mengambil alih kendali penuh atas Jalur Gaza, tetapi tidak berniat untuk memerintahnya.

    “Kami ingin menyerahkannya kepada Pasukan Arab yang akan memerintah dengan benar, tanpa mengancam kami, dan memberikan kehidupan yang baik bagi warga Gaza. Hal itu tidak mungkin dilakukan dengan Hamas,” kata Netanyahu pada saat itu.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Digeruduk Warga Israel Sendiri Bikin Netanyahu Ngamuk

    Digeruduk Warga Israel Sendiri Bikin Netanyahu Ngamuk

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu geram ketika dia digeruduk warganya yang menuntut agar perang di Gaza diakhiri. Ribuan warga Israel turun ke jalan meminta sandera dipulangkan dan perang Gaza diakhiri.

    Dalam laporan AFP, Senin (18/8/2025), puluhan ribu warga Israel turun ke jalan-jalan di Tel Aviv pada Minggu (17/8) untuk menyerukan diakhirinya perang di Gaza. Mereka memegang foto para sandera, mengibarkan bendera kuning, menabuh drum, dan meneriakkan yel-yel untuk membawa pulang warga Israel yang masih disandera di Gaza.

    Demonstrasi yang dilakukan warga Israel ini diketahui telah digelar secara rutin selama hampir 22 bulan perang setelah serangan kelompok Hamas pada tahun 2023. Namun, aksi protes pada hari Minggu (17/8) waktu setempat itu tampaknya menjadi salah satu yang terbesar sejauh ini.

    “Kami di sini untuk menegaskan kepada pemerintah Israel bahwa ini mungkin menit-menit terakhir yang kita miliki untuk menyelamatkan para sandera yang ditahan di terowongan Hamas selama hampir 700 hari,” ujar seorang guru bahasa Arab berusia 50 tahun, Ofir Penso kepada AFP.

    Warga Israel berkumpul di tempat yang diberi nama “Lapangan Sandera”, Tel Aviv yang menjadi titik fokus aksi.

    “Pemerintah Israel tidak pernah menawarkan inisiatif yang tulus untuk kesepakatan komprehensif dan mengakhiri perang,” ujar Einav Tzangauker, yang putranya, Matan, ditawan di Gaza, di depan kerumunan orang.

    “Kami menuntut kesepakatan yang komprehensif dan dapat dicapai serta diakhirinya perang. Kami menuntut apa yang menjadi hak kami — anak-anak kami,” imbuhnya.

    Netanyahu Geram

    Meski didemo warganya sendiri, Netanyahu enggan mengakhiri perang di Gaza. Dia mengatakan akan meneruskan perang dengan dalih agar peristiwa 7 Oktober 2023 tidak terulang.

    “Mereka yang menyerukan diakhirinya perang tanpa kekalahan Hamas hari ini tidak hanya memperkuat posisi Hamas dan menunda pembebasan para sandera kita, tetapi juga memastikan bahwa kengerian 7 Oktober akan terulang kembali,” kata Netanyahu.

    PM Israel Benjamin Netanyahu. Foto: DW (News)

    Ingin Wujudkan Israel Raya

    Netanyahu diketahui ingin mewujudkan visi ‘Israel Raya’ dan mencaplok sejumlah negara Arab. Dia terang-terangan menyampaikan rencana itu.

    Hal itu diungkap Netanyahu ketika ditanya pada Selasa (12/8) oleh wartawan i24NEWS, Sharon Gal, soal apakah dirinya mendukung “visi Israel Raya” tersebut, Netanyahu menjawab: “Tentu saja.”

    “Jika Anda bertanya kepada saya mengenai apa yang saya pikirkan, kami siap,” katanya.

    Dia kemudian beralih membahas soal pendirian Israel dan “misi besar”untuk memastikan keberlangsungan keberadaannya. Kalangan ultra-nasionalis Israel telah menyerukan pendudukan terhadap wilayah-wilayah tersebut.

    Istilah “Israel Raya” merujuk pada interpretasi Alkitab mengenai wilayah negara tersebut pada masa Raja Salomo, atau Raja Sulaiman, yang tidak hanya mencakup wilayah Palestina saat ini, yakni Jalur Gaza dan Tepi Barat yang diduduki, tetapi juga sebagian wilayah Yordania, Lebanon dan Suriah era modern.

