kab/kota: Tel Aviv

  • Siapa Menyerang Kami, Kami Akan Menyerangnya!

    Siapa Menyerang Kami, Kami Akan Menyerangnya!

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu bersumpah untuk terus menyerang siapa pun yang berencana menyerang Israel. Hal ini disampaikannya setelah Israel melancarkan serangan udara terbaru terhadap kelompok pemberontak Houthi di Yaman.

    Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel Katz mengklaim serangan Israel tersebut “menghancurkan istana presiden Houthi di Yaman.” Namun, belum ada laporan serupa dari Yaman. Netanyahu hanya mengindikasikan bahwa Angkatan Udara Israel (IAF) menggempur istana tersebut.

    “Siapa pun yang menyerang kami, kami akan menyerangnya,” kata Netanyahu. “Siapa pun yang berencana menyerang kami – kami akan menyerangnya. Saya pikir seluruh kawasan sedang mempelajari kekuatan dan tekad Israel,” ujarnya dari pusat komando Angkatan Udara Israel di Tel Aviv, dilansir kantor berita AFP, Senin (25/8/2025).

    “Rezim teroris Houthi sedang belajar dengan cara yang sulit bahwa mereka akan membayar dan membayar harga yang sangat mahal atas agresinya terhadap Israel,” kata Netanyahu dalam pernyataan video yang dirilis oleh kantornya, setelah IAF menargetkan kompleks-kompleks militer di Sanaa, ibu kota Yaman, tempat istana presiden Yaman berada, sebuah depot bahan bakar, dan dua pembangkit listrik.

    Serangan itu terjadi tak lama setelah militer Israel mengatakan bahwa investigasi IAF terhadap serangan rudal balistik dari Yaman pada Jumat lalu menemukan bahwa, untuk pertama kalinya, Houthi menggunakan proyektil dengan hulu ledak bom cluster.

    “Untuk setiap rudal yang mereka luncurkan ke Israel, Houthi akan membayar berkali-kali lipat,” cetus Katz.

    Juru bicara Kementerian Kesehatan Houthi mengatakan via media sosial X bahwa serangan Israel terhadap Yaman tersebut menewaskan sedikitnya enam orang dan melukai 86 orang lainnya.

    “Serangan-serangan itu dilancarkan sebagai tanggapan atas serangan berulang kali oleh rezim teroris Houthi terhadap Negara Israel dan warga sipilnya, termasuk peluncuran rudal-rudal jenis permukaan-ke-permukaan dan UAV (drone) ke wilayah Israel dalam beberapa hari terakhir,” kata militer Israel dalam pernyataannya.

    Houthi, pada Jumat (22/8), mengatakan kelompoknya telah menembakkan sebuah rudal balistik ke wilayah Israel dalam serangan terbaru mereka, yang mereka sebut sebagai dukungan untuk warga Palestina di Jalur Gaza.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Buldoser Israel Tumbangkan Ratusan Pohon di Tepi Barat, Ada Apa?

    Buldoser Israel Tumbangkan Ratusan Pohon di Tepi Barat, Ada Apa?

    Tepi Barat

    Israel mengerahkan buldoser-buldoser untuk menumbangkan dan mencabut ratusan pohon di area desa al-Mughayyir, Tepi Barat. Pencabutan pepohonan di wilayah yang diduduki itu dilakukan dengan kehadiran personel militer Israel. Apa tujuannya?

    Sebagian besar vegetasi yang ditumbangkan oleh Israel itu, seperti dilansir AFP, Senin (25/8/2025), tampaknya merupakan pohon zaitun, yang penting bagi perekonomian dan budaya Tepi Barat.

    Area perkebunan zaitun telah sejak lama menjadi titik rawan konflik antara para petani lokal dan para pemukim Israel yang merambah wilayah tersebut.

    Sejumlah jurnalis AFP menyaksikan langsung aktivitas buldoser Israel saat menumbangkan ratusan pohon di desa al-Mughayyir pada Minggu (24/8) waktu setempat.

    Seorang petani lokal, Abdelatif Mohammed Abu Aliya, yang berasal dari desa di dekat Ramallah tersebut, menuturkan dirinya kehilangan beberapa pohon zaitun yang berusia lebih dari 70 tahun di lahan seluas sekitar satu hektare.

    “Mereka mencabut dan meratakan semuanya dengan dalih palsu,” kata Abu Aliya, yang juga mengatakan bahwa dirinya dan penduduk lainnya mulai menanam kembali pohon-pohon yang telah dicabut.

    Beberapa fotografer AFP yang ada di lokasi menyaksikan langsung tanah ditimbun, dengan pohon-pohon zaitun yang ditumbangkan tergeletak di atas tanah, dan sejumlah buldoser beroperasi di area perbukitan di sekitar desa tersebut.

    Salah satu buldoser tersebut dipasangi bendera Israel, dengan beberapa kendaraan militer Tel Aviv diparkir di dekatnya.

    “Tujuannya adalah mengendalikan dan memaksa orang-orang untuk pergi. Ini baru permulaan — ini akan meluas ke seluruh Tepi Barat,” ucap pemimpin asosiasi pertanian setempat, Ghassan Abu Aliya.

    Para penduduk setempat mengatakan bahwa buldoser-buldoser itu mulai beroperasi di desa Tepi Barat itu pada Kamis (21/8) pekan lalu.

    Sementara itu, sebuah LSM Palestina melaporkan bahwa sedikitnya 14 orang ditangkap di desa tersebut selama tiga hari terakhir. Ketika ditanya tentang insiden tersebut, militer Israel mengatakan kepada AFP bahwa pihaknya sedang menyelidiki masalah tersebut.

    Kemudian dalam pernyataan pada Jumat (22/8), militer Israel mengatakan mereka menangkap seorang pria yang berasal dari desa al-Mughayyir, dan menuduhnya “bertanggung jawab atas serangan teroris” di area terdekat.

