kab/kota: Tel Aviv

  • Gencatan Senjata Hari Keempat, Apa yang Akan Terjadi Besok?

    Gencatan Senjata Hari Keempat, Apa yang Akan Terjadi Besok?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Apabila tak ada kesepakatan untuk memperpanjang durasi penghentian perang sementara, maka gencatan senjata Israel dan Hamas bakal selesai hari ini, Senin (27/11).

    Pada Jumat (24/11), Israel dan Hamas sepakat memulai gencatan senjata pada pukul 07.00 waktu Gaza atau 12.00 WIB. Gencatan senjata itu kemudian disusul dengan pembebasan dan pertukaran sandera atau tahanan.

    Berdasarkan kesepakatan, Hamas mesti melepaskan setidaknya 50 sandera Israel. Sebagai balasan, Israel akan membebaskan sekitar 150 tahanan Palestina. Mereka yang dibebaskan utamanya anak-anak dan perempuan.

    Sejauh ini, hingga Senin (27/11) sore waktu Indonesia, Hamas sudah membebaskan kurang lebih 62 orang dengan rincian 40 warga Israel, 17 orang Thailand, seorang warga Filipina, satu orang Israel-Rusia, serta tiga warga negara asing, salah satunya Abigail Edan, anak Amerika-Israel berusia empat tahun.

    Angka total itu melebihi jumlah yang diminta Israel untuk membebaskan 50 sandera dalam empat hari gencatan senjata.

    Sementara itu, Israel baru membebaskan 117 tahanan Palestina.

    Radio Angkatan Darat Israel melaporkan pemerintah Israel saat ini tengah menunggu respons Hamas mengenai perpanjangan kesepakatan gencatan senjata untuk satu hari tambahan.

    Belum ada respons dari Hamas serta detail kesepakatan apabila diperpanjang.

    Hamas pada Minggu (26/11) malam menyatakan ingin memperpanjang gencatan senjata dengan Israel.

    Niat memperpanjang gencatan senjata ini pun disambut baik oleh komunitas internasional. Qatar selaku mediator perjanjian gencatan senjata juga mengungkapkan kemungkinan tersebut.

    Dukungan serupa juga disampaikan Presiden Amerika Serikat Joe Biden yang mengatakan pihaknya berupaya membantu mewujudkan perpanjangan gencatan senjata kedua pihak.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sejauh ini menegaskan akan memberikan tambahan satu hari apabila Hamas mau membebaskan 10 sandera tambahan.

    Bersambung ke halaman berikutnya…

    Terkait hal ini, apa yang akan terjadi besok jika gencatan senjata berakhir hari ini?

    Pengamat Palestina Amerika, Sami al-Arian, mengatakan yang terjadi berikutnya tergantung kepada tekanan dari pemerintahan Biden dan publik Israel.

    Arian berujar AS kemungkinan bakal mencoba menghentikan konflik militer untuk mencegah pengaruhnya semakin menurun di Timur Tengah.

    Sementara itu, masyarakat Israel tampaknya akan menekan pemerintah Israel untuk melakukan gencatan senjata lagi agar korban sandera benar-benar dibebaskan seluruhnya dengan selamat.

    “[Tapi] saya pikir Israel akan melanjutkan (serangannya) dan mencoba untuk membuat Hamas bertekuk lutut. Mereka mencoba mengalahkan Hamas. [Namun] saya pikir mereka (Israel) tidak bisa melakukan itu. Yang akan mereka capai hanyalah membunuh lebih banyak warga Palestina,” katanya kepada TRT World. 

    Agresi Israel di Gaza sejauh ini telah menewaskan lebih dari 14.800 orang sejak 7 Oktober lalu. Mayoritas korban anak-anak dan perempuan.

    Menurut Arian hal lain yang mungkin terjadi adalah Israel mengosongkan Gaza. Ini dilakukan dengan mengubah daerah kantong itu menjadi wilayah tak layak huni.

    “Mengosongkan Palestina dari rakyatnya adalah impian orang Israel sehingga mereka dapat mengambil alih Gaza untuk diri mereka sendiri,” ucap Arian yang juga direktur Pusat Islam dan Urusan Global (CIGA) di Universitas Zaim Istanbul.

    Kendati begitu, ‘cita-cita’ Israel itu hingga kini sulit dicapai lantaran negara-negara Arab dan kawasan ogah menerima pengungsi Palestina. Keputusan Arab menolak ini sendiri dilakukan sebagai bentuk solidaritas mereka atas perjuangan Palestina mempertahankan hak tanahnya.

    “Tidak ada kekuatan regional yang ingin menjadi bagian dari rencana pengosongan Palestina,” kata analis militer Turki, Abdullah Agar, kepada TRT World.

    Agar menilai bahkan jika Israel meningkatkan agresi usai gencatan senjata, bakal ada “pertempuran sengit dan kerugian mereka (Israel) [akan] semakin besar setiap hari.”

    Sebagai akhirnya, Israel mau tak mau harus angkat kaki dari Gaza.

    “Israel telah dikalahkan dan saya pikir ini adalah kekalahan strategis pada skala di mana Israel akan merasa sangat sulit untuk mengembalikan citra tentaranya yang tak terkalahkan atau dinas intelijen superior yang tak terkalahkan,” ucap Agar.

    “Semua itu telah hancur. Itu dengan sendirinya merupakan dorongan besar dalam perjuangan untuk pembebasan Palestina,” lanjut Agar.

    [Gambas:Infografis CNN]

    Perubahan strategi perang

    Agar juga mengantisipasi bahwa strategi perang Israel kemungkinan bakal berubah setelah gencatan senjata rampung.

    Pasalnya Hamas mengaku telah menghancurkan lebih dari 200 tank Israel. Apabila angka ini benar, Hamas artinya sudah menghancurkan dua pertiga dari divisi lapis baja Israel yang diboyong dalam agresi.

    Israel sendiri, menurut Agar, telah memasuki Gaza dengan membawa empat divisi. Ini menandakan Hamas telah melumpuhkan lima batalyon tank.

    “Ini merupakan dampak militer besar di segala hal. Di saat Israel telah menimbulkan korban sipil yang mengerikan di Gaza, tidak jelas berapa banyak kehancuran ini yang memengaruhi Hamas,” ucap Agar.

    Agar turut menyinggung banyaknya korban sipil Israel bisa menyebabkan gesekan di antara para prajurit dalam hal kebijaksanaan strategi militer.

