kab/kota: Tegal

  • Keterbatasan lahan, TPU di Jakbar terapkan makam tumpang sejak 2016

    Keterbatasan lahan, TPU di Jakbar terapkan makam tumpang sejak 2016

    Jakarta (ANTARA) – Keterbatasan lahan membuat Tempat Pemakaman Umum (TPU) Grogol Kemanggisan di Jakarta Barat menerapkan sistem makam tumpang sejak 2016.

    Petugas TPU Grogol Kemanggisan Nunu menyebutkan pihaknya sempat menggunakan area bekas gundukan sampah untuk dijadikan makam baru, namun kini area tersebut sudah digunakan seluruhnya.

    “Dari 2016, sudah ditutup untuk lahan baru. Kemudian, ada sedikit lahan bekas sampah, tapi tahun ini pun sudah habis,” kata Nunu saat ditemui di kantor TPU Grogol Kemanggisan, Jakarta Barat, Kamis.

    Bahkan, kata dia, akibat terbatasnya lahan makam, terdapat petak makam yang sampai tumpang lima di TPU Grogol Kemanggisan.

    “Kalau secara aturan Islam kan maksimal tiga kali tumpangan. Tapi karena lahan di Jakarta sudah sangat terbatas, di sini sudah ada yang sampai lima,” ujar Nunu.

    Oleh karena itu, saat ini pemakaman di TPU Grogol Kemanggisan hanya menerima sistem tumpang, dengan syarat harus ada kesepakatan dengan pihak keluarga yang makamnya akan ditumpang.

    “Sebenarnya boleh siapa aja, yang penting keluarganya (pemilik makam) mengizinkan. Misalkan, ada tetangga meninggal, enggak punya makam, kalau emang keluarganya mengizinkan mau ditumpang dengan tetangganya, ya, boleh aja selagi memang diizinkan dan ada surat pernyataan,” jelas Nunu.

    Dia pun menegaskan jarak antarjenazah diatur sedemikian rupa agar tidak merusak makam yang lama.

    “Biasanya galiannya sampai kain kafan atau tulang putih kelihatan, baru kita stop. Di atasnya baru dimakamkan yang baru,” ucap Nunu.

    Dia menambahkan jarak waktu minimal tumpang adalah tiga tahun setelah jenazah pertama dimakamkan, sesuai dengan aturan yang berlaku.

    Namun, dalam kondisi darurat, pihak TPU tetap memberikan kelonggaran.

    “Kadang baru dua tahun pun kita terima kalau keluarganya enggak punya tempat lain,” tutur Nunu.

    Bagi masyarakat yang tidak memiliki keluarga di TPU Grogol Kemanggisan, sambung dia, biasanya diarahkan ke TPU Tegal Alur yang merupakan pemakaman terbesar di Jakarta Barat dan masih memiliki lahan kosong.

    “Kalau enggak punya makam di sini, kita arahkan ke Tegal Alur. Di sana masih ada lahan baru, baik yang Islam maupun Kristen,” terang Nunu.

    Akibat keterbatasan lahan TPU, saat ini hanya 11 dari 80 TPU milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang masih dapat menampung jenazah baru, termasuk TPU Tegal Alur di Kalideres, Jakarta Barat.

    Sedangkan sisanya, pemakaman harus dilakukan dengan sistem tumpang alias satu lubang dengan anggota keluarga yang telah lebih dulu dimakamkan.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemprov DKI Pertimbangkan Kerja Sama Daerah Lain Atasi Krisis Lahan TPU

    Pemprov DKI Pertimbangkan Kerja Sama Daerah Lain Atasi Krisis Lahan TPU

    Jakarta

    Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mempertimbangkan usulan terkait kerja sama daerah lain untuk solusi keterbatasan lahan pemakaman di Ibu Kota. Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) DKI Jakarta Fajar Sauri menyebut usulan tersebut sudah akan dikaji.

    “Ada (usulan soal kerja sama daerah). Rencana sudah ada. Nanti kita perlu kaji kembali ya. Mungkin kalau bisa kerja sama dengan daerah kita bisa tetapkan TPU di luar Jakarta,” kata Fajar di kawasan Koja, Jakarta Utara, Kamis (23/10/2025).

    Meski begitu Fajar menyebut sudah ada lahan yang direncanakan akan dibuat untuk Tempat Pemakaman Umum (TPU) baru. Ia mengatakan lokasi tersebut ada di kawasan Tegal Alur, Kalideres Jakarta Barat yang memiliki luas tanah sebesar 66 hektare.

    “Itu yang bisa kita manfaatkan untuk ke depannya. Yang bisa menjadi potensi untuk pemakaman baru,” ujarnya.

