kab/kota: Tel Aviv

  • Asosiasi Cendekiawan Vonis Israel Lakukan Genosida

    Asosiasi Cendekiawan Vonis Israel Lakukan Genosida

    Jakarta

    Serangan udara dan tembakan artileri berulang kali menggema sejak Israel pekan lalu mendeklarasikan Kota Gaza sebagai zona pertempuran. Di pinggir kota dan di kamp pengungsi Jabaliya, warga mengaku melihat robot bermuatan bahan peledak dikerahkan untuk menghancurkan bangunan.

    “Malam yang mengerikan terjadi lagi di Kota Gaza,” kata Saeed Abu Elaish, seorang tenaga medis kelahiran Jabaliya yang berlindung di sisi barat laut kota.

    Rumah sakit-rumah sakit di Gaza melaporkan sedikitnya 31 orang tewas akibat serangan Israel pada hari Senin (01/09), lebih dari setengah korban itu adalah perempuan dan anak-anak.

    Israel menyatakan hanya menargetkan militan dan menyalahkan Hamas atas jatuhnya korban sipil karena kelompok tersebut — yang kini sebagian besar beroperasi sebagai organisasi gerilya — beroperasi di daerah padat penduduk.

    Ancaman ganda: Perang dan kelaparan

    Banyak warga Kota Gaza, banyak di antaranya telah mengungsi berulang kali akibat perang, kini menghadapi ancaman ganda: pertempuran dan kelaparan. Otoritas tertinggi dunia dalam krisis pangan menyatakan bulan lalu bahwa wilayah tersebut sedang mengalami kelaparan— krisis yang dipicu oleh pertempuran yang terus berlangsung dan blokade Israel, diperparah oleh pengungsian massal berulang kali serta runtuhnya produksi pangan.

    Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sebanyak 63.557 warga Palestina telah tewas dalam perang, dengan 160.660 lainnya terluka. Kementerian tidak membedakan antara warga sipil dan kombatan dalam laporannya, namun menyebut sekitar setengah dari korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.

    Meskipun kementerian tersebut merupakan bagian dari pemerintahan yang dikelola Hamas, stafnya terdiri dari tenaga medis profesional. Badan-badan PBB dan banyak ahli independen menganggap data tersebut sebagai perkiraan korban perang yang paling dapat dipercaya. Israel membantah angka itu, tetapi belum mempublikasikan datanya sendiri.

    Cendekiawan tuduh Israel lakukan genosida

    Organisasi profesional terbesar di dunia dalam bidang studi genosida menyatakan pada hari Senin (01/09) bahwa Israel sedang melakukan genosida di Gaza.

    Israel dengan tegas menolak tuduhan tersebut. Pemerintah di Tel Aviv mengklaim pihaknya telah berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari korban sipil, dan bahwa perang ini adalah tindakan bela diri setelah serangan Hamas yang disebut Israel sebagai tindakan genosida.

    Resolusi dari International Association of Genocide Scholars — organisasi dengan sekitar 500 anggota di seluruh dunia, termasuk sejumlah pakar holokaus— menyatakan bahwa “kebijakan dan tindakan Israel di Gaza memenuhi definisi hukum genosida,” serta termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang.

    Resolusi tersebut didukung oleh 86% anggota yang memberikan suara, meskipun detail pemungutan suara tidak dipublikasikan.

    “Orang-orang yang ahli dalam studi genosida dapat melihat situasi ini sebagaimana adanya,” kata Melanie O’Brien, presiden organisasi tersebut dan profesor hukum internasional di Universitas Australia Barat, kepada Associated Press.

    Kementerian Luar Negeri Israel menyebut pernyataan itu sebagai “aib bagi profesi hukum dan standar akademik apa pun.” Mereka mengatakan kesimpulan itu “sepenuhnya didasarkan pada kampanye kebohongan Hamas.”

    Pada bulan Juli, dua kelompok hak asasi terkemuka asal Israel — B’Tselem dan Physicians for Human Rights-Israel — juga menyatakan bahwa Israel melakukan genosida di Gaza. Meski pandangan ini tidak mewakili opini arus utama di Israel, ini adalah pertama kalinya organisasi Yahudi lokal melayangkan tuduhan tersebut. Kelompok hak asasi internasional juga telah mengemukakan tuduhan serupa.

    Pelayat luapkan kemarahan di pemakaman

    Ribuan warga Israel berkumpul untuk pemakaman Idan Shtivi, salah satu dari dua sandera yang jenazahnya ditemukan dalam operasi militer pekan lalu. Pemakaman pribadi digelar untuk Ilan Weiss, sandera lainnya.

    Beberapa pelayat meluapkan kemarahan terhadap pemerintah karena belum mencapai kesepakatan dengan Hamas untuk mengakhiri perang dan membebaskan para sandera yang tersisa.

    “Sangat, sangat menyakitkan bahwa tidak ada satu pun orang dari pemerintah ini yang berdiri dan berkata: sudah cukup,” kata Ami Dagan, pelayat dari Rishon Letzion.

    “Ini mengerikan, kesedihan dan duka yang sangat dalam, tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan kemarahan, penghinaan terhadap para sandera, terhadap yang gugur, terhadap para tentara yang dikirim ke Gaza,” kata pelayat lain, Ruti Taro. “Tidak ada yang tahu mengapa, kecuali untuk penguasa yang haus kekuasaan.”