    Dalam laporan pertama kepolisian Israel soal serangan Hamas 7 Oktober lalu di festival musik, ditemukan bahwa angkatan udara Israel terbukti menembak secara serampangan tanpa menetapkan target. Akibatnya, 1.200 warga Israel tewas dalam peristiwa itu.

    Serangan tanpa pandang bulu oleh pilot helikopter Israel saat itu disebut berperan penting terhadap banyaknya jumlah korban jiwa di antara warga Israel.

    Lebih jauh demonstrasi anti-Israel besar-besaran di seluruh dunia selama sebulan belakangan juga disebut bisa meningkatkan ketegangan di antara faksi-faksi Tel Aviv.

    Ditambah kekhawatiran rakyat Israel mengenai kerabat mereka yang masih disandera tentu akan mendesak pemerintah Israel melakukan gencatan senjata lain.

    Agar mengatakan psikologi politik Israel yang rapuh ini kemungkinan besar akan memaksa pemerintah Netanyahu untuk mengubah dan melunakkan metode pertempurannya.

    “Akibatnya, membutuhkan perubahan paradigma, Israel mungkin harus beralih ke operasi khusus,” katanya mengacu pada operasi rahasia potensial untuk menghilangkan target bernilai tinggi daripada menggunakan kekuatan militer langsung yang bisa menjatuhkan korban sipil.

    Selain itu beberapa analis Barat juga memperkirakan gencatan senjata empat hari kali ini berpotensi membawa perpanjangan periode perdamaian yang lebih lama antara Hamas dan Israel.

    Kemungkinan serangan di selatan

    Pandangan lain dari Agar adalah Israel kemungkinan bakal melancarkan serangan di Gaza selatan setelah gencatan senjata usai.

    “Israel juga dapat menggunakan jeda ini untuk menyerang selatan Gaza. Mereka dapat menciptakan zona penyangga dua kilometer di Gaza dan menggunakan area ini untuk memantau wilayah dari dalam,” kata Agar.

    Jika ini terjadi, kata dia, Israel mungkin bertujuan mendirikan pemerintahan boneka di sana.

  • Medsos X Dituduh Anti-Semit, Elon Musk Akan Temui Presiden Israel

    Medsos X Dituduh Anti-Semit, Elon Musk Akan Temui Presiden Israel

    Jakarta, CNN Indonesia

    Media sosial X milik konglomerat Elon Musk mulai mendapat tudingan anti-semit oleh para aktivis hingga tokoh Israel.

    Elon Musk pun buru-buru bertindak dengan berencana bertemu Presiden Israel Isaac Erzog pada Senin (27/11).

    Kantor Presiden Israel memastikan bakal menggelar pertemuan dengan pemilik perusahaan roket Space-X tersebut pada Senin malam waktu setempat di Israel.

    “Dalam pertemuan nanti, Presiden (Herzog) akan menekankan keharusan untuk bertindak memerangi kemunculan antisemitisme secara online,” demikian pernyataan Kantor Kepresidenan Israel seperti dikutip dari The Guardian.

    Elon Musk sendiri belum merespons the Guardian ketika dihubungi dan dimintakan keterangan terkait kabar rencana pertemuan tersebut.

    Kunjungan Musk ke Tel Aviv di tengah gencatan senjata antara Israel dan milisi Palestina Hamas memasuki hari keempat.

    Total sudah 58 dari 240 sandera yang dibebaskan Hamas memasuki hari keempat gencatan senjata tersebut.

    Televisi Israel Channel 12 melaporkan Musk juga dikabarkan akan menemui Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada Senin (27/11). Meski demikian, belum ada konfirmasi dari kantor PM Israel terkait kabar tersebut.

    Netanyahu sendiri pernah bertemu dengan Musk di California pada 18 September. Netanyahu meminta kepada Musk agar tetap memerangi ujaran kebencian di balik kebebasan berpendapat dalam konten X.

    Musk kemudian merespons permintaan Netanyahu bahwa ia tetap melawan anti-semitisme dan apapun yang mempromosikan kebencian serta konflik.

    Dalam kunjungan Netanyahu tersebut sebelum agresi Israel di Gaza dan Tepi Barat, sebanyak 200 orang memprotes langkah pemerintah sayap kanan Netanyahu yang mencoba mengekang kekuasaan peradilan Israel.

    Mereka berkumpul di luar pabrik Tesla milik Musk di California, tempat pertemuan berlangsung.

    Israel sendiri kerap menggunakan propaganda dengan menuding orang-orang yang membela Palestina dan meminta setop agresi Israel sebagai anti-semit.

    (tim/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • Theodor Herzl, Pencetus Zionisme Israel yang Bikin Palestina Menderita

    Theodor Herzl, Pencetus Zionisme Israel yang Bikin Palestina Menderita

    Jakarta, CNN Indonesia

    Israel dilabeli negara zionis karena mendirikan negara dengan mencaplok wilayah Palestina. Gerakan ini dicetuskan oleh aktivis politik Yahudi dan jurnalis berkewarganegaraan Austria-Hungaria bernama Theodor Herzl.

    Serbuan Israel di jalur Gaza yang sudah dianggap sebagai genosida membangkitkan amarah masyarakat dunia.

    Kecaman publik global kepada kaum Zionis merujuk pada Israel, sekutu, dan pendukungnya yang melakukan kebrutalan untuk memusnahkan warga Palestina.

    Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune mengatakan akan terus berusaha menghentikan tragedi kemanusiaan atas kejahatan yang dilakukan oleh entitas Zionis di Gaza, dikutip dari Associated Press News.

    Dilansir dari Britannica, Zionisme merupakan gerakan nasionalis Yahudi yang bertujuan untuk menciptakan dan mendukung negara nasional Yahudi di Palestina.

    Bagi sebagian orang, gerakan Zionisme menjadi kesempatan bagi bangsa Yahudi untuk mendapatkan pembebasan nasional dan bisa memimpin pemerintahan mereka sendiri. Namun bagi yang lain, Zionisme merupakan proyek kolonial yang rasis.

    Salah satu tokoh penting dibalik zionisme adalah Theodor Herzl. Berikut profil Theodor Herzl.

    Pria kelahiran Tahun 1860 ini disebut sebagai “Bapak Zionisme” politik modern. Setiap tahun pada tanggal 10 bulan Ibrani Iyar, Israel merayakan libur nasional dengan “Hari Herzl”.