    Halaman 2 dari 3

    (zap/fca)

  • Penampakan Demo Besar-Besaran Guncang Tel Aviv Israel

    Penampakan Demo Besar-Besaran Guncang Tel Aviv Israel

    “Kami di sini untuk menegaskan kepada pemerintah Israel bahwa ini mungkin menit-menit terakhir yang kita miliki untuk menyelamatkan para sandera yang ditahan di terowongan Hamas selama hampir 700 hari,” ujar Ofir Penso, seorang guru bahasa Arab berusia 50 tahun, kepada AFP, Senin (18/8/2025). (REUTERS/Amir Cohen)

  • Puluhan Ribu Warga Israel Turun ke Jalan Serukan Akhiri Perang Gaza

    Puluhan Ribu Warga Israel Turun ke Jalan Serukan Akhiri Perang Gaza

    Jakarta

    Puluhan ribu warga Israel turun ke jalan-jalan di Tel Aviv untuk menyerukan diakhirinya perang di Gaza. Mereka memegang foto para sandera, mengibarkan bendera kuning, menabuh drum, dan meneriakkan yel-yel untuk membawa pulang warga Israel yang masih disandera di Gaza.

    “Kami di sini untuk menegaskan kepada pemerintah Israel bahwa ini mungkin menit-menit terakhir yang kita miliki untuk menyelamatkan para sandera yang ditahan di terowongan Hamas selama hampir 700 hari,” ujar Ofir Penso, seorang guru bahasa Arab berusia 50 tahun, kepada AFP, Senin (18/8/2025).

    Demonstrasi telah digelar secara rutin selama hampir 22 bulan perang setelah serangan kelompok Hamas pada tahun 2023. Namun, aksi protes pada hari Minggu (18/8) waktu setempat itu tampaknya menjadi salah satu yang terbesar sejauh ini.

    Dari 251 orang yang disandera para militan Palestina pada Oktober 2023, 49 orang saat ini masih berada di Jalur Gaza, termasuk 27 orang yang menurut militer Israel telah tewas.

    Dalam aksi demo ini, warga Israel berkumpul di Lapangan Sandera Tel Aviv yang menjadi titik fokus aksi.

    “Pemerintah Israel tidak pernah menawarkan inisiatif yang tulus untuk kesepakatan komprehensif dan mengakhiri perang,” ujar Einav Tzangauker, yang putranya, Matan, ditawan di Gaza, di depan kerumunan orang.

    “Kami menuntut kesepakatan yang komprehensif dan dapat dicapai serta diakhirinya perang. Kami menuntut apa yang menjadi hak kami — anak-anak kami,” imbuhnya.

    “Seluruh negeri sedang berperang satu sama lain, citra kita di seluruh dunia telah berubah total, lebih buruk dari sebelumnya, dan sudah cukup,” ujar Nick, seorang pekerja teknologi berusia 31 tahun, kepada AFP, meminta untuk tidak menyebutkan nama belakangnya.

    Para demonstran lainnya mengkhawatirkan nasib anak-anak mereka yang terdaftar di militer Israel yang telah dikirim ke Gaza, dan khawatir mereka akan segera dipanggil kembali untuk berperang.

    “Kami berharap dan berdoa agar pemerintah kami mendengarkan kami,” kata Ella Kaufman yang memiliki dua putra yang bertugas sebagai perwira di militer Israel.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • PM Denmark Sebut Netanyahu Kini Jadi ‘Masalah’

    PM Denmark Sebut Netanyahu Kini Jadi ‘Masalah’

    Copenhagen

    Perdana Menteri (PM) Denmark Mette Frederiksen menyebut PM Israel Benjamin Netanyahu kini telah menjadi “masalah”. Frederiksen menyatakan dirinya akan berusaha menekan Tel Aviv terkait perang Gaza mengingat Denmark saat ini memegang jabatan Presiden Uni Eropa.

    “Netanyahu sendiri kini menjadi masalah,” kata Frederiksen dalam sebuah wawancara dengan harian Jyllands-Posten, seperti dilansir AFP, Sabtu (16/8/2025).