    Dalam video yang beredar luas di media Israel, seorang komandan militer senior Israel membahas soal serangan di desa al-Mughayyir dan bersumpah untuk membuat “setiap desa dan setiap musuh … membayar harga yang mahal” atas serangan-serangan terhadap warga Israel.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Pilu 42 Orang Tewas dalam Serangan Terbaru Israel di Gaza

    Pilu 42 Orang Tewas dalam Serangan Terbaru Israel di Gaza

    Gaza City

    Serangkaian serangan udara Israel menghujani wilayah Jalur Gaza pada Minggu (24/8) waktu setempat, saat militer Tel Aviv bersiap melancarkan serangan terbaru terhadap Kota Gaza, kota terbesar di wilayah tersebut. Sedikitnya 42 orang tewas akibat serangan-serangan terbaru Tel Aviv.

    Juru bicara badan pertahanan sipil Gaza Mahmoud Bassal, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Senin (25/8/2025), mengatakan bahwa beberapa serangan udara melanda area sekitar Kota Gaza — yang sedang dipersiapkan militer Israel untuk direbut.

    Salah satu serangan udara itu, ujar Bassal, menghantam area lingkungan al-Sabra hingga menewaskan sedikitnya delapan orang.

    Beberapa serangan lainnya melanda berbagai area di wilayah tersebut. dengan Bassal mengatakan: “Jumlah total korban tewas saat ini bertambah menjadi sedikitnya 42 orang.”

    Militer Israel belum menanggapi laporan badan pertahanan sipil Gaza soal serangan mematikan tersebut.

    Penduduk Gaza menuturkan situasi di wilayah tersebut kini “sangat berbahaya” dengan keselamatan warga sipil terancam.

    “Situasinya sangat berbahaya … Setiap hari, setiap menit, ada pengeboman, ada yang martir, ada kematian, dan ada darah — kami tidak tahan lagi,” kata Ibrahim al-Shurafa, warga al-Sabra, saat berbicara kepada AFP.

    Dia menjelaskan bahwa serangan dan pengeboman masih berlangsung.

    “Kami tidak tahu harus ke mana. Kematian mengikuti kami ke mana-mana,” sebut Al-Shurafa.

    Data terbaru Kementerian Kesehatan Gaza, yang dikuasai Hamas, menyebut sedikitnya 62.686 warga Palestina, sebagian besar warga sipil, tewas akibat rentetan serangan Israel.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Korban Tewas Serangan Israel ke Yaman Bertambah Jadi 6 Orang, 86 Luka

    Korban Tewas Serangan Israel ke Yaman Bertambah Jadi 6 Orang, 86 Luka

    Sanaa

    Korban tewas akibat rentetan serangan udara Israel terhadap target-target kelompok Houthi di Sanaa, ibu kota Yaman, bertambah menjadi sedikitnya enam orang. Sekitar 86 orang lainnya mengalami luka-luka akibat gempuran tersebut.

    Serangan udara Tel Aviv itu, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (25/8/2025), membalas serangan rudal yang diluncurkan oleh Houthi dari Yaman ke wilayah Israel.

    Serangan udara yang terjadi pada Minggu (24/8) waktu setempat itu menjadi yang terbaru selama lebih dari setahun meningkatnya aksi saling serang antara Israel dan Houthi yang bermarkas di Yaman, yang merupakan imbas dari perang yang terus berkecamuk di Jalur Gaza.

    Militer Israel, dalam pernyataannya, menyebut target-target yang digempur termasuk kompleks militer yang menjadi lokasi istana kepresidenan, kemudian dua pembangkit listrik, dan sebuah lokasi penyimpanan bahan bakar.

    Juru bicara Kementerian Kesehatan Houthi mengatakan via media sosial X bahwa serangan-serangan Israel terhadap ibu kota Yaman itu menewaskan sedikitnya enam orang dan melukai 86 orang lainnya.

    “Serangan-serangan itu dilancarkan sebagai tanggapan atas serangan berulang kali oleh rezim teroris Houthi terhadap Negara Israell dan warga sipilnya, termasuk peluncuran rudal-rudal jenis permukaan-ke-permukaan dan UAV (drone) ke wilayah Israel dalam beberapa hari terakhir,” kata militer Israel dalam pernyataannya.

    Houthi, pada Jumat (22/8), mengatakan kelompoknya telah menembakkan sebuah rudal balistik ke wilayah Israel dalam serangan terbaru mereka, yang mereka sebut sebagai dukungan untuk warga Palestina di Jalur Gaza.

    Seorang pejabat Angkatan Udara Israel, yang enggan disebut namanya, mengatakan pada Minggu (24/8), bahwa rudal yang terdeteksi diluncurkan dari Yaman kemungkinan besar membawa sub-munisi yang “dimaksudkan untuk meledak saat terjadi benturan”.

    “Ini adalah pertama kalinya rudal semacam ini diluncurkan dari Yaman,” kata pejabat Angkatan Udara Israel tersebut.

    Sejak perang antara Israel dan kelompok Hamas berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober 2023, Houthi yang didukung oleh Iran telah melancarkan rentetan serangan terhadap kapal-kapal yang melintasi Laut Merah. Houthi mengklaim serangannya itu sebagai aksi solidaritas untuk Palestina.

    Kelompok yang kini menguasai ibu kota Yaman itu juga sering meluncurkan rudal ke wilayah Israel, meskipun sebagian besar berhasil dicegat oleh pertahanan udara Tel Aviv. Israel merespons serangan Houthi dengan melancarkan serangan-serangan balasan, termasuk menargetkan pelabuhan vital Hodeidah di Yaman.

    Seorang pejabat senior Houthi, Abdul Qader al-Murtada, mengatakan pada Minggu (24/8) bahwa Houthi akan terus bertindak dalam solidaritas dengan warga Palestina di Jalur Gaza yang terus digempur Israel.