    Herzl meninggal lebih dari 40 tahun sebelum negara Israel terbentuk. Namun, Herzl merupakan seorang organisator, propagandis, dan diplomat yang berperan besar membuat Zionisme menjadi gerakan politik berpengaruh di dunia.

    Seorang penulis bernama Gol Kalev menerbitkan buku “Yudaism 3.0: Judaism’s Transformation to Zionism” yang didedikasikan untuk Herzl.

    “Jika kita dapat mendalami pemikiran dan filosofi Herzl, kita dapat menerapkannya pada banyak isu strategis saat ini, [bahkan] dalam siklus berita dan dunia yang ramai.” ungkap Kalev, dikutip dari The Jerusalem Post.

    Keterlibatan Herzl dalam gerakan Zionisme dimulai saat terjadinya Kasus Mata-Mata pada 1894 dan 1895. Pada peristiwa tersebut, seorang perwira Yahudi Perancis, Alfred Dreyfus, dituduh sebagai mata-mata Jerman dan dipenjara seumur hidup. Hal ini menjadi pencetus gelombang luas anti-Semitisme di Perancis.

    Herzl, jurnalis Yahudi yang saat itu bekerja sebagai koresponden di Paris untuk surat kabar harian Austria, menulis buku berjudul ‘Der Judenstaat’ atau ‘Negara Yahudi’ yang diterbitkan Tahun 1896, dikutip dari Egypt Today.

    Salah satu sub judul yang tertulis dalam buku tersebut adalah ‘Upaya Menemukan Solusi Modern terhadap Pertanyaan Yahudi’.

    Herzl juga sadar akan terjadinya persaingan ekonomi antara Yahudi dan non-Yahudi yang akhirnya menimbulkan kebencian anti-Yahudi.

    Ketegangan rasial berkelanjutan di Perancis dan negara di sekitarnya membuat Herzl merasa bahwa Eropa tidak lagi bisa dijadikan tempat tinggal orang Yahudi.

    Herzl berkomitmen untuk membebaskan bangsa Yahudi dari tekanan Eropa. Herzl membentuk berbagai skema, seperti revolusi sosialis dan perpindahan agama secara masal menjadi Kristen, dilansir dari History Today.

    Satu-satunya solusi yang dipilih Herzl untuk memperjuangkan Yahudi adalah melalui pendekatan nasional. Herzl mengusulkan kepada orang-orang bangsa Yahudi untuk membentuk negara mereka sendiri.

    Bersambung ke halaman berikutnya…

    Herzl pada mulanya mengusulkan dua lokasi geografis, yaitu Palestina dan Argentina. Herzl juga menargetkan Uganda sebagai tempat perlindungan sementara bagi bangsa Yahudi untuk menghindari anti-Semitisme.

    Ambisi Herzl untuk membentuk negara Yahudi di Palestina tidak lagi bisa dibendung. Herzl ingin negara Yahudi juga turut ambil bagian dari proyek kolonialisme Eropa di timur. Oleh karena itu, Herzl membentuk penghalang untuk memisahkan Eropa dan Asia.

    Herzl sempat ingin menyelenggarakan kongres Zionis pertamanya di Munich, Jerman, tetapi mendapat penolakan dari Majelis Yahudi dan para nabi.

    Kongres pertama Zionis tingkat dunia akhirnya berhasil diselenggarakan Tahun 1897 di Basel, Swiss yang dihadiri oleh 200 delegasi dari 24 negara.

    Di hadapan ratusan delegasi, Herzl mengumumkan pendirian Organisasi Zionis Dunia. Tujuan dari gerakan Zionisme ini adalah mendirikan tanah air nasional bagi bangsa Yahudi di Palestina yang diakui oleh hukum internasional.

    Herzl mempresentasikan suatu proyek besar Yahudi yang disebut sebagai “Proyek Basel”.

    Kongres Zionis terus berlanjut dengan sidang yang diadakan setiap tahunnya. Pada sidang kedua Tahun 1898, dibentuk “Dana Penyelesaian” yang digunakan untuk menyokong keuangan Organisasi Zionis Dunia.

    Kampanye donasi menargetkan orang-orang Yahudi kaya yang ada di Barat. Dukungan dana juga ditarik dari keuntungan perusahaan dan lembaga-lembaga besar mereka.

    Konferensi-konferensi berikutnya mulai melibatkan negara-negara besar untuk terlibat.

    Dalam konferensi tersebut, dirumuskan tiga jalur agar tercapainya tujuan Zionisme, yaitu pengembangan pemukiman di Palestina melalui pertanian, penguatan budaya Yahudi, dan mendapatkan persetujuan internasional atas proyek Zionis.

    Herzl menggunakan strategi menghindari penyebutan “negara Yahudi” saat Kongres Pertama Zionis diadakan dan lebih memilih istilah “tanah air”. Hal ini bertujuan untuk menghindari kebencian terhadap orang Yahudi di Eropa dan di Kekaisaran Ottoman.

    Pada kongres keenam Tahun 1903 di Basel, untuk pertama kalinya dikenalkan proposal pendirian negara Yahudi di Uganda. Wacana ini mendapat pertentangan dari 178 delegasi.

    Perdebatan terjadi akibat wacana kelangsungan proyek Zionis selain di Palestina. Dikhawatirkan akan terjadi perpecahan dan konflik di tengah kemajuan yang sudah dicapai sejak 1897.

    Herzl berusaha meyakinkan para delegasi dengan janji mencari solusi dan mengirimkan komite pencari fakta untuk melihat kondisi di Gaza.

    Herzl meninggal sebelum kongres ketujuh dilaksanakan Tahun 1905. Kemudian David Wolffsohn, zionis Rusia dan rekan dekat Herzl, terpilih sebagai presiden baru Organisasi Zionis Dunia, .

    Proyek Uganda mulai ditinggalkan, tetapi tekad untuk menyukseskan Proyek Basel yang dicetuskan oleh Herzl terus berlanjut.

    Konsep “negara” yang dibawa oleh Herzl membuat pemukiman Yahudi di Palestina yang lebih pasti.

    Zionis kian mengintervensi pemerintahan Palestina dengan berusaha masuk dalam urusan politik. Didirikan “Kantor Tanah Israel” di Jaffa yang menarik pemodal Yahudi untuk mendanai ladang jeruk dan buah-buahan lainnya.

