kab/kota: Tel Aviv

  • Inggris Perbarui Peta Palestina-Israel, Ini Keterangan yang Diubah

    Inggris Perbarui Peta Palestina-Israel, Ini Keterangan yang Diubah

    Jakarta

    Pemerintah Inggris secara resmi menyatakan pengakuan terhadap negara Palestina. Setelah pernyataan tersebut, situs resmi pemerintah Inggris memperbarui peta dan keterangan istilah yang digunakan untuk merujuk wilayah tersebut.

    Lantas, apa saja yang berubah setelah pengakuan itu? Simak penjelasan mengenai keterangan terbaru di situs resmi Inggris berikut ini.

    Inggris Kini Resmi Akui Negara Palestina

    Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Inggris telah menyampaikan pengakuan terhadap negara Palestina pada 21 September 2025. Inggris menyatakan dukungan terhadap two-state solution atau solusi dua negara sebagai kerangka penyelesaian konflik.

    “Hari ini, untuk menghidupkan kembali harapan perdamaian bagi Palestina dan Israel, serta solusi dua negara, Inggris secara resmi mengakui negara Palestina,” kata Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer dalam sebuah unggahan di X, dilansir AFP, Minggu (21/9/2025).

    Perubahan Peta Palestina di Situs Inggris

    Usai pernyataan tersebut, pemerintah Inggris memperbarui laman Foreign Travel Advice untuk Palestina di situs pemerintahan resminya (gov.uk). Pada halaman itu tercantum catatan: This page has been updated from ‘Occupied Palestinian Territories’ to ‘Palestine’ yang artinya “Halaman ini telah diperbarui dari ‘Wilayah Palestina yang Diduduki’ menjadi ‘Palestina’.”

    Pembaruan sejak 21 September 2025 itu menunjukkan perubahan istilah resmi yang digunakan pemerintah Inggris. Selain menyebut nama negara Palestina, halaman tersebut juga memuat panduan perjalanan dan kebijakan konsuler bagi warganya yang hendak ke Palestina.

    Peta Palestina-Israel di situs resmi pemerintah Inggris (Foto: gov.uk)

    Peta yang diperbarui pada laman resmi pemerintah Inggris tersebut menampilkan wilayah Palestina (Gaza Strip dan West Bank) dengan penandaan warna tertentu. Area berwarna merah diberi label “advise against all travel” atau “disarankan untuk tidak melakukan perjalanan sama sekali”. Sementara area oranye bertanda “advise against all but essential travel”, artinya “tidak disarankan bepergian kecuali untuk urusan sangat penting”. Adapun area hijau menunjukkan “see our travel advice before travelling” atau “periksa panduan perjalanan kami sebelum bepergian”.

    Di dalam peta juga ditampilkan sejumlah kota utama seperti Gaza, Ramallah, Bethlehem, Nablus, Jenin, hingga Hebron, yang kini berada di bawah label “Palestine”. Sedangkan kota-kota lain seperti Tel Aviv, Haifa, dan Be’er Sheva tetap ditandai sebagai bagian dari Israel.

    Negara Lain yang Turut Mengakui Palestina

    Selain Inggris, sejumlah negara lain turut menyatakan pengakuan terhadap Palestina pada September 2025. Termasuk sebagian besar negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (). Dengan ini, daftar negara yang memberi pengakuan resmi semakin bertambah.

    Saat ini, mengutip Al Jazeera, Rabu (24/9/2025), negara Palestina diakui sebagai negara berdaulat oleh 157 dari 193 negara anggota PBB, mewakili 81 persen dari komunitas internasional. Selain itu, Palestina juga diakui oleh Takhta Suci, badan pengurus Gereja Katolik dan Kota Vatikan, yang memiliki status pengamat non-anggota PBB.