    Kendati demikian, ia mengakui Jakarta memang kerap menghadapi kendala penolakan dari warga saat hendak membuat TPU Baru. Namun jika kawasan pemukiman warga tersebut menempel dengan TPU, Fajar mengatakan perluasan makam tidak menjadi masalah.

    “Dari 80 lokasi TPU yang tersebar di 5 wilayah DKI, 69 TPU sudah penuh dan hanya menerima pelayanan makam tumpang,” ujar Fajar saat dimintai konfirmasi, Rabu (22/10).

    Fajar menjelaskan, sistem makam tumpang dilakukan dalam satu liang lahad keluarga sehingga dinilai cukup efektif menjadi solusi sementara di tengah keterbatasan lahan pemakaman di Ibu Kota. Saat ini Jakarta masih memiliki sekitar 118.348 petak makam yang tersebar di 11 TPU dengan kapasitas tersisa.

    Adapun TPU yang masih memiliki lahan makam antara lain TPU Rawa Terate, Cipayung, Cilangkap, Bambu Apus, Cipinang Besar (Jakarta Timur), Rorotan (Jakarta Utara), Tanah Kusir dan Srengseng Sawah (Jakarta Selatan), Kampung Kandang (Jakarta Selatan), serta Tegal Alur dan Pengadungan (Jakarta Barat).

    (bel/lir)

  • Krisis Lahan Makam Jakarta: Dulu Ada Makam Fiktif, Kini Hampir Habis
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        23 Oktober 2025

    Krisis Lahan Makam Jakarta: Dulu Ada Makam Fiktif, Kini Hampir Habis Megapolitan 23 Oktober 2025

    Krisis Lahan Makam Jakarta: Dulu Ada Makam Fiktif, Kini Hampir Habis
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    — Sembilan tahun lalu, publik Jakarta pernah digegerkan oleh temuan ratusan makam fiktif di sejumlah Tempat Pemakaman Umum (TPU).
    Kala itu, banyak warga yang memesan lahan makam sebelum waktunya dengan alasan takut keburu habis.
    Kini, kekhawatiran itu seolah menjadi kenyataan.
    Dinas Pertamanan dan Hutan (Distamhut) Jakarta memprediksi ketersediaan lahan pemakaman di Ibu Kota hanya akan bertahan tiga tahun lagi.
    Kepala Distamhut DKI Jakarta, Fajar Sauri, menyebutkan saat ini tersisa sekitar 118.348 petak makam di seluruh wilayah Jakarta.
    “Dengan pelayanan rata-rata 100 jenazah per hari, kapasitas tersebut akan habis dalam waktu tiga tahun,” ujar Fajar saat dikonfirmasi, Rabu (22/10/2025).
    Dari total 80 TPU di Jakarta, sebanyak 69 lokasi sudah penuh dan kini hanya melayani sistem makam tumpang, di mana satu liang menjadi tempat peristirahatan beberapa anggota keluarga.
    “Pelayanan makam tumpang dilakukan dengan makam keluarga,” lanjut Fajar.
    Upaya memperluas lahan pemakaman pun tak mudah.
    Pemerintah kerap berhadapan dengan penolakan warga sekitar setiap kali lahan baru direncanakan.
    Hingga kini, hanya 11 TPU yang masih bisa menerima jenazah baru, seperti Rawa Terate, Cipayung, Cilangkap, Bambu Apus, Rorotan, Cipinang Besar, Tanah Kusir, Srengseng Sawah, Kampung Kandang, dan Tegal Alur.
    Pemprov DKI juga tengah mematangkan TPU Pegadungan di Jakarta Barat seluas 65 hektar yang kini dalam tahap pengurugan.
    Namun, di tengah laju kematian dan kepadatan penduduk, tambahan lahan itu belum cukup untuk menjawab kebutuhan jangka panjang.
    Gubernur Jakarta Pramono Anung mengakui sebagian besar TPU, terutama di Jakarta Selatan, telah penuh.
    Pemprov kini tengah mengkaji berbagai opsi—mulai dari pemakaman bertingkat hingga pembangunan TPU di luar wilayah Jakarta.
    “Memang ini sekarang menjadi masalah dan sedang dikaji. Ada usulan, tapi belum menjadi keputusan, apakah diperbolehkan dilakukan pemakaman bertingkat,” kata Pramono, Selasa (21/10/2025).
    Ia menambahkan, Jakarta sebagai kota padat penduduk menghadapi tantangan serius dalam menyediakan ruang publik, termasuk untuk kebutuhan yang paling dasar: tempat peristirahatan terakhir.
    “Beberapa mengusulkan untuk membuat pemakaman di luar Jakarta. Sekarang sedang kami pikirkan, dan sebentar lagi akan saya putuskan,” ujarnya.
    Fenomena kelangkaan lahan makam ini seakan mengulang kekhawatiran lama.
    Pada 2016, publik Jakarta dihebohkan oleh temuan 522 makam fiktif di 16 TPU, beberapa di antaranya di TPU Karet Bivak, Karet Pasar Baru, Kawi-kawi, dan Pondok Ranggon.
    Gubernur DKI kala itu, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), menyebut banyak warga “memesan” lahan lebih awal karena takut tak kebagian tempat.
    “Banyak sekali makam fiktif. Jadi kalau ada batu nisan segala macam, belum tentu ada isinya. Karena ada yang nyogok, ditaruh di depan,” kata Ahok di Balai Kota, Kamis, 9 Juni 20216.
    Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI saat itu menemukan praktik “penandaan” lahan kosong dengan nisan palsu agar tampak sudah terisi.
    Kepala dinasnya kala itu, Djafar Muchlisin, mengatakan praktik makam palsu sudah berlangsung sejak lama.
    Bahkan dia menduga praktik makam palsu ini sudah berlangsung puluhan tahun.
    kemungkinan oknum yang terlibat dalam praktik ini adalah petugas di level bawah sampai pimpinan tingkat SKPD.
    “Kita akan mencoba kalau seperti ini, diindiikasi ada keterlibatan mulai terbawah sampai ke atas, sampai dengan pimpinan,” ujar Djafar pada Selasa, 26 Juli 2026.
    Adapun makam di DKI Jakarta tidak boleh dipesan oleh orang yang masih hidup untuk digunakan saat dia meninggal.
    Aturan tersebut tercantum pada Pasal 37 Perda Nomor 3 Tahun 2007 tentang pemakaman, yakni makam hanya diperuntukan bagi jenazah atau kerangka dan tidak diperbolehkan untuk pesanan persediaan bagi orang yang belum meninggal dunia.
    Kini, sembilan tahun berselang, kekhawatiran yang dulu hanya melahirkan makam fiktif benar-benar di depan mata.
    Ketersediaan lahan menyusut cepat, sementara kota ini belum memiliki sistem pengelolaan makam modern yang efisien.
    Jika pada 2016 warga rela “menandai” tanah kosong demi menjamin tempat terakhir, maka pada 2025, pertanyaannya jauh lebih mendesak, ke mana lagi warga Jakarta akan dimakamkan?.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Potret Krisis Pemakaman di Jakarta: Jenazah Harus Berbagi Liang di TPU Kampung Kongsi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        23 Oktober 2025

