kab/kota: Tel Aviv

  • Hizbullah-Israel Memanas, WNI di Lebanon Bingung Bertahan atau Pulang

    Hizbullah-Israel Memanas, WNI di Lebanon Bingung Bertahan atau Pulang

    Jakarta

    Serangan ke arah Kota Beirut yang dilakukan pasukan Israel membuat sejumlah warga negara Indonesia (WNI) yang bertahan di Lebanon “lumayan terkejut” dan “bingung memilih bertahan atau pulang”.

    Kedutaan Besar Indonesia di Beirut mencatat setidaknya terdapat 203 WNI yang tinggal di Lebanon, belum termasuk 1.232 personel tentara nasional Indonesia (TNI) yang bertugas di UNIFIL (Pasukan sementara PBB di Lebanon). KBRI Beirut mengatakan telah menyiapkan langkah darurat jika ketegangan semakin meningkat.

    Pengamat Timur-Tengah menilai saling serang antara Hizbullah dan Israel akan terus berlanjut, namun kemungkinan kecil akan pecah perang terbuka antara kedua pihak.

    Suara ‘petir’ di suatu senja

    Jelang adzan Magrib, Ilham Akbar dikejutkan dengan suara “petir” dari luar tempat tinggalnya. Bergegas ia menuju ke balkon dan memastikan apakah itu benar-benar petir seperti yang tergambar dalam pikirannya.

    “Cuma saya lihat ke langit itu seperti tidak ada tanda-tanda hujan atau apa. Dari situ saya langsung mengira bahwa terjadi pengeboman,” kata Ilham kepada BBC News Indonesia, Rabu (31/07), mengenang kejadian yang terjadi sehari sebelumnya.

    Kata dia, lokasi pengeboman ini hanya berjarak satu kilometer dari rumah yang ditempatinya di Dahie pinggiran Kota Beirut bagian selatan.

    Sesaat setelah gemuruh itu berlalu, pria yang sedang menyelesaikan studi S2 di Lebanon mengaku melihat warga berhamburan keluar rumah.

    EPASerangan udara Israel yang terjadi hanya 1 kilometer dari gedung yang ditinggali Ilham Akbar.

    Belakangan, Israel mengeklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut dengan dalih menargetkan seorang komandan Hizbullah yang mereka klaim berada di balik serangan di Dataran Tinggi Golan pada Sabtu lalu bernama Fuad Shukr.

    Dalam keterangan terbaru, i.

    Pada Rabu (31/07) malam, kelompok yang didukung Iran mengatakan jasad Fuad Shukr ditemukan di reruntuhan bangunan yang dihantam serangan udara.

    Empat orang lainnya tewas dalam serangan itu, termasuk dua anak-anak.

    Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati menyebut serangan itu sebagai “tindakan kriminal”.

    ReutersSerangan roket baru-baru ini di Majdal Shams, salah satu dari empat desa di Dataran Tinggi Golan, menewaskan menewaskan 12 anak.

    Dalam serangan di Dataran Tinggi Golan, Israel mengeklaim 12 orang tewas dalam serangan roket Hizbullah. Namun kelompok milisi di Lebanon ini dengan tegas membantah keterlibatannya.

    Menurut Ilham, serangan Israel yang jarang terjadi ke wilayah pusat Lebanon baru-baru ini adalah kedua kalinya, setelah wakil pemimpin Hamas, Saleh al-Arouri, tewas dalam serangan Israel pada 2 Januari lalu di Dahieh. Dalam serangan itu, enam orang lainnya juga tewas.

    “Saya lumayan terkejut karena sebelumnya pejabat Amerika sudah memperingatkan ke Israel supaya enggak menyerang wilayah-wilayah kota yang padat penduduk. Kami juga nggak ekspektasi akan ada serangan di Beirut,” katanya.

    Ilham Akbar, WNI yang sedang menyelesaikan studi S2 jurusan Fiqih Perbandingan Mahzab di Beirut Islamic University, berharap eskalasi tidak semakin meluas menjadi perang terbuka.

    “Kalau misalkan betul-betul terjadi perang, kemudian kita mengevakuasi diri, yang kami takutkan itu untuk kembali ke sini lagi susah.”

    “Untuk mendapatkan visa Lebanon agak sulit. Jadi ya sebisa mungkin kami mempertahankan diri di sini sampai benar-benar selesai,” kata pria asal Aceh itu.

    Sejauh ini, Ilham Akbar mengikuti anjuran dari Kementerian Luar Negeri Indonesia untuk menghindari wilayah-wilayah rawan konflik, termasuk menyiapkan satu tas khusus dokumen penting agar bisa segera dibawa jika situasi semakin mencekam.

    Ia juga mengaku sudah berkali-kali mendapat surat pengumuman “kewaspadaan” dan “kehati-hatian” dari pihak KBRI Beirut. “

    “Ya mohon doanya dari teman-teman. Mudah-mudahan tidak sampai meluas eskalasi perang secara besar,” kata Ilham.

    BBC

    Rahmatul Ula, WNI lainnya yang tinggal di Beirut, Lebanon, mengaku sudah mendapat empat surat pengumuman dari KBRI. Terakhir, KBRI Beirut mengeluarkan pengumuman pada 30 Juli 2024.

    “Ya tentunya bingung. Dalam artian, apa harus tetap bertahan di sini atau memilih pulang saja,” kata ibu tiga anak tersebut.

    Ia mengatakan, “sedikit terguncang” dalam serangan Israel baru-baru ini di Dahieh.

    “Jadi pertimbangannya jadi makin berat untuk bertahan di sini. Karena kan makin melebar ya. Kemarin hanya daerah perbatasan. Sekarang sudah melebar ke daerah biru (aman),” katanya.

    Namun, baik Ilham dan Ula, melihat aktivitas masyarakat di pusat kota masih berjalan seperti biasanya. Toko-toko masih buka. Aktivitas pendidikan berjalan dan kantor pemerintahan berjalan rutin.

    “Kalau daerah kita masih terbilang normal, kegiatan masyarakat juga masih kayak biasa,” kata Ula.

    BBC

    KBRI Beirut siapkan langkah darurat

    Kepala Humas KBRI Beirut di Lebanon, Asrarudin Salam, mengatakan tidak ada laporan WNI yang terluka selama konflik Hizbullah dan Israel, termasuk dalam serangan terbaru di wilayah pada penduduk pada Selasa (30/07) malam.