    Pengembangan lahan pertanian semakin meluas di Boria, Magdala di utara Danau Tiberias, dan di Rehovot dan Lod.

    Kantor Tanah Israel berperan penting dalam pembentukan lingkungan “Ahuzat Bayit”, yang kemudian menjadi pusat kota Ibrani pertama, Tel Aviv.

    Dukungan terhadap bangsa Yahudi dari negara besar, salah satunya Inggris semakin nyata dengan adanya Deklarasi Balfour pada 2 November 1917.

    Deklarasi Balfour dikeluarkan oleh pemerintah Inggris untuk mendukung pendirian rumah nasional bagi bangsa Yahudi di Palestina.

  • Peran AS-Inggris di Balik Gagalnya Resolusi Gencatan Senjata di Gaza

    Peran AS-Inggris di Balik Gagalnya Resolusi Gencatan Senjata di Gaza

    Jakarta

    Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) gagal lagi menciptakan konsensus untuk menghentikan perang antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza. Penyebabnya, Amerika Serikat (AS), dan Inggris menentang rencana resolusi karena menyebut soal gencatan senjata.

    Sidang Dewan Keamanan PBB sebelumnya juga gagal menyepakati resolusi soal Jalur Gaza, termasuk karena adanya dua veto dari AS. Situasi ini semakin menggarisbawahi kompleksitas dalam mencapai konsensus mengenai masalah penting ini.

    Diketahui bahwa resolusi Dewan Keamanan PBB berbeda dengan resolusi Majelis Umum PBB, yang dalam rapat darurat pada akhir Oktober lalu berhasil meloloskan resolusi yang menyerukan ‘gencatan senjata kemanusiaan segera’ di Jalur Gaza.

    Resolusi Majelis Umum PBB soal gencatan senjata itu mendapatkan 122 suara dukungan dan 14 suara menolak, dengan sebanyak 55 negara lainnya abstain. Meskipun didukung mayoritas negara anggota, resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat dan hanya mencerminkan sikap berbagai negara.

    Sementara itu, resolusi Dewan Keamanan PBB diketahui bersifat mengikat secara hukum, dan bisa digunakan untuk menuntut Israel agar menerima gencatan senjata atau jeda kemanusiaan di Jalur Gaza.

    AS dan Inggris Tolak Rencana Resolusi

    Seperti dilansir CNN, Selasa (7/11/2023), Dewan Keamanan PBB menggelar sidang tertutup pada Senin (6/11), waktu setempat. Sidang itu diharapkan bisa menghasilkan resolusi untuk menangani perang dan krisis kemanusiaan di Gaza.

    Rancangan resolusi tersebut, sebelumnya disusun oleh kelompok E-10, yang terdiri dari 10 negara anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

    Namun, AS dan Inggris yang sama-sama merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB, dan memiliki hak veto, menentang rancangan resolusi tersebut.

    Negara-negara Barat, khususnya AS dan Inggris, menolak isi resolusi yang menyertakan seruan gencatan senjata di Jalur Gaza. Padahal, seruan gencatan senjata telah didukung oleh beberapa anggota Dewan Keamanan PBB lainnya.

    Lihat juga Video ‘Israel Rilis Video Pengeboman Jalur Masuk Terowongan Hamas’:

    Selanjutnya: AS ingin jeda kemanusiaan.

    AS Ingin Jeda Kemanusiaan

    AS, sekutu dekat Israel, lebih mendorong ‘jeda kemanusiaan’ dibandingkan gencatan senjata di Jalur Gaza. Mereka juga belum menentukan berapa lama jeda dalam pertempuran akan diberlakukan.

    Wood menyatakan bahwa pembahasan soal jeda kemanusiaan sedang berlangsung. “Dan kami tertarik untuk membahas hal tersebut,” ujarnya.

    Namun demikian, lanjut Wood, ada juga perbedaan pendapat dalam Dewan Keamanan PBB mengenai apakah hal itu bisa diterima.

    Duta Besar China Jun Zhang, secara terpisah, menyerukan sentimen senada yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres, dengan menekankan bahwa ‘Gaza menjadi kuburan bagi anak-anak’. Dia menyerukan gencatan senjata segera untuk memfasilitasi penyaluran bantuan kemanusiaan.

    “Saat kita berbicara saat ini, warga sipil Palestina terus dibunuh. Anak-anaklah yang paling terkena dampaknya, seperti yang telah disampaikan oleh beberapa pejabat AS. Gaza menjadi kuburan bagi anak-anak. Tidak ada yang aman,” tegasnya.

    Dalam sidang Dewan Keamanan PBB pada awal pekan ini, negara-negara anggota mendengarkan penjelasan dari para pejabat kemanusiaan PBB soal situasi keamanan yang mengerikan di daerah kantong Palestina tersebut.

    Selanjutnya: Israel tolak gencatan senjata.

    Netanyahu Tolak Gencatan Senjata

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menolak gencatan senjata tanpa adanya pembebasan sandera yang ditahan Hamas di Jalur Gaza. Namun dia mempertimbangkan ‘jeda taktis’ demi memfasilitasi masuknya bantuan kemanusiaan atau pembebasan sandera.

    Seperti dilansir Al Arabiya dan Al Jazeera, Selasa (7/11), serangan udara Israel terhadap Jalur Gaza dan operasi darat menargetkan Hamas masih berlanjut. Menurut otoritas kesehatan Gaza, sedikitnya 10.000 orang tewas akibat serangan Israel selama sebulan terakhir.

    Gempuran Israel itu menjadi respons atas serangan mengejutkan Hamas pada 7 Oktober lalu, yang menurut para pejabat Tel Aviv, menewaskan lebih dari 1.400 orang dan membuat 240 orang disandera di Jalur Gaza. Tidak hanya warga sipil dan tentara Israel, sejumlah warga negara asing juga menjadi sandera Hamas.

    Baik Israel dan Hamas menolak tekanan internasional yang semakin besar untuk menerapkan gencatan senjata di Jalur Gaza. Israel meminta Hamas membebaskan para sandera terlebih dahulu, sedangkan Hamas menyatakan enggan membebaskan sandera atau menghentikan pertempuran saat Jalur Gaza terus diserang.

    Ketika ditanya apakah dirinya bersedia menerima jeda kemanusiaan di Jalur Gaza dalam wawancara dengan media terkemuka Amerika Serikat (AS), ABC News, Netanyahu menjawab: “Ya, tidak akan ada gencatan senjata, tidak ada gencatan senjata secara umum di Gaza tanpa pembebasan para sandera.”