    Banyak warga Israel menuduh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperpanjang perang untuk kepentingan politik pribadi, dan unjuk rasa massal menuntut gencatan senjata serta pembebasan sandera terus membesar dalam beberapa pekan terakhir.

    Armada kapal aktivis tinggalkan Barcelona setelah tertunda badai

    Sebuah armada kapal aktivis menuju Gaza berangkat dari Barcelona beberapa jam setelah penundaan akibat cuaca buruk.

    Global Sumud Flotilla, yang terdiri dari sekitar 20 kapal dengan peserta dari 44 negara, sebelumnya telah berlayar namun kembali ke pelabuhan karena alasan keselamatan. Misi ini mencakup aktivis iklim Greta Thunberg, yang juga ikut dalam armada sebelumnya yang dicegat pada bulan Juli.

    Armada ini adalah upaya terbesar sejauh ini untuk secara simbolis menembus blokade Israel di Gaza. Semua armada sebelumnya telah dicegat oleh pasukan Israel di laut. Israel menyatakan bahwa blokade tersebut diperlukan untuk mencegah Hamas menyelundupkan senjata, dan bahwa terdapat berbagai jalur lain untuk menyalurkan bantuan ke Gaza.

    Namun, Israel telah mengambil langkah-langkah tambahan untuk membatasi pengiriman makanan ke Gaza utara seiring ofensifnya yang berlanjut di Kota Gaza.

    Editor: Rizki Nugraha

    Tonton juga Video Penampakan Gaza Sebelum dan Setelah Genosida Israel

    (ita/ita)

  • Houthi Bersumpah Gencarkan Serangan ke Israel Usai PM Tewas

    Houthi Bersumpah Gencarkan Serangan ke Israel Usai PM Tewas

    Sanaa

    Pemimpin Houthi, Abdul Malik al-Houthi, bersumpah akan semakin meningkatkan serangan terhadap Israel, setelah Perdana Menteri (PM) yang memimpin pemerintahan Houthi tewas akibat serangan terbaru Tel Aviv di Yaman.

    Houthi, yang didukung Iran, telah mengonfirmasi bahwa PM mereka, Ahmed Ghaleb Nasser Al-Rahawi, bersama sejumlah pejabat lainnya tewas akibat serangan Israel pada Kamis (28/8) waktu setempat.

    Militer Israel, dalam pernyataannya, menyebut serangan mereka di Sanaa, ibu kota Yaman, yang dikuasai Houthi telah menewaskan Rahawi. Dia menjadi pejabat paling senior yang diketahui tewas dalam serangan di Yaman yang terjadi selama perang berkecamuk di Jalur Gaza.

    Dalam pidato yang disiarkan Al-Masirah TV yang dikelola Houthi, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Senin (1/9/2025), pemimpin kelompok tersebut bersumpah untuk terus “menargetkan Israel dengan rudal dan drone” dan untuk meningkatkan serangan-serangan ini.

    Al-Houthi menegaskan, dalam pernyataannya pada Minggu (31/8), bahwa serangan Israel baru-baru ini di area-area yang dikuasai Houthi di Yaman tidak akan melemahkan kelompoknya atau membuat para petempurnya patah semangat.

    Kelompok Houthi melancarkan rentetan serangan drone dan rudal terhadap target-target di Israel sejak perang Gaza berkecamuk pada Oktober 2023. Mereka mengklaim serangannya sebagai bentuk solidaritas untuk warga Palestina di Jalur Gaza yang terus digempur militer Tel Aviv.

    Tonton juga video “PM dan Sejumlah Menteri Houthi Yaman Tewas Akibat Serangan Israel” di sini:

    Israel membalas dengan melancarkan serangkaian serangan terhadap target-target Houthi di wilayah Yaman.

    Sumber keamanan Yaman mengatakan kepada AFP pada Sabtu (30/8) bahwa otoritas Houthi telah menangkap puluhan orang di Sanaa dan beberapa area lainnya “karena dicurigai bekerja sama dengan Israel”.

    Dalam pernyataannya, Al-Houthi menegaskan bahwa “dalam beberapa hari mendatang akan ada keberhasilan tambahan… dalam menggagalkan upaya musuh Israel untuk melakukan kejahatan terhadap rakyat kita tercinta atau untuk menargetkan lembaga resmi dan kota-kota”.

    Simak Video ‘PM dan Sejumlah Menteri Houthi Yaman Tewas Akibat Serangan Israel’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Israel Akan Caplok Tepi Barat Jika Prancis Cs Akui Negara Palestina

    Israel Akan Caplok Tepi Barat Jika Prancis Cs Akui Negara Palestina

    Tepi Barat

    Pemerintah Israel sedang mengkaji aneksasi atau pencaplokan wilayah Tepi Barat. Langkah itu disebut sebagai kemungkinan respons pemerintah Israel atas pengakuan resmi yang diberikan Prancis dan beberapa negara Barat lainnya terhadap negara Palestina.

    Pertimbangan otoritas Tel Aviv untuk pencaplokan Tepi Barat itu, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (1/9/2025), diungkapkan oleh tiga pejabat Israel, yang enggan disebut namanya. Disebutkan juga bahwa gagasan tersebut dibahas lebih lanjut oleh otoritas Israel pada Minggu (31/8) waktu setempat.