    “Dari komunikasi kami dengan mereka melalui WhatsApp Group, dalam kondisi selamat tidak ada yang terluka atas serangan yang dilakukan oleh Israel di Kota Beirut maupun di daerah lainnya di Lebanon,” kata Asrarudin kepada BBC News Indonesia.

    Setelah serangan di kawasan Haret Hreik, Dahieh, Beirut selatan, KBRI Beirut juga telah menetapkan status Siaga 1 ke Jakarta.

    “Upaya-upaya pelindungan WNI telah dilakukan dan saat ini masih menunggu keputusan lebih lanjut dari pusat,” tambah Asra.

    Menurutnya, hari-hari setelah serangan terbaru di bagian selatan Beirut, warga setempat sudah kembali beraktivitas seperti biasa meskipun sempat diwarnai “semacam kepanikan” di sejumlah wilayah.

    ReutersWarga sipil Lebanon mengatakan bahwa rumah mereka telah dihantam oleh Israel sebagai balasan atas roket-roket Hizbullah.

    Sejumlah maskapai di Bandara Internasional Rafiq Hariri, kata Asrarudin, sempat ditunda penerbangannya tapi saat ini mulai beroperasi kembali.

    “Hari ini, itu penerbangan-penerbangan yang sempat tertunda karena khawatir eskalasi meninggi di Beirut, namun kemudian masuk kembali ke Beirut seperti biasa, menurunkan penumpang,” kata pria yang bertugas sebagai Pelaksana Fungsi Penerangan, Sosial dan Budaya di KBRI Beirut.

    Asrarudin menambahkan, terdapat 203 WNI yang saat ini berada di Lebanon. Jumlahnya mulai berkurang karena sebagian “memutuskan pulang” atau pindah ke negara lain yang lebih aman.

    “Sehingga jumlah WNI semakin berkurang setiap harinya,” katanya.

    Dalam pengumuman yang dikeluarkan KBRI Beirut pada Selasa (30/07) disebutkan agar WNI “terus meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian” sebagai antisipasi eskalasi konflik Israel dan Hizbullah.

    Getty ImagesAsap mengepul menyusul serangan udara Israel di desa perbatasan selatan Lebanon, Chihine, pada 28 Juli 2024.

    Kementerian Luar Negeri RI (Kemenlu) mengimbau seluruh WNI di Lebanon untuk memastikan sudah memproses lapor diri kepada KBRI Beirut dan mempertimbangkan untuk dapat keluar dari Lebanon untuk sementara waktu secara mandiri hal yang diklaim Asrarudin sudah dilakukan oleh KBRI Beirut.

    Selain itu, pihak Kemenlu juga meminta WNI menunda rencana perjalanan ke Lebanon “hingga kondisi keamanan telah membaik”.

    Selain 203 WNI, KBRI Beirut juga melaporkan terdapat 1.232 personel TNI yang bergabung dalam UNIFIL. Sebagian besar dari mereka berada di bagian selatan Lebanon – dekat perbatasan Israel.

    “Jadi ada yang bertugas di laut, Marine Task Force, KRI Diponegoro 365, itu personilnya kurang lebih 120 orang. Sisanya itu, seribuan itu adanya di wilayah selatan, yang sampai saat ini masih diserang terus oleh IDF Israel,” kata Asra.

    Kata Asrarudin, sejauh ini tidak ada laporan terkait dengan personel TNI yang terluka selama konflik berlangsung.

    “Mereka sudah punya SOP sendiri yang ditetapkan oleh PBB, oleh UNIFIL. Sementara kami dari KBRI Beirut itu menetapkan rencana kontingensi khusus untuk masyarakat sipil,” katanya.

    Namun, sambung Asra, dalam praktiknya jika eskalasi semakin tinggi, maka KBRI Beirut akan berkolaborasi dengan TNI di UNIFIL untuk mengevakuasi WNI keluar dari Lebanon baik jalur udara, darat maupun laut.

    “Nah kalau lewat jalur laut, TNI UNIFIL sudah menyatakan kesiapannya, KRI Diponegoro dalam hal ini, akan mengangkut seluruh WNI untuk dibawa ke tempat yang lebih aman. Misalnya ke Siprus atau ke Turki Jadi langkah kontingensinya sudah sangat siap,” lanjut Asra.

    Mengapa terjadi eskalasi konflik Hizbullah-Israel, dan bagaimana kerusakannya?

    Hizbullah dan Israel sudah saling serang sehari setelah serangan Hamas ke Tel Aviv pada 07 Oktober 2023. Hizbullah mengatakan serangan ini sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina.

    Saling serang antara pasukan Hizbullah dengan Israel lebih banyak terjadi di wilayah perbatasan Lebanon bagian Selatan dan telah berlangsung berbulan-bulan, meskipun tidak memasuki perang secara terbuka.

    Puncaknya yang membuat konflik makin mencekam adalah serangan di lapangan olahraga di Dataran Tinggi Golan pada akhir pekan lalu.

    Pihak Israel mengeklaim kelompok milisi Hizbullah yang berbasis di Lebanon berada di balik serangan yang menewaskan 12 anak-anak dan remaja tersebut. Sebaliknya, Hizbullah dengan tegas membantah keterlibatannya.

    Getty ImagesKeluarga korban dan orang-orang terdekat menangisi kematian salah-seorang korban serangan rudal di Dataran Tinggi Golan.

    Sejumlah kalangan mengkhawatirkan serangan yang menewaskan 12 orang ini memicu terjadi perang terbuka.

    Israel merebut sekitar 1.200 km Dataran Tinggi Golan tempat Suriah menyerangnya dalam perang Timur Tengah tahun 1967.

    Israel kemudian mencaplok wilayah tersebut pada tahun 1981, sebuah tindakan yang tidak diakui oleh sebagian besar komunitas internasional.

    Dataran Tinggi Golan yang sejak dulu diduduki warga Suriah ini juga berbatasan dengan Lebanon dan menjadi pangkalan dan pos militer Israel.

    Baca juga:

    Serangan yang terjadi hampir tiap hari antara Hizbullah dan Israel telah menyebabkan kehancuran bagi kedua belah pihak.

    BBC menganalisis data dari Armed Conflict Location and Event Data (ACLED) yang menunjukkan kedua pihak secara total melancarkan 7.491 serangan lintas batas udara pada periode 8 Oktober 2023 – 5 Juli 2024.

    PBB mengatakan serangan-serangan ini memaksa 90.000 orang di Lebanon mengungsi, serta 100 warga sipil, dan 366 pejuang Hizbullah tewas dalam serangan Israel.