    Potret Krisis Pemakaman di Jakarta: Jenazah Harus Berbagi Liang di TPU Kampung Kongsi Megapolitan 23 Oktober 2025

    Potret Krisis Pemakaman di Jakarta: Jenazah Harus Berbagi Liang di TPU Kampung Kongsi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Taman Pemakaman Umum (TPU) Kampung Kongsi, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, sudah penuh.
    Area pemakaman itu sudah tidak bisa lagi menampung jenazah baru untuk dikebumikan. Kondisi ini sudah terjadi sejak 2019.
    Area seluas 3.200 meter persegi ini hanya bisa menampung sekitar 450-500 makam.
    Faktor yang membuat TPU Kampung Kongsi penuh adalah karena banyaknya jenazah dari area pemakaman lain yang dialihkan ke lokasi ini.
    Marwan (48), salah seorang pengurus TPU Kampung Kongsi mengaku kerap menolak permohonan pemakaman baru karena seluruh lahan di area tersebut sudah terisi.
    “Maaf pak bu, lahan baru sudah enggak ada,” ujar Marwan saat diwawancarai Kompas.com di lokasi, Rabu (22/10/2025).
    Dalam dua minggu biasanya selalu ada warga yang meminta izin untuk memakamkan kerabatnya di lokasi tersebut. Namun, pengelola terpaksa menolak karena lahan baru sudah tidak tersedia.
    Dengan kondisi itu, Marwan hanya bisa mengarahkan pihak yang ingin memakamkan anggota keluarganya di tempat lain.
    “Kalau Bapak, Ibu mau lahan baru, silakan ke TPU Tanah Kusir, apalagi sekarang udah dibuka lahan baru,” kata Marwan.
    TPU Kampung Kongsi hanya bisa menerima pemakaman tumpang. Namun, syaratnya jenazah ditumpangkan di atas makam kerabat yang sudah ada di area pemakaman itu.
    “Kecuali ada makam saudaranya di sini, ya silakan ditumpang, bisa,” ucap Marwan.
    Adapun syarat bagi masyarakat yang bisa melakukan pemakaman tumpang adalah sebagai berikut:
    Jika IPTM makam sebelumnya masih di bawah tiga tahun, keluarga atau ahli waris perlu membuat surat persetujuan bahwa makam ditumpang dengan tanda tangan bermaterai.
    Namun, makam tidak bisa langsung ditumpang jika masih baru atau sekitar tiga atau empat bulan.
    “Kecuali ada makam saudaranya di sini, ya silakan ditumpang, bisa,” ujar Marwan.
    Marwan mengaku hingga kini belum ada instruksi dari pihak terkait mengenai rencana perluasan area pemakaman.
    “Kalau memang ada penambahan, sebenarnya ini nih cakep banget nih. Ini kan dekat jalan raya,” tambah Marwan.
    Dinas Pertamanan dan Hutan (Distamhut) DKI Jakarta mencatat, dari total 80 Taman Pemakaman Umum (TPU) yang tersebar di lima wilayah Ibu Kota, 69 diantaranya sudah penuh dan tidak dapat menampung jenazah baru.
    Kepala Distamhut DKI Jakarta, Fajar Sauri mengatakan, kondisi itu membuat sebagian besar TPU kini hanya melayani pemakaman tumpang, yaitu penguburan anggota keluarga dalam satu liang lahat.
    “Dari 80 lokasi TPU yang tersebar di 5 wilayah DKI, 69 TPU sudah penuh dan hanya menerima pelayanan makam tumpang,” ujar Fajar.
    Saat ini Jakarta hanya memiliki 118.348 petak makam yang belum terpakai.
    Dengan rata-rata pemakaman sekitar 100 jenazah per hari, diperkirakan ketersediaan pemakaman masih dapat digunakan hingga tiga tahun ke depan.
    Adapun 11 TPU yang masih memiliki lahan makam di antaranya TPU Rawa Terate, Jakarta Timur; TPU Cipayung, Jakarta Timur; TPU Cilangkap, Jakarta Timur; TPU Bambu Apus, Jakarta Timur; TPU Rorotan, Jakarta Utara; TPU Cipinang Besar, Jakarta Timur; TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan; TPU Srengseng Sawah, Jakarta Selatan; TPU Kampung Kandang, Jakarta Selatan; dan TPU Tegal Alur, Jakarta Barat.