    Israel yang menghadapi kritikan internasional yang semakin meningkat atas perang Gaza, marah dengan janji-janji Prancis, Inggris, Kanada dan Australia untuk secara resmi mengakui negara Palestina dalam pertemuan puncak Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September ini.

    Perluasan kedaulatan Israel ke Tepi Barat — aneksasi de-facto atas wilayah yang direbut dalam perang Timur Tengah tahun 1967 silam — disebut masuk dalam agenda rapat kabinet keamanan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu, pada Minggu (31/8) malam, yang fokus membahas perang Gaza.

    Tidak diketahui secara jelas di mana tepatnya langkah semacam itu akan diterapkan dan kapan, apakah hanya di area permukiman Israel atau beberapa di antaranya, atau di wilayah-wilayah tertentu di Tepi Barat seperti Lembah Yordan, dan apakah akan ada langkah konkret, yang kemungkinan memerlukan proses legislatif yang panjang, menyusul pembahasan tersebut.

    Setiap langkah menuju aneksasi di Tepi Barat kemungkinan akan menuai kecaman luas dari Palestina, yang menginginkan wilayah tersebut untuk negara mereka di masa depan. Kecaman juga mungkin datang dari negara-negara Arab dan Barat.

    Belum diketahui secara jelas di mana posisi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam masalah ini.

    Juru bicara Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, tidak merespons permintaan komentar mengenai apakah sang menteri membahas langkah tersebut dengan Menlu AS Marco Rubio selama kunjungannya ke Washington DC pekan lalu.

    Tonton juga video “PM dan Sejumlah Menteri Houthi Yaman Tewas Akibat Serangan Israel” di sini:

    Kantor Netanyahu juga tidak segera menanggapi permintaan komentar mengenai apakah sang PM Israel mendukung aneksasi Tepi Barat, dan jika iya, di mana area yang akan dianeksasi.

    Janji Netanyahu sebelumnya untuk mencaplok area permukiman Yahudi dan Lembah Yordan dibatalkan pada tahun 2020 demi normalisasi hubungan antara Israel dengan Uni Emirat Arab dan Bahrain, melalui Perjanjian Abraham yang dimediasi Trump pada masa jabatan pertamanya.

    Kantor Presiden Palestina Mahmoud Abbas belum menanggapi laporan tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Presiden Iran Akui Tak Ingin Perang, Tapi Siap Melawan Jika Diserang

    Presiden Iran Akui Tak Ingin Perang, Tapi Siap Melawan Jika Diserang

    Teheran

    Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengatakan negaranya tidak takut dengan perang, namun tidak menginginkan adanya perang. Namun jika Israel dan Amerika Serikat (AS) menyerang, Pezeshkian menegaskan Iran akan melawan “dengan kekuatan penuh”.

    Pezeshkian, seperti dilansir Reuters dan Jerusalem Post, Sabtu (30/8/2025), menuduh Tel Aviv dan Washington berusaha untuk “memecah belah dan menghancurkan” Teheran.

    “Amerika dan Israel berusaha memecah belah dan menghancurkan Iran, tetapi tidak ada warga Iran yang menginginkan Iran terpecah belah,” kata Pezeshkian dalam sebuah wawancara televisi yang direkam sebelumnya dan disiarkan pada Jumat (29/8).

    “Sejak hari-hari pertama revolusi, musuh-musuh berupaya melakukan pembunuhan, kudeta, dan memecah belah negara,” sebutnya, sembari mengatakan bahwa Iran “berdiri teguh” melawan pihak-pihak yang dianggap sebagai musuh.

    “Kami tidak ingin berperang, tetapi kami juga tidak takut perang,” tegas Pezeshkian dalam wawancara tersebut.

    Pernyataan terbaru Pezeshkian ini disampaikan di tengah meningkatnya ketegangan regional, dengan Iran dan Israel saling memperingatkan soal konfrontasi baru setelah perang selama 12 hari yang berlangsung antara kedua negara pada pertengahan Juni lalu.

    Rentetan pengeboman oleh Israel terhadap fasilitas nuklir dan militer, serta kawasan permukiman, di berbagai wilayah Iran pada saat itu menewaskan lebih dari 1.000 orang. Para komandan senior dan ilmuwan nuklir Iran termasuk di antara korban tewas.

    Teheran membalas dengan melancarkan rentetan serangan rudal dan drone, yang menewaskan puluhan orang di wilayah Israel.

    AS, sekutu Israel yang sempat bergabung dalam perang dengan turut mengebom situs-situs nuklir Iran, melakukan melakukan mediasi dan mengumumkan penghentian pertempuran pada 24 Juni lalu. Meskipun pertempuran telah berakhir, tidak ada kesepakatan yang meresmikan gencatan senjata antara Iran dan Israel.

    Para pejabat Iran sejak saat itu telah memperingatkan bahwa pertempuran baru dapat kembali terjadi kapan saja. Mereka juga menekankan bahwa Teheran tidak menginginkan perang, tetapi tetap siap menghadapi konfrontasi apa pun.

    Wakil Presiden Pertama Iran Mohammad Reza Aref mengatakan, pekan lalu, bahwa Teheran harus “siap setiap saat untuk konfrontasi”.

    “Kita bahkan tidak berada dalam gencatan senjata; kita berada dalam penghentian permusuhan,” katanya pada saat itu.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Israel Tetapkan Kota Gaza sebagai Zona Tempur Berbahaya, Apa Maksudnya?