    Di sisi Israel, pejabat setempat mengatakan serangan Hizbullah telah memaksa 60.000 warga sipil mengungsi, dan 33 orang tewas termasuk 10 warga sipil.

    Kota Lebanon yang paling parah terdampak serangan adalah Aita el Shaab, Kfar Kila dan Blida dengan 3.200 bangunan kemungkinan mengalami kerusakan.

    Di sisi lain, media Israel melaporkan lebih dari 1.000 bangunan telah rusak sejak Oktober 2023.

    BBC

    Apakah ketegangan di Lebanon akan semakin memburuk?

    Pengamat Timur-Tengah dari Universitas Gadjah Mada, Siti Mutiah Setiawati, mengatakan “Lebanon memang negara yang termasuk istimewa atau unik di Timur Tengah”.

    Hal ini disebabkan penduduknya memiliki ragam keyakinan, atau tidak dikuasai sepenuhnya oleh kelompok Hizbullah.

    Mutiah menyinggung Pakta Nasional 1943 yang menjadi dasar pendirian Lebanon sebagai negara multi-keyakinan.

    Perjanjian tak tertulis yang masih berlaku hingga kini mendistribusikan kekuasaan pemerintahan Lebanon pada kelompok Kristen Maronit, Sunni, Syiah, Druze hingga Ortodoks Yunani.

    BBC

    Sistem politik Lebanon

    Jabatan politik di Lebanon dibagi berdasarkan perjanjian pembagian kekuasaan untuk memastikan bahwa tiga blok agama utama Syiah, Sunni dan Kristen terwakiliPakta Nasional tahun 1943 menetapkan pembagian ini, yang menyatakan bahwa presiden harus beragama Kristen, perdana menteri beragama Islam Sunni, dan ketua parlemen beragama Islam Syiah.Presiden dipilih oleh dua pertiga mayoritas parlemen, atau 85 dari 128 anggota legislatifBeberapa upaya di parlemen telah gagal untuk menyepakati presiden secara konsensus, beberapa di antaranya karena boikot dari anggota parlemen.

    BBC

    “Maka warnanya itu memang beda dengan negara-negara Arab lain. Jadi kemudian kalau ada serangan dari Lebanon itu memang bukan mewakili negara. Tapi Hizbullah itu mewakili gerakan politik Islam,” kata Mutiah.

    Sejauh ini serangan yang dilancarkan Israel ke Lebanon lebih pada tokoh-tokoh Hizbullah yang didominasi Islam Syiah. Dan, perang antara Hizbullah dan Israel sudah terjadi sejak lama, termasuk konflik yang terjadi pada 2006.

    “Jadi ini kalau sikap Israel yang kemudian menjadikan Hizbullah itu menjadi target,” kata Mutiah.

    Menurutnya, perang Hizbullah dengan Israel akan terus berlanjut tapi belum tentu pecah sampai perang antar negara.

    “Kalau Lebanon mungkin karena penguasanya Kristen Maronit itu saya pesimis,” katanya.

    Lebanon juga sedang didera krisis ekonomi dalam satu dekade terakhir.

    Ia justru lebih khawatir pecah perang antara Iran dengan Israel setelah kematian pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh di Teheran.

    “Dan yang paling mengkhawatirkan Iran ya sejauh ini ya karena kedaulatannya merasa diguncang setelah serangan pimpinan Hamas. Mengkhawatirkan bagi Israel. Karena dia (Iran) punya nuklir,” kata Mutiah.

    (ita/ita)

  • AS Bersiap untuk Semua Skenario, Kerahkan Kapal Perang-Evakuasi Warga

    AS Bersiap untuk Semua Skenario, Kerahkan Kapal Perang-Evakuasi Warga

    Washington DC

    Pembunuhan para pejabat senior kelompok Hizbullah dan Hamas hanya berselang beberapa jam, telah mendorong Iran dan proksi-proksinya bereaksi terhadap dua operasi yang dituduh telah dilakukan Israel.

    Amerika Serikat (AS), sebagai sekutu Israel pun bersiap menghadapi potensi eskalasi konflik. Terlebih, seperti dilansir Al Arabiya, Jumat (2/8/2024), Washington dipandang ikut terlibat karena mendukung Israel dengan intelijen dan persenjataan. Dukungan ini dimanfaatkan oleh Iran dan Hizbullah untuk mengancam aset-aset yang ada di kawasan Timur Tengah.

    “Kami sedang mempersiapkan semua skenario, potensi evakuasi warga Amerika dari kawasan tersebut atau serangan terhadap pasukan kami,” ucap seorang pejabat AS, yang enggan disebut namanya, kepada Al Arabiya English.

    Pentagon memerintahkan sejumlah kapal perang dan aset militer AS lainnya bergerak ke Timur Tengah tak lama setelah serangan mengejutkan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober tahun lalu. Alasan utamanya, menurut pejabat AS itu, adalah mencegah Iran atau kelompok lain yang didukungnya membuka front kedua.

    Pejabat AS tersebut mengonfirmasi bahwa sedikitnya ada 12 kapal perang Amerika di kawasan itu, termasuk kapal induk USS Theodore Roosevelt, dan lebih dari 4.000 personel marinir dan pelaut AS. The Washington Post menjadi media pertama yang melaporkan jumlah kapal dan personel militer tersebut.

    Namun demikian, aset-aset tersebut yang mencakup kapal-kapal penghancur dan kapal amfibi, telah berada di wilayah tersebut selama berbulan-bulan.

    “Belum ada perintah baru secara khusus, apakah itu evakuasi atau lainnya. Tapi kami jelas berada dalam posisi untuk melaksanakan, sesuai kebutuhan, setiap perintah yang diberikan,” ujar salah satu pejabat AS lainnya, yang enggan disebut namanya, saat berbicara kepada Al Arabiya English.

    Departemen Luar Negeri AS telah mengimbau setiap warga negara Amerika untuk tidak bepergian ke Lebanon atau Israel bagian utara saat ketegangan antara Hizbullah dan Tel Aviv terus meningkat. Beberapa maskapai penerbangan juga membatalkan penerbangan tujuan kedua negara tersebut.

    Namun sejauh ini belum ada keputusan yang diambil untuk mengevakuasi warga negara atau pegawai pemerintah AS dari kedua negara itu.

    Pasukan AS di Irak-Suriah Bersiap Hadapi Serangan

    Para pejabat Washington mengungkapkan mereka telah diberi informasi sesaat sebelum operasi militer Israel yang menewaskan komandan Hizbullah, Fuad Shukr, di Beirut, Lebanon. Namun AS membantah telah memainkan peran apa pun dalam serangan tersebut.

    Tel Aviv telah mengaku bertanggung jawab atas serangan yang menewaskan Shukr di pinggiran selatan Beirut, dan menyebut serangan itu merespons serangan roket yang menewaskan 12 orang di Dataran Tinggi Golan pada akhir pekan, yang diyakini didalangi oleh Hizbullah — meskipun kelompok itu membantah.

    Pasukan AS yang ada di kawasan itu bersiap menghadapi potensi serangan terhadap posisi mereka di wilayah Irak dan Suriah usai serangan Israel tersebut.

    “Ini adalah modus operandi mereka, jadi kami mengantisipasi Iran atau kelompok yang didukungnya akan mengeluarkan perintah untuk menargetkan pasukan kami. Itu adalah apa yang telah mereka lakukan di masa lalu dan apa yang kami harapkan sekarang,” ucap salah satu pejabat AS tersebut.

    Potensi eskalasi meningkat setelah operasi kedua terjadi ketika pemimpin biro politik Hamas, Ismail Haniyeh, terbunuh dalam serangan di Iran. Haniyeh berada di negara itu dalam rangka menghadiri seremoni pelantikan Presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian.

    Para pejabat AS meyakini Israel mendalangi pembunuhan Haniyeh dan menegaskan Washington tidak turut terlibat.

    Shukr dan Haniyeh telah ditetapkan sebagai teroris oleh pemerintah AS, dan keduanya dituduh berperan penting dalam pengeboman Barak Korps Marinir AS di Beirut pada 23 Oktober 1983 silam, yang menewaskan 241 tentara AS.

    Baik Hizbullah, Hamas dan pendukung utama mereka di Iran, serta proksi-proksi regional lainnya yang didukung Teheran, semuanya telah bersumpah untuk merespons serangan yang menewaskan Shukr dan Haniyeh.

    Wakil Presiden Keterlibatan Internasional pada Institut Timur Tengah, Paul Salem, memperkirakan Hizbullah dan Iran pasti akan membalas. “Dan sulit membayangkan bahwa mereka akan membidik apa pun kecuali target bernilai tinggi di Tel Aviv untuk menunjukkan kesimetrisan setelah serangan di Teheran dan Beirut. Hal ini akan mengakibatkan eskalasi otomatis dan besar,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Pemimpin Hamas Disebut Tewas karena Bom Tersembunyi, Bukan Rudal

    Pemimpin Hamas Disebut Tewas karena Bom Tersembunyi, Bukan Rudal

    Teheran

    Laporan media terkemuka Amerika Serikat (AS), New York Times, menyebut bahwa pemimpin biro politik Hamas, Ismail Haniyeh, tewas akibat bom yang diselundupkan ke dalam wisma tamu yang ditinggalinya selama berada di Teheran, Iran.

    Laporan itu berbeda dengan laporan media pemerintah Iran sebelumnya, yang menyebut Haniyeh tewas akibat serangan rudal yang menghantam kediaman yang ditempatinya setelah menghadiri pelantikan Presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian.

    Seperti dilaporkan New York Times dan dilansir Al Arabiya, Jumat (2/8/2024), laporan New York Times yang mengutip sejumlah sumber pejabat Timur Tengah dan AS menyebut bom atau peledak itu disembunyikan di dalam wisma tamu yang ditempati Haniyeh sejak dua bulan sebelumnya.

    Bom itu, menurut laporan NYT, diledakkan dari jarak jauh setelah Haniyeh dipastikan berada di dalam kamarnya.

    Wisma tamu yang ditempati Haniyeh itu terletak di lingkungan kelas atas di wilayah Teheran bagian utara dan merupakan bagian dari kompleks yang disebut sebagai Neshat, yang dikelola dan dilindungi oleh Korps Garda Revolusi Iran (IRGC).

    Disebutkan NYT dalam laporannya bahwa Haniyeh sudah beberapa kali menginap di wisma tamu tersebut selama kunjungannya ke Teheran.

    Para pejabat AS, menurut laporan NYT, meyakini bahwa Israel berada di balik pembunuhan Haniyeh, dan para pejabat intelijen Tel Aviv telah memberikan pengarahan kepada Washington dan pemerintah negara Barat lainnya tak lama setelah kejadian tersebut.

    Meskipun Hamas dan Iran menuduh Israel sebagai dalang di balik pembunuhan Haniyeh, pemerintah maupun militer Tel Aviv belum mengaku bertanggung jawab.

    Laporan NYT yang juga mengutip tiga pejabat Iran, yang enggan disebut namanya, menggambarkan pembunuhan Haniyeh itu sebagai “kegagalan besar” bagi intelijen dan keamanan Teheran.

    Disebutkan oleh para pejabat Iran tersebut bahwa insiden itu “sangat memalukan” bagi Garda Revolusi Iran, yang menggunakan kompleks tersebut untuk pertemuan rahasia dan menjamu tamu-tamu terkemuka seperti Haniyeh.

    Haniyeh berada di Iran untuk menghadiri seremoni pelantikan Pezeshkian. Garda Revolusi Iran mengonfirmasi Haniyeh dan seorang pengawalnya tewas setelah kediaman yang menjadi tempat mereka menginap di Teheran diserang.

    Sebelumnya, kantor berita Iran, Fars News Agency, melaporkan bahwa Haniyeh yang sedang berada di Teheran tewas akibat “serangan rudal yang diluncurkan dari udara” pada Rabu (31/7) waktu setempat. Namun tidak disebut lebih lanjut soal pelaku yang meluncurkan serangan rudal tersebut.

    Sedangkan Hamas menyatakan Haniyeh terbunuh “dalam serangan udara Zionis di kediamannya di Teheran” setelah dia menghadiri pelantikan Pezeshkian sebagai Presiden baru Iran.

    Laporan NYT yang mengutip para pejabat Iran juga menyebut pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, memerintahkan serangan langsung terhadap Israel. Khamenei bersumpah akan melakukan pembalasan dan mengatakan bahwa membalas kematian Haniyeh adalah tugas Iran, mengingat hal itu terjadi di wilayah Iran.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Pemimpin Hamas Tewas karena Serangan Rudal ke Kediamannya di Iran

    Pemimpin Hamas Tewas karena Serangan Rudal ke Kediamannya di Iran

    Teheran

    Pemimpin biro politik Hamas, Ismail Haniyeh, dilaporkan tewas akibat serangan rudal yang menghantam kediaman yang ditinggalinya selama berada di Teheran, ibu kota Iran, pada Rabu (31/7). Serangan ini terjadi setelah Haniyeh menghadiri pelantikan Presiden baru Iran Masoud Pezeshkian sehari sebelumnya.

    Seperti dilansir AFP, Rabu (31/7/2024), kantor berita Iran, Fars News Agency, melaporkan bahwa Haniyeh yang sedang berada di Teheran usai menghadiri seremoni pelantikan Pezeshkian pada Selasa (30/7), tewas akibat “serangan rudal yang diluncurkan dari udara” pada Rabu (31/7).

    “Haniyeh, yang datang ke Iran untuk menghadiri seremoni pelantikan presiden, sedang tinggal di salah satu kediaman khusus veteran perang di Teheran bagian utara, ketika dia menjadi martir oleh sebuah rudal yang diluncurkan dari udara,” kata berita Fars dalam laporannya.

    Sejumlah media lokal Iran lainnya menyampaikan laporan serupa.

    Tidak disebutkan lebih lanjut soal siapa dalang utama di balik serangan rudal yang menewaskan Haniyeh tersebut. Tidak disebutkan juga dari mana asal serangan rudal tersebut.

    Namun, kelompok Hamas yang menguasai Jalur Gaza, dalam pernyataannya seperti dilansir Associated Press, menyebut Haniyeh tewas akibat “serangan udara Zionis” yang merujuk pada Israel.

    Laporan Associated Press menyebut bahwa Hamas menyatakan Haniyeh terbunuh “dalam serangan udara Zionis di kediamannya di Teheran” setelah dia menghadiri pelantikan Pezeshkian sebagai Presiden baru Iran, bersama dengan para pejabat Hamas lainnya dan para pejabat dari kelompok Hizbullah.

    “Hamas menyatakan kepada rakyat besar Palestina dan rakyat negara-negara Arab dan negara-negara Islam, serta seluruh rakyat yang bebas di dunia, saudara pemimpin Ismail Haniyeh telah menjadi martir,” demikian pernyataan singkat Hamas mengonfirmasi kematian Haniyeh pada Rabu (31/7).

    Dalam pernyataan lainnya, Hamas mengutip pernyataan Haniyeh sebelumnya yang menyebut perjuangan Palestina memiliki “harga” dan “kami siap menanggung harga ini: mati syahid demi Palestina, dan demi Tuhan Yang Maha Kuasa, dan demi martabat bangsa ini”.

    Sejauh ini, pemerintah dan militer Israel maupun kantor Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu belum secara resmi mengomentari kematian Haniyeh.

    Tapi diketahui bahwa Tel Aviv pernah bersumpah untuk membunuh Haniyeh dan para pemimpin Hamas lainnya terkait serangan mematikan kelompok militan itu pada 7 Oktober tahun lalu terhadap Israel, yang menewaskan 1.200 orang dan membuat lebih dari 250 orang lainnya disandera.

    Serangan Hamas itu memicu perang tanpa henti di Jalur Gaza, yang dilaporkan telah menewaskan lebih dari 39.000 orang.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Presiden Palestina Kutuk Pembunuhan Pemimpin Hamas: Tindakan Pengecut!

    Presiden Palestina Kutuk Pembunuhan Pemimpin Hamas: Tindakan Pengecut!

    Ramallah

    Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengutuk keras pembunuhan pemimpin biro politik Hamas, Ismail Haniyeh, dalam serangan yang disebut didalangi oleh Israel di wilayah Iran. Abbas menyebut pembunuhan Haniyeh sebagai “tindakan pengecut”.

    “Presiden Mahmoud Abbas dari Negara Palestina mengutuk keras pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh, menganggapnya sebagai tindakan pengecut dan eskalasi yang serius,” demikian pernyataan kantor Presiden Palestina, seperti dilaporkan kantor berita Palestina, WAFA dan dilansir Al Arabiya, Rabu (31/7/2024).

    “Dia mendesak rakyat kami dan pasukan mereka untuk bersatu, tetap bersabar, dan berdiri teguh melawan pendudukan Israel,” imbuh pernyataan tersebut.

    Dalam pernyataan terpisah kepada Al Arabiya, penasihat kepresidenan Palestina menyebut pembunuhan Haniyeh sebagai “kejahatan baru” Israel.

    “Pembunuhan Ismail Haniyeh adalah kejahatan baru Israel. Kami mendukung Hamas dan kita sekarang harus bersatu,” cetusnya.

    Kelompok Hamas telah mengonfirmasi kematian Haniyeh, yang merupakan pemimpin politik mereka, saat berada di Iran. Hamas menyebut Haniyeh tewas dalam serangan Israel di Teheran, setelah dia menghadiri seremoni pelantikan Presiden baru Iran Masoud Pezeshkian.

    “Saudara-saudara, para pemimpin, mujahid Ismail Haniyeh, pemimpin gerakan ini, tewas dalam serangan Zionis di markas besarnya di Teheran setelah dia berpartisipasi dalam pelantikan presiden baru (Iran),” sebut kelompok Hamas dalam pernyataannya.

    Kematian Haniyeh juga dikonfirmasi oleh Garda Revolusi Iran, yang merupakan sekutu Hamas. Disebutkan oleh Garda Revolusi Iran bahwa kediaman yang ditinggali Haniyeh di Teheran diserang dan dia terbunuh bersama salah satu pengawalnya.

    “Kediaman Ismail Haniyeh, kapala kantor politik Perlawanan Islam Hamas, diserang di Teheran, dan akibat dari insiden ini, dia dan salah satu pengawalnya mati syahid,” sebut Garda Revolusi Iran dalam pernyataannya.

    Garda Revolusi Iran menambahkan bahwa serangan yang menewaskan Haniyeh itu sedang diselidiki lebih lanjut. “Penyebabnya sedang diselidiki dan akan segera diumumkan,” imbuh pernyataan tersebut.

    Pemerintah Israel maupun kantor Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu belum secara resmi mengomentari kematian Haniyeh.

    Namun Tel Aviv diketahui pernah bersumpah untuk membunuh Haniyeh dan para pemimpin Hamas lainnya terkait serangan mematikan kelompok militan itu pada 7 Oktober tahun lalu terhadap Israel, yang menewaskan 1.200 orang dan membuat lebih dari 250 orang lainnya disandera.

    Reaksi keras diberikan oleh Hamas, dengan salah satu pejabat seniornya, Moussa Abu Marzouk, yang dikutip televisi Al-Aqsa TV yang dikelola Hamas, menyebut pembunuhan Haniyeh di Teheran sebagai “tindakan pengecut yang tidak akan dibiarkan begitu saja”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Menteri Israel Sambut Kematian Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh

    Menteri Israel Sambut Kematian Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh

    Tel Aviv

    Pemerintah Israel belum memberikan pernyataan resmi terkait laporan kematian pemimpin biro politik Hamas, Ismail Haniyeh, dalam serangan di Iran. Namun, salah satu menteri dalam kabinet pemerintahan Israel menyambut kematian Haniyeh dalam pernyataan via media sosial.

    “Ini adalah cara yang tepat untuk membersihkan dunia dari kotoran ini,” tulis Menteri Warisan Israel, Amichay Eliyahu, dalam pernyataannya via media sosial mengomentari laporan kematian Haniyeh, seperti dilansir The Times of Israel, Rabu (31/7/2024).

    Eliyahu menjadi pejabat senior pemerintah Israel yang pertama memberikan reaksi atas kabar kematian Haniyeh.

    Komentar Eliyahu itu muncul saat laporan media-media lokal berbahasa Ibrani menyebut Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu memerintahkan jajaran menterinya untuk tetap diam mengenai laporan pembunuhan Haniyeh di Teheran, Iran.

    Pemerintah Israel maupun kantor Netanyahu belum secara resmi mengomentari kematian Haniyeh.

    Namun Eliyahu dengan komentarnya mengisyaratkan Israel berada di balik kematian Haniyeh di Teheran. Eliyahu merupakan anggota partai sayap kanan Otzma Yehudit, yang dipimpin oleh Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir yang kontroversial.

    “Tidak ada lagi perjanjian ‘perdamaian’/penyerahan diri khayalan, tidak ada lagi belas kasihan bagi orang-orang yang mati ini,” tulis Eliyahu dalam postingan media sosialnya mengomentari sebuah artikel berita yang mengumumkan kematian Haniyeh.

    “Tangan besi yang akan memukul mereka adalah yang akan memberikan ketenangan dan sedikit kenyamanan, serta memperkuat kemampuan kita untuk hidup damai bersama mereka yang mencari perdamaian,” sebutnya.

    “Kematian Haniyeh membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik,” cetus Eliyahu dalam komentarnya.

    Hamas Tegaskan Kematian Haniyeh ‘Tak Akan Dibiarkan Begitu Saja’

    Kelompok Hamas sebelumnya mengonfirmasi kematian Haniyeh, yang merupakan pemimpin politik mereka, saat berada di Iran. Hamas menyebut Haniyeh tewas dalam serangan Israel di Teheran, ketika dia menghadiri seremoni pelantikan Presiden baru Iran Masoud Pezeshkian.

    “Saudara-saudara, para pemimpin, mujahid Ismail Haniyeh, pemimpin gerakan ini, tewas dalam serangan Zionis di markas besarnya di Teheran setelah dia berpartisipasi dalam pelantikan presiden baru (Iran),” sebut kelompok Hamas dalam pernyataannya.

    Kematian Haniyeh menuai reaksi keras, dengan pejabat senior Hamas Moussa Abu Marzouk, yang dikutip televisi Al-Aqsa TV yang dikelola Hamas, menyebut pembunuhan Haniyeh di Teheran pada Rabu (31/7) sebagai “tindakan pengecut yang tidak akan dibiarkan begitu saja”.

    Dalam pernyataan terpisah, seorang pejabat Hamas lainnya, Sami Abu Zuhri, mengatakan kepada Reuters bahwa pembunuhan tersebut merupakan eskalasi besar yang tidak akan mencapai tujuannya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Horor Puluhan Jasad Ditemukan di Khan Younis Usai Penyerbuan Israel

    Horor Puluhan Jasad Ditemukan di Khan Younis Usai Penyerbuan Israel

    Gaza City

    Pasukan Israel mengakhiri penyerbuan selama sepekan yang berlangsung di area Khan Younis sebelah timur, yang masih berada di wilayah Jalur Gaza. Puluhan jenazah ditemukan di area tersebut setelah ribuan warga Palestina kembali ke rumah mereka yang kini tinggal puing.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Rabu (31/7/2024), para pejabat kesehatan Palestina melaporkan bahwa para petugas penyelamat sejauh ini menemukan sedikitnya 42 jenazah warga Palestina yang tewas dalam penyerbuan Israel ke wilayah timur Khan Younis.

    Dinas Urusan Darurat Sipil Gaza, secara terpisah, mengatakan upaya pencarian lebih lanjut sedang dilakukan dengan sekitar 200 orang dilaporkan masih hilang.

    Militer Israel, dalam pernyataannya, mengklaim pasukannya telah membunuh lebih dari 150 pria bersenjata Palestina dalam penyerbuan selama sepekan di area tersebut. Diklaim juga bahwa pasukan Tel Aviv telah menghancurkan terowongan militan dan menyita persenjataan dalam penyerbuan itu.

    Militer Israel sebelumnya menyebut penyerbuan ke wilayah timur Khan Younis tersebut bertujuan untuk mencegah sayap bersenjata Hamas berkumpul kembali.

    Setelah pasukan Israel menarik diri dari area tersebut, banyak warga sipil Palestina yang kembali ke rumah-rumah mereka dengan berjalan kaki dan menggunakan kereta keledai yang membawa barang-barang mereka.

    Banyak yang mendapati rumah mereka telah rusak atau hancur.

    Sejumlah saksi mata menuturkan bahwa pasukan militer Israel meratakan pemakaman utama di area Bani Suhaila, kota di pinggiran timur Khan Younis yang menjadi fokus utama penyerbuan Tel Aviv. Rumah-rumah dan jalanan di sekitar pemakaman itu juga ikut diratakan dengan buldoser.

    “Saya kembali, dan saya beriman kepada Tuhan. Saya tidak tahu apakah kami akan hidup atau mati, tapi ini semua demi tanah air. Meskipun menderita, kami bersabar dan insya Allah kami akan meraih kemenangan,” ucap salah satu warga bernama Etimad Al-Masri, yang berjalan kaki sejauh lima kilometer untuk pulang ke rumahnya.

    Banyak warga setempat yang mengaku sudah beberapa kali mengungsi dari rumah mereka.

    “Kami berharap akan ada gencatan senjata dan ketenangan. Kami berharap mereka bertindak berdasarkan gencatan senjata sehingga kami bisa hidup dalam keamanan dan keselamatan,” kata seorang warga lainnya bernama Walid Abu Nsaira yang juga berjalan kaki pulang ke rumahnya.

    Upaya terbaru untuk merundingkan gencatan senjata melalui mediator, yang telah berlangsung selama berbulan-bulan, sekali lagi berujung kegagalan. Pada Senin (29/7) waktu setempat, Israel dan Hamas saling menyalahkan atas kurangnya kemajuan dalam perundingan tersebut.

    Hamas menginginkan perjanjian gencatan senjata untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza. Sedangkan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menegaskan perang hanya akan berhenti setelah Hamas dikalahkan dan dihancurkan.

    Ada juga perbedaan pendapat mengenai bagaimana kesepakatan itu akan dilaksanakan.

    Laporan terbaru otoritas kesehatan Gaza menyebut lebih dari 39.000 orang tewas akibat rentetan serangan Israel di Jalur Gaza sejak Oktober tahun lalu. Sementara laporan Israel menyebut sekitar 330 tentaranya tewas dalam pertempuran melawan Hamas di Jalur Gaza.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Korban Tewas di Gaza Akibat Serangan Israel Tembus 39 Ribu Jiwa

    Korban Tewas di Gaza Akibat Serangan Israel Tembus 39 Ribu Jiwa

    Jakarta

    Jumlah korban tewas di Gaza, Palestina, akibat serangan Israel terus bertambah. Total korban tewas hingga saat ini mencapai 39.258 ribu jiwa.

    Dilansir AFP, Sabtu (27/7/2024), Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas melaporkan setidaknya 39.258 orang tewas selama lebih dari 9 bulan Israel menyerang Gaza sejak 7 Oktober 2024.

    Dalam 48 jam terakhir tercatat 83 orang tewas. Sementara, jumlah korban luka tercatat sebanyak 90.589 jiwa.

    Seperti diketahui, Militer Israel melancarkan serangan udara terbaru terhadap Jalur Gaza saat Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu mengunjungi Amerika Serikat (AS). Gempuran terbaru Tel Aviv ini dilaporkan menghancurkan rumah-rumah di area Khan Younis bagian timur, dan memaksa ribuan warga sipil mengungsi.

    Seperti dilansir Reuters, Kamis (25/7), serangan udara terbaru Israel terhadap Jalur Gaza itu dilancarkan beberapa jam sebelum Netanyahu berpidato di hadapan Kongres AS pada Rabu (24/7) siang waktu AS. Dalam pidatonya, Netanyahu menegaskan tekad untuk terus berperang hingga Hamas dihancurkan.

    Layanan Darurat Sipil Palestina, dalam pernyataannya, mengungkapkan pihaknya menerima panggilan darurat dari warga-warga yang terjebak di rumah-rumah mereka di area Bani Suhaila, Khan Younis bagian timur, namun akses ke kota tersebut sulit dicapai.

    Para petugas medis di Jalur Gaza kemudian melaporkan bahwa dua warga Palestina terbunuh dalam serangan udara di area Bani Suhaila, yang menurut sayap bersenjata Hamas, menjadi lokasi para petempur meledakkan sebuah bom terhadap kendaraan pengangkut pasukan Israel.

    (whn/whn)

  • Pemerintahan Baru Inggris Beri Lampu Hijau Jika ICC Tangkap Netanyahu

    Pemerintahan Baru Inggris Beri Lampu Hijau Jika ICC Tangkap Netanyahu

    Jakarta

    Inggris di bawah pemerintahan baru yang dipimpin Partai Buruh, akan memiliki sikap berbeda dengan sebelumnya soal Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menerbitkan surat perintah menangkap Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu. Netanyahu telah diduga melakukan kejahatan perang di Jalur Gaza.

    Seperti dilansir The Guardian, Selasa (9/7/2024), pada tahun 2021 lalu, ICC memutuskan bahwa meskipun Palestina bukan negara berdaulat, ICC memiliki yurisdiksi atas dugaan pelanggaran Statuta Roma, piagam fundamental ICC, di wilayah Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza.

    Dalam pengajuan kepada ICC yang disampaikan pemerintahan sebelumnya di bawah mantan PM Rishi Sunak, Inggris menyebut ICC tidak memiliki yurisdiksi atas warga negara Israel. Upaya London menghalangi ICC merilis perintah penangkapan itu diajukan pada 10 Juni lalu, namun baru diungkap dua minggu lalu oleh ICC.

    Majelis pra-peradilan ICC memberikan waktu kepada Inggris hingga 12 Juli untuk mengajukan gugatan secara penuh. Namun kini tampaknya sangat kecil kemungkinannya bahwa pemerintahan baru Inggris akan meneruskan gugatan itu, sehingga menghilangkan potensi penundaan untuk keputusan ICC soal perintah penangkapan tersebut.

    PM Keir Starmer Batalkan Upaya Sunak

    Pemerintahan baru Inggris yang dipimpin PM Keir Starmer dilaporkan akan membatalkan upaya, yang diajukan pemerintahan sebelumnya, untuk menunda ICC dalam mengambil keputusan dalam menerbitkan surat perintah penangkapan bagi Netanyahu.

    Perkembangan terbaru ini mencuat ketika Starmer mengatakan kepada Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, bahwa dirinya meyakini rakyat Palestina memiliki hak yang tidak bisa disangkal atas negara Palestina.

    Dalam percakapan telepon dengan Abbas pada Minggu (7/7) waktu setempat, Starmer berbicara soal “penderitaan yang berkelanjutan dan hilangnya banyak nyawa” di Jalur Gaza.

    Dia juga berbicara via telepon dengan Netanyahu untuk menguraikan kebutuhan yang “jelas dan mendesak” bagi gencatan senjata di Jalur Gaza.

    “Dia menambahkan bahwa penting juga untuk memastikan kondisi jangka panjang bagi solusi dua negara yang sudah ada, termasuk memastikan Otoritas Palestina memiliki sarana keuangan untuk beroperasi secara efektif,” demikian seperti disampaikan otoritas London membahas percakapan Starmer dan Abbas.

    Dalam percakapan telepon itu, Starmer juga menyebut situasi di perbatasan utara Israel, di mana pasukan Tel Aviv terlibat serangan lintas perbatasan dengan Hizbullah, “sangat memprihatinkan” dan “penting bagi semua pihak untuk bertindak dengan hati-hati”.

    Para pejabat Partai Buruh menjelaskan bahwa mereka terus meyakini jika ICC, yang berkedudukan di Den Haag, memiliki yurisdiksi atas Jalur Gaza.

    Selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Soal Palestina

    Seperti dilansir Al Jazeera, Selasa (9/7/2024), Starmer berbicara via telepon dengan Abbas dan Netanyahu pada Minggu (7/7) waktu setempat. Dalam percakapan telepon itu, Starmer pada dasarnya membahas hal yang tidak jauh berbeda, yakni soal mewujudkan gencatan senjata di Jalur Gaza.

    Namun secara khusus, menurut juru bicara Downing Street atau kantor PM Inggris, Starmer membahas soal komitmen negaranya dalam mengakui negara Palestina sebagai bagian dari proses yang menghasilkan solusi dua negara berdampingan dengan Israel.

    Starmer menyebut pengakuan bagi negara Palestina merupakan “hak yang tidak bisa disangkal bagi rakyat Palestina”.

    “Perdana Menteri memberikan informasi kepada Presiden Abbas mengenai prioritas-prioritas mendesaknya, termasuk mengamankan gencatan senjata, pemulangan para sandera, peningkatan dan percepatan bantuan kemanusiaan, dan dukungan keuangan untuk Otoritas Palestina,” demikian pernyataan yang dirilis kantor PM Inggris.

    “Membahas pentingnya reformasi, dan memastikan legitimasi internasional bagi Palestina, Perdana Menteri mengatakan bahwa kebijakannya sejak lama soal pengakuan untuk berkontribusi pada proses perdamaian tidak berubah, dan itu adalah hak rakyat Palestina yang tidak bisa disangkal,” imbuh pernyataan itu.

    Halaman 2 dari 2

    (aik/aik)

  • Pemerintahan Baru Inggris Beri Lampu Hijau Jika ICC Tangkap Netanyahu

    Pemerintahan Baru Inggris Beri Lampu Hijau Jika ICC Tangkap Netanyahu

    Jakarta

    Inggris di bawah pemerintahan baru yang dipimpin Partai Buruh, akan memiliki sikap berbeda dengan sebelumnya soal Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menerbitkan surat perintah menangkap Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu. Netanyahu telah diduga melakukan kejahatan perang di Jalur Gaza.

    Seperti dilansir The Guardian, Selasa (9/7/2024), pada tahun 2021 lalu, ICC memutuskan bahwa meskipun Palestina bukan negara berdaulat, ICC memiliki yurisdiksi atas dugaan pelanggaran Statuta Roma, piagam fundamental ICC, di wilayah Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza.

    Dalam pengajuan kepada ICC yang disampaikan pemerintahan sebelumnya di bawah mantan PM Rishi Sunak, Inggris menyebut ICC tidak memiliki yurisdiksi atas warga negara Israel. Upaya London menghalangi ICC merilis perintah penangkapan itu diajukan pada 10 Juni lalu, namun baru diungkap dua minggu lalu oleh ICC.

    Majelis pra-peradilan ICC memberikan waktu kepada Inggris hingga 12 Juli untuk mengajukan gugatan secara penuh. Namun kini tampaknya sangat kecil kemungkinannya bahwa pemerintahan baru Inggris akan meneruskan gugatan itu, sehingga menghilangkan potensi penundaan untuk keputusan ICC soal perintah penangkapan tersebut.

    PM Keir Starmer Batalkan Upaya Sunak

    Pemerintahan baru Inggris yang dipimpin PM Keir Starmer dilaporkan akan membatalkan upaya, yang diajukan pemerintahan sebelumnya, untuk menunda ICC dalam mengambil keputusan dalam menerbitkan surat perintah penangkapan bagi Netanyahu.

    Perkembangan terbaru ini mencuat ketika Starmer mengatakan kepada Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, bahwa dirinya meyakini rakyat Palestina memiliki hak yang tidak bisa disangkal atas negara Palestina.

    Dalam percakapan telepon dengan Abbas pada Minggu (7/7) waktu setempat, Starmer berbicara soal “penderitaan yang berkelanjutan dan hilangnya banyak nyawa” di Jalur Gaza.

    Dia juga berbicara via telepon dengan Netanyahu untuk menguraikan kebutuhan yang “jelas dan mendesak” bagi gencatan senjata di Jalur Gaza.

    “Dia menambahkan bahwa penting juga untuk memastikan kondisi jangka panjang bagi solusi dua negara yang sudah ada, termasuk memastikan Otoritas Palestina memiliki sarana keuangan untuk beroperasi secara efektif,” demikian seperti disampaikan otoritas London membahas percakapan Starmer dan Abbas.

    Dalam percakapan telepon itu, Starmer juga menyebut situasi di perbatasan utara Israel, di mana pasukan Tel Aviv terlibat serangan lintas perbatasan dengan Hizbullah, “sangat memprihatinkan” dan “penting bagi semua pihak untuk bertindak dengan hati-hati”.

    Para pejabat Partai Buruh menjelaskan bahwa mereka terus meyakini jika ICC, yang berkedudukan di Den Haag, memiliki yurisdiksi atas Jalur Gaza.

    Selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Soal Palestina

    Seperti dilansir Al Jazeera, Selasa (9/7/2024), Starmer berbicara via telepon dengan Abbas dan Netanyahu pada Minggu (7/7) waktu setempat. Dalam percakapan telepon itu, Starmer pada dasarnya membahas hal yang tidak jauh berbeda, yakni soal mewujudkan gencatan senjata di Jalur Gaza.

    Namun secara khusus, menurut juru bicara Downing Street atau kantor PM Inggris, Starmer membahas soal komitmen negaranya dalam mengakui negara Palestina sebagai bagian dari proses yang menghasilkan solusi dua negara berdampingan dengan Israel.

    Starmer menyebut pengakuan bagi negara Palestina merupakan “hak yang tidak bisa disangkal bagi rakyat Palestina”.

    “Perdana Menteri memberikan informasi kepada Presiden Abbas mengenai prioritas-prioritas mendesaknya, termasuk mengamankan gencatan senjata, pemulangan para sandera, peningkatan dan percepatan bantuan kemanusiaan, dan dukungan keuangan untuk Otoritas Palestina,” demikian pernyataan yang dirilis kantor PM Inggris.

    “Membahas pentingnya reformasi, dan memastikan legitimasi internasional bagi Palestina, Perdana Menteri mengatakan bahwa kebijakannya sejak lama soal pengakuan untuk berkontribusi pada proses perdamaian tidak berubah, dan itu adalah hak rakyat Palestina yang tidak bisa disangkal,” imbuh pernyataan itu.

    Halaman 2 dari 2

    (aik/aik)