    Selain itu ada pula TPU Pengadungan, Jakarta Barat seluas 65 hektare yang masih perlu dilakukan pengerukan atau pematangan lahan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jakarta di Ambang Krisis Pemakaman: Lahan Habis, Solusi Masih Dipikirkan
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        23 Oktober 2025

    Jakarta di Ambang Krisis Pemakaman: Lahan Habis, Solusi Masih Dipikirkan Megapolitan 23 Oktober 2025

    Jakarta di Ambang Krisis Pemakaman: Lahan Habis, Solusi Masih Dipikirkan
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kota padat, lahan sempit, dan jenazah yang terus bertambah, Jakarta menghadapi krisis pemakaman.
    Hanya 11 dari 80 TPU yang masih bisa menerima jenazah baru, sementara kapasitas tersisa diperkirakan habis dalam tiga tahun.
    Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan (Distamhut) DKI Jakarta, Fajar Sauri, menjelaskan, dari total 80 TPU di Jakarta, sebanyak 69 lokasi sudah penuh.
    Kini, mereka hanya melayani sistem makam tumpang, di mana jenazah dimakamkan di atas makam keluarga.
    Sistem ini menjadi solusi sementara di tengah keterbatasan lahan yang semakin kritis.
    “Pelayanan makam tumpang dilakukan dengan makam keluarga,” ujar Fajar saat dikonfirmasi, Rabu (22/10/2025).
    Dengan rata-rata 100 jenazah dimakamkan setiap hari, sisa 118.348 petak makam diperkirakan hanya cukup untuk tiga tahun ke depan.
    Perluasan atau pembangunan TPU baru kerap menemui kendala.
    Penolakan dari warga sekitar menjadi hambatan utama, sehingga hanya sedikit lokasi yang masih bisa menampung pemakaman baru.
    Sederet pamakamannya itu antara lain TPU Rawa Terate, Cipayung, Cilangkap, Bambu Apus, Rorotan, Cipinang Besar, Tanah Kusir, Srengseng Sawah, Kampung Kandang, dan Tegal Alur.
    TPU Pegadungan di Jakarta Barat dengan luas 65 hektar saat ini masih dalam tahap pengurugan dan pematangan sebelum difungsikan sebagai TPU baru.
    Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, mengakui persoalan ini sebagai tantangan serius.
    Ia menuturkan, Pemprov DKI tengah mengkaji berbagai opsi, termasuk wacana pemakaman bertingkat dan membuka lahan di luar Jakarta.
    “Memang ini sekarang menjadi masalah dan sedang dikaji. Ada usulan, tapi belum menjadi keputusan, apakah diperbolehkan dilakukan pemakaman bertingkat,” kata Pramono.
    Selain pemakaman bertingkat, membuka lahan pemakaman di luar Jakarta juga menjadi pertimbangan jangka panjang.
    “Beberapa mengusulkan untuk membuat pemakaman di luar Jakarta. Sekarang sedang kami pikirkan, dan sebentar lagi akan saya putuskan,” tambahnya.
    Krisis lahan makam ini menjadi cermin dari kompleksitas Jakarta, di satu sisi kota terus tumbuh, di sisi lain ruang bagi yang telah tiada semakin sempit.
    Dengan lahan yang terbatas dan jumlah jenazah yang terus bertambah, solusi permanen kini mendesak untuk segera ditemukan.
    (Reporter: Ruby Rachmadina | Editor: Faieq Hidayat, Mohamad Bintang Pamungkas)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Candi Borobudur dan Prambanan Masih Jadi Destinasi Unggulan Jateng untuk Tarik Wisman
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        23 Oktober 2025