    Israel Tetapkan Kota Gaza sebagai Zona Tempur Berbahaya, Apa Maksudnya?

    Gaza City

    Militer Israel menetapkan Kota Gaza, kota terbesar di Jalur Gaza, sebagai “zona pertempuran berbahaya” pada Jumat (29/8) waktu setempat. Penetapan ini dilakukan menjelang serangan yang akan dilancarkan Tel Aviv terhadap kota tersebut dalam upaya merebut kendali dan menghancurkan kelompok Hamas.

    Israel berada di bawah tekanan yang semakin besar, baik di dalam maupun luar negeri, untuk mengakhiri serangannya di Jalur Gaza, ketika sebagian besar penduduknya telah mengungsi setidaknya sekali selama perang dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyatakan bencana kelaparan di sana.

    Namun militer Israel, seperti dilansir AFP dan Reuters, Sabtu (30/8/2025), tetap bersiap untuk memperluas pertempuran dan merebut Kota Gaza. Militer Israel bahkan mengatakan bahwa pasukannya semakin meningkatkan serangan-serangan di pinggiran Kota Gaza.

    Juru bicara militer Israel, khusus untuk bahasa Arab, Avichay Adraee mengatakan pada Jumat (29/8) bahwa: “Kami tidak akan menunggu.”

    “Kami telah memulai operasi pendahuluan dan tahap awal serangan terhadap Kota Gaza, dan saat ini kami beroperasi dengan kekuatan besar di pinggiran kota,” kata Adraee dalam pernyataan via media sosial X.

    Serangan Israel di pinggiran Kota Gaza itu mengakhiri jeda sementara yang diberlakukan demi memungkinkan pengiriman bantuan kemanusiaan.

    “Jeda taktis lokal dalam aktivitas militer tidak akan berlaku di area Kota Gaza, yang merupakan zona pertempuran berbahaya,” sebut militer Israel dalam pernyataannya.

    Adraee menambahkan bahwa militer Israel beroperasi dengan intensitas tinggi di pinggiran Kota Gaza, dan akan “memperdalam serangan-serangan kami” seiring dengan meningkatnya serangan.

    Panglima militer Israel, Letnan Jenderal Eyal Zamir, secara terpisah mengatakan dalam pernyataan video pada Jumat (29/8) malam bahwa pasukannya “meningkatkan serangan di area Kota Gaza, dan kami akan mengintensifkan upaya-upaya kita dalam beberapa pekan ke depan”.

    PBB memperkirakan hampir satu juta orang saat ini tinggal di area administrasi Gaza, yang mencakup Kota Gaza dan area-area sekitarnya. Pekan lalu, PBB menetapkan bencana kelaparan di area administrasi Gaza, dan menyalahkan “hambatan sistematis” Israel terhadap pengiriman bantuan kemanusiaan.

    Militer Israel tidak meminta penduduk sipil untuk segera meninggalkan area tersebut. Namun Adraee mengatakan awal pekan ini bahwa evakuasi Kota Gaza “tidak dapat dihindari”.

    Badan COGAT pada Kementerian Pertahanan Israel yang mengawasi urusan sipil di wilayah Palestina, dalam pernyataan pada Kamis (28/8) mengatakan bahwa pihaknya sedang melakukan persiapan “untuk memindahkan penduduk ke area selatan demi perlindungan mereka”.

    Badan-badan kemanusiaan memperingatkan Israel untuk tidak memperluas operasi militer di Jalur Gaza. Kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini, mengingatkan bahwa “ada hampir satu juta orang di antara kota tersebut dan wilayah utara yang pada dasarnya tidak memiliki tujuan, bahkan tidak mempunyai sumber daya untuk pindah”.

    Lihat juga Video: Israel Akan Caplok Kota Gaza, Apa yang Diketahui Sejauh Ini?

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Turki Tutup Wilayah Udara dan Pelabuhan untuk Pesawat-Kapal Israel

    Turki Tutup Wilayah Udara dan Pelabuhan untuk Pesawat-Kapal Israel

    Ankara

    Otoritas Turki menutup wilayah udara dan pelabuhannya untuk pesawat dan kapal-kapal Israel. Langkah tersebut dimaksudkan untuk memprotes perang yang terus berkecamuk di Jalur Gaza, di mana serangan-serangan Tel Aviv merenggut banyak nyawa warga Palestina.

    Hubungan antara Ankara dan Tel Aviv, seperti dilansir AFP dan Associated Press, Sabtu (30/8/2025), telah hancur akibat perang yang berkecamuk di Jalur Gaza. Turki memutuskan hubungan perdagangan langsung dengan Israel sejak Mei tahun lalu.

    Ankara juga menuntut gencatan senjata permanen dan akses masuk bagi bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.

    Tak hanya itu, Turki juga menuduh Israel melakukan “genosida” di daerah kantong Palestina tersebut — istilah yang ditolak mentah-mentah oleh Tel Aviv. Presiden Recep Tayyip Erdogan bahkan pernah membandingkan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu dengan Adolf Hitler.

    “Kami telah sepenuhnya memutus perdagangan dengan Israel, kami telah menutup pelabuhan kami untuk kapal-kapal Israel dan kami tidak mengizinkan kapal-kapal Turki memasuki pelabuhan Israel,” kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Turki Hakan Fidan dalam sidang luar biasa parlemen membahas serangan Israel di Gaza.