    “(Israel) Harusnya mengetahui bahwa kami tidak akan meninggalkan saudara-saudara kami di Gaza, apa pun pengorbanannya,” tegas Al-Murtada.

    Lihat Video ‘Netanyahu Klaim Rudal Israel Hantam Istana Presiden Yaman’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Deklarasi Telat Bencana Kelaparan di Gaza

    Deklarasi Telat Bencana Kelaparan di Gaza

    Jakarta

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) resmi menyatakan bencana kelaparan di Jalur Gaza, Palestina. Namun warga Palestina menilai deklarasi PBB itu terlambat.

    Pengumuman PBB tersebut datang setelah berbulan-bulan peringatan mengenai krisis pangan di Gaza. Pada akhir Juli lalu, Integrated Food Security Phase Classification (IPC), sebuah inisiatif yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan peringatan kriris kelaparan akibat konflik di Gaza.

    IPC menyebut semakin banyak bukti menunjukkan bahwa kelaparan, malnutrisi, dan penyakit yang meluas mendorong peningkatan kematian akibat kelaparan. Tercatat lebih dari 20.000 anak dirawat untuk perawatan malnutrisi akut antara April dan pertengahan Juli. Jumlah itu di antaranya 3.000 anak lebih mengalami malnutrisi parah.

    “Data terbaru menunjukkan bahwa ambang batas kelaparan telah tercapai untuk konsumsi pangan di sebagian besar Jalur Gaza dan untuk malnutrisi akut di Kota Gaza,” demikian bunyi peringatan tersebut, yang menyerukan tindakan segera untuk mengakhiri permusuhan dan memungkinkan respons kemanusiaan yang luas, tanpa hambatan, dan menyelamatkan nyawa.

    Pada bulan Mei, IPC melaporkan bahwa seluruh penduduk daerah kantong tersebut mengalami “ingkat ketahanan pangan akut yang tinggi. Dan wilayah tersebut berada dalam risiko tinggi kelaparan, jenis krisis kelaparan yang paling parah.

    PBB Umumkan Bencana Kelaparan

    Seperti dilansir AFP, Jumat (22/8), laporan panel Integrated Food Security Phase Classification (IPC) menyebut sedikitnya 500.000 orang di Gaza menghadapi “bencana besar” kelaparan. Kepala bantuan PBB Tom Fletcher menegaskan bahwa krisis ini sebenarnya bisa dicegah jika akses bantuan tidak dihambat.

    “Ini adalah kelaparan yang sebenarnya bisa kita cegah jika kita diizinkan. Namun, makanan menumpuk di perbatasan karena hambatan sistematis oleh Israel,” kata Fletcher di Jenewa.

    IPC juga memproyeksikan bahwa pada akhir September, jumlah warga yang terdampak bisa mencapai 641.000 orang atau hampir sepertiga populasi Gaza. Kelaparan diperkirakan meluas hingga Deir al-Balah dan Khan Younis.

    Israel Bantah Ada Kelaparan

    Kementerian Luar Negeri Israel dengan tegas membantah temuan PBB. Dalam pernyataannya, Tel Aviv menyebut laporan IPC “didasarkan pada kebohongan Hamas yang diproses melalui organisasi-organisasi berkepentingan”.

    “Tidak ada kelaparan di Gaza,” tegas Kementerian Luar Negeri Israel, dikutip AFP, Jumat (22/8). Tel Aviv mengklaim gelombang bantuan besar-besaran telah masuk ke Jalur Gaza dalam beberapa pekan terakhir dan menurunkan harga pangan secara signifikan.

    Israel juga mengecam laporan tersebut dan menyebutnya hanya sebagai dokumen politik yang layak dibuang.

    Seruan dari Hamas hingga UNRWA

    Kelompok Hamas menyambut deklarasi PBB sekaligus menilai keputusan itu datang terlambat. Hamas mendesak agar pengepungan Israel segera dicabut dan penyeberangan dibuka tanpa batas untuk memungkinkan masuknya bantuan makanan, obat-obatan, air, dan bahan bakar.

    “Kami di gerakan Hamas menekankan pentingnya deklarasi PBB ini, meskipun datangnya sudah sangat terlambat,” bunyi pernyataan Hamas.

    Kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini juga mendesak Israel berhenti menyangkal bencana kelaparan. “Sudah saatnya Pemerintah Israel berhenti menyangkal bencana kelaparan yang telah diciptakannya di Gaza,” ujarnya, Minggu (24/8).

    Warga Palestina Sebut Deklarasi Terlambat

    Sehari setelah pengumuman PBB, warga Palestina terlihat berebut makanan di dapur umum Kota Gaza. Rekaman AFP menunjukkan perempuan dan anak-anak berdesakan meminta beras untuk dimasak.

    “Kami tidak punya rumah lagi, tidak ada makanan, tidak ada penghasilan… jadi kami terpaksa beralih ke dapur amal, tetapi mereka tidak memuaskan rasa lapar kami,” kata Yousef Hamad (58), pengungsi dari Beit Hanoun.

    Seorang ibu bernama Umm Mohammad (34) menyebut deklarasi PBB “terlalu terlambat” karena banyak anak-anak sudah jatuh sakit akibat kekurangan makanan dan air.

    Lihat Video ‘Kelaparan di Gaza Makin Parah, 132 Ribu Anak Berisiko Meninggal’:

    Halaman 2 dari 2

    (wia/idn)

  • PBB Nyatakan Bencana Kelaparan di Gaza, Warga Palestina: Terlambat

    PBB Nyatakan Bencana Kelaparan di Gaza, Warga Palestina: Terlambat

    Jakarta

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi mengumumkan bencana kelaparan di Gaza, yang terus dilanda perang. Sehari setelahnya, warga Palestina berebut beras sambil memegang panci dan ember plastik, di dapur umum di Kota Gaza.

    Dilansir AFP, Minggu (24/8/2025), berdasarkan rekaman AFP menunjukkan perempuan dan anak-anak kecil berada di antara kerumunan puluhan orang yang berdesakan dan berteriak meminta makanan di kota terbesar di Gaza.