    Candi Borobudur dan Prambanan Masih Jadi Destinasi Unggulan Jateng untuk Tarik Wisman Regional 23 Oktober 2025

    Candi Borobudur dan Prambanan Masih Jadi Destinasi Unggulan Jateng untuk Tarik Wisman
    Tim Redaksi
    SOLO, KOMPAS.com
    – Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) terus berupaya meningkatkan kunjungan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, hingga akhir tahun 2025.
    Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata Disporapar Jateng, Endro Wicaksa, menyampaikan bahwa terdapat beberapa destinasi wisata unggulan yang diandalkan untuk menarik minat wisatawan.
    “Tentunya wisata unggulan kita kan cukup banyak. Paling utama Borobudur. Itu menjadi market wisatawan luar negeri yang paling kuat,” ujar Endro di Solo, Jawa Tengah, Rabu (22/10/2025).
    Selain Borobudur, Endro menambahkan bahwa Candi Prambanan dan Dieng di Kabupaten Wonosobo juga memiliki potensi pasar yang kuat untuk wisatawan.
    “Kota Solo wisatawannya luar biasa, Kota Semarang termasuk Karanganyar. Kalau wisata religi ada Demak, Kudus dan sekitarnya tentunya di Pati juga ada, di Jepara juga ada,” ungkapnya.
    Disporapar juga mengembangkan destinasi wisata di Karimunjawa, Kabupaten Jepara, dan Guci, Kabupaten Tegal, untuk menarik wisatawan dari arah barat.
    “Bagaimana kita bisa menarik wisatawan dari arah barat. Kekuatannya juga luar biasa. Dan potensi dari barat Jakarta ke Jateng perbatasan di daerah Tegal semakin pendek jaraknya. Menarik kunjungan cukup tinggi,” jelas Endro.
    Target kunjungan wisatawan di Jateng hingga Desember 2025 ditetapkan sebanyak 71 juta orang, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
    Berbagai upaya dilakukan untuk mencapai target tersebut, termasuk penyelenggaraan event pariwisata yang melibatkan berbagai stakeholder.
    Salah satu event yang direncanakan adalah Borobudur Travel Mart & Expo 2025, yang akan melibatkan Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Provinsi Jawa Tengah.
    “Upaya kita bagaimana mendorong di paruh kedua 2025 ini, terutama tiga bulan terakhir ini, juga meningkat dan tentunya dampaknya kegiatan ini meskipun di akhir 2025, tentunya di tahun 2026 juga berdampak,” tambah Endro.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Waswas Gara-gara Lahan Makam di Jakarta Terbatas

    Waswas Gara-gara Lahan Makam di Jakarta Terbatas

    Jakarta

    Tempat pemakaman di sejumlah wilayah Jakarta semakin penuh dan menjadi masalah. Bahkan ada pemakaman yang tidak menerima makam baru dan hanya menerima sistem tumpang.

    Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung berencana menggelar rapat khusus membahas persoalan pemakanan yang kian penuh. Rapat rencananya digelar pekan depan.

    “Kami sudah berkomunikasi, dan saya sudah minta untuk diagendakan minggu depan kita akan rapat khusus mengenai pemakaman di Jakarta,” ujar Pramono di Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).

    Pemprov DKI Jakarta, kata Pramono, kini tengah mengumpulkan data mengenai kapasitas dan ketersediaan lahan di seluruh TPU dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota. Langkah tersebut diambil agar pihaknya dapat menentukan arah kebijakan ke depan.