    “Kami tidak mengizinkan kapal-kapal kontainer yang membawa senjata dan amunisi ke Israel untuk memasuki pelabuhan kami, kami juga tidak mengizinkan pesawat-pesawat mereka memasuki wilayah udara kami,” tegasnya di hadapan anggota parlemen Turki, dalam pidato yang disiarkan televisi setempat.

    Ketika dimintai klarifikasi soal pernyataan Fidan tersebut, seorang sumber diplomatik Turki menjelaskan bahwa wilayah udaranya “ditutup untuk semua pesawat yang membawa senjata (ke Israel) dan untuk penerbangan resmi Israel”.

    “Ini tidak berlaku untuk penerbangan transit komersial,” ucap sumber diplomatik tersebut, seperti dilansir Reuters.

    Belum kelas kapan pembatasan wilayah udara itu diberlakukan.

    Fidan, dalam pernyataannya, juga mengatakan Turki telah mendapat persetujuan presiden untuk melakukan pengiriman bantuan melalui udara ke Jalur Gaza.

    “Pesawat-pesawat kita sudah siap, begitu Yordania memberikan persetujuan, kita siap berangkat,” ujarnya kepada para anggota parlemen Turki.

    Pemerintah Israel belum memberikan tanggapan langsung terhadap pernyataan Menlu Turki tersebut.

    Lihat juga Video Erdogan Kecam Keras Operasi Darat Israel di Lebanon

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Israel Sesalkan Malfungsi Drone yang Tewaskan 2 Tentara Lebanon

    Israel Sesalkan Malfungsi Drone yang Tewaskan 2 Tentara Lebanon

    Tel Aviv

    Militer Israel menyatakan penyesalan atas insiden mematikan ketika drone yang diluncurkannya meledak setelah jatuh di dalam wilayah Lebanon bagian selatan. Ledakan drone itu menewaskan dua tentara Lebanon dan melukai dua tentara lainnya.

    Militer Lebanon mengatakan pada Kamis (28/8) bahwa sebuah drone Israel meledak setelah terjatuh di area Ras al-Naqoura, bagian selatan negara tersebut. Drone itu meledak saat diperiksa oleh sejumlah personel militer Lebanon.

    Presiden Lebanon Joseph Aoun mengatakan bahwa “militer sekali lagi membayar dengan darah, harga untuk menjaga stabilitas di wilayah selatan”.

    Juru bicara militer Israel dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters dan The Times of Israel, Jumat (29/8/2025), mengaitkan insiden itu dengan malfungsi teknis. Dijelaskan juga bahwa drone tersebut diluncurkan dengan menargetkan infrastruktur kelompok Hizbullah yang ada di Lebanon bagian selatan.

    Militer Israel, atau Angkatan Bersenjata Israel (IDF), menyatakan pihaknya telah membuka penyelidikan terhadap insiden tersebut.

    Diakui oleh militer Israel dalam pernyataannya bahwa “IDF menerima laporan soal sejumlah tentara Lebanon mengalami luka-luka”. Dalam pernyataannya, militer Israel tidak menyebut soal korban jiwa dalam insiden di Lebanon tersebut.

    “Kemungkinan bahwa insiden itu disebabkan oleh ledakan senjata IDF sedang diselidiki,” sebut militer Israel dalam pernyataannya.

    Militer Israel menambahkan bahwa pihaknya “menyesalkan kerugian yang dialami militer Lebanon”.

    Menurut militer Israel dalam pernyataannya, drone itu dimaksudkan untuk menargetkan situs Hizbullah yang sedang dibangun kembali oleh kelompok tersebut “yang melanggar kesepahaman antara Israel dan Lebanon, dan bukan terhadap tentara-tentara Lebanon”.

    Berdasarkan gencatan senjata yang berlaku sejak November lalu untuk mengakhiri pertempuran antara Israel dan Hizbullah, militer Lebanon telah dikerahkan ke wilayah selatan negara itu dan membongkar infrastruktur Hizbullah, dengan dukungan pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat (AS) itu juga mewajibkan Israel dan Hizbullah untuk mundur dari posisi mereka di wilayah Lebanon bagian selatan. Namun Israel tetap menempatkan pasukannya di beberapa area yang dianggap strategis.

    Lihat juga Video ‘Hizbullah Tolak Pelucutan Senjata: Kami Tak Akan Tunduk ke Israel’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Ratusan Staf Desak Kepala HAM PBB Nyatakan Perang Gaza Genosida

    Ratusan Staf Desak Kepala HAM PBB Nyatakan Perang Gaza Genosida

    Jenewa

    Ratusan staf Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, Volker Turk, untuk secara eksplisit menyebut perang Gaza sebagai genosida yang sedang berlangsung.

    Desakan itu, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Jumat (29/8/2025), disampaikan oleh ratusan staf pada Kantor Komisioner Tinggi HAM PBB (OHCHR) dalam surat kepada Turk, yang telah dilihat isinya oleh Reuters. Surat tersebut dikirimkan pada Rabu (27/8) waktu setempat.

    Dalam suratnya, ratusan staf PBB itu menganggap bahwa kriteria hukum untuk genosida dalam perang antara Israel dan Hamas, yang terus berkecamuk di Jalur Gaza, telah terpenuhi, dengan menyebutkan skala, cakupan, dan sifat pelanggaran yang terdokumentasi di wilayah tersebut.