    Simak juga Video ‘Trump Sindir Negara yang Akui Palestina di PBB: Hadiah Bagi Hamas’:

    (wia/imk)

  • Singapura Beri Sanksi Israel, Isyaratkan Akan Akui Negara Palestina

    Singapura Beri Sanksi Israel, Isyaratkan Akan Akui Negara Palestina

    Singapura

    Pemerintah Singapura mengatakan akan menjatuhkan sanksi yang ditargetkan kepada para pemimpin kelompok pemukim Israel, menyusul pernyataan kontroversial pejabat Tel Aviv soal pencaplokan wilayah Palestina. Singapura juga mengisyaratkan akan mengakui negara Palestina dalam kondisi yang tepat.

    Negara-negara Barat dan negara lainnya telah mengambil sikap yang semakin keras terhadap kelompok pemukim dan beberapa pejabat Israel yang mereka tuduh mengobarkan kekerasan, sementara pengakuan global semakin meluas atas aspirasi Palestina untuk tanah air yang merdeka.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Singapura Vivian Balakrishnan, seperti dilansir Channel News Asia dan Reuters, Selasa (23/9/2025), mengecam para politisi Israel yang menyerukan pencaplokan sebagian wilayah Tepi Barat atau Jalur Gaza.

    Dia mengatakan Singapura akan menjatuhkan “sanksi-sanksi yang ditargetkan” terhadap para pemimpin kelompok pemukim Israel.

    “Kami menyerukan kepada pemerintah Israel untuk menghentikan pembangunan dan perluasan permukiman,” ujar Balaskrishnan saat berbicara di hadapan parlemen pada Senin (22/9).

    Dia menyebut proyek permukiman E1 oleh Israel sebagai proyek yang memecah-belah di Tepi Barat. “Kami menentang upaya yang sedang berlangsung untuk menciptakan fakta-fakta baru di lapangan yang merusak prospek solusi dua negara,” tegas Balaskrishnan dalam pernyataannya.

    Ditambahkan oleh Balaskrishan bahwa rincian lebih lanjut soal sanksi tersebut akan dirilis kemudian.

    Singapura Isyaratkan Pengakuan untuk Negara Palestina

    Balakrishnan mengatakan pengakuan untuk negara Palestina bukan persoalan apakah akan dilakukan atau tidak, melainkan persoalan kapan. Dia menyatakan bahwa Singapura akan mengakui negara Palestina, dan kini sedang menunggu “konstelasi yang tepat” dari berbagai faktor.

    “Kita akan mengakui negara Palestina ketika negara itu memiliki pemerintahan yang efektif menerima hak Israel untuk hidup, dan secara tegas menolak terorisme,” tegas Balaskrishnan di hadapan parlemen Singapura.

    “Pada akhirnya, untuk menyelesaikan konflik yang telah berlangsung lama ini secara komprehensif, adil, dan berkelanjutan, diperlukan penyelesaian yang dinegosiasikan yang menghasilkan dua negara, satu Israel dan satu Palestina, dengan rakyatnya hidup berdampingan secara damai, aman, dan bermartabat,” ucapnya.

    Dia menambahkan bahwa dukungan terhadap solusi dua negara berarti Singapura “akan menentang setiap langkah Israel untuk mematikan atau melemahkan solusi tersebut”.

    “Singapura tidak dapat mengakui aneksasi sepihak apa pun atas wilayah yang diduduki karena hal ini akan menjadi pelanggaran berat terhadap hukum internasional,” tegas Balaskrishnan.

    Dalam konferensi tingkat tinggi membahas Palestina dan implementasi solusi dua negara di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB, Balakrishnan tidak hadir langsung. Singapura diwakili oleh Menteri Negara untuk Urusan Luar Negeri, Gan Siow Huang, yang menegaskan dukungan untuk solusi dua negara.

    Simak juga Video ‘Bendera Palestina Dikibarkan di London setelah Pengakuan Inggris’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Tak Seorang Pun dengan Hati Nurani Tetap Diam Atas Genosida Israel

    Tak Seorang Pun dengan Hati Nurani Tetap Diam Atas Genosida Israel

    New York

    Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam perang yang terus dikobarkan Israel di Jalur Gaza, dengan mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang memiliki hati nurani dapat menerima atau tetap diam menyaksikan genosida yang dilakukan Tel Aviv terhadap Palestina.