    Seorang anak laki-laki menggunakan tangannya untuk mengikis beberapa butir beras sisa dari dalam tong masak. Seorang anak perempuan lainnya duduk di tepi tenda dan menyendok beras dari kantong plastik di tanah.

    “Kami tidak punya rumah lagi, tidak ada makanan, tidak ada penghasilan… jadi kami terpaksa beralih ke dapur amal, tetapi mereka tidak memuaskan rasa lapar kami,” kata Yousef Hamad, 58, yang mengungsi dari kota Beit Hanoun di utara.

    Sementara itu, di sebuah dapur amal di Deir el-Balah, Umm Mohammad (34) mengatakan deklarasi PBB tentang kelaparan “terlalu terlambat”.

    Anak-anak “terhuyung-huyung karena pusing, tidak bisa bangun karena kekurangan makanan dan air,” kata Umm Mohamad.

    Sebelumnya, PBB secara resmi menyatakan kelaparan di Gaza. PBB menyalahkan “penghambatan sistematis” bantuan oleh Israel selama lebih dari 22 bulan perang.

    Inisiatif Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC) yang berbasis di Roma mengatakan kelaparan memengaruhi 500.000 orang di Kegubernuran Gaza, yang mencakup sekitar seperlima wilayah Palestina termasuk Kota Gaza.

    Israel Bantah

    Sementara itu, Israel membantah PBB yang secara resmi mengumumkan bencana kelaparan di Gaza, berdasarkan laporan ketahanan pangan di wilayah tersebut. Tel Aviv bersikeras menyatakan bahwa tidak ada kelaparan di Gaza dan temuan PBB itu didasarkan pada “kebohongan Hamas”.

    Bantahan disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Israel setelah panel Integrated Food Security Phase Classification (IPC) yang berkantor di Roma, Italia, dan didukung PBB melaporkan bahwa “dengan bukti yang memadai”, kelaparan saat ini “terkonfirmasi” di wilayah administrasi Gaza — Kota Gaza — yang mencakup sekitar 20 persen Jalur Gaza.

    “Tidak ada kelaparan di Gaza,” tegas Kementerian Luar Negeri Israel dalam tanggapannya, seperti dilansir AFP, Jumat (22/8/2025).

    Halaman 2 dari 2

    (yld/knv)

  • PBB Nyatakan Bencana Kelaparan di Gaza, Warga Palestina: Terlambat

    Pertama Kalinya PBB Umumkan Bencana Kelaparan di Gaza

    Jakarta

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengumumkan bencana kelaparan di Gaza, Palestina. Ini merupakan pertama kalinya, bencana kelaparan dinyatakan oleh PBB di kawasan Timur Tengah.

    seperti dilansir AFP, Jumat (22/8/2025), para pakar PBB menyebut sedikitnya 500.000 orang saat ini menghadapi “bencana besar” kelaparan.

    Kepala bantuan PBB Tom Fletcher mengatakan bencana kelaparan di Gaza sepenuhnya dapat dicegah. Dia menuturkan bahwa makanan tidak dapat sampai ke daerah kantong Palestina tersebut “karena hambatan sistematis oleh Israel”.

    Namun, Kementerian Luar Negeri Israel dengan cepat memberikan respons, dengan mengatakan: “Tidak ada bencana kelaparan di Gaza”.

    Dalam pernyataannya, Tel Aviv mengecam laporan panel Integrated Food Security Phase Classification (IPC) yang berkantor di Roma, Italia, dengan menyebut laporan itu “didasarkan pada kebohongan Hamas yang ‘dicuci’ melalui organisasi-organisasi yang memiliki kepentingan pribadi”.

    Badan-badan PBB telah berbulan-bulan memperingatkan tentang memburuknya situasi kemanusiaan di wilayah Palestina.

    Dalam laporan terbarunya pada Jumat (22/8), IPC menyatakan “per 15 Agustus 2025, bencana kelaparan (IPC Fase 5) — dengan bukti yang memadai — telah terkonfirmasi di wilayah administrasi Gaza”, Kota Gaza yang mencakup sekitar 20 persen wilayah Jalur Gaza.

    Kelaparan diproyeksikan akan meluas ke wilayah administrasi Deir al-Balah dan Khan Younis pada akhir September, yang akan mencakup sekitar dua pertiga wilayah Palestina.

    “Setelah 22 bulan konflik yang tak henti-hentinya, lebih dari setengah juta orang di Jalur Gaza menghadapi kondisi bencana besar yang ditandai dengan kelaparan, kemiskinan, dan kematian,” sebut laporan IPC tersebut.

    Jumlah tersebut, berdasarkan informasi yang dikumpulkan antara 1 Juli dan 15 Agustus, diperkirakan akan meningkat menjadi hampir 641.000 orang — hampir sepertiga populasi — pada akhir September.

    IPC dalam laporannya mengatakan bahwa ini merupakan kemunduran paling parah dalam situasi tersebut, sejak mereka mulai menganalisis kelaparan di Jalur Gaza.

    Diketahui, pada awal Maret, Israel sepenuhnya melarang pasokan bantuan masuk ke Gaza, sebelum mengizinkan masuknya bantuan dalam jumlah yang sangat terbatas pada akhir Mei, yang menyebabkan kekurangan makanan, obat-obatan, dan bahan bakar yang parah.

    Berbicara di Jenewa, Fletcher mengatakan bahwa kelaparan ini seharusnya “menghantui kita semua”.

    “Ini adalah kelaparan yang sebenarnya bisa kita cegah jika kita diizinkan. Namun, makanan menumpuk di perbatasan karena hambatan sistematis oleh Israel,” tegasnya saat berbicara kepada wartawan.