    “OHCHR memiliki tanggung jawab hukum dan moral yang kuat untuk mengecam tindakan genosida,” demikian bunyi surat yang ditandatangani oleh Komite Staf atas nama lebih dari 500 staf OHCHR.

    “Kegagalan untuk mengecam genosida yang sedang berlangsung merusak kredibilitas PBB dan sistem hak asasi manusia itu sendiri,” demikian bunyi surat tersebut.

    Surat tersebut mengutip anggapan soal kegagalan moral badan internasional tersebut karena tidak berbuat lebih banyak untuk menghentikan genosida Rwanda tahun 1994 silam, yang menewaskan lebih dari 1 juta orang.

    Belum ada tanggapan langsung dari Kementerian Luar Negeri Israel terhadap hal tersebut.

    Pemerintah Israel sebelumnya menolak tuduhan genosida di Jalur Gaza, dengan alasan haknya untuk membela diri menyusul serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sedikitnya 1.200 orang di Israel dan membuat 251 orang disandera.

    Namun, rentetan serangan mematikan Israel terhadap Jalur Gaza juga memakan banyak korban jiwa, dengan data terbaru Kementerian Kesehatan Gaza menyebut nyaris 63.000 orang tewas akibat rentetan serangan Tel Aviv. Pemantau kelaparan global juga mengatakan sebagian besar penduduk Gaza menderita kelaparan.

    Beberapa kelompok HAM seperti Amnesty International telah menuduh Israel melakukan genosida, dan pakar independen PBB Francesca Albanese juga menggunakan istilah tersebut, namun bukan PBB secara resmi yang menggunakannya.

    Para pejabat PBB sebelumnya mengatakan bahwa pengadilan internasional yang bertanggung jawab untuk menetapkan genosida.

    Sementara itu, Turk dalam tanggapannya menyebut surat yang dikirimkan ratusan staf OHCHR itu mengangkat keprihatinan penting.

    “Saya mengetahui kita semua memiliki rasa kemarahan moral yang sama atas kengerian yang kita saksikan, serta frustrasi atas ketidakmampuan komunitas internasional untuk mengakhiri situasi ini,” ujarnya, sembari menyerukan para staf untuk “tetap bersatu sebagai Kantor dalam menghadapi kesulitan seperti itu”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Menteri Israel Serukan Caplok Gaza Jika Hamas Tak Menyerah

    Menteri Israel Serukan Caplok Gaza Jika Hamas Tak Menyerah

    Tel Aviv

    Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menyerukan pemerintah negara tersebut untuk mulai mencaplok bagian-bagian wilayah Jalur Gaza, jika kelompok Hamas tetap pada pendirian mereka untuk tidak meletakkan senjata.

    Smotrich yang secara vokal menentang kesepakatan dengan Hamas untuk mengakhiri perang Gaza yang berkecamuk selama nyaris dua tahun terakhir, seperti dilansir Al Arabiya, Jumat (29/8/2025), mempresentasikan rencananya untuk “menang di Gaza pada akhir tahun” dalam konferensi pers di Yerusalem.

    Di bawah usulan Smotrich, Hamas akan diberi ultimatum untuk menyerah, melucuti senjata, dan membebaskan para sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza sejak perang dimulai pada Oktober 2023.

    Jika Hamas menolak, Smotrich mengatakan bahwa Israel harus menganeksasi satu bagian wilayah Jalur Gaza setiap minggu, selama empat minggu berturut-turut, hingga sebagian besar wilayah daerah kantong Palestina itu berada di bawah kendali penuh Tel Aviv.

    Menurut Smotrich, warga Palestina pertama-tama akan diperintahkan untuk bergerak ke wilayah selatan Jalur Gaza, yang diikuti oleh pengepungan oleh pasukan Israel terhadap wilayah utara dan tengah daerah kantong Palestina tersebut untuk mengalahkan militan Hamas yang tersisa di sana, dan diakhiri dengan aneksasi.

    “Ini bisa dicapai dalam waktu tiga bulan sampai empat bulan,” katanya.

    Smotrich, dalam pernyataannya, mendesak Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu “untuk segera mengadopsi rencana ini secara penuh”.

    Pernyataan Smotrich ini disampaikan saat pasukan Israel melancarkan serangan besar-besaran untuk merebut kendali Kota Gaza — kota terbesar di Jalur Gaza — ketika kekhawatiran terhadap nasib warga sipil Palestina di sana semakin meningkat.

    Sebagian besar penduduk Gaza, yang berjumlah lebih dari dua juta jiwa, telah mengungsi setidaknya satu kali selama perang.

    Kecaman disampaikan Hamas terhadap usulan Smotrich tersebut, dengan menyebut usulan itu merupakan “dukungan terbuka terhadap kebijakan pemindahan paksa dan pembersihan etnis terhadap rakyat kami”.

    Lihat juga Video ‘303 Orang Tewas Termasuk 117 Anak Akibat Bencana Kelaparan di Gaza’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Meski Diprotes Massal, Israel Lanjutkan Serangan di Kota Gaza

    Meski Diprotes Massal, Israel Lanjutkan Serangan di Kota Gaza

    Jakarta

    Tank-tank Israel semakin merangsek masuk di pinggiran Kota Gaza pada hari Rabu (27/08), memaksa lebih banyak warga Palestina mengungsi, sementara militer Israel bersiap melaksanakan rencana pemerintah Israel untuk menaklukkan Gaza dan merebut apa yang mereka sebut sebagai “benteng terakhir Hamas.”