    Dia juga menyebut bahwa pemerintah Israel sudah bertindak “terlalu jauh”.

    Dalam wawancara tersebut, Frederiksen mengecam situasi kemanusiaan di Jalur Gaza yang disebutnya “sangat mengerikan dan merupakan bencana besar”. Dia juga mengecam proyek permukiman baru Israel di wilayah Tepi Barat yang diduduki.

    “Kami adalah salah satu negara yang ingin meningkatkan tekanan terhadap Israel, tetapi kami belum mendapatkan dukungan dari anggota-anggota Uni Eropa,” ujarnya.

    Fredriksen menambahkan bahwa dirinya ingin mempertimbangkan “tekanan politik, sanksi, baik terhadap para pemukim, para menteri, atau bahkan Israel secara keseluruhan”, merujuk pada sanksi perdagangan atau penelitian.

    “Kami tidak mengesampingkan kemungkinan apa pun sebelumnya. Sama seperti Rusia, kami merancang sanksi untuk menargetkan area yang kami yakini akan memberikan dampak terbesar,” ucapnya.

    Denmark tidak termasuk ke dalam negara-negara Eropa yang menyatakan akan mengakui negara Palestina di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September mendatang.

    Wawancara Frederiksen itu mencuat setelah kepala staf militer Israel, pada Rabu (13/8), mengatakan rencana telah disetujui untuk serangan baru di Jalur Gaza, yang bertujuan untuk mengalahkan kelompok Hamas dan membebaskan semua sandera yang tersisa.

    Militer Israel bermaksud untuk menguasai Kota Gaza dan kamp-kamp pengungsi di sekitarnya, beberapa area terdapat di wilayah tersebut, yang hancur akibat perang selama lebih dari 22 bulan.

    Dalam beberapa hari terakhir, penduduk Kota Gaza mengatakan kepada AFP bahwa serangan udara lebih sering menargetkan area-area permukiman. Awal pekan ini, Hamas mengecam serangan darat Israel yang “agresif” di area tersebut.

    Militer Israel, pada Jumat (15/8) waktu setempat, mengatakan pasukannya sedang melakukan berbagai operasi di area pinggiran Kota Gaza.

    Lihat juga Video ‘PM Selandia Baru: Gaza Mengerikan, Netanyahu Kehilangan Akal Sehat’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Visi ‘Israel Raya’ Netanyahu Tuai Kecaman

    Visi ‘Israel Raya’ Netanyahu Tuai Kecaman

    Jakarta

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ingin mewujudkan visi ‘Israel Raya’ dan mencaplok sejumlah negara Arab. Rencana ‘gila’ itu langsung dikecam sana-sini.

    Dirangkum detikcom, Jumat (15/8/2025), hal itu diungkap Netanyahu ketika ditanya pada Selasa (12/8) oleh wartawan i24NEWS, Sharon Gal, soal apakah dirinya mendukung “visi Israel Raya” tersebut, Netanyahu menjawab: “Tentu saja.”

    “Jika Anda bertanya kepada saya mengenai apa yang saya pikirkan, kami siap,” katanya.

    Dia kemudian beralih membahas soal pendirian Israel dan “misi besar”untuk memastikan keberlangsungan keberadaannya.

    Kalangan ultra-nasionalis Israel telah menyerukan pendudukan terhadap wilayah-wilayah tersebut.

    Istilah “Israel Raya” merujuk pada interpretasi Alkitab mengenai wilayah negara tersebut pada masa Raja Salomo, atau Raja Sulaiman, yang tidak hanya mencakup wilayah Palestina saat ini, yakni Jalur Gaza dan Tepi Barat yang diduduki, tetapi juga sebagian wilayah Yordania, Lebanon dan Suriah era modern.

    Negara-negara Arab Mengecam

    Negara-negara Arab ramai mengecam pernyataan Benjamin Netanyahu, yang mendukung gagasan “Israel Raya” itu. Gagasan itu dianggap sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara-negara Arab saat ketegangan memuncak di kawasan Timur Tengah.

    Yordania, negara tetangga Israel, seperti dilansir AFP, Jumat (15/8/2025), mengecam keras pernyataan Netanyahu tersebut, yang disebut sebagai “eskalasi berbahaya dan provokatif”, serta merupakan “ancaman terhadap kedaulatan negara-negara”.