    FILE PHOTO: Palestinians wait to receive food from a charity kitchen, in Khan Younis, southern Gaza Strip, August 21, 2025. REUTERS/Hatem Khaled/File Photo Foto: REUTERS/Hatem Khaled

    Israel Bantah

    Israel membantah PBB yang secara resmi mengumumkan bencana kelaparan di Gaza. Tel Aviv bersikeras menyatakan bahwa tidak ada kelaparan di Gaza dan temuan PBB itu didasarkan pada “kebohongan Hamas”.

    “Tidak ada kelaparan di Gaza,” tegas Kementerian Luar Negeri Israel dalam tanggapannya, seperti dilansir AFP, Jumat (22/8/2025).

    Kementerian Luar Negeri Israel juga menyebut laporan panel IPC itu “didasarkan pada kebohongan Hamas yang diproses melalui organisasi-organisasi yang memiliki kepentingan pribadi”.

    “Dalam beberapa pekan terakhir, gelombang bantuan besar-besaran telah membanjiri Jalur Gaza dengan bahan pangan pokok dan menyebabkan penurunan harga pangan yang tajam,” kata Kementerian Luar Negeri Israel.

    “Hasil penilaian ini juga akan dibuang ke tong sampah untuk dokumen politik yang tercela,” imbuh pernyataan Kementerian Luar Negeri Israel.

    An Indonesian Hercules aircraft drops humanitarian aid packages over the Gaza Strip, as seen from Israel, August 21, 2025. REUTERS/Amir Cohen TPX IMAGES OF THE DAY Foto: REUTERS/Amir Cohen

    Hamas Desak Akses Logistik Dibuka

    Hamas menyerukan diakhirinya segera perang di Gaza dan pencabutan pengepungan Israel di wilayah tersebut. Dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan secara daring, kelompok tersebut menyerukan “tindakan segera oleh PBB dan Dewan Keamanan untuk menghentikan perang dan mencabut pengepungan”.

    Hamas juga menuntut agar penyeberangan dibuka “tanpa batasan untuk memungkinkan masuknya makanan, obat-obatan, air, dan bahan bakar secara mendesak dan berkelanjutan”.

    Kelompok tersebut melanjutkan dengan mengatakan bahwa deklarasi PBB tersebut mengonfirmasi “bencana kemanusiaan” di Gaza dan menuduh Israel menggunakan kelaparan sebagai “alat perang”.

    “Kami di gerakan Hamas menekankan pentingnya deklarasi PBB ini, meskipun datangnya sudah sangat terlambat – setelah berbulan-bulan peringatan dan penderitaan yang dialami rakyat kami di bawah pengepungan dan kelaparan sistematis,” kata kelompok itu.

    “Komunitas internasional dan seluruh lembaganya memikul tanggung jawab hukum dan moral yang mendesak untuk menghentikan kejahatan terhadap kemanusiaan dan menyelamatkan lebih dari dua juta orang yang menghadapi genosida, kelaparan, dan penghancuran sistematis di seluruh aspek kehidupan,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 3

    (aik/aik)

  • Ratusan Warga Palestina di Gaza Unjuk Rasa Minta Israel Hentikan Serangan

    Ratusan Warga Palestina di Gaza Unjuk Rasa Minta Israel Hentikan Serangan

    Warga Palestina di Kota Gaza turun ke jalan menuntut diakhirinya perang Israel di Jalur Gaza, setelah PM Benjamin Netanyahu menyetujui mengambil alih sepenuhnya kota Gaza.

    Dikelilingi gedung-gedung yang hancur, ratusan warga Palestina yang terjebak menuntut diakhirnya perang dan serangan Israel.

    Kota Gaza termasuk wilayah yang tersisa di Jalur Gaza yang tidak berada di bawah kendali Israel.

    Unjuk rasa dilakukan beberapa jam setelah Israel mengumumkan sudah memulai misinya untuk menduduki wilayah tersebut, dalam upayanya merebut apa yang diklaimnya sebagai salah satu benteng terakhir Hamas.

    “Protes ini merupakan ekspresi kemarahan rakyat atas kondisi tragis yang dihadapi di Jalur Gaza,” ujar Abu Al-Waleed Al-Zaq, 70 tahun, kepada ABC.

    “Kami menyerukan agar tragedi ini diakhiri, agar serangan yang dilakukan terhadap rakyat kami dihentikan.

    “Gaza telah hancur total,” tegasnya.

    “Kita semua harus bersatu dan mengatakan hentikan serangan mengerikan ini cukup, cukup, cukup.”

    Militer Israel sudah menguasai lebih dari 75 persen Jalur Gaza, tetapi belum menduduki Kota Gaza.

    Perintah untuk evakuasi diberlakukan di lebih dari 80 persen wilayah Gaza yang diserang Israel.

    Israel sudah memanggil 60.000 tentara cadangan untuk memperkuat barisan sebelum menduduki Kota Gaza, yang akan memaksa ratusan ribu orang mengungsi ke Selatan Gaza.

    Perdana Menteri Benjamin Netanyahu melakukan perjalanan ke perbatasan Israel dan Gaza untuk bertemu dengan para pemimpin militer.

    Kabinet keamanan Isrel sudah menyetujui rencana militer di wilayah tersebut, sebagai bentuk formalitas.

    Warga Palestina mendesak negosiator

    Warga Palestina dari berbagai kalangan bergabung dalam protes di Kota Gaza untuk mengungkapkan kemarahan mereka, karena kemungkinan akan diusir lagi.

    “Dunia harus menyadari jika warga Palestina bukan hanya kematian dan kehancuran, mereka mempertahankan hak mereka untuk tetap tinggal dan berjuang melawan perang penggusuran yang sedang berlangsung, dan perang genosida,” ujar aktivis hak asasi manusia dan analis politik Mustafa Ibrahim, 63 tahun, kepada ABC.

    “Penting juga untuk menunjukkan jika persatuan adalah jalan menuju keselamatan, terlepas dari semua kehancuran dan pembunuhan ini,” tambahnya.

    “Ini penting untuk melawan pendudukan dan memberi tahu dunia bahwa kita akan tetap di sini.”