    Namun dia menambahkan soal kemungkinan adanya ‘jeda taktis’ yang berlangsung sebentar demi membuka akses untuk bantuan kemanusiaan atau membuka peluang untuk pembebasan sandera oleh Hamas.

    “Namun untuk jeda taktis sebentar — satu jam di sini, satu jam di sana — kami sudah pernah melakukan itu sebelumnya,” ucap Netanyahu dalam wawancara dengan ABC News seperti dilansir Reuters.

    “Saya kira kami akan memeriksa keadaannya, demi memungkinkan barang-barang, barang-barang kemanusiaan, bisa masuk, atau para sandera, sandera individu, bisa pergi,” cetusnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Geger Menteri Israel Bahas Serangan Nuklir, Rusia: Picu Banyak Pertanyaan

    Geger Menteri Israel Bahas Serangan Nuklir, Rusia: Picu Banyak Pertanyaan

    Moskow

    Rusia turut mengomentari pernyataan kontroversial seorang menteri Israel soal opsi serangan nuklir terhadap Jalur Gaza. Moskow mempertanyakan apakah pernyataan menteri Israel itu secara tidak langsung mengindikasikan pengakuan keberadaan senjata nuklir milik Tel Aviv.

    Seperti dilansir Reuters, Selasa (7/11/2023), Menteri Warisan Israel Amihay Eliyahu memicu kontroversi dengan menyebut serangan nuklir bisa menjadi ‘salah satu cara’ dalam serangan Israel ke Jalur Gaza. Sebagai sanksi, Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu telah menonaktifkan Eliyahu dari rapat kabinet ‘sampai pemberitahuan lebih lanjut’.

    Komentar Eliyahu itu menuai banyak kecaman di luar Israel. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, turut memberikan komentarnya.

    “Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan,” sebut Zakharova dalam komentarnya, seperti dikutip kantor berita Rusia, RIA News Agency.

    Zakharova menyebut masalah utamanya adalah Israel tampaknya mengakui bahwa mereka memiliki senjata nuklir.

    Israel selama ini tidak secara terbuka mengakui bahwa mereka memiliki senjata nuklir, meskipun Federasi Ilmuwan Amerika memperkirakan negara Yahudi itu memiliki sekitar 90 hulu ledak nuklir.

    “Pertanyaan nomor satu — tampaknya kita sedang mendengar pernyataan resmi soal keberadaan senjata nuklir?” ucap Zakharova dalam pernyataannya.

    Jika demikian, lanjut Zakharova, lalu di manakah Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan para pemeriksa nuklir internasional?

    Belum ada tanggapan resmi Israel atas komentar Rusia tersebut.

    Seruan serupa juga dilontarkan oleh Iran, musuh abadi Israel, yang menyerukan tanggapan internasional yang cepat.

    “Dewan Keamanan PBB dan Badan Energi Atom Internasional harus mengambil tindakan segera dan tanpa gangguan untuk melucuti rezim barbar dan apartheid ini. Besok sudah terlambat,” cetus Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian dalam pernyataan via media sosial X.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Singapura Larang Simbol Perang Hamas-Israel, Pelanggar Bisa Dibui-Denda

    Singapura Larang Simbol Perang Hamas-Israel, Pelanggar Bisa Dibui-Denda

    Singapura

    Pemerintah Singapura merilis peringatan soal penggunaan atau menampilkan simbol-simbol di depan umum tanpa izin resmi, terkait perang antara Hamas dan Israel di Jalur Gaza. Para pelanggar aturan publik itu terancam hukuman bui atau hukuman denda.

    Seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (7/11/2023), laporan media terkemuka Singapura, The Straits Times, menyebut bahwa aturan tersebut berlaku untuk semua lambang negara asing, termasuk bendera dan spanduk negara mana pun.

    Para wisatawan yang kedapatan mengenakan pakaian yang menampilkan simbol atau lambang negara asing dapat ditolak masuk ke Singapura.

    Orang-orang yang dinyatakan bersalah melanggar aturan publik tersebut bisa menghadapi hukuman enam bulan penjara atau hukuman denda sebesar SG$ 500 (Rp 5,7 juta), atau gabungan kedua hukuman tersebut.

    Dalam pernyataan yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri Singapura (MHA), pemerintah menegaskan konflik Hamas-Israel merupakan ‘masalah emosional’ yang bisa mengganggu perdamaian nasional.

    “Khususnya, mempromosikan atau mendukung terorisme melalui tampilan pakaian atau perlengkapan yang memuat logo kelompok teroris atau militan, seperti Hamas atau sayap militernya Brigade al-Qassam, tidak akan dibenarkan,” demikian pernyataan Kementerian Dalam Negeri Singapura.

    Pihak-pihak yang ingin menyalurkan bantuan untuk orang-orang yang terdampak perang, sebut Kementerian Dalam Negeri Singapura, bisa melakukannya melalui aktivitas penggalangan dana dan pengumpulan donasi yang dilakukan secara resmi.

    Parlemen Singapura, pada Senin (6/11) waktu setempat, dengan suara bulat mengutuk kekerasan terhadap warga sipil yang tidak bersalah dalam perang Hamas-Israel yang terus berlangsung. Ditekankan juga bahwa Singapura tidak bisa membiarkan konflik eksternal mengganggu keharmonisan ras dan agama di wilayahnya.

    Militer Israel tanpa henti menyerang Jalur Gaza sebagai respons atas serangan mengejutkan Hamas pada 7 Oktober lalu, yang menurut para pejabat Tel Aviv telah menewaskan lebih dari 1.400 orang dan membuat lebih dari 240 orang lainnya disandera.

    Laporan terbaru otoritas kesehatan Gaza menyebut korban tewas akibat gempuran Israel selama sebulan terakhir melampaui 10.000 orang, dengan hampir separuhnya merupakan anak-anak.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Semua Opsi Terbuka untuk Respons Serangan Israel di Gaza

    Semua Opsi Terbuka untuk Respons Serangan Israel di Gaza

    Amman

    Pemerintah Yordania menegaskan semua opsi terbuka untuk merespons serangan Israel yang terus berlanjut terhadap Jalur Gaza. Otoritas Amman secara spesifik menyebut Israel telah gagal dalam membedakan antara target militer dan target sipil dalam pengeboman dan operasi darat yang berlangsung di daerah kantong Palestina itu.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Selasa (7/11/2023), penegasan itu disampaikan oleh Perdana Menteri (PM) Bisher al Khasawneh dalam pernyataan terbaru pada Senin (6/11) waktu setempat. Namun Khasawneh tidak menjelaskan lebih detail soal langkah apa yang akan diambil oleh Yordania.