    Erdogan juga memuji keputusan sejumlah negara, termasuk negara anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk secara resmi mengakui negara Palestina baru-baru ini.

    Pernyataan itu, seperti dilansir media Turki, Daily Sabah dan TRT World, Selasa (23/9/2025), disampaikan Erdogan saat berpidato dalam konferensi internasional tingkat tinggi membahas Palestina dan implementasi solusi dua negara di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat (AS).

    “Pembantaian di Gaza terus berlanjut dengan kekuatan penuh. Tidak seorang pun yang mendengarkan hati nuraninya dapat menerima apa yang terjadi, apalagi tetap diam dalam menghadapi genosida semacam itu,” kata Erdogan dalam pidatonya pada Senin (22/9) waktu AS.

    Menggarisbawahi meningkatnya resonansi global terhadap isu ini, Erdogan menambahkan: “Kenyataannya adalah bahwa saat ini perjuangan Palestina telah menjadi perjuangan bagi seluruh dunia.”

    Erdogan Puji Negara yang Akui Negara Palestina: Keputusan Bersejarah!

    Erdogan, dalam pidatonya, juga memuji negara-negara yang telah secara resmi mengakui negara Palestina. Baru-baru ini, sejumlah negara Barat seperti Inggris, Kanada, Australia, Portugal, dan Prancis memberikan pengakuan resmi terhadap negara Palestina.

    Dia menyebut keputusan untuk memberikan pengakuan resmi bagi negara Palestina itu sebagai “tonggak penting” bagi solusi dua negara, dan merupakan “keputusan yang cukup penting, keputusan bersejarah”.

    “Saya mengucapkan selamat kepada negara-negara yang telah memutuskan untuk mengakui negara Palestina. Saya berharap langkah ini dan inisiatif serupa akan mempercepat terwujudnya solusi dua negara,” kata Erdogan.

    Dalam pidatonya, Erdogan menuduh pemerintahan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu berupaya menghalangi pembentukan negara Palestina.

    “Tujuan pemerintahan Netanyahu adalah menghalangi pembentukan negara Palestina, untuk menggusur paksa sebanyak mungkin warga Palestina,” sebutnya.

    Mengacu pada sejarah negara Yahudi itu, Erdogan juga menyebut Israel yang dulunya korban Holocaust, kini justru melakukan genosida terhadap negara tetangganya sendiri.

    “Pemerintahan Netanyahu, dari masyarakat yang pernah menjadi korban Holocaust, kini melakukan genosida terhadap negara-negara tetangga yang telah berbagi tanah dan air dengannya selama ribuan tahun,” ucapnya.

    Pidato Erdogan di forum PBB ini sempat diwarnai insiden ketika mikrofon tiba-tiba mati saat pidato belum selesai. Direktorat Komunikasi Kepresidenan Turki mengklarifikasi bahwa pidato Erdogan terkadang mengundang tepuk tangan, yang membuatnya melebih durasi lima menit sesuai aturan prosedural, dan mikrofon mati otomatis usai waktu habis.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Paman Sam Singgung Keamanan Israel Usai Inggris Dkk Akui Palestina

    Paman Sam Singgung Keamanan Israel Usai Inggris Dkk Akui Palestina

    Jakarta

    Frustasi atas perang Gaza yang terus berkecamuk membuat sejumlah negara kompak mengakui negara Palestina. Sejumlah negara itu yakni Inggris, Kanada, Australia dan Portugal.

    Keempat negara itu diketahui merupakan sekutu Israel. Amerika Serikat (AS) yang juga sekutu Israel merespons keputusan sejumlah negara sekutu utamanya itu.

    Inggris, Kanada, Australia dan Portugal mengakui negara Palestina pada Minggu (21/9) waktu setempat. Keputusan keempat negara yang juga sekutu Israel itu menyusul lebih dari 140 negara lainnya yang terlebih dahulu mendukung aspirasi Palestina untuk membentuk negara sendiri yang merdeka dari pendudukan Tel Aviv.

    Washington menyebut langkah tersebut hanyalah gestur “performatif”. AS kemudian menyinggung keamanan Israel.

    “Fokus kami tetap pada diplomasi yang serius, bukan gestur performatif,” ucap juru bicara Departemen Luar Negeri AS, yang enggan disebut namanya, seperti dilansir AFP, Senin (22/9/2025).

    “Prioritas kami jelas: pembebasan para sandera, keamanan Israel, dan perdamaian serta kemakmuran bagi seluruh kawasan yang hanya mungkin terjadi jika terbebas dari Hamas,” tegas juru bicara tersebut.

    AS sejauh ini belum memberikan tanggapan resmi atas keputusan negara-negara Barat tersebut. Namun, Presiden Donald Trump sebelumnya telah memperjelas bahwa dirinya menentang langkah semacam itu.

    Sejumlah Negara Akui Palestina

    Seperti diketahui, Perdana Menteri (PM) Inggris Keir Starmer dalam pengumumannya saat mengakui negara Palestina, menyebut “krisis kemanusiaan buatan manusia di Gaza telah mencapai titik terendah”. Dia juga menyebut kelaparan dan kehancuran di Gaza “benar-benar tidak tertahankam”.

    “Hari ini, untuk menghidupkan kembali harapan perdamaian bagi Palestina dan Israel, serta solusi dua negara, Inggris secara resmi mengakui negara Palestina,” tegasnya.

    PM Kanada Mark Carney, dalam pernyataan terpisah, mengatakan pengakuan resmi untuk negara Palestina yang diberikan negaranya akan memberdayakan mereka yang menginginkan koeksistensi damai dan mengakhiri Hamas.

    “Ini sama sekali tidak melegitimasi terorisme, juga bukan imbalan untuk itu,” tegasnya.

    Sementara, PM Australia Anthony Albanese mengumumkan bersama Menteri Luar Negeri (Menlu) Penny Wong bahwa negaranya resmi mengakui negara Palestina.

    “Dengan demikian, Australia mengakui aspirasi sah dan lama rakyat Palestina untuk memiliki negara sendiri,” ujar Albanese, seperti dilansir CNN.

    Pengakuan resmi oleh Portugal disampaikan melalui Menlu Paulo Rangel di markas besar misi tetap Portugal untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York. Rangel menegaskan bahwa pengakuan untuk negara Palestina menjadi “garis fundamental kebijakan luar negeri Portugal”.

    Selain keempat negara tersebut, Prancis juga akan memberikan pengakuan serupa kepada negara Palestina pekan ini dalam forum Sidang Majelis Umum PBB.

    Halaman 2 dari 2

    (dek/lir)

  • Inggris Cs Akui Negara Palestina, Rusia Tegaskan Hal Ini

    Inggris Cs Akui Negara Palestina, Rusia Tegaskan Hal Ini

    Moskow

    Rusia menegaskan pihaknya masih meyakini bahwa solusi dua negara menjadi satu-satunya cara untuk menyelesaikan konflik di Timur Tengah, saat ditanya soal keputusan Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal memberikan pengakuan resmi kepada negara Palestina.

    Pengakuan oleh keempat negara itu, seperti dilansir Reuters, Senin (22/9/2025), diumumkan oleh para pemimpin dan pejabat tinggi masing-masing negara pada Minggu (21/9) waktu setempat. Langkah itu didasari oleh rasa frustrasi atas perang Gaza dan dimaksudkan untuk mendorong solusi dua negara.

    “Kami tetap berkomitmen pada resolusi fundamental Dewan Keamanan PBB dan tetap berkomitmen pada posisi internasional tentang kemungkinan penyelesaian masalah Palestina-Israel berdasarkan pendekatan dua negara,” tegas juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, kepada wartawan ketika ditanya soal pengakuan untuk negara Palestina yang diberikan keempat negara Barat tersebut.

    “Ini tetap menjadi pendekatan kami, dan kami meyakini bahwa ini adalah satu-satunya cara yang mungkin untuk menemukan solusi bagi konflik yang sangat kompleks dan telah berlangsung lama ini, yang kini mungkin berada dalam tahap paling akut dan tragis dalam sejarahnya,” sebutnya.

    Keputusan keempat negara itu, yang secara tradisional biasanya bersekutu dengan Israel, menyusul lebih dari 140 negara lainnya yang terlebih dahulu mendukung aspirasi Palestina untuk membentuk negara sendiri yang merdeka dari pendudukan Tel Aviv.

    Rusia sendiri telah sejak lama mengakui negara Palestina.

    Reaksi kemarahan diberikan oleh Israel terhadap langkah keempat negara Barat tersebut, dengan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu menyebut pengakuan itu sebagai “hadiah besar bagi terorisme”. Dia juga menegaskan bahwa “Negara Palestina tidak akan didirikan di sebelah barat Sungai Yordan”.

    Sementara Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyambut baik pengakuan tersebut, yang disebutnya akan membantu membuka jalan bagi “negara Palestina untuk hidup berdampingan dengan negara Israel dalam keamanan, perdamaian, dan hubungan bertetangga yang baik”.

    Selain keempat negara tersebut, Prancis juga akan memberikan pengakuan serupa kepada negara Palestina pekan ini dalam forum Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang digelar pekan ini di New York, Amerika Serikat (AS).

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Inggris Cs Akui Palestina, 2 Menteri Israel Desak Pencaplokan Tepi Barat

    Inggris Cs Akui Palestina, 2 Menteri Israel Desak Pencaplokan Tepi Barat

    Tel Aviv

    Dua menteri kontroversial Israel mendesak aneksasi atau pencaplokan Tepi Barat setelah empat negara Barat, yang terdiri atas Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal, memberikan pengakuan resmi untuk negara Palestina.

    Pengakuan oleh keempat negara itu, seperti dilansir AFP, Senin (22/9/2025), diumumkan oleh para pemimpin dan pejabat tinggi masing-masing negara pada Minggu (21/9). Langkah itu didasari oleh rasa frustrasi atas perang Gaza dan dimaksudkan untuk mendorong solusi dua negara.

    Keputusan keempat negara itu, yang secara tradisional biasanya bersekutu dengan Israel, menyusul lebih dari 140 negara lainnya yang terlebih dahulu mendukung aspirasi Palestina untuk membentuk negara sendiri yang merdeka dari pendudukan Tel Aviv.

    “Pengakuan oleh Inggris, Kanada, dan Australia atas negara Palestina… membutuhkan tindakan balasan segera: penerapan kedaulatan yang cepat di Yudea dan Samaria, dan pembubaran sepenuhnya Otoritas Palestina,” cetus Menteri Keamanan Nasional, Itamar Ben Gvir, menggunakan nama sebutan Israel untuk Tepi Barat.

    “Saya bermaksud untuk mengajukan proposal penerapan kedaulatan pada rapat kabinet mendatang,” imbuh Ben Gvir yang dikenal kontroversial.

    Senada dengan Ben Gvir, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich juga mencetuskan aneksasi terhadap Tepi Barat. Sosok Smotrich sudah berulang kali menyerukan pencaplokan wilayah Palestina yang diduduki tersebut.

    “Masa-masa ketika Inggris dan negara-negara lainnya menentukan masa depan kita telah berakhir. Mandat telah berakhir, dan satu-satunya respons terhadap langkah anti-Israel adalah kedaulatan atas tanah air bersejarah orang-orang Yahudi di Yudea dan Samaria, dan menghapus secara permanen kebodohan negara Palestina dari agenda,” kata Smotrich dalam pernyataannya.

    “Bapak Perdana Menteri, waktunya sekarang dan ada di tangan Anda,” ujarnya, dalam pernyataan yang ditujukan untuk Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu.

    Netanyahu menyebut pengakuan yang diberikan keempat negara itu sebagai “hadiah besar bagi terorisme”. Dia juga menegaskan bahwa “Negara Palestina tidak akan didirikan di sebelah barat Sungai Yordan”.

    Dalam pidato di hadapan kabinetnya, Netanyahu menegaskan Israel akan menentang langkah itu dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pekan depan.

    “Kita juga perlu berjuang, baik di PBB maupun di semua arena lainnya, melawan propaganda palsu yang ditujukan kepada kita dan melawan seruan untuk negara Palestina, yang akan membahayakan keberadaan kita dan menjadi imbalan yang absurd bagi teroris,” tegasnya.

    “Komunitas internasional akan mendengar dari kita tentang masalah ini dalam beberapa hari mendatang,” imbuh Netanyahu.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Arab Saudi Puji Inggris Cs yang Akui Negara Palestina

    Arab Saudi Puji Inggris Cs yang Akui Negara Palestina

    Riyadh

    Pemerintah Arab Saudi menyambut baik langkah empat negara Barat, seperti Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal yang mengakui secara resmi negara Palestina. Riyadh memuji keputusan negara-negara tersebut sebagai “komitmen serius untuk mendukung proses perdamaian”.

    Kementerian Luar Negeri Saudi dalam pernyataannya, seperti dilansir Al Arabiya, Senin (22/9/2025), menyebut pengakuan resmi yang diberikan keempat negara itu mencerminkan “komitmen serius… untuk mendukung proses perdamaian dan memajukan solusi dua negara”.

    “Kerajaan berharap lebih banyak negara mengakui negara Palestina dan mengambil langkah-langkah positif lebih lanjut, yang akan berkontribusi dalam memenuhi aspirasi rakyat Palestina untuk hidup damai di tanah mereka dan memungkinkan Otoritas Palestina untuk memenuhi tugasnya menuju masa depan yang aman, stabil, dan makmur bagi rakyat Palestina,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Saudi.

    Inggris, Kanada, Australia dan Portugal kompak mengakui negara Palestina pada Minggu (21/9) waktu setempat. Langkah tersebut didasari oleh rasa frustrasi atas perang Gaza yang terus berkecamuk dan dimaksudkan untuk mendorong solusi dua negara.

    Keputusan keempat negara itu, yang secara tradisional biasanya bersekutu dengan Israel, menyusul lebih dari 140 negara lainnya yang terlebih dahulu mendukung aspirasi Palestina untuk membentuk negara sendiri yang merdeka dari pendudukan Tel Aviv.

    Selain keempat negara tersebut, Prancis juga akan memberikan pengakuan serupa kepada negara Palestina pekan ini dalam forum Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat (AS).

    Israel memberikan reaksi kemarahan, dengan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu menyebut langkah itu sebagai “hadiah besar bagi terorisme”.

    “Dan saya memiliki pesan lain untuk Anda: Itu tidak akan terjadi. Negara Palestina tidak akan didirikan di sebelah barat Sungai Yordan,” tegasnya.

    Sementara Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebut pengakuan tersebut akan membantu membuka jalan bagi “negara Palestina untuk hidup berdampingan dengan negara Israel dalam keamanan, perdamaian, dan hubungan bertetangga yang baik”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • AS Tegaskan Prioritas Keamanan Israel Usai Inggris Akui Negara Palestina

    AS Tegaskan Prioritas Keamanan Israel Usai Inggris Akui Negara Palestina

    Washington DC

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) merespons keputusan sejumlah negara sekutu utamanya, termasuk Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal untuk memberikan pengakuan resmi terhadap negara Palestina. Washington menyebut langkah tersebut hanyalah gestur “performatif”.

    “Fokus kami tetap pada diplomasi yang serius, bukan gestur performatif,” ucap juru bicara Departemen Luar Negeri AS, yang enggan disebut namanya, seperti dilansir AFP, Senin (22/9/2025).

    “Prioritas kami jelas: pembebasan para sandera, keamanan Israel, dan perdamaian serta kemakmuran bagi seluruh kawasan yang hanya mungkin terjadi jika terbebas dari Hamas,” tegas juru bicara tersebut.

    Sebagai sekutu dekat Israel, AS sejauh ini belum memberikan tanggapan resmi atas keputusan negara-negara Barat tersebut. Namun, Presiden Donald Trump sebelumnya telah memperjelas bahwa dirinya menentang langkah semacam itu.

    Inggris, Kanada, Australia dan Portugal kompak mengakui negara Palestina pada Minggu (21/9) waktu setempat. Langkah tersebut didasari oleh rasa frustrasi atas perang Gaza yang terus berkecamuk dan dimaksudkan untuk mendorong solusi dua negara.

    Keputusan keempat negara itu, yang secara tradisional biasanya bersekutu dengan Israel, seperti dilansir Reuters, menyusul lebih dari 140 negara lainnya yang terlebih dahulu mendukung aspirasi Palestina untuk membentuk negara sendiri yang merdeka dari pendudukan Tel Aviv.

    Perdana Menteri (PM) Inggris Keir Starmer dalam pengumumannya saat mengakui negara Palestina, menyebut “krisis kemanusiaan buatan manusia di Gaza telah mencapai titik terendah”. Dia juga menyebut kelaparan dan kehancuran di Gaza “benar-benar tidak tertahankam”.

    “Hari ini, untuk menghidupkan kembali harapan perdamaian bagi Palestina dan Israel, serta solusi dua negara, Inggris secara resmi mengakui negara Palestina,” tegasnya.

    PM Kanada Mark Carney, dalam pernyataan terpisah, mengatakan pengakuan resmi untuk negara Palestina yang diberikan negaranya akan memberdayakan mereka yang menginginkan koeksistensi damai dan mengakhiri Hamas.

    “Ini sama sekali tidak melegitimasi terorisme, juga bukan imbalan untuk itu,” tegasnya.

    Dalam pernyataannya, PM Australia Anthony Albanese mengumumkan bersama Menteri Luar Negeri (Menlu) Penny Wong bahwa negaranya resmi mengakui negara Palestina.

    “Dengan demikian, Australia mengakui aspirasi sah dan lama rakyat Palestina untuk memiliki negara sendiri,” ujar Albanese, seperti dilansir CNN.

    Pengakuan resmi oleh Portugal disampaikan melalui Menlu Paulo Rangel di markas besar misi tetap Portugal untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York. Rangel menegaskan bahwa pengakuan untuk negara Palestina menjadi “garis fundamental kebijakan luar negeri Portugal”.

    Selain keempat negara tersebut, Prancis juga akan memberikan pengakuan serupa kepada negara Palestina pekan ini dalam forum Sidang Majelis Umum PBB.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Hamas Rilis ‘Foto Perpisahan’ Tampilkan Wajah 47 Tawanan Israel

    Hamas Rilis ‘Foto Perpisahan’ Tampilkan Wajah 47 Tawanan Israel

    GELORA.CO –  Kelompok perlawanan Palestina Hamas pada Sabtu (20/9) merilis sebuah foto yang memperlihatkan 47 tawanan Israel, yang disebutkan diambil pada awal serangan militer Israel baru-baru ini di Kota Gaza. Foto itu disertai keterangan dalam bahasa Arab dan Ibrani yang menerangkan bahwa mereka ditawan akibat “sikap keras kepala” Benjamin Netanyahu dan kepatuhan Kepala Staf Umum Eyal Zamir kepada pemimpin Israel itu.

    “Ini adalah foto perpisahan di awal operasi di Gaza,” sebut keterangan foto itu.

    Hamas menyiarkan foto tersebut di situs resmi mereka, seraya menegaskan bahwa nasib para tawanan bergantung pada keputusan politik pimpinan Israel. Kelompok perlawanan itu berulang kali mengusulkan kesepakatan dengan Israel untuk membebaskan seluruh tawanan dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina, penghentian perang di Gaza, dan penarikan penuh pasukan Israel.

    Namun, Netanyahu menolak usulan itu dan hanya membuka ruang untuk kesepakatan parsial yang dinilai memberi celah baginya untuk memperpanjang perang. Banyak pihak, termasuk di Israel, menuding Netanyahu sengaja memperlama konflik demi kepentingan politiknya sendiri dan mengabaikan keselamatan para sandera.

    Pada 9 September, Israel menyerang kawasan permukiman di Doha, Qatar, yang menewaskan lima pemimpin Hamas yang sedang berada di sana untuk membahas usulan AS demi berakhirnya perang di Gaza. Sejak Oktober 2023, hampir 65.000 warga Palestina dilaporkan telah tewas akibat agresi militer Israel.

    Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya, Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Jalur Gaza. Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perang yang dilancarkannya terhadap wilayah kantong Palestina itu.

    Pejabat senior Hamas Bassem Naim mengatakan negosiasi dengan Israel tidak akan membuahkan kesepakatan selama Tel Aviv terus melancarkan agresi ke Jalur Gaza. Naim pun mengisyaratkan bahwa perlawanan terhadap Israel tidak akan berhenti jika perundingan tak mencapai titik temu.

    “Kami menegaskan posisi Qatar bahwa agresi yang berkelanjutan membuat negosiasi menjadi sia-sia,” kata Naim seperti diberitakan laman Middle East Monitor pada Jumat (19/9/2025).

    Qatar diketahui mengambil peran sebagai mediator dalam perundingan antara Hamas dan Israel. “Apa yang gagal dicapai oleh pendudukan Israel melalui negosiasi, tidak akan tercapai melalui ancaman dan operasi militer di lapangan,” tambah Naim.

    Dia kemudian menyoroti operasi darat militer Israel di Kota Gaza. Naim memperingatkan bahwa ambisi Israel merebut kendali dan menguasai Kota Gaza akan menghadapi perlawanan sengit.

    “Apa yang terjadi pada rakyat kami selama serangan di Kota Gaza juga akan berdampak pada para tahanan Israel,” ujar Naim.

  • Tak Mau Perang Lagi, Suriah Akan Teken Kesepakatan dengan Israel

    Tak Mau Perang Lagi, Suriah Akan Teken Kesepakatan dengan Israel

    Jakarta

    Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa mengatakan bahwa negosiasi dengan Israel hampir mencapai kesepakatan yang dapat segera ditandatangani, serupa dengan kesepakatan tahun 1974. Namun, ia menekankan bahwa kesepakatan yang dimediasi oleh Amerika Serikat ini “sama sekali tidak menyiratkan normalisasi hubungan dengan Tel Aviv.”

    Dilansir Al Arabiya, Sabtu (20/9/2025), dalam pernyataannya kepada harian Turki Milliyet, yang disiarkan oleh Televisi Suriah pada hari Jumat (19/9) waktu setempat, al-Sharaa mengatakan bahwa Suriah tahu cara berperang tetapi tidak lagi menginginkan perang.

    Pemimpin Suriah itu menambahkan bahwa kerusuhan baru-baru ini di Sweida merupakan “jebakan yang sengaja dimainkan” di saat perundingan dengan Israel hampir selesai.

    Al-Sharaa mengatakan bahwa serangan Israel terhadap istana presiden dan Kementerian Pertahanan Suriah belum lama ini merupakan deklarasi perang. Namun, pada saat yang sama, ia menekankan bahwa mencapai kesepakatan keamanan dengan Israel tidak dapat dihindari, meskipun komitmen Israel terhadap kesepakatan tersebut masih diragukan.

    Al-Sharaa juga menekankan bahwa keikutsertaannya yang diharapkan dalam pertemuan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendatang merupakan preseden bersejarah. Sebabnya, ini akan menjadi pertama kalinya dalam enam puluh tahun seorang presiden Suriah berpartisipasi dalam sesi internasional tersebut.

    Ia menekankan bahwa ini menandai “titik balik baru,” seraya menambahkan bahwa Suriah kini telah menjadi bagian dari sistem internasional dan bukan lagi negara yang dikenal sebagai pengekspor narkoba, pengungsi, atau terorisme.

    (ita/ita)