    “Kita masih hidup dalam kelaparan dan perang yang terus berlanjut, ini penting bagi dunia untuk menyadari bahwa Palestina tidak tinggal diam.”

    “Keteguhan dan kesabaran mereka dalam menghadapi semua kejahatan ini menentang kebijakan genosida, penggusuran, dan kelaparan yang direkayasa ini.”

    Para pengunjuk rasa membawa bendera Palestina dan spanduk-spanduk bertuliskan pesan-pesan seperti “hentikan genosida.”

    Beberapa pengunjuk rasa yang berbicara kepada ABC juga mengkritik Hamas, menuntut kelompok militan tersebut mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Israel.

    Mereka mendesak Otoritas Palestina di Tepi Barat untuk campur tangan.

    “Kami, di tengah kehancuran dan genosida Gaza, menyerukan kepada para negosiator Palestina untuk segera mengakhiri perang,” kata Mohamed Al-Aswad, 60 tahun.

    “Cukup pertumpahan darah, cukup pertumpahan darah, cukup pertumpahan darah!

    “Rakyat Palestina kami ingin hidup dalam damai dan aman.”

    “Kepada dunia bebas yang berdiri bersama rakyat kami, kepada dunia dan para pemimpin Arab, kepada Presiden Abu Mazen [Mahmoud Abbas], Anda adalah ayah kami dan Gaza adalah bagian dari Anda.”

    Ziad Al-Najjar, 55 tahun, sekretaris Serikat Pengacara, mengatakan Israel sudah bertindak melampaui jauh dari menargetkan Hamas.

    “Proyek Zionis untuk mengusir paksa rakyat Palestina ini harus diakhiri telah menjadi jelas bahwa ini adalah perang sepihak untuk membasmi orang-orang Palestina dan merebut tanah kosong,” katanya.

    “Kependudukan Israel sudah menyebabkan banyak ancaman, dan memasuki seluruh Jalur Gaza, menghancurkan sebagian besarnya, hanya menyisakan manusia yang sudah kehilangan begitu banyak, jadi kami tidak takut dengan ancaman ini, tetapi tetap menyerukan agar invasi ini dihentikan.

    “Hamas harus berupaya untuk mengakhiri perang ini, karena Hamas adalah penyebabnya, dan Hamas harus segera menghentikannya serta mengakhiri kekuasaannya di Jalur Gaza dan memberikan kekuasaan kepada Otoritas Palestina.”

    Meskipun aksi miiter Israel di Kota Gaza masih dalam tahap awal, serangan sudah dimulai di beberapa wilayah pinggiran Kota Gaza, termasuk permukiman Sabra, Zeitoun, dan Tuffah.

    Militer Israel, atau IDF, mengatakan sudah memberi tahu badan-badan kemanusiaan internasional dan otoritas medis lokal yang beroperasi di Gaza utara soal rencananya untuk menduduki wilayah tersebut pada hari Selasa, dan meminta mereka untuk mengevakuasi pasien ke wilayah selatan Jalur Gaza.

    Hal ini memicu respons keras dari otoritas kesehatan Palestina.

    “Kementerian Kesehatan menyatakan penolakannya terhadap langkah apa pun yang akan merusak sistem kesehatan yang tersisa setelah penghancuran sistematis yang dilakukan oleh otoritas pendudukan Israel,” demikian pernyataan Kementerian Kesehatan.

    “Langkah ini akan merampas hak lebih dari 1 juta orang untuk mendapatkan perawatan dan membahayakan nyawa penduduk, pasien, dan korban luka.”

    Israel mengatakan tidak akan tinggalkan Gaza

    PM Netanyahu mengatakan ia telah mengarahkan para negosiator Israel untuk terus menuntut pembebasan semua sandera, sebagai bagian dari negosiasi gencatan senjata dengan Hamas.

    Awal pekan ini, Hamas menyetujui proposal yang disusun oleh mediator Mesir dan Qatar untuk gencatan senjata selama 60 hari, dengan separuh dari sandera yang tersisa akan dibebaskan.

    Ada 50 warga Israel yang masih ditawan di Gaza oleh Hamas dan Jihad Islam Palestina (PIJ), 20 di antaranya diyakini masih hidup.

    Instruksi kepada para negosiator tersebut pada dasarnya merupakan penolakan terhadap proposal tersebut, sebuah perkembangan yang tidak mengejutkan, mengingat retorika seputar perundingan sejak gencatan senjata terakhir digagalkan pada bulan Maret.

    Sebelumnya, PM Netanyahu mengatakan kepada kantor berita Sky News jika Israel “hampir mengakhiri perang ini.”

    Selama berbulan-bulan, ia bersikeras kemenangan di Gaza sudah di depan mata, atau setidaknya, pertempuran sengit akan segera berakhir. Tapi perang dengan cepat mendekati tahun kedua yang suram tanpa akhir yang jelas.

    Dalam sebuah wawancara panjang, dengan banyak merujuk pada pemimpin Inggris di masa perang, Winston Churchill, Netanyahu juga mengatakan rencana gencatan senjata dan kesepakatan sandera dengan Hamas tidak akan menghalanginya untuk terus menyerang Kota Gaza.

    “Kami akan tetap melakukannya, itu tidak pernah menjadi pertanyaan, bahwa kami tidak akan meninggalkan Hamas di sana,” katanya.

    “Saya pikir Presiden Trump mengatakannya dengan tepat, dia mengatakan Hamas harus menghilang dari Gaza.

    “Ini seperti meninggalkan SS di Jerman. Kita membersihkan sebagian besar Jerman, tetapi ap akita meninggalkan Berlin dengan SS dan korps Nazi di sana? Tentu saja tidak.”

    PM Netanyahu jarang berbicara kepada media, dan ketika berbicara, ia lebih menyukai media berita bersayap konservatif yang secara umum mendukung pemerintah Israel.