    Dalam pernyataan pada Rabu (13/8), juru bicara Kementerian Luar Negeri Yordania menegaskan penolakan terhadap apa yang disebutnya sebagai retorika “provokatif| dan “klaim delusi” Netanyahu.

    Mesir juga memberikan reaksi keras, dengan mengatakan pihaknya telah “meminta klarifikasi terkait masalah ini”. Kairo menilai pernyataan Netanyahu itu sama-sama dengan “penolakan terhadap opsi perdamaian di kawasan tersebut”.

    Pernyataan Netanyahu itu disampaikan di tengah perang selama 22 bulan antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza, yang berulang kali merembet ke Timur Tengah dan memicu kecaman keras terhadap Tel Aviv dari seluruh dunia Arab.

    Kecaman lainnya datang dari Irak, dengan Kementerian Luar Negeri Baghdad mengatakan pada Kamis (14/8) bahwa pernyataan Netanyahu itu mengungkapkan “ambisi ekspansionis” Israel dan merupakan “provokasi yang jelas terhadap kedaulatan negara-negara”.

    Qatar, yang merupakan mediator gencatan senjata Gaza, juga mengecam pernyataan Netanyahu, yang disebut sebagai pernyataan “absurd” dan “menghasut”.

    Upaya perluasan wilayah Israel juga menjadi sorotan setelah Menteri Keuangan Bezalel Smotrich,anggota kabinet Netanyahu, menuntut penaklukan Jalur Gaza dan aneksasi Tepi Barat, setelah pemerintah Tel Aviv baru-baru ini menyetujui pemukiman baru yang dianggap ilegal menurut hukum internasional.

    Arab Saudi, pada Rabu (13/8), menyatakan “penolakan total terhadap gagasan dan rencana kolonisasi dan ekspansi yang diadopsi oleh otoritas pendudukan Israel”, dan menegaskan kembali “hak historis dan hukum rakyat Palestina untuk mendirikan negara mereka yang merdeka”.

    Indonesia Turut Mengecam

    Pemerintah Indonesia mengecam keras ide Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membuat visi ‘Israel Raya’ dengan mencaplok sejumlah negara Arab yang mayoritas muslim termasuk Palestina. Pemerintah Indonesia menyebut rencana itu semakin mengecilkan perdamaian Palestina dan Timur Tengah.

    “Indonesia menolak dan mengecam keras visi Perdana Menteri Israel tentang ‘Israel Raya’ melalui aneksasi penuh atas wilayah Palestina dan negara-negara lain di kawasan,” tulis Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dalam pernyataannya di akun X (Twitter), Kamis (14/8).

    “Visi tersebut nyata-nyata melanggar hukum internasional dan semakin mengecilkan prospek perdamaian di Palestina dan Timur Tengah,” imbuhnya.

    Kemlu menerangkan ide Netanyahu itu melanggar hukum internasional. Kemlu menegaskan Indonesia memegang prinsip perdamaian yang adil hanya dapat terwujud dengan menegakkan hak yang tidak dapat dicabut rakyat Palestina.

    “Bagi Indonesia, perdamaian yang adil & berkelanjutan hanya dapat terwujud dg menegakkan hak yang tidak dapat dicabut rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri serta hidup berdampingan dengan Israel berdasarkan solusi dua negara, sesuai parameter internasional yang telah disepakati,” tulis Kemlu.

    Indonesia mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menolak segala pendudukan permanen oleh Israel di Palestina maupun di negara Arab yang mayoritas muslim. Indonesia meminta PBB segera mengambil langkah untuk menghentikan kebijakan Israel yang merusak perdamaian.

    “Indonesia menyerukan kepada komunitas internasional, khususnya Dewan Keamanan PBB, untuk menolak segala bentuk aneksasi dan pendudukan permanen oleh Israel – di Palestina atau di mana pun di kawasan,” tulis Kemlu.

    “Serta mengambil langkah konkret guna menghentikan kebijakan Israel yang merusak prospek perdamaian,” imbuhnya.

    Halaman 2 dari 3

    (lir/lir)