    Sehari sebelumnya, puluhan ribu warga Israel kembali turun ke jalan untuk mendesak pemerintah menyetujui kesepakatan untuk memulangkan 50 sandera yang tersisa. Para pengunjuk rasa saat mereka berbaris menuju Lapangan Sandera di pusat kota Tel Aviv.

    Area ini telah menjadi simbol perjuangan untuk memulangkan para sandera yang disandera selama serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Di antara para pengunjuk rasa pada hari Selasa (24/08) adalah Naama, seorang mahasiswa psikologi yang kehilangan salah satu teman dekatnya dalam serangan militan di festival musik Nova.

    “Saya di sini untuk mendukung keluarga-keluarga, dan itu minimal yang bisa saya lakukan. Saya tidak punya kendali atas apa yang terjadi. Selama dua tahun, ini bagaikan roller coaster antara harapan dan keputusasaan,” ujar Naama, yang menolak menyebutkan nama belakangnya, kepada DW di alun-alun.

    Ia mengatakan ia ingin percaya bahwa pemerintah Israel sedang melakukan segala yang mereka bisa untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung selama 22 bulan, “karena jika saya tidak percaya ini, saya tidak akan bisa bangun pagi-pagi. Saya sangat berharap mereka tidak menutup mata terhadap apa yang terjadi di sini.”

    ‘Hari Disrupsi’ bertujuan untuk mengakhiri perang di Gaza

    Protes hari Selasa (24/08) diselenggarakan oleh Forum Keluarga Sandera dan Hilang, yang mewakili mayoritas keluarga, dan dijadwalkan bertepatan dengan rapat Kabinet Keamanan Israel.

    Beberapa anggota kabinet koalisi sayap kanan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahkan menuduh para pengunjuk rasa “membantu Hamas” dan merugikan negara dengan aksi demonstrasi mereka.

    “Para perusuh yang melayani Hamas telah kembali,” tulis Hanoch Milwidsky, seorang anggota parlemen senior dari partai Likud pimpinan Netanyahu, di X, bersamaan dengan video pengunjuk rasa membakar ban di jalan raya.

    Di sebuah kios yang menjual kaus dan pin untuk mendukung para sandera, Dan Perlman, seorang relawan, berusaha terdengar optimistis. “Kita semua di sini memiliki secercah harapan bahwa keadaan akan berubah, meskipun ada banyak kekecewaan. Ibu saya, yang telah menjadi relawan di sini sejak hari ketiga, mungkin lebih optimistis daripada saya. Saya tidak. Saya pikir sungguh gila jika situasi ini terus berlanjut selamanya,” katanya.

    Israel belum tanggapi kesepakatan gencatan senjata

    Einav Zangauker, ibu dari sandera Matan Zangauker yang masih ditahan Hamas, mengatakan kepada kerumunan yang berkumpul di Tel Aviv bahwa “seluruh bangsa ini terbebani oleh pemerintah ini.” Ia mengkritik Netanyahu karena melanjutkan “kampanyenya untuk menggagalkan kesepakatan” potensi gencatan senjata dengan Hamas.

    Para mediator internasional mengatakan mereka masih menunggu tanggapan resmi dari Israel terkait perjanjian gencatan senjata yang didukung AS saat ini, yang disetujui Hamas pekan lalu. Seorang perwakilan Kementerian Luar Negeri Qatar, yang telah mengoordinasikan perundingan antara kedua belah pihak, mengatakan “upaya untuk mengulur waktu dengan memindahkan lokasi atau taktik lain sudah jelas bagi komunitas internasional, dan sudah saatnya bagi Israel untuk memberikan jawaban serius atas apa yang telah disepakati sebelumnya.”

    Netanyahu baru-baru ini tampaknya telah bergeser dari mengejar kesepakatan parsial, yang akan membebaskan 10 sandera hidup dan 18 sandera mati dengan imbalan tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel. Kini, ia tampaknya hanya bersedia membahas kesepakatan komprehensif untuk membebaskan seluruh 50 sandera.

    Namun, pada saat yang bersama,an Netanyahu juga telah memerintahkan militer Israel untuk mempercepat persiapan serangan daratnya di Kota Gaza. Ia telah mengabaikan peringatan dari kepala stafnya bahwa serangan skala besar di Kota Gaza akan membahayakan nyawa sekitar 20 sandera yang diyakini masih hidup, yang membuat marah banyak kerabat dan mantan sandera.

    “Saya tidak bersedia mengorbankan siapa pun demi ambisi mesianis untuk menghancurkan Hamas,” kata mantan sandera Gadi Moses dalam sebuah wawancara dengan Radio Angkatan Darat pada hari Selasa. Ia mengatakan kondisi Hamas tidak berubah sejak Oktober 2023, dan bahwa pemerintah Israel harus menyetujui kesepakatan tersebut. “Mereka [Hamas] tidak mundur dari posisi mereka. Mereka terus mengatakan hal yang sama: Akhiri pertempuran dan tinggalkan Gaza.”