    Beberapa hari lalu, Yordania menarik Duta Besarnya dari Israel sebagai bentuk protes atas serangan tanpa henti Israel terhadap Jalur Gaza, setelah serangan lintas perbatasan oleh Hamas pada 7 Oktober lalu. Para pejabat Tel Aviv melaporkan lebih dari 1.400 orang, yang sebagian besar warga sipil, tewas akibat serangan itu.

    Laporan terbaru otoritas kesehatan Gaza, yang dikuasai Hamas, menyebut lebih dari 10.000 orang tewas akibat serangan Israel yang berlangsung selama sebulan terakhir. Dari jumlah tersebut, lebih dari 4.000 orang di antaranya merupakan anak-anak.

    Pekan lalu, Yordania juga mengumumkan bahwa Duta Besar Israel, yang meninggalkan Amman tak lama setelah serangan Hamas, tidak akan diizinkan kembali ke negara tersebut. Sang Duta Besar Israel itu secara efektif dinyatakan ‘persona non grata’ oleh otoritas Yordania.

    “Semua opsi tersedia bagi Yordania dalam menghadapi agresi Israel terhadap Gaza dan dampaknya,” ucap Khasawneh saat berbicara kepada media pemerintah.

    Yordania diketahui menandatangani perjanjian damai dengan Israel pada tahun 1994 silam.

    Lihat juga Video: Dokter Palestina Lulusan UNS Tewas Imbas Bom Israel

    Lebih lanjut, Khasawneh menyebut pengepungan yang dilakukan oleh Israel terhadap Jalur Gaza yang padat penduduk bukanlah upaya membela diri, seperti yang dikatakan oleh Tel Aviv.

    “Serangan brutal Israel tidak membedakan antara sasaran sipil dan militer, dan meluas ke area-area yang aman dan bahkan terhadap ambulans,” sebutnya.

    Israel membantah telah dengan sengaja menargetkan objek-objek sipil di daerah padat penduduk. Tel Aviv berdalih menyebut Hamas menjadikan warga sipil sebagai perisai manusia, menggali terowongan di bawah rumah-rumah sakit dan menggunakan ambulans untuk mengangkut para anggotanya.

    Kementerian Luar Negeri Israel dalam pernyataannya menyesalkan pernyataan yang disebutnya menghasut dari kepemimpinan Yordania.

    “Hubungan dengan Yordania memiliki kepentingan strategis bagi kedua negara dan kami menyesali pernyataan yang menghasut dari kepemimpinan Yordania,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Israel.

    Sementara itu, selain menarik Duta Besar, Yordania sedang meninjau kembali hubungan ekonomi, keamanan dan politik dengan Israel. Menurut para diplomat yang akrab dengan pemikiran Yordania, ada kemungkinan negara itu akan membekukan atau mencabut sebagian dari perjanjian damai jika konfik Jalur Gaza memburuk.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Warga Israel Demo Kediaman Netanyahu di Tengah Seruan Mundur dari PM

    Warga Israel Demo Kediaman Netanyahu di Tengah Seruan Mundur dari PM

    Tel Aviv

    Warga Israel melakukan unjuk rasa di depan kediaman Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu. Demo itu dilakukan di tengah jejak pendapat yang menunjukkan lebih dari tiga perempat warga Israel percaya Netanyahu harus mundur.

    Dilansir Reuters, Minggu (11/5/2023), pendemo berunjuk rasa sambil mengibarkan bendera Israel. Mereka meneriakkan ‘penjara sekarang!’. Massa juga menerobos penghalang polisi di sekitar kediaman Netanyahu di Yerusalem.

    Protes tersebut bertepatan dengan jajak pendapat yang menunjukkan lebih dari tiga perempat warga Israel percaya Netanyahu harus mengundurkan diri. Hal ini menggarisbawahi meningkatnya kemarahan publik terhadap para pemimpin politik dan keamanan mereka.

    Netanyahu sejauh ini belum menerima tanggung jawab pribadi atas kegagalan serangan mendadak yang menyebabkan ratusan pria bersenjata Hamas menyerbu Israel selatan pada 7 Oktober. Serangan itu menewaskan lebih dari 1.400 orang dan menyandera sedikitnya 240 orang.

    Ketika guncangan awal telah mereda, kemarahan masyarakat pun meningkat, sebab banyak keluarga para sandera yang ditahan di Gaza sangat minim tanggapan pemerintah. Pendemo juga menyerukan agar kerabat mereka dibawa pulang.

    Sementara di Tel Aviv, ribuan orang berdemonstrasi, mengibarkan bendera dan memegang foto beberapa tawanan di Gaza dan poster-poster dengan slogan-slogan. Slogan itu di antaranya ‘Bebaskan para sandera sekarang bagaimanapun caranya’ sementara massa meneriakkan, ‘bawa mereka pulang sekarang’.

    “Kami tidak tahu di mana mereka berada, kami tidak tahu dalam kondisi apa mereka disembunyikan. Saya tidak tahu apakah Kfir mendapat makanan, saya tidak tahu apakah Ariel mendapat cukup makanan. Dia sangat kecil,” kata salah satu warga bernama Bibas-Levy.

    Pada hari Sabtu waktu setempat, jajak pendapat yang dilakukan oleh Channel 13 Television Israel menunjukkan bahwa 76% warga Israel berpendapat bahwa Netanyahu, yang kini menjabat perdana menteri untuk keenam kalinya, harus mengundurkan diri dan 64% mengatakan negara tersebut harus mengadakan pemilu segera setelah perang.

    Ketika ditanya siapa yang paling bersalah atas serangan itu, 44% warga Israel menyalahkan Netanyahu, sementara 33% menyalahkan kepala staf militer dan pejabat senior IDF, dan 5% menyalahkan Menteri Pertahanan. Hal itu menurut jajak pendapat tersebut.