    “Mengenai angkanya nanti Dinas Pertamanan yang akan sampaikan. Nanti kalau sudah detail saya akan jawab lagi,” ungkapnya.

    Opsi Pemakaman Bertingkat

    Pemprov DKI Jakarta diketahui tengah mengkaji berbagai opsi, termasuk wacana pembangunan pemakaman bertingkat untuk mengatasi keterbatasan lahan di Ibu Kota. Pramono menilai persoalan ketersediaan lahan pemakaman menjadi salah satu tantangan yang kini dihadapi Jakarta.

    “Memang ini sekarang menjadi masalah dan sedang dikaji. Ada usulan, tapi belum menjadi keputusan, apakah diperbolehkan dilakukan pemakaman bertingkat,” ujar Pramono.

    Pemprov DKI juga tengah mempertimbangkan opsi membuka lahan pemakaman baru di luar wilayah Jakarta. Namun, keputusan akhir mengenai kebijakan tersebut akan ditentukan setelah kajian teknis dan hukum selesai dilakukan.

    “Beberapa mengusulkan untuk membuat pemakaman di luar Jakarta. Sekarang sedang kami pikirkan, dan sebentar lagi akan saya putuskan,” jelasnya.

    69 dari 80 TPU di Jakarta Penuh

    Terpisah, Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan (Distamhut) DKI Jakarta Fajar Sauri mengungkapkan 69 dari 80 TPU di Jakarta penuh. Sebagian besar menerapkan sistem pemakaman tumpang atau makam keluarga.

    “Dari 80 lokasi TPU yang tersebar di 5 wilayah DKI, 69 TPU sudah penuh dan hanya menerima pelayanan makam tumpang,” ujar Fajar saat dimintai konfirmasi, Rabu (22/10/2025).

    Fajar menjelaskan, sistem makam tumpang dilakukan dalam satu liang lahad keluarga. Menurutnya, makam tumpang dinilai cukup efektif menjadi solusi sementara di tengah keterbatasan lahan pemakaman di Ibu Kota.

    Jakarta memiliki sekitar 118.348 petak makam yang tersebar di 11 TPU dengan kapasitas tersisa. Dengan rata-rata pemakaman mencapai 100 jenazah per hari, Fajar memperkirakan ketersediaan lahan tersebut hanya akan bertahan sekitar tiga tahun ke depan.

    Adapun TPU yang masih memiliki lahan makam antara lain TPU Rawa Terate, Cipayung, Cilangkap, Bambu Apus, Cipinang Besar (Jakarta Timur), Rorotan (Jakarta Utara), Tanah Kusir dan Srengseng Sawah (Jakarta Selatan), Kampung Kandang (Jakarta Selatan), serta Tegal Alur dan Pengadungan (Jakarta Barat).

    Di sisi lain, Fajar menjelaskan, kendala utama menambah lahan makam di Jakarta adalah penolakan warga terhadap keberadaan TPU di lingkungan tempat tinggal mereka.

    “Kita sudah memiliki beberapa rencana pembebasan lahan, namun sering terkendala karena adanya penolakan masyarakat,” ucapnya.

    Halaman 2 dari 3

    (dek/dek)

  • Pimpinan DPRD Usul Tanah Milik DKI Dibangun TPU Baru Atasi Krisis Lahan

    Pimpinan DPRD Usul Tanah Milik DKI Dibangun TPU Baru Atasi Krisis Lahan

    Jakarta

    Sebagian besar pemakaman di Jakarta penuh dan hanya melayani sistem makam tumpang atau keluarga. Wakil Ketua DPRD DKI Rani Mauliani mendorong agar Pemprov DKI Jakarta mengoptimalkan lahan yang dimiliki.

    “Gerindra mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan pendataan menyeluruh terhadap kapasitas seluruh TPU di Jakarta dan memetakan tingkat keterisian aktualnya. Mengoptimalkan lahan milik Pemprov yang belum termanfaatkan secara maksimal untuk dijadikan TPU baru atau perluasan dari TPU yang sudah ada,” kata Rani kepada wartawan, Kamis (23/10/2025).

    Penasihat Fraksi Gerindra DPRD DKI ini juga mendorong dilakukannya pemakaman vertikal sebagai alternatif atas keterbatasan lahan. Dia mengatakan Pemprov DKI Jakarta perlu meningkatkan kerja sama untuk penyediaan lahan pemakaman di daerah penyangga.

    “Membangun sistem pemakaman vertikal atau modern sebagai alternatif inovatif yang efisien terhadap keterbatasan lahan, tanpa mengurangi nilai-nilai religius dan sosial masyarakat. Meningkatkan kerja sama dengan daerah penyangga, seperti Bekasi, Depok, dan Tangerang, dalam penyediaan lahan pemakaman regional bagi warga Jakarta,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Rani berharap pengelolaan lahan pemakaman nantinya dilakukan secara transparan dan adil sehingga masyarakat Jakarta memiliki akses terhadap fasilitas pemakaman. Dia tidak ingin masyarakat dibebani biaya yang tinggi.