    Lebih dari 62.000 warga Palestina tewas dalam perang Gaza

    Rencana terbaru tentara Israel untuk menyerbu Kota Gaza akan menjadi bencana bagi warga Palestina yang telah berjuang melawan kelaparan, pengungsian, dan pemboman terus-menerus. Meskipun invasi penuh dilaporkan direncanakan pada pertengahan September, Israel terus menyerang Gaza dalam beberapa hari terakhir, dengan tank-tank menyerbu beberapa permukiman di Kota Gaza di tengah kemarahan global yang intens atas serangan ganda Israel terhadap rumah sakit Khan Younis pada hari Senin (23/08) yang menewaskan 20 orang, termasuk tenaga medis dan lima jurnalis.

    Di antara para pengunjuk rasa, minoritas kecil juga mengadvokasi diakhirinya penderitaan warga Palestina di Gaza. Namun, jajak pendapat terbaru oleh pusat aChord menunjukkan bahwa 42% publik Yahudi setuju dengan klaim pemerintah bahwa tidak ada orang tak bersalah di Gaza, sementara 34% sebagian setuju dengan hal ini.

    “Jumlah korban Palestina sekarang di atas 62.000, di antaranya banyak anak-anak,” ujar Maya Rosenfeld, seorang sosiolog di Universitas Ibrani Yerusalem yang ikut serta dalam demonstrasi lain akhir pekan lalu di Yerusalem, kepada DW. “Jika kita telah mencapai titik ini dan hal ini belum menyebabkan sebagian besar masyarakat Israel turun ke jalan demi rakyat Palestina, saya tidak yakin transformasi seperti itu akan terjadi dalam waktu dekat.”

    Dalam beberapa pekan terakhir, puluhan ribu warga Israel telah menerima surat panggilan untuk bertugas di militer cadangan mulai 2 September dan seterusnya. Belum jelas berapa banyak yang akan merespons, mengingat mereka telah menjalani beberapa tugas di Gaza, di perbatasan Israel dengan Lebanon atau Suriah, atau di Tepi Barat yang diduduki selama 22 bulan terakhir.

    “Begitu banyak orang memiliki anak di militer dan hampir mustahil bagi mereka untuk menganggap anak-anak mereka sebagai pelaku genosida,” kata Rosenfeld, merujuk pada perdebatan internasional yang menggambarkan perang di Gaza sebagai genosida. “Dan mereka percaya bahwa mungkin setelah semua ini berakhir, mereka akan dapat kembali ke kehidupan normal mereka seolah-olah tidak terjadi apa-apa.”

    Dan Cohen, yang juga ikut serta dalam protes hari Sabtu lalu, mengatakan penting baginya untuk mengingatkan pemerintah bahwa mereka seharusnya melayani rakyat, bukan sebaliknya.

    Saat berbicara dengan DW, seorang pengunjuk rasa sayap kanan mengangkat sebuah spanduk di dekatnya dalam bahasa Ibrani bertuliskan, “Pendudukan, deportasi, pemukiman” — sebuah slogan yang menggaungkan kebijakan yang dipromosikan oleh beberapa anggota kabinet Netanyahu untuk warga Palestina di Gaza. Namun, jajak pendapat secara konsisten menunjukkan bahwa hingga 80% publik Israel mendukung kesepakatan dan diakhirinya perang — sebagian besar karena khawatir akan dampaknya terhadap masyarakat dan ekonomi Israel. Namun, tidak semua orang turun ke jalan.

    “Suara dan tuntutan kami untuk mengakhiri perang, untuk mengakhiri penderitaan, untuk membawa kembali para sandera adalah suara yang sangat penting, tidak hanya di luar Israel, tetapi terutama di dalam Israel,” kata Cohen. “Suara-suara ini digaungkan oleh banyak orang di dalam ruangan dan dalam percakapan di rumah, kami menyuarakannya di jalan dan memastikan orang-orang akan melihatnya.”

    Serangan dari Yaman

    Sementara itu militer Israel mengatakan telah mencegat sebuah pesawat tanpa awak yang diluncurkan dari Yaman pada hari Kamis (26/08) , setelah sirene berbunyi di permukiman dekat Jalur Gaza.

    Tidak ada yang langsung mengaku bertanggung jawab atas pesawat tanpa awak tersebut, tetapi pemberontak Houthi Yaman yang didukung Iran telah berulang kali meluncurkan rudal dan pesawat tanpa awak ke Israel sejak serangan sekutu Palestina mereka, Hamas, pada Oktober 2023 ke Israel memicu perang Gaza.

    “Setelah sirene infiltrasi pesawat musuh berbunyi beberapa saat yang lalu di permukiman dekat Jalur Gaza, sebuah UAV yang diluncurkan dari Yaman berhasil dicegat oleh (angkatan udara Israel),” demikian pernyataan militer Israel.

    Pada hari Rabu (26/07) juga, militer Israel mengatakan telah mencegat sebuah rudal yang ditembakkan dari Yaman. Rudal tersebut kemudian diklaim oleh pemberontak Huthi.

    Houthi, yang mengaku bertindak untuk mendukung Palestina, menghentikan serangan mereka selama gencatan senjata dua bulan di Gaza yang berakhir pada bulan Maret, tetapi melanjutkannya setelah Israel melanjutkan operasi besar. Israel telah melancarkan beberapa serangan balasan di Yaman, menargetkan pelabuhan-pelabuhan yang dikuasai Huthi dan bandara di ibu kota Sanaa yang dikuasai pemberontak.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Rizki Nugraha

    Lihat Video ‘303 Orang Tewas Termasuk 117 Anak Akibat Bencana Kelaparan di Gaza’:

    (ita/ita)