    Keluarga sandera Israel menuntut diakhirinya perang

    Ucapan PM Netanyahu yang menolak menghentikan kependudukan di Kota Gaza kemungkinan besar ditujukan kepada anggota kabinet koalisinya sendiri.

    Seperti yang sudah terjadi berulang kali, menteri keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich dilaporkan mengancam akan mengundurkan diri dari pemerintahan jika PM Netanyahu menyetujui kesepakatan gencatan senjata.

    Bezalel telah membuat ancaman serupa di masa lalu tetapi gagal menindaklanjutinya, meskipun Channel 12 Israel melaporkan ia memberi tahu keluarga sandera jika ia mengeluarkan ultimatum kepada perdana menteri secara pribadi.

    Hamas menangkap 251 sandera pada 7 Oktober 2023, dalam serangan yang menewaskan sekitar 1.200 warga Israel, sebagian besar warga sipil.

    Lebih dari 62.000 warga Palestina tewas dalam perang udara dan darat sejak saat itu, menurut pejabat kesehatan Gaza, dengan lebih dari separuhnya adalah perempuan, dan anak-anak.

    Keluarga dan pendukung 50 sandera yang masih berada dalam tahanan Hamas menuntut agar pemerintah Netanyahu menerima kesepakatan untuk mengakhiri perang, serta menuduh perdana menteri yang lebih mengutamakan ambisi politiknya sendiri daripada memastikan kebebasan sandera.

    Forum Sandera dan Keluarga Hilang mengatakan hampir setengah juta orang turun ke jalan di Tel Aviv akhir pekan lalu untuk menuntut pemerintah mengubah arah, karena khawatir penundaan kesepakatan dengan Hamas dan perluasan serangan ke Kota Gaza akan mengancam nyawa para sandera.

    Lihat Video ‘Korban Tewas Akibat Serangan Israel di Gaza Mencapai 62.192 Jiwa’:

  • AS Bilang Solusi 2 Negara Tak Lagi Jadi Prioritas, Berubah Sikap?

    AS Bilang Solusi 2 Negara Tak Lagi Jadi Prioritas, Berubah Sikap?

    Tel Aviv

    Pembentukan negara Palestina kini bukanlah prioritas bagi pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Hal ini mengisyaratkan pergeseran kebijakan AS selama puluhan tahun yang secara tradisional mendukung solusi dua negara.

    Penegasan tersebut, seperti dilansir Al Arabiya, Jumat (22/8/2025), disampaikan oleh Duta Besar AS untuk Israel Mike Huckabee dalam wawancara eksklusif dengan program Al Arabiya English “CounterPoints” baru-baru ini.

    “Saya tentu saja belum mendengar Presiden mengatakan bahwa hal ini merupakan salah satu hal terpenting yang harus kita kejar,” kata Huckabee dalam wawancara tersebut, saat menjawab pertanyaan apakah solusi dua negara tidak lagi menjadi tujuan AS.

    Dia menambahkan bahwa meskipun Trump mendukung perdamaian di kawasan tersebut, pembentukan negara Palestina bukanlah bagian dari agendanya saat ini.

    Huckabee kemudian menuduh Otoritas Palestina dan pemerintah negara-negara Eropa telah melakukan tindakan-tindakan yang melemahkan upaya perdamaian, terutama dengan desakan terbaru untuk mengakui negara Palestina.

    “Setiap kali kita berpikir kita sedang berupaya menuju ke sana dan mencapainya, kita melihat tindakan oleh pihak Eropa atau Otoritas Palestina yang benar-benar mengacaukannya,” sebut Huckabee dalam wawancara tersebut.

    Dia mengkritik Otoritas Palestina karena “mendorong pengakuan sepihak” atas status kenegaraan dan melanjutkan kebijakan seperti memberikan tunjangan kepada keluarga para pelaku penyerangan. Huckabee menilai hal tersebut “kontraproduktif”.

    Dubes AS: Gaza Sudah Menjadi Negara Palestina

    Dalam wawancara tersebut, Huckabee berpendapat bahwa Gaza sendiri pernah menjadi negara Palestina “100 persen”, dan bahwa perkembangannya telah merusak kepercayaan terhadap kerangka kerja dua negara.

    “Itu adalah negara Palestina 100 persen. Orang-orang melihat bagaimana hasilnya. Itu tidak terlalu membuat orang-orang yang melihatnya berkata, ya, itu seharusnya berjalan dengan sangat, sangat baik,” ucapnya.

    “Untuk saat ini, saya akan mengatakan, dengan (Palestina) mengabaikan perjanjian Oslo… itu tidak akan menjadi sesuatu yang akan dibahas. Tapi itu bukan keputusan AS. AS akan mendukung sekutu-sekutu kami. Kami akan mendukung perdamaian,” kata Huckabee.

    Lebih lanjut, sang Dubes AS itu menyerukan para pemimpin Eropa untuk “menilai ulang tindakan mereka” dalam mengakui negara Palestina, dan memberikan tekanan lebih besar kepada Hamas, bukannya Israel.

    “Hentikan tekanan berlebihan terhadap cara Israel membela diri dalam melawan Hamas, dan mulailah memberikan tekanan terhadap tindakan militer radikal yang bertujuan membunuh orang-orang Yahudi,” cetusnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Israel Berulah Lagi Lewat Operasi Caplok Kota Gaza

    Israel Berulah Lagi Lewat Operasi Caplok Kota Gaza

    Jakarta

    Israel kembali berulah dengan memulai operasi mengambil alih Kota Gaza. Militer Israel mengklaim sudah menguasai pinggiran Kota Gaza.

    Militer Israel sejak Rabu (20/8) telah mengerahkan puluhan ribu pasukan cadangan untuk menyiapkan serangan. Kabinet keamanan Israel, yang diketuai Netanyahu, menyetujui rencana bulan ini untuk memperluas kampanye di Gaza dengan tujuan merebut Kota Gaza. Sebanyak 60.000 prajurit cadangan dikerahkan melakukan operasi tersebut.