    “Gerindra juga berharap kebijakan terkait pengelolaan lahan pemakaman dapat dilakukan secara transparan dan berkeadilan, agar seluruh warga memiliki akses yang layak terhadap fasilitas pemakaman, tanpa terbebani oleh biaya tinggi atau keterbatasan lokasi,” ucapnya.

    “Kami siap mendukung langkah-langkah Pemprov DKI yang berpihak pada kepentingan masyarakat luas dan menjaga martabat warga Jakarta, baik semasa hidup maupun setelah meninggal dunia,” imbuhnya.

    Sementara, anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Fraksi Gerindra, Ali Lubis menilai perlu adanya pengadaan lahan untuk pemakaman. Ali menuturkan lahan di Jakarta terbatas, untuk itu, dia mendorong agar Pemprov membeli lahan di luar Jakarta untuk dijadikan pemakaman khusus warga Jakarta.

    “Tapi kendala saat ini lokasi lahan yang terbatas di Jakarta dan terlebih saat ini adanya pengurangan dana Transfer Daerah dari pusat sehingga anggaran pengadaan tanah tentu dikurangi,” kata Ali.

    “Oleh sebab itu saya akan mendorong pihak Distamhut untuk membeli lahan di luar Jakarta seperti Bekasi, Tangerang, Depok dan Bogor untuk pemakaman khusus warga Jakarta walaupun jauh, tapi apa boleh buat ditengah minimnya lahan pemakaman di Jakarta sebagai salah satu solusi krisis lahan pemakaman,” lanjutnya.

    Sebelumnya, Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan (Distamhut) DKI Jakarta Fajar Sauri mengungkapkan, dari 80 tempat pemakaman umum (TPU) yang tersebar di lima wilayah Jakarta, 69 di antaranya sudah penuh. Kondisi ini membuat sebagian besar TPU hanya melayani sistem pemakaman tumpang atau makam keluarga.

    “Dari 80 lokasi TPU yang tersebar di 5 wilayah DKI, 69 TPU sudah penuh dan hanya menerima pelayanan makam tumpang,” ujar Fajar saat dimintai konfirmasi, Rabu (22/10/2025).

    Fajar menjelaskan, sistem makam tumpang dilakukan dalam satu liang lahad keluarga sehingga dinilai cukup efektif menjadi solusi sementara di tengah keterbatasan lahan pemakaman di Ibu Kota. Saat ini Jakarta masih memiliki sekitar 118.348 petak makam yang tersebar di 11 TPU dengan kapasitas tersisa.

    Dengan rata-rata pemakaman mencapai 100 jenazah per hari, Fajar memperkirakan ketersediaan lahan tersebut hanya akan bertahan sekitar tiga tahun ke depan.

    Adapun TPU yang masih memiliki lahan makam antara lain TPU Rawa Terate, Cipayung, Cilangkap, Bambu Apus, Cipinang Besar (Jakarta Timur), Rorotan (Jakarta Utara), Tanah Kusir dan Srengseng Sawah (Jakarta Selatan), Kampung Kandang (Jakarta Selatan), serta Tegal Alur dan Pengadungan (Jakarta Barat).

    Halaman 2 dari 2

    (dek/idn)

  • DKI prioritaskan bangun lima puskesmas pada APBD 2026

    DKI prioritaskan bangun lima puskesmas pada APBD 2026

    Jakarta (ANTARA) – Dinas Kesehatan DKI Jakarta memprioritaskan untuk membangun lima puskesmas pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026.

    “Setelah adanya proses efisiensi kita sisir kembali dan kita ambil lima yang prioritas,” kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati di Jakarta, Rabu.

    Menurut dia, pada pembahasan Rancangan Kebijakan Umum APBD serta Rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD 2026, Dinkes DKI sudah memasukkan 12 puskesmas untuk dibangun.

    Akan tetapi kata Ani, setelah adanya pemotongan dana bagi hasil (DBH) dari pemerintah pusat, maka disepakati pengurangan pembangunan puskesmas yang semula 12 menjadi lima puskesmas.

    “Kami harus mempertimbangkan kondisi lahan, apakah sudah siap untuk dilakukan pembangunan itu yang jadi urutan prioritas,” ujarnya.

    Ani menambahkan bahwa untuk pembangunan lima puskesmas yang masih masuk dalam APBD 2026 yaitu Puskesmas Kebayoran Baru, Sunter Jaya, Kedoya Utara, Slipi dan Puskesmas Tegal Alur.