    (lir/fas)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Menlu AS Temui Presiden Palestina, Sebut Warga Tak Boleh Dipindah Paksa

    Menlu AS Temui Presiden Palestina, Sebut Warga Tak Boleh Dipindah Paksa

    Jakarta

    Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (Menlu AS) Antony Blinken bertemu dengan Presiden Palestina Mahmud Abbas. Dalam pertemuan itu Blinken mengatakan warga Gaza ‘tidak boleh dipindahkan secara paksa’.

    Dilansir AFP, Minggu (5/11/2023), hal itu disampaikan Blinken saat akan melakukan kunjungan mendadak hari ini ke Tepi Barat yang diduduki Israel. Ini adalah kunjungan pertama diplomat AS ke wilayah Palestina sejak pecahnya perang antara Israel vs Hamas menyusul serangan 7 Oktober.

    Sementara itu, Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas di Gaza menyebut hampir 9.800 orang tewas, sebagian besar warga sipil, akibat serangan balasan darat, udara dan laut Israel.

    “Menteri menegaskan kembali komitmen Amerika Serikat terhadap pengiriman bantuan kemanusiaan yang menyelamatkan nyawa dan dimulainya kembali layanan penting di Gaza dan menjelaskan bahwa warga Palestina tidak boleh dipindahkan secara paksa,” demikian ringkasan pertemuan yang dirilis oleh Departemen Luar Negeri AS.

    Sementara itu, menurut kantor berita resmi Palestina Wafa, Presiden Palestina Mahmud Abbas mengutuk apa yang dia sebut sebagai ‘genosida’ dalam komentarnya kepada Blinken.

    “Saya tidak punya kata-kata untuk menggambarkan genosida dan kehancuran yang diderita rakyat Palestina di Gaza akibat mesin perang Israel, tanpa memperhatikan prinsip-prinsip hukum internasional,” kata Abbas.

    Diketahui, Blinken terbang ke Tel Aviv pada Minggu pagi dan melakukan perjalanan dengan konvoi dengan keamanan tinggi ke markas besar Otoritas Palestina di Ramallah – badan yang, menurutnya baru-baru ini, harus menggantikan pemerintah Hamas di Gaza.

    “Blinken dan Abbas ‘membahas upaya untuk memulihkan ketenangan dan stabilitas di Tepi Barat, termasuk perlunya menghentikan kekerasan ekstremis terhadap warga Palestina dan meminta pertanggungjawaban mereka’”, kata Departemen Luar Negeri.

    “Menteri Blinken menegaskan kembali bahwa Amerika Serikat tetap berkomitmen untuk memajukan kesetaraan martabat dan keamanan bagi warga Palestina dan Israel,” katanya.

    Menurut Otoritas Palestina, lebih dari 150 warga Palestina telah tewas dalam bentrokan dengan tentara Israel dan serangan oleh pemukim Israel sejak dimulainya perang.

    Selain itu sebanyak tiga orang tewas pada hari Minggu di Tepi Barat, menurut kementerian kesehatan Palestina.

    Pertemuan Blinken dengan Abbas, yang partai sekulernya, Fatah, merupakan saingan Hamas, terjadi pada saat Washington memberikan dukungan politik dan militer kepada sekutunya, Israel.

    Blinken telah menganjurkan “jeda kemanusiaan” di Gaza dalam turnya baru-baru ini di Timur Tengah, untuk melindungi warga sipil dan memudahkan pengiriman bantuan di wilayah padat penduduk tersebut.

    Amerika Serikat menganjurkan solusi dua negara sebagai satu-satunya jalan keluar dari konflik Israel-Palestina.

    (yld/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Netanyahu Bertekad Tumpas Hamas, Apa Rencana Israel Usai Operasi Darat?

    Netanyahu Bertekad Tumpas Hamas, Apa Rencana Israel Usai Operasi Darat?

    Tel Aviv

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menolak gencatan senjata dan siap bertempur dalam waktu lama demi mewujudkan sumpahnya menumpas kelompok Hamas. Namun, pakar menilai Israel tak punya rencana pasti mencapai tujuan itu.

    Pemandangan horor yang terus menggentayangi Jalur Gaza usai perang pecah pada 7 Oktober lalu memang sekilas menunjukkan tekad Israel untuk menumpas habis Hamas.

    Tak peduli tekanan para kepala negara dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Netanyahu menolak seruan gencatan senjata dalam pernyataannya pada Senin (30/10).

    “Seruan gencatan senjata terhadap Israel sama dengan seruan bagi Israel untuk menyerah kepada Hamas, menyerah kepada terorisme,” ujar Netanyahu.

    Ia kemudian berkata, “Alkitab mengatakan, ‘Ada waktu untuk berdamai, dan ada waktu untuk berperang.’ Ini adalah waktu untuk berperang.”

    Di tengah retorika Netanyahu yang berapi-api itu, para pakar mempertanyakan rencana Israel untuk mewujudkan sumpahnya memberantas Hamas setelah perang berakhir.

    “Anda tidak dapat menggembar-gemborkan sebuah gerakan bersejarah seperti itu tanpa rencana ke depannya,” ujar kepala Studi Palestina di Pusat Moshe Dayan Universitas Tel Aviv, Michael Milshtein.

    “Anda harus melakukannya sekarang,” tuturnya.

    Sejumlah diplomat Barat mengaku sudah berdiskusi dengan Israel mengenai rencana ke depan itu, tapi hingga kini belum ada wujud konkretnya.

    “Betul-betul bukan rencana yang pasti. Anda bisa menggambarkan beberapa gagasan di atas kertas, tapi untuk mewujudkannya bakal membutuhkan waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan diplomasi,” ujar seorang diplomat.

    Baca juga:

    Dari segi militer, sebenarnya sudah ada beberapa rencana, mulai dari mengerdilkan kemampuan militer Hamas hingga mengambil alih kendali sebagian besar wilayah Jalur Gaza.

    Namun, orang-orang yang berpengalaman menangani krisis-krisis sebelumnya ragu rencana-rencana tersebut dapat terlaksana.

    “Saya rasa tak ada solusi yang mungkin dilakukan bagi Gaza sehari setelah kita mengevakuasi pasukan,” ucap Haim Tomer, seorang mantan pejabat badan intelijen Israel, Mossad.

    Secara politik, Israel satu suara: Hamas harus dikalahkan. Menurut mereka, serangan pada 7 Oktober lalu terlampau mengerikan sehingga Hamas tak boleh lagi menguasai Gaza.

    Kendati demikian, Milshtein menekankan bahwa Hamas adalah sebuah pemikiran sehingga Israel tak bisa menghapus Hamas begitu saja.