    Dilansir Reuters, Kamis (21/8/2025), Juru Bicara Militer Israel, Brigadir Jenderal Effie Defrin mengatakan operasi tahap awal yakni dengan melakukan serangan ke Kota Gaza.

    Defrin mengatakan pasukan sudah beroperasi di pinggiran Kota Gaza. Dia mengklaim Hamas telah ‘babak belur’.

    “Kami telah memulai operasi awal dan tahap pertama serangan terhadap Kota Gaza, dan saat ini pasukan IDF telah menguasai pinggiran Kota Gaza,” ujar Defrin.

    Hamas, dalam sebuah pernyataan di Telegram, menuduh Netanyahu menghalangi kesepakatan gencatan senjata demi melanjutkan ‘perang brutal terhadap warga sipil tak berdosa di Kota Gaza’.

    “Pengabaian Netanyahu terhadap proposal para mediator… membuktikan bahwa dialah yang sebenarnya menghalangi kesepakatan apa pun,” kata Hamas.

    Hamas Beri Peringatan

    Kelompok Hamas bereaksi keras terhadap pengumuman militer Israel yang memulai operasi mencaplok Gaza. Hamas menuduh Israel mengabaikan upaya mediasi menghentikan pertempuran dan pembebasan sandera.

    “Pengumuman hari ini oleh tentara pendudukan teroris tentang dimulainya operasi terhadap Kota Gaza dan hampir satu juta penduduk serta pengungsi di sana…menunjukkan…pengabaian secara terang-terangan terhadap upaya-upaya yang dilakukan oleh para mediator,” kata Hamas dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Kamis (21/8/2025).

    Hamas juga mengkritik kurangnya tanggapan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu terhadap proposal gencatan senjata terbaru yang diajukan para mediator. Hamas telah memberikan persetujuan untuk proposal terbaru yang diajukan Qatar dan Mesir sebagai mediator.

    Hamas menuduh Netanyahu sebagai ‘penghalang nyata bagi kesepakatan apa pun’. Hamas juga menuding Netanyahu tidak peduli dengan nyawa para sandera Israel.

    Israel Dikecam

    Langkah Israel mencaplok Gaza menuai kecaman dunia. Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut langkah Tel Aviv itu hanya akan semakin memicu ‘bencana’ dan membawa wilayah itu ke “perang permanen”.

    Macron mengatakan bahwa serangan militer Israel untuk menaklukkan Kota Gaza hanya akan menyebabkan bencana total bagi kedua bangsa. Macron menyebut rencana Israel itu “akan menyeret kawasan tersebut ke dalam perang permanen”. Dia juga menegaskan kembali seruannya untuk “misi stabilisasi internasional”.

    Pernyataan Macron itu disampaikan setelah Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyetujui rencana militer untuk menaklukkan Kota Gaza. Dia mengizinkan pemanggilan sekitar 60.000 tentara cadangan Israel.

    Kecaman juga disampaikan oleh Jerman, yang menyatakan ‘penolakan eskalasi’ dari operasi militer Israel di Kota Gaza. Juru bicara pemerintah Berlin Steffen Meyer mengatakan kepada wartawan bahwa Jerman merasa “semakin sulit untuk memahami bagaimana tindakan ini akan mengarah pada pembebasan semua sandera, atau gencatan senjata” di Jalur Gaza.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Yordania, Ayman Safadi, mengatakan dalam kunjungan ke Moskow bahwa operasi militer Israel yang semakin meluas di Jalur Gaza telah “membunuh semua prospek” perdamaian di Timur Tengah. Dia juga menyebut serangan Tel Aviv menyebabkan “pembantaian dan kelaparan” di Jalur Gaza.

    Safadi mengatakan dirinya berharap dapat membahas “upaya untuk mengakhiri agresi di Gaza, serta pembantaian dan kelaparan yang ditimbulkannya”. Dia menyebut hal itu semakin menambah “tindakan ilegal yang terus merusak solusi dua negara dan mematikan semua prospek perdamaian di kawasan”.

    “Kami menghargai posisi Anda yang jelas terhadap perang dan tuntutan Anda untuk mencapai gencatan senjata permanen,” ujar Safadi.

    Reaksi keras lainnya disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, yang menyerukan gencatan senjata segera di Jalur Gaza setelah Israel mengumumkan dimulainya langkah pertama operasi untuk merebut Kota Gaza.

    “Sangat penting untuk segera mencapai gencatan senjata di Gaza,” tegasnya, sembari mengingatkan bahwa gencatan senjata diperlukan “untuk menghindari kematian dan kehancuran yang tidak terelakkan akibat operasi militer terhadap Kota Gaza”.

    Israel Ajak Hamas Berunding

    Netanyahu telah memerintahkan negosiasi segera untuk membebaskan sandera Israel yang tersisa di Gaza. Hal itu diumukan usai dimulainya operasi merebut Kota Gaza.

    “Saya datang untuk menyetujui rencana IDF (militer) untuk menguasai Kota Gaza dan mengalahkan Hamas,” kata Netanyahu dilansir AFP, Jumat (22/8/2025).

    “Pada saat yang sama, saya telah menginstruksikan untuk segera memulai negosiasi untuk pembebasan semua sandera kami dan mengakhiri perang dalam kondisi yang dapat diterima oleh Israel,” imbuhnya.

    Para mediator telah menunggu berhari-hari terkait gencatan senjata kedua pihak.

    “Saya sangat menghargai komitmen tentara cadangan, dan tentu saja tentara reguler, untuk misi vital ini,” kata Netanyahu.

    “Kedua hal ini -mengalahkan Hamas dan membebaskan semua sandera kami- berjalan beriringan,” sambungnya.

    Lihat Video ‘Korban Tewas Akibat Serangan Israel di Gaza Mencapai 62.192 Jiwa’:

    Halaman 2 dari 4

    (idn/idn)