    Pada pembahasan sebelumnya, Dinkes DKI diproyeksikan mendapatkan anggaran pada APBD 2026 Rp11 triliun lebih, namun setelah adanya pemotongan DBH, maka anggaran sementara turun menjadi Rp10,4 triliun.

    Sebelumnya, Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) telah menyepakati penyesuaian Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Rp81,2 triliun setelah DBH dipangkas Rp15 triliun dari Rp26 triliun.

    “Setelah ada pengurangan DBH kita harus menyesuaikan diri,” kaya Ketua DPRD DKI Jakarta Khoirudin di Jakarta, Senin (20/10).

    DPRD dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sebelumnya sudah melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) untuk APBD 2026 sebanyak Rp95,3 triliun pada 13 Agustus 2025.

    Namun, kata Khoirudin, setelah adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Pemotongan DBH, maka Banggar bersama TPAD DKI Jakarta telah menyepakati adanya Perubahan APBD 2026 menjadi Rp81,2 triliun.

    Penyesuaian pun ada landasan hukumnya dan kini menjadi Rp81,2 triliun. “Perubahan itu harus kita sepakati bersama,” ujarnya.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Cuma Punya Rp 10.000, Bisa Dapat Makan Apa di Jakarta?

    Cuma Punya Rp 10.000, Bisa Dapat Makan Apa di Jakarta?

    Jakarta

    Di tengah megahnya kota Jakarta, uang Rp 10.000 mungkin tak cukup untuk segelas kopi di kafe-kafe hingga mal. Namun bagi sebagian masyarakat, dana ini cukup untuk satu kali makan besar yang tak jarang juga sudah dengan minumnya.

    Sebagai contoh, Fernando (24), mahasiswa tingkat akhir sekaligus pencari kerja baru, mengatakan dengan dana Rp 10.000 dirinya sudah bisa mendapatkan satu kali makan besar di kota Jakarta. Menurutnya untuk bisa mendapatkan makan dengan anggaran yang sangat terbatas itu, pilihan dan tempat makan menjadi sangat penting.

    “Kalau menurut saya sih, semuanya sih tergantung kembali ke kitanya juga sih. Kembali ke kitanya juga, kalau misalnya kita mau makan di luar atau gimana, tergantung pilihan makannya juga sih,” katanya saat ditemui detikcom di Gondangdia, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).

    Fernando yang lahir, besar, dan berkuliah di Jakarta ini mengatakan dengan Rp 10.000 dirinya bisa mendapatkan sepiring nasi, sayur, dan lauk sederhana di warung makan sederhana atau banyak dikenal sebagai warung tegal (warteg).

    “Biasanya sih Rp 13.000 sampai Rp 15.000 sekali makan, sudah sama minumnya. Saya biasanya kan minum es, jadi Rp 5.000 sendiri, kalau makannya saja ya bisa Rp 10.000. Kadang minum itu air putih, gratis kalau ingin lebih murah,” terangnya.

    Karena itu menurutnya hal terpenting untuk bisa mendapat makan dengan harga murah adalah pilihan tempat makan dan piliahan lauk. Meski Fernando mengaku tak jarang juga menemukan warung-warung makan sederhana dengan harga cukup mahal.

    “Semua tergantung lauknya sih, cuma ya kadang kalau lagi keluar juga suka nemu saja warteg yang lumayan mahal. Biasanya kalau di tempat langganan Rp 13.000-15.000, pakai lauk yang sama bisa Rp 20.000,” ucap Fernando.

    Senada, seorang pengemudi ojek online bernama Subaiti (35) juga mengaku sehari-hari bisa makan hanya dengan dana Rp 10.000. Namun yang pasti, dengan dana tersebut pilihan tempat makan yang bisa disambanginya jadi sangat terbatas.

    “Jadi namanya ojol bisa makan di mana-mana. Kalau lapar ya langsung ke warteg atau warungan gitu saja sih. Paling ya itu doang pilihannya kalau mau murah,” papar Subaiti.

    Karena pekerjaan Subaiti sebagai ojol yang mengharuskannya banyak berpindah lokasi mengantar pelanggan, saat istirahat makan biasanya ia juga memesan es hingga kopi untuk beristirahat. Sehingga sehari-hari ia menghabiskan sekitar Rp 20.000 untuk sekali makan.

    “Ya habis Rp 20.000 lah. Iya, sudah sama es, sekalian istirahat sama kopi juga lah. Jadi bisa Rp 20.000an lah,” jelasnya.

    Tonton juga Video: 3 Rekomendasi Tempat Makan Murah di Kawasan SCBD

    (igo/fdl)