    “Ini tidak seperti Berlin pada 1945, ketika Anda menancapkan bendera di Reichstag dan selesai,” katanya.

    Ia menganggap situasi Israel ini lebih mirip dengan Irak pada 2003 silam, ketika pasukan pimpinan Amerika Serikat berupaya menghapus jejak rezim Sadam Hussein.

    Upaya yang dikenal sebagai De-Baathifikasi itu bak bencana. Selama upaya itu digalakkan, ratusan ribu pegawai sipil Irak dan anggota pasukan bersenjata kehilangan pekerjaan, menabur benih pemberontakan yang akhirnya subur.

    Para veteran Amerika dari konflik itu saat ini berada di Israel, berbincang dengan militer setempat mengenai pengalaman mereka di titik-titik panas di Irak, seperti Falluja dan Mosul.

    “Saya berharap mereka menjelaskan kepada orang-orang Israel bahwa mereka membuat kesalahan besar di Irak. Contohnya, jangan berilusi memberangus partai berkuasa atau mengubah pikiran orang. Itu tak akan terjadi,” tutur Milshtein.

    Baca juga:

    Tak hanya pakar dari Israel, pengamat-pengamat Palestina juga memiliki pandangan serupa.

    “Hamas merupakan organisasi akar rumput. Jika mereka ingin menumpas Hamas, mereka harus melakukan pembersihan etnis di seluruh Gaza,” kata Presiden Inisiatif Nasional Palestina, Mustafa Barghouti.

    Gagasan pembersihan etnis dan pengusiran ratusan ribu warga Palestina dari Jalur Gaza ke negara tetangga, Mesir, pun mulai mengemuka.

    Sejumlah pihak Israel, termasuk mantan-mantan pejabat senior, sudah mulai sering membahas betapa penting memindahkan sementara warga Palestina dari Gaza ke Sinai.

    Mantan kepala Dewan Keamanan Nasional Israel, Giora Eiland, mengatakan satu-satunya jalan bagi Israel untuk memenuhi ambisinya tanpa membunuh banyak orang tak bersalah adalah dengan mengevakuasi warga Palestina dari Gaza.

    “Mereka harus menyeberang perbatasan ke Mesir secara sementara atau permanen,” ucapnya.

    Gagasan semacam ini lah yang paling ditakuti orang Palestina. Sebagai populasi yang punya rekam jejak panjang menjadi pengungsi, kemungkinan eksodus besar-besaran memantik ingatan akan kejadian traumatis pada 1948.

    “Kabur berarti hanya punya satu tiket pergi. Mereka tak akan mungkin bisa kembali,” ujar mantan juru bicara Organisasi Pembebasan Palestina, Diana Buttu.

    Ketakutan orang Palestina kian menjadi setelah Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, pada 20 Oktober lalu meminta Kongres menyetujui pemberian dana bantuan untuk Israel dan Ukraina.

    Hingga saat ini Israel memang belum menyatakan secara gamblang keinginan mereka agar warga Palestina melintasi perbatasan.

    Pasukan Pertahanan Israel (IDF) hanya berulang kali mendesak warga sipil ke “area-area” aman di kawasan selatan.

    Namun, Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sissi, sudah mewanti-wanti bahwa perang Israel di Gaza dapat menjadi “upaya untuk menekan warga sipil untuk bermigrasi ke Mesir.”

    Jika berasumsi masih ada warga Gaza di Jalur Gaza ketika perang berakhir, siapa yang akan memerintah mereka?

    “Itu pertanyaan sulit,” kata Milshtein.

    Milshstein menilai Israel harus mendukung pembentukan pemerintahan baru yang dikuasai oleh orang Gaza. Namun, orang-orang dalam pemerintahan itu harus mendukung AS, Mesir, dan mungkin Arab Saudi.

    Baca juga:

    Formasi pemerintahan itu juga harus diperkuat dengan Fatah, faksi rival Hamas di Palestina yang didepak dari Gaza setahun setelah pemilu pada 2006 silam.

    Fatah merupakan pengendali Otoritas Palestina (PA), yang berbasis di Ramallah, kota di Tepi Barat.

    Diana Buttu mengatakan PA kemungkinan secara diam-diam ingin kembali ke Gaza, tapi mereka tentu ogah “ikut menunggangi tank Israel.”

    Seorang politikus veteran Palestina yang sempat menjadi pejabat PA pada 1990-an, Hanan Ashrawi, juga tak mau pihak asing, termasuk Israel, lagi-lagi berupaya mendikte kehidupan Palestina.

    “Orang yang berpikiran bahwa ini merupakan percaturan dan mereka dapat menggerakkan beberapa pion ke sana ke mari dengan harapan gerakan checkmate pada akhirnya, itu tak akan terjadi,” ujar Ashrawi.

    “Anda mungkin bisa mendapatkan beberapa kolaborator, tapi warga Gaza tak akan menyambut baik mereka.”

    Di tengah kebuntuan ini, orang-orang yang sempat menangani perang-perang di Gaza sebelumnya pun memunculkan indikasi bahwa hampir semua solusi sudah pernah dicoba.

    Mantan pejabat Mossad, Haim Tomer, mengungkap pengalamannya setelah salah satu pertempuran di Gaza pada 2012 lalu.

    Saat itu, ia menemani direktur Mossad ke Kairo untuk pembicaraan rahasia yang berujung pada kesepakatan gencatan senjata.

    Ia bercerita bahwa saat itu, perwakilan Hamas berada “di seberang jalan”. Sebagai penengah, pejabat Mesir mondar-mandir untuk menyampaikan pesan.

    Menurutnya, mekanisme serupa dapat diterapkan lagi dalam upaya pembebasan warga yang disandera Hamas, tapi Israel kemungkinan bakal membayar lebih mahal.

    “Saya tidak peduli jika kita harus membebaskan beberapa ribu tahanan Hamas. Saya ingin warga kita kembali pulang,” tutur Tomer.

    Setelah warga berhasil diselamatkan, barulah Israel dapat memilih bakal melanjutkan operasi militer skala penuh atau gencatan senjata jangka panjang.

    Namun, pembatas fisik antara wilayah Gaza dan Israel sangat minim. Tomer pun menganggap Israel memang sudah ditakdirkan berurusan dengan Gaza selamanya.

    “Seperti duri di tenggorokan kita,” katanya.

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu