kab/kota: Tel Aviv

  • Dubes Israel Respons Ancaman Biden Setop Pasokan Senjata: Mengecewakan!

    Dubes Israel Respons Ancaman Biden Setop Pasokan Senjata: Mengecewakan!

    New York

    Ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden untuk menghentikan pasokan senjata menuai reaksi keras dari Israel. Duta Besar Israel untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Gilad Erdan, menyebut ancaman Biden untuk Tel Aviv itu “sangat mengecewakan”.

    Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Kamis (9/5/2024), Biden dalam peringatan paling keras, mengancam akan menghentikan pasokan senjata untuk Israel, jika negara Yahudi itu melancarkan serangan darat secara besar-besaran terhadap Rafah, Jalur Gaza bagian selatan.

    Washington berulang kali memperingatkan Tel Aviv untuk tidak menginvasi Rafah, yang menjadi tempat berlindung bagi lebih dari satu juta pengungsi Palestina, tanpa adanya rencana kemanusiaan yang jelas.

    “Ini adalah pernyataan yang sulit dan sangat mengecewakan untuk didengar dari seorang presiden yang selalu menjadi tempat kami berterima kasih sejak awal perang,” ucap Erdan dalam pernyataan kepada radio Israel, Kan.

    Pernyataan Erdan menjadi reaksi pertama dari Israel terhadap ancaman Biden.

    Dalam tanggapannya, Erdan juga menyebut pernyataan Biden itu akan ditafsirkan oleh musuh-musuh Israel, seperti Iran, Hamas, dan Hizbullah, sebagai “sesuatu yang memberi mereka harapan untuk bisa sukses”.

    “Jika Israel dilarang memasuki wilayah penting dan sentral seperti Rafah di mana terdapat ribuan teroris, para sandera, dan para pemimpin Hamas, bagaimana tepatnya kami bisa mencapai tujuan kami?” tanya sang Dubes Israel untuk PBB.

    “Ini bukan senjata defensif. Ini tentang serangan bom tertentu. Pada akhirnya Negara Israel harus melakukan apa yang menurutnya perlu dilakukan demi keamanan warganya,” imbuhnya.

    Israel menentang keberatan internasional, termasuk dari AS, dengan mengerahkan tank-tank militer dan melakukan “operasi terarah” di Rafah, yang merupakan kota perbatasan yang menghubungkan Jalur Gaza dengan Mesir.

    Tel Aviv meyakini Rafah menjadi markas bagi batalion terakhir Hamas yang tersisa. Namun Rafah juga menjadi tempat perlindungan bagi lebih dari satu juta pengungsi Palestina yang menghindari rentetan serangan Israel.

    “Saya telah memperjelas, jika mereka (militer Israel-red) masuk ke Rafah, saya tidak akan memasok persenjataan yang telah digunakan secara historis untuk menghadapi Rafah, untuk menghadapi kota-kota itu — yang berurusan dengan masalah itu,” ucap Biden dalam wawancara dengan CNN pada Rabu (8/5).

    “Kami tidak akan memasok senjata dan peluru artileri yang telah digunakan,” tegasnya dalam peringatan paling keras kepada Israel sejak perang Gaza dimulai.

    Biden juga menyesalkan bahwa warga sipil terbunuh akibat dijatuhkannya bom-bom pasokan AS oleh Israel di wilayah Palestina. Pernyataan ini disampaikan setelah Washington menangguhkan pengiriman bom berat untuk Israel sejak pekan lalu, karena mengkhawatirkan digunakan untuk menyerang Rafah.

    “Warga sipil terbunuh di Gaza sebagai akibat bom-bom tersebut dan cara-cara lainnya yang mereka (Israel-red) lakukan untuk menyerang pusat-pusat populasi,” ucapnya. “Itu salah,” sebut Biden dalam wawancara dengan CNN.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Israel Gempur Rafah Usai Biden Ancam Setop Pasokan Senjata

    Israel Gempur Rafah Usai Biden Ancam Setop Pasokan Senjata

    Rafah

    Israel kembali menggempur Rafah di Jalur Gaza bagian selatan pada Kamis (9/5) waktu setempat. Gempuran terbaru itu dilancarkan Tel Aviv setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengancam akan menghentikan pasokan senjata jika sekutunya itu nekat menginvasi Rafah.

    Seperti dilansir AFP, Kamis (9/5/2024), Israel menentang keberatan internasional dengan mengerahkan tank-tank militer dan melakukan “operasi terarah” di Rafah, yang merupakan kota perbatasan yang menghubungkan Jalur Gaza dengan Mesir.

    Tel Aviv meyakini Rafah menjadi markas terakhir bagi batalion terakhir Hamas yang tersisa. Namun Rafah juga diketahui menjadi tempat perlindungan bagi lebih dari satu juta pengungsi Palestina yang menghindari rentetan serangan Israel.

    Sejumlah jurnalis AFP melaporkan gempuran besar-besaran melanda Rafah pada Kamis (9/5) pagi waktu setempat. Belum diketahui apakah gempuran itu memicu kerusakan atau memakan korban jiwa.

    Militer Israel dalam pernyataan terpisah menyebut pasukannya juga menyerang “posisi Hamas” di Jalur Gaza bagian tengah.

    Gempuran terbaru itu terjadi setelah seorang tentara Israel mengalami luka ringan saat perlintasan perbatasan Kerem Shalom dihantam serangan roket pada Rabu (8/5) tengah malam. Kerem Shalom menghubungkan wilayah Israel dengan Jalur Gaza bagian selatan.

    Sehari sebelumnya, militer Israel mengatakan bahwa pasukannya melancarkan “operasi yang terarah di perlintasan perbatasan Rafah pada sisi Gaza”, yang terletak di bagian timur Rafah.

    Lihat Video ‘Israel Serang Rafah, Sejumlah Anak Terluka Dilarikan ke RS’:

    Gempuran terhadap Rafah itu terjadi setelah Biden mengancam akan menghentikan pasokan senjata untuk Israel, jika negara Yahudi itu melancarkan serangan darat secara besar-besaran terhadap Rafah.

    Ancaman itu menjadi peringatan paling langsung yang disampaikan Biden kepada Israel sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza tahun lalu.

    “Saya telah memperjelas, jika mereka (militer Israel-red) masuk ke Rafah, saya tidak akan memasok persenjataan yang telah digunakan secara historis untuk mengatasi Rafah, untuk mengatasi kota-kota itu — yang berurusan dengan masalah itu,” ucap Biden dalam pernyataannya pada Rabu (8/5) waktu setempat.

    “Kami tidak akan memasok senjata dan peluru artileri yang telah digunakan,” tegasnya.

    Lihat Video ‘Israel Serang Rafah, Sejumlah Anak Terluka Dilarikan ke RS’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Bos CIA Temui Netanyahu Bahas Opsi Penangguhan Invasi Rafah

    Bos CIA Temui Netanyahu Bahas Opsi Penangguhan Invasi Rafah

    Jerusalem

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu sedang berdiskusi dengan Direktur Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (AS) atau CIA, Bill Burns, membahas “kemungkinan” penangguhan operasi militer di Rafah, Jalur Gaza bagian selatan, dengan imbalan pembebasan sandera yang masih ditahan Hamas.

    Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Kamis (9/5/2024), diskusi itu dilakukan saat Burns sedang melakukan kunjungan sebagai bagian dari upaya terbaru Washington untuk mewujudkan gencatan senjata terbaru di Jalur Gaza. Direktur CIA itu diketahui turut terlibat dalam upaya mediasi dalam perang Israel-Hamas.

    Diskusi yang dilakukan oleh Netanyahu dan Burns digelar saat keduanya bertemu di Yerusalem pada Rabu (8/5) waktu setempat.

    “Keduanya membahas kemungkinan Israel menangguhkan operasi di Rafah dengan imbalan pembebasan sandera,” ungkap seorang pejabat Israel, yang tidak ingin disebut namanya, saat berbicara kepada AFP.

    Israel menentang keberatan yang disampaikan AS dan dunia internasional, dengan mengirimkan tank-tank militer ke Rafah untuk merebut area perlintasan perbatasan utama dengan Mesir pada Selasa (7/5) pagi. Perlintasan perbatasan itu menjadi saluran utama bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.

    Penyerbuan militer Israel ke Rafah bagian timur itu terjadi setelah Hamas mengumumkan pada Senin (6/5) waktu setempat bahwa mereka menyetujui proposal gencatan senjata yang diajukan mediator Mesir dan Qatar.

    Tel Aviv dalam tanggapannya menyebut proposal yang disetujui Hamas “sangat jauh” dari apa yang disetujui oleh para perunding sebelumnya.

    Kendali demikian, perundingan gencatan senjata terus berlanjut di Kairo, Mesir. Laporan media terkait pemerintah Mesir menyebut perundingan kembali digelar pada Rabu (8/5) waktu setempat “dengan kehadiran semua pihak”.

    AS yang merupakan sekutu dekat dan pemasok bantuan militer utama Israel, mengonfirmasi bahwa perundingan sedang berlangsung.

    “Perundingan sedang berlangsung. Penilaian mendalam terhadap posisi kedua belah pihak menunjukkan bahwa mereka seharusnya mampu mengatasi… kesenjangan yang ada, jadi kami akan terus mendukung proses tersebut,” ucap Sekretaris Pers Gedung Putih, Karine Jean-Pierre, kepada wartawan setempat.

    Sementara Hamas memperingatkan bahwa perundingan yang sedang berlangsung itu akan menjadi “kesempatan terakhir” bagi Israel untuk menyelamatkan sekitar 128 sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Biden Sesalkan Pasokan Bom AS ke Israel Dipakai Bunuh Warga Sipil Gaza

    Biden Sesalkan Pasokan Bom AS ke Israel Dipakai Bunuh Warga Sipil Gaza

    Washington DC

    Penyesalan disampaikan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden terkait pasokan bom dari Washington yang digunakan militer Israel dalam serangan yang menewaskan banyak warga sipil Palestina dalam perang yang berkecamuk di Jalur Gaza beberapa bulan terakhir.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Kamis (9/5/2024), Biden dalam wawancara dengan CNN, pada Rabu (8/5) waktu setempat, menyampaikan pengakuan dan penyesalan atas kenyataan bahwa warga sipil telah terbunuh akibat dijatuhkannya bom-bom pasokan AS oleh Israel di wilayah Palestina.

    Pengakuan dan penyesalan Biden itu disampaikan setelah AS menangguhkan pengiriman pasokan bom untuk Israel sejak pekan lalu, karena mengkhawatirkan bom-bom pasokannya digunakan untuk menyerang Rafah, yang menjadi tempat berlindung bagi lebih dari satu juta pengungsi Palestina di Jalur Gaza.

    “Warga sipil terbunuh di Gaza sebagai akibat bom-bom tersebut dan cara-cara lainnya yang mereka (Israel-red) lakukan untuk menyerang pusat-pusat populasi,” ucap Biden ketika ditanya soal pasokan bom seberat 2.000 pon dari AS untuk Israel.

    “Itu salah,” sebutnya.

    Pemerintah AS, pada Selasa (7/5) waktu setempat, mengonfirmasi laporan media yang menyebut Washington menangguhkan pengiriman pasokan bom berat, yang dikhawatirkan akan digunakan Israel dalam operasi darat besar-besaran di Rafah yang menjadi tempat berlindung pengungsi Palestina.

    Seorang pejabat senior dalam pemerintahan AS, seperti dilansir AFP, membenarkan bahwa Washington, sejak pekan lalu, telah menghentikan pengiriman 1.800 bom seberat 2.000 pon (907 kg) dan 1.700 bom seberat 500 pon (226 kg) setelah Israel dianggap belum “sepenuhnya mengatasi” kekhawatiran AS mengenai rencana operasi darat besar-besaran ke Rafah.

    Sebelumnya, Biden mengancam akan menghentikan pasokan senjata untuk Israel, jika negara Yahudi itu melancarkan serangan darat secara besar-besaran terhadap Rafah. Ancaman itu menjadi peringatan paling langsung yang disampaikan Biden kepada Israel sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza tahun lalu.

    “Saya telah memperjelas, jika mereka (militer Israel-red) masuk ke Rafah, saya tidak akan memasok persenjataan yang telah digunakan secara historis untuk mengatasi Rafah, untuk mengatasi kota-kota itu — yang berurusan dengan masalah itu,” ucap Biden dalam pernyataannya pada Rabu (8/5) waktu setempat.

    “Kami tidak akan memasok senjata dan peluru artileri yang telah digunakan,” tegasnya.

    Komentar Biden itu menjadi peringatan publik pertamanya menyangkut ancaman pengiriman senjata kepada Israel, sejak perang berkecamuk tahun lalu. Itu juga menjadi pernyataan publik Biden yang menggunakan bahasa paling keras terhadap Tel Aviv, dalam upaya mencegah invasi darat besar-besaran di Rafah.

    Di sisi lain, peringatan dari Biden itu juga menggarisbawahi keretakan yang semakin besar antara AS dan Israel, sekutu terkuatnya di Timur Tengah.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Biden Ancam Setop Pasokan Senjata Jika Israel Menginvasi Rafah

    Biden Ancam Setop Pasokan Senjata Jika Israel Menginvasi Rafah

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengancam akan menghentikan pasokan senjata untuk Israel, jika negara Yahudi itu melancarkan serangan darat secara besar-besaran terhadap Rafah, kota paling selatan di Jalur Gaza yang menjadi tempat perlindungan bagi lebih dari satu juta pengungsi Palestina.

    Ancaman itu menjadi peringatan paling langsung yang disampaikan Biden kepada Israel sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu.

    Seperti dilansir AFP dan Reuters, Kamis (9/5/2024), peringatan terbaru ini dilontarkan Biden setelah AS sejak pekan lalu menangguhkan pengiriman bom berat untuk Israel, sekutunya, di tengah kekhawatiran rencana invasi darat secara besar-besaran oleh Tel Aviv terhadap Rafah, yang terletak dekat perbatasan Mesir.

    “Saya telah memperjelas, jika mereka (militer Israel-red) masuk ke Rafah, saya tidak akan memasok persenjataan yang telah digunakan secara historis untuk menghadapi Rafah, untuk menghadapi kota-kota itu — yang berurusan dengan masalah itu,” ucap Biden dalam pernyataannya pada Rabu (8/5) waktu setempat.

    “Kami tidak akan memasok senjata dan peluru artileri yang telah digunakan,” tegasnya.

    Komentar Biden itu menjadi peringatan publik pertamanya menyangkut ancaman pengiriman senjata kepada Israel, sejak perang berkecamuk tahun lalu. Itu juga menjadi pernyataan publik Biden yang menggunakan bahasa paling keras terhadap Tel Aviv, dalam upaya mencegah invasi darat besar-besaran di Rafah.

    Di sisi lain, peringatan dari Biden itu juga menggarisbawahi keretakan yang semakin besar antara AS dan Israel, sekutu terkuatnya di Timur Tengah.

    Biden yang menyebut dirinya seorang Zionis, telah sejak lama menolak untuk menghentikan pasokan senjata apa pun terhadap Israel, yang nilainya mencapai US$ 3 miliar setiap tahunnya. Dia sebelumnya bahkan mendorong Kongres AS untuk meningkatkan bantuan militer untuk Tel Aviv usai serangan Hamas tahun lalu.

    Namun, menurut para pejabat AS yang enggan disebut namanya, Biden terpaksa mengambil langkah-langkah bertentangan dengan pendiriannya setelah Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menegaskan akan melanjutkan serangan terhadap Rafah dan mengabaikan seruan publik dari Biden.

    Netanyahu telah bersumpah untuk melancarkan serangan darat terhadap Rafah, sebagai bagian dari operasi militer untuk melenyapkan Hamas setelah kelompok militan yang menguasai Jalur Gaza untuk menyerang secara mengejutkan pada 7 Oktober tahun lalu.

    Tel Aviv telah menentang keberatan Washington dan dunia internasional, dengan mengirimkan tank-tank militer ke Rafah untuk merebut area perlintasan perbatasan utama dengan Mesir pada Selasa (7/5) pagi.

    Ketika ditanya soal kehadiran tank Israel di Rafah, Biden menyatakan: “Mereka belum mendatangi pusat-pusat populasi.”

    “Apa yang mereka lakukan adalah tepat di perbatasan dan menyebabkan masalah, saat ini, dengan Mesir, dan saya telah bekerja sangat keras untuk memastikan kita mendapatkan hubungan dan bantuan,” ucap Biden saat berbicara kepada CNN.

    Dalam pernyataannya, Biden berjanji bahwa AS akan “terus memastikan keamanan Israel dalam hal Iron Dome dan kemampuan mereka merespons serangan”.

    Namun, Biden juga menegaskan bahwa dirinya telah “memperjelas kepada Bibi (nama panggilan Netanyahu) dan kabinet perangnya — bahwa mereka tidak akan mendapatkan dukungan kami jika mereka benar-benar mendatangi pusat-pusat populasi” di Rafah.

    Lebih lanjut, Biden mungkin khawatir akan mengesampingkan para pemilih berhaluan tengah di AS jika dia bertindak terlalu jauh. Sementara Netanyahu menyadari dirinya membutuhkan dukungan AS pada saat kemarahan global semakin meningkat terhadap Israel.

    “Kami tidak akan meninggalkan keamanan Israel. Kami menjauhi kemampuan Israel untuk mengobarkan perang di area-area tersebut,” jelas Biden dalam wawancara dengan CNN.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • AS Setop Kirim Bom Khawatir Invasi ke Rafah, Begini Respons Israel

    AS Setop Kirim Bom Khawatir Invasi ke Rafah, Begini Respons Israel

    Tel Aviv

    Militer Israel memberikan respons santai atas keputusan Amerika Serikat (AS), sekutunya, menangguhkan pengiriman bom di tengah kekhawatiran rencana invasi darat besar-besaran oleh Tel Aviv ke Rafah, Jalur Gaza bagian selatan.

    Seperti dilansir media lokal, The Times of Israel, Kamis (9/5/2024), juru bicara militer Israel, Laksamana Muda Daniel Hagari, mengatakan bahwa sekutu menyelesaikan setiap perselisihan yang terjadi “di balik pintu tertutup”.

    Saat ditanya soal isu tersebut dalam konferensi pers yang digelar surat kabar Yedioth Ahronoth di Tel Aviv pada Rabu (8/5), Hagari menggambarkan koordinasi antara Israel dan AS telah mencapai “ruang lingkup yang belum pernah terjadi sebelumnya, menurut saya, dalam sejarah Israel”.

    Ketika ditanya lebih lanjut soal penangguhan pengiriman pasokan bom berat oleh AS, Hagari memberikan jawaban diplomatis.

    “Kami bertanggung jawab atas kepentingan keamanan Israel dan kami memperhatikan kepentingan AS di arena,” ucapnya.

    Dia kemudian memuji skala kerja sama antara markas besar Angkatan Bersenjata Israel (IDF) dan Komando Pusat Militer AS (CENTCOM) selama perang.

    “Ada sesuatu yang lebih penting daripada bantuan keamanan dan itu adalah dukungan operasional,” ujarnya.

    Pemerintah AS, pada Selasa (7/5) waktu setempat, mengonfirmasi laporan media yang menyebut Washington sejak pekan lalu menangguhkan pengiriman pasokan bom berat, yang dikhawatirkan akan digunakan Israel dalam operasi darat di Rafah yang menjadi tempat berlindung pengungsi Palestina.

    Seorang pejabat senior dalam pemerintahan AS, seperti dilansir AFP, mengungkapkan bahwa Washington telah menghentikan pengiriman 1.800 bom seberat 2.000 pon (907 kg) dan 1.700 bom seberat 500 pon (226 kg) setelah Israel dianggap belum “sepenuhnya mengatasi” kekhawatiran AS mengenai rencana operasi darat besar-besaran ke Rafah.

    AS diketahui dengan tegas menentang serangan darat besar-besaran ke Rafah, dan meyakini bahwa Israel tidak mungkin melancarkan serangan itu sembari menjamin keselamatan lebih dari satu juta warga Palestina yang berlindung di sana.

    Langkah AS itu menandai pertama kalinya, sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu, Presiden Joe Biden bertindak berdasarkan peringatan yang dia berikan kepada Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu pada April lalu, bahwa kebijakan AS terhadap Gaza akan bergantung pada bagaimana Israel memperlakukan warga sipil.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Arab Saudi Wanti-wanti Israel Tidak Invasi Rafah!

    Arab Saudi Wanti-wanti Israel Tidak Invasi Rafah!

    Riyadh

    Pemerintah Arab Saudi memperingatkan Israel untuk tidak menargetkan Rafah, Jalur Gaza bagian selatan, dalam serangan darat. Riyadh menyebut operasi militer Tel Aviv sebagai operasi “berdarah dan sistematis” yang bertujuan untuk mengusir paksa warga Palestina dari Jalur Gaza.

    Seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (7/5/2024), Kementerian Luar Negeri Saudi, dalam pernyataannya, menyebut penargetan yang disengaja terhadap area-area sipil seperti Rafah merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM).

    “Kementerian Luar Negeri menyampaikan peringatan dari Kerajaan Arab Saudi tentang bahaya pasukan pendudukan Israel yang menargetkan kota Rafah sebagai bagian dari kampanye berdarah dan sistematis untuk menyerbu seluruh wilayah Jalur Gaza dan mengusir penduduknya ke tempat yang tidak diketahui, menyoroti kurangnya zona aman setelah kehancuran besar-besaran yang disebabkan oleh mesin perang Israel,” demikian peringatan dari Kementerian Luar Negeri Saudi.

    Militer Israel telah menginstruksikan sekitar 100.000 warga Palestina, pada Senin (6/5) pagi, untuk mulai mengungsi dari Rafah. Instruksi itu menandakan bahwa invasi darat yang sejak lama dijanjikan Tel Aviv akan segera terjadi, dan semakin mempersulit upaya untuk merundingkan gencatan senjata di Jalur Gaza.

    Operasi darat yang akan terjadi di Rafah telah meningkatkan kekhawatiran global, dengan sekutu-sekutu terdekat Israel memperingatkan negara Yahudi itu untuk tidak melaksanakan rencananya. Rafah kini menjadi tempat berlindung bagi lebih dari satu juta warga Palestina yang menghindari gempuran Tel Aviv.

    Serangan darat terhadap Rafah dikhawatirkan akan menimbulkan banyak korban jiwa.

    Saudi menegaskan penolakan tegas terhadap pelanggaran secara terang-terangan yang dilakukan Israel terhadap semua resolusi internasional, dan menyerukan penghentian “pembantaian ini dan pelanggaran terhadap hukum internasional dan hukum kemanusiaan internasional tanpa penolakan”.

    Lebih lanjut, Riyadh mengecam Tel Aviv karena memperburuk krisis kemanusiaan dan membatasi upaya perdamaian internasional melalui tindakan-tindakannya.

    Kementerian Luar Negeri Saudi kembali menyerukan kepada komunitas internasional untuk segera melakukan intervensi guna menghentikan apa yang mereka sebut sebagai genosida yang dilakukan oleh “pasukan pendudukan terhadap warga sipil yang tidak berdaya di wilayah Palestina yang diduduki”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Israel Gempur Rafah Usai Hamas Setujui Gencatan Senjata, 5 Orang Tewas

    Israel Gempur Rafah Usai Hamas Setujui Gencatan Senjata, 5 Orang Tewas

    Rafah

    Serangan udara Israel menewaskan sedikitnya lima orang di Rafah, Jalur Gaza bagian selatan, pada Senin (6/5) malam waktu setempat. Pasukan militer Tel Aviv terus menggempur Jalur Gaza setelah Hamas mengumumkan persetujuan atas tawaran gencatan senjata terbaru.

    Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Selasa (7/5/2024), militer Israel sebelumnya bersumpah akan melancarkan operasi darat secara besar-besaran di wilayah paling selatan di Jalur Gaza, yang kini menjadi tempat berlindung bagi lebih dari satu juta pengungsi Palestina yang menghindari perang.

    Otoritas rumah sakit Kuwait yang ada di Rafah melaporkan pihaknya menerima “lima martir dan beberapa korban luka” setelah serangan udara Israel pada malam hari. Menurut para saksi dan sumber keamanan Palestina, area tersebut saat ini menjadi lokasi aktivitas serangan militer Israel yang intens.

    Laporan koresponden AFP di lapangan menyebut militer Israel melancarkan serangan udara secara intensif terhadap Rafah sesaat sebelum pukul 22.00 waktu setempat, setelah mengulangi seruan agar warga mengungsi ke bagian timur wilayah tersebut.

    Gempuran terbaru Israel ini dilancarkan setelah Hamas, pada Senin (6/5) waktu setempat, menyetujui proposal gencatan senjata untuk perang yang berkecamuk selama tujuh bulan terakhir di Jalur Gaza.

    Kantor Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menyebut proposal gencatan senjata yang disetujui Hamas itu “jauh dari tuntutan penting Israel”. Namun demikian, Tel Aviv tetap mengirimkan perunding untuk melakukan pembicaraan terbaru “untuk menguras potensi demi mencapai kesepakatan”.

    Meskipun ada harapan bahwa persetujuan atas proposal gencatan senjata terbaru akan menghentikan invasi darat ke Rafah, pesawat-pesawat tempur Israel justru terus melancarkan serangan ke wilayah tersebut.

    Juru bicara militer Israel mengatakan bahwa pesawat-pesawat Israel “menargetkan lebih dari 50 sasaran teror di wilayah Rafah” sepanjang Senin (6/5).

    Netanyahu telah berjanji untuk mengirimkan pasukan darat ke Rafah terlepas dari gencatan senjata apa pun yang sedang dibahas. Hal itu jelas menantang kekhawatiran internasional, dengan banyak negara termasuk Amerika Serikat (AS) memperingatkan Israel untuk tidak menginvasi Rafah.

    Dalam pernyataan menanggapi pengumuman Hamas, kantor Netanyahu menegaskan serangan darat terhadap Rafah akan tetap dilaksanakan “untuk memberikan tekanan militer terhadap Hamas guna mempercepat pembebasan para sandera kami”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hamas Setujui Gencatan Senjata Terbaru Gaza, Israel Bilang Gini

    Hamas Setujui Gencatan Senjata Terbaru Gaza, Israel Bilang Gini

    Tel Aviv

    Otoritas Israel mengomentari langkah Hamas menyetujui proposal gencatan senjata terbaru untuk perang yang berkecamuk di Jalur Gaza. Tel Aviv menyebut Hamas hanya menyetujui versi “lebih lunak” dari proposal gencatan senjata yang diajukan Mesir, yang beberapa ketentuan di dalamnya tidak bisa diterima oleh Israel.

    Hamas, pada Senin (6/5) waktu setempat, menyetujui proposal gencatan senjata untuk perang yang berkecamuk selama tujuh bulan terakhir di Jalur Gaza.

    Seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (7/5/2024), seorang pejabat Israel yang enggan disebut namanya mengatakan bahwa apa yang disetujui Hamas merupakan versi “lebih lunak” dari proposal Mesir yang mencakup kesimpulan yang “jauh jangkauannya” yang tidak bisa diterima oleh Tel Aviv.

    “Ini tampaknya merupakan tipu muslihat yang dimaksudkan untuk membuat Israel terlihat seperti pihak yang menolak kesepakatan,” ucap pejabat Israel tersebut.

    Meskipun demikian, pemerintah Israel mengatakan akan tetap mengirimkan delegasi mereka untuk bertemu para mediator guna membahas proposal gencatan senjata terbaru.

    “Meskipun proposal Hamas jauh dari tuntutan penting Israel, Israel akan mengirimkan delegasi level kerja kepada mediator,” demikian pernyataan yang dirilis kantor Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu setelah digelarnya rapat kabinet perang Israel.

    “Kabinet perang dengan suara bulat memutuskan bahwa Israel melanjutkan operasi di Rafah untuk memberikan tekanan militer terhadap Hamas guna mempercepat pembebasan para sandera kami dan tujuan-tujuan perang lainnya,” tegas kantor Netanyahu dalam pernyataannya.

    Juru bicara militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari, pada Senin (6/5), mengatakan bahwa semua proposal mengenai negosiasi pembebasan sandera di Jalur Gaza dianalisis secara serius, dan pada saat yang sama, Israel terus melanjutkan operasi militer di wilayah yang dikuasai Hamas.

    Saat ditanya dalam konferensi pers apakah sikap Hamas menyetujui proposal gencatan senjata akan berdampak pada serangan yang direncanakan di Rafah, Hagari menegaskan operasi akan tetap berlangsung sesuai rencana.

    “Kami memeriksa setiap jawaban dan tanggapan dengan cara paling serius dan mengerahkan setiap kemungkinan terkait negosiasi dan pemulangan para sandera,” jelasnya.

    “Secara paralel, kami masih beroperasi di Jalur Gaza dan akan terus melakukannya,” tegas Hagari.

    Hamas Setujui Proposal Gencatan Senjata Terbaru di Gaza

    Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, sebelumnya dilaporkan telah berbicara dengan PM Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani dan Menteri Intelijen Mesir Abbas Kamel untuk menyampaikan persetujuan yang diberikan Hamas.

    “Memberi tahu mereka soal persetujuan Hamas atas proposal mereka mengenai perjanjian gencatan senjata,” ungkap Hamas dalam pernyataan via situs resminya.

    Seorang pejabat senior Hamas, secara terpisah, menekankan bahwa persetujuan dari kelompoknya “tidak berarti bahwa gencatan senjata telah berlaku” dan menunjukkan bahwa “pihak Israel belum mengkomunikasikan posisinya”.

    “Bola sekarang ada di tangan pendudukan Israel, apakah mereka akan menyetujui perjanjian gencatan senjata atau menghalanginya,” ucap pejabat senior Hamas yang enggan disebut namanya saat berbicara kepada AFP.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Nyaris 2.200 Orang Ditangkap dalam Aksi Pro-Palestina di Kampus AS

    Nyaris 2.200 Orang Ditangkap dalam Aksi Pro-Palestina di Kampus AS

    Washington DC

    Total hampir 2.200 orang ditangkap polisi selama unjuk rasa pro-Palestina yang digelar di kampus-kampus di seluruh wilayah Amerika Serikat (AS) dalam beberapa minggu terakhir. Dalam aksinya, para demonstran yang kebanyakan mahasiswa itu mendirikan kemah dan menduduki bangunan di kampus mereka.

    Seperti dilansir Associated Press, Jumat (3/5/2024), para personel kepolisian di berbagai wilayah AS yang dikerahkan untuk menangani aksi mahasiswa itu terkadang menggunakan peralatan antihuru-hara, kendaraan taktis, bahkan perangkat flash-bang untuk membersihkan lokasi demo.

    Satu polisi secara tidak sengaja menembakkan senjatanya di dalam gedung administrasi Universitas Columbia di New York saat membersihkan para demonstran yang berkemah di dalam gedung. Universitas Columbia menjadi perintis aksi pro-Palestina yang kini meluas ke kampus-kampus lainnya di AS.

    Untungnya, menurut laporan Departemen Kepolisian New York (NYPD), tidak ada yang terluka akibat tembakan yang tidak sengaja dilepaskan oleh polisi di dalam Hamilton Hall di kampus Universitas Columbia pada Selasa (30/4) malam waktu setempat.

    Disebutkan oleh NYPD dalam pernyataannya bahwa polisi itu berusaha menggunakan senter yang terpasang pada senjata api yang dibawanya pada saat itu dan malah menembakkan satu peluru yang mengenai bingkai di dinding.

    Menurut pejabat kepolisian setempat, terdapat beberapa polisi lainnya di sekitar lokasi kejadian, namun tidak ada mahasiswa sama sekali. Rekaman bodycam atau kamera yang terpasang pada tubuh polisi itu menunjukkan momen saat pistol yang dibawa polisi itu meletus.

    Namun kantor kejaksaan setempat sedang melakukan peninjauan, yang menjadi praktik standar untuk insiden semacam itu.

    Lebih dari 100 orang ditahan selama penindakan keras terhadap aksi pro-Palestina di Universitas Columbia beberapa waktu terakhir. Namun angka itu hanya sebagian kecil dari total penangkapan yang terjadi akibat aksi memprotes perang Israel di Gaza yang marak di kampus-kampus AS.

    Penghitungan yang dilakukan Associated Press mencatat setidaknya 56 insiden penangkapan di 43 perguruan tinggi atau universitas berbeda di AS sejak 18 April lalu. Angka tersebut didasarkan pada laporan Associated Press dan pernyataan dari universitas juga lembaga penegak hukum AS.

    Pada Kamis (2/5), polisi menyerbu kerumunan demonstran di Universitas California di Los Angeles (UCLA) dan menahan 200 demonstran setelah ratusan orang mengabaikan perintah untuk meninggalkan lokasi. Beberapa demonstran membentuk rantai manusia saat polisi melepaskan tembakan untuk membubarkan massa.

    Kepolisian merobohkan barikade kayu, palet, pagar besi dan tempat sampah yang disusun para demonstran, kemudian merobohkan kanopi juga tenda.

    Seperti di UCLA, para demonstran yang berkemah yang menyerukan pihak universitas untuk menghentikan bisnis dengan Israel atau perusahaan yang mereka sebut mendukung perang di Jalur Gaza telah menyebar ke kampus-kampus lainnya di AS.

    Israel melabeli aksi pro-Palestina itu sebagai antisemitisme, sedangkan para pengkritik Tel Aviv menyebut tuduhan semacam itu dimaksudkan untuk membungkam oposisi. Para penyelenggara aksi, beberapa di antaranya adalah orang Yahudi sendiri, menyebutnya sebagai gerakan damai untuk membela hak Palestina dan memprotes perang.

    Presiden Joe Biden, pada Kamis (2/5) waktu setempat, membela hak para mahasiswa untuk menggelar aksi protes damai, namun mengecam kekacauan yang terjadi beberapa hari terakhir.

    Aksi pro-Palestina ini dimulai di Universitas Columbia pada 17 April lalu, dengan para mahasiswa menyerukan diakhirinya perang di Gaza yang menewaskan lebih dari 34.000 orang sejauh ini.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini