kab/kota: Tebet

  • Pengelola Tebet Eco Park tegur komunitas fotografi yang lakukan pungli

    Pengelola Tebet Eco Park tegur komunitas fotografi yang lakukan pungli

    Jakarta (ANTARA) – Pengelola Tebet Eco Park, Jakarta Selatan, menegur komunitas fotografi yang melakukan pungutan liar (pungli) kepada pengunjung sebesar Rp500 ribu.

    “Untuk tindak lanjutnya, kita sudah melakukan panggilan, klarifikasi dan teguran terhadap komunitas tersebut,” kata Kasi Taman Kota pengelola Tebet Eco Park Dimas Ario Nugroho saat dihubungi di Jakarta, Senin.

    Dia mengatakan pihaknya sudah melakukan pemanggilan dan meminta klarifikasi terhadap komunitas tersebut sebelum ramai di media.

    Ke depannya, pengelola Tebet Eco Park berkomitmen menggencarkan sosialisasi larangan pungutan liar di kawasan tersebut.

    “Nanti juga mensosialisasi di media sosial dan spanduk, tidak ada pungli terkait kegiatan fotografi yang bersifat nonkomersil di taman,” ucap Dimas.

    Lebih lanjut, dia pun menegaskan warga dapat beraktivitas di taman, salah satunya memotret di ruang terbuka hijau tersebut secara gratis, selama tidak dalam bentuk komersial.

    Dia menjelaskan kegiatan komersial yang dimaksud itu, seperti bazaar, produk bermerek dan sebagainya, yang nantinya diarahkan ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

    Dengan demikian, dia mengatakan pihak dinas tidak melarang aktivitas fotografi di dalam area taman, dari komunitas maupun perorangan.

    Sebelumnya, viral di media sosial pengunjung yang ingin melakukan sesi foto dikenai tarif hingga Rp500 ribu oleh kelompok tertentu di Tebet Eco Park, Jakarta Selatan.

    Kejadian itu viral setelah salah satu pemilik akun berkomentar di Instagram @tebetecopark, yang mengeluhkan adanya komunitas yang meminta uang Rp500 ribu kepada fotografer yang ingin memotret di Tebet Eco Park.

    Pengunjung yang ditegur oleh komunitas tersebut mengaku mendapat penjelasan dari anggota komunitas bahwa hanya fotografer berizin yang boleh memotret di kawasan itu.

    Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menegaskan Tebet Eco Park merupakan kawasan ruang publik yang bebas pungli. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun berkomitmen segera menertibkan oknum komunitas fotografi yang mematok harga biaya memotret sebesar Rp500 ribu itu.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pengelola tegaskan warga dapat beraktivitas di Tebet Eco Park gratis

    Pengelola tegaskan warga dapat beraktivitas di Tebet Eco Park gratis

    Jakarta (ANTARA) – Pengelola Tebet Eco Park, Jakarta Selatan, menegaskan warga dapat beraktivitas di taman, salah satunya memotret di ruang terbuka hijau tersebut secara gratis dan tidak ada pungutan liar (pungli).

    “Iya, gratis, selama tidak komersial, ya,” kata Kasi Taman Kota pengelola Tebet Eco Park Dimas Ario Nugroho saat dihubungi di Jakarta, Senin.

    Dia mengatakan kegiatan komersial yang dimaksud itu, seperti bazaar, produk bermerek dan sebagainya nanti akan diarahkan ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

    Dengan demikian, dia menegaskan pihak dinas tidak melarang aktivitas fotografi di dalam area taman, dari komunitas maupun perorangan.

    “Dari pihak dinas maupun teman-teman di lapangan tidak mengeluarkan izin khusus,” ucap Dimas.

    Sebelumnya, viral di media sosial pengunjung yang ingin melakukan sesi foto dikenai tarif hingga Rp500 ribu oleh kelompok tertentu di Tebet Eco Park, Jakarta Selatan.

    Kejadian itu viral setelah salah satu pemilik akun berkomentar di Instagram @tebetecopark, yang mengeluhkan adanya komunitas yang meminta uang Rp500 ribu kepada fotografer yang ingin memotret di Tebet Eco Park.

    Pengunjung yang ditegur oleh komunitas tersebut mengaku mendapat penjelasan dari anggota komunitas bahwa hanya fotografer berizin yang boleh memotret di kawasan itu.

    Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menegaskan Tebet Eco Park merupakan kawasan ruang publik yang bebas pungli. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun berkomitmen segera menertibkan oknum komunitas fotografi yang mematok harga biaya memotret sebesar Rp500 ribu itu.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Oknum yang diduga lakukan pungli di Tebet Eco Park segera ditertibkan

    Oknum yang diduga lakukan pungli di Tebet Eco Park segera ditertibkan

    Jakarta (ANTARA) – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo menegaskan segera menertibkan oknum-oknum yang diduga melakukan pungutan liar (pungli) kepada pengunjung di Tebet Eco Park, Jakarta Selatan.

    “Nggak, nggak. Itu Eco Park bebas. Jadi nggak ada, nanti kami tertibkan. Nggak boleh ada pungutan-pungutan, wong itu taman (ruang publik),” kata Pramono saat dijumpai di Balai Kota DKI Jakarta, Senin.

    Sebelumnya, viral di media sosial pengunjung yang ingin melakukan sesi foto dikenai tarif hingga Rp500 ribu oleh kelompok tertentu di Tebet Eco Park, Jakarta Selatan.

    Kejadian itu viral setelah salah satu pemilik akun berkomentar di Instagram @tebetecopark, yang mengeluhkan adanya komunitas yang meminta uang Rp500 ribu kepada fotografer yang ingin memotret di Tebet Eco Park.

    “Tebet bayar 500 ribu, setor 10 persen dagang ke mereka nanti dikasih lapak,” tulis salah satu akun.

    Pengelola Tebet Eco Park pun telah menanggapi keluhan pengunjung, khususnya fotografer, di media sosial.

    Kepala Seksi Taman Kota Dimas Ario Nugroho menegaskan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak pernah menerapkan biaya apapun untuk kegiatan fotografi di kawasan taman.

    “Kami tidak melarang adanya aktivitas fotografi di dalam area taman, baik komunitas maupun perorangan,” tegas Dimas.

    Pihaknya pun telah menindaklanjuti keluhan tersebut dan telah lebih dulu melakukan pemanggilan serta klarifikasi terhadap komunitas fotografer yang melakukan pungutan sebelum isu tersebut ramai di media sosial (medsos).

    Komunitas fotografer itu diketahui telah dipanggil pada Jumat (17/10).

    Dari hasil penelusuran, kelompok tersebut diketahui bukan bagian dari pengelola taman maupun Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta.

    “Mereka membuat operasional sendiri seperti rompi, ID card, dan sebagainya, itu murni inisiatif dari komunitas,” ujar Dimas.

    Dia menyebutkan komunitas yang dimaksud adalah Komunitas Fotografer Tebet Eco Park, yang diketahui juga aktif dan sering beraktivitas di dalam kawasan taman tersebut, namun tidak berafiliasi dengan dinas.

    Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 5
                    
                        Polemik Memotret di Tebet Eco Park yang Dibatasi Aturan Tak Resmi
                        Megapolitan

    5 Polemik Memotret di Tebet Eco Park yang Dibatasi Aturan Tak Resmi Megapolitan

    Polemik Memotret di Tebet Eco Park yang Dibatasi Aturan Tak Resmi
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Taman kota seharusnya menjadi ruang terbuka bagi siapa pun untuk bersantai, berolahraga, atau sekadar menyalurkan hobi.
    Namun, pengalaman seorang pengunjung Tebet Eco Park, AM (34), justru memunculkan pertanyaan baru, seberapa publik sebenarnya ruang publik di Jakarta?
    Kisah ini bermula ketika AM datang ke Tebet Eco Park, Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025), untuk memotret suasana taman.
    Namun, belum lama ia memotret, seorang pria berompi dan beridentitas komunitas fotografer menegurnya.
    “Awalnya saya duduk sekitar setengah jam, lalu pindah tempat di area dalam taman. Enggak lama kemudian, ada seseorang pakai rompi dan ID card, yang mengaku bagian dari komunitas fotografer di sana, datang menegur saya,” ujar AM kepada Kompas.com, Minggu (19/10/2025).
    Pria itu meminta AM menunjukkan izin memotret.
    Bagi AM, kegiatan fotografi di ruang publik diperbolehkan selama tidak mengganggu orang lain.
    Namun, perdebatan tak berhenti di situ.
    Menurut AM, komunitas tersebut menawarkan “keanggotaan” dengan biaya Rp 500.000 agar bisa tetap memotret di taman.
    Biaya itu disebut mencakup kartu identitas anggota, dengan potongan 10 persen jika hasil foto dijual.
    “Saya merasa seperti diancam. Akhirnya saya berhenti motret,” kata AM.
    Ia menolak bergabung karena memotret hanyalah kegiatan rekreasi baginya, bukan untuk kepentingan komersial.
    AM kemudian menghubungi akun Instagram komunitas fotografer Tebet Eco Park,
    @tebetekoparkofficial
    .
    Pihak komunitas menyampaikan permintaan maaf atas kejadian tersebut.
    “Apabila ada kata-kata kurang berkenan dari anggota kami. Kami mohon maaf,” demikian bunyi pesan yang diterima AM.
    Dalam percakapan itu juga dijelaskan bahwa aktivitas fotografi di kawasan taman “sudah ada izin khusus dari pengelola” demi menjaga kenyamanan bersama.
    Meski begitu, keterangan ini justru menimbulkan kebingungan karena tidak pernah ada pemberitahuan resmi dari pihak pengelola taman.
    AM berharap, aturan fotografi di Tebet Eco Park diperjelas agar tidak menimbulkan kesan bahwa ruang publik “dikuasai” oleh komunitas tertentu.
    “Kalau memang ada area terbatas untuk foto, ya tolong diberi tanda jelas. Jadi tidak ada lagi kesalahpahaman antara pengunjung dan komunitas,” ujarnya.
    Menanggapi polemik ini, pengelola taman menegaskan bahwa aktivitas fotografi di Tebet Eco Park tetap diperbolehkan tanpa perlu izin khusus.
    “Dari pihak dinas tidak melarang adanya aktivitas fotografi di dalam area taman, baik itu dari komunitas maupun perorangan. Dari pihak dinas maupun teman-teman di lapangan tidak mengeluarkan izin khusus,” jelas Kasi Taman Kota, Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta, Dimas Ario Nugroho.
    Dimas menambahkan, pihaknya sudah memanggil perwakilan komunitas fotografer untuk klarifikasi.
    Mereka memastikan tidak ada kaitan antara komunitas dengan pengelola atau petugas taman.
    Perwakilan komunitas fotografer tersebut menjelaskan biaya Rp 500.000 yang diminta kepada calon anggota digunakan untuk kebutuhan internal komunitas, bukan kewajiban resmi taman.
    “Rp 250.000 untuk ID card, sisanya untuk kas yang digunakan untuk program Jumat Berkah setiap akhir bulan. Tidak ada kaitannya dengan pengelola atau satpam Tebet Eco Park,” jelas perwakilan komunitas itu.
    Kejadian ini bukan yang pertama. AM mengaku pernah mengalami hal serupa di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), di mana jumlah fotografer dibatasi dan ada biaya keanggotaan tertentu.
    Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran bahwa ruang publik di Jakarta mulai dibatasi secara sosial oleh kelompok tertentu.
    (Reporter: Lidia Pratama Febrian | Reporter: Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 5
                    
                        Polemik Memotret di Tebet Eco Park yang Dibatasi Aturan Tak Resmi
                        Megapolitan

    Pengelola Pastikan Memotret di Tebet Eco Park Tak Dilarang Megapolitan 19 Oktober 2025

    Pengelola Pastikan Memotret di Tebet Eco Park Tak Dilarang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pengunjung Tebet Eco Park dipastikan bisa leluasa memotret di area taman, tanpa harus meminta izin khusus dari pengelola atau pihak dinas.
    Hal ini ditegaskan oleh Dimas Ario Nugroho, Kasi Taman Kota pengelola Tebet Eco Park, menanggapi tindakan komunitas fotografer yang meminta pengunjung membayar biaya keanggotaan untuk memotret.
    “Pengunjung diperbolehkan memotret di taman. Izin dari pihak dinas tidak dibutuhkan, baik untuk komunitas maupun perorangan. Tidak ada larangan resmi,” jelas Dimas kepada
    Kompas.com,
    Minggu (19/10/2025).
    Kontroversi bermula ketika seorang pengunjung, AM (34), ditegur oleh anggota komunitas fotografer saat sedang memotret di taman.
    AM mengaku diminta membayar Rp 500.000 untuk menjadi anggota komunitas agar bisa memotret, termasuk kewajiban memberikan potongan 10 persen jika hasil foto dijual.
    AM menolak tawaran tersebut karena kegiatan memotret bagi dirinya hanya untuk hobi dan pekerjaan sampingan.
    Menurut dia, selama ini pengelola Tebet Eco Park tidak pernah memberikan larangan atau imbauan resmi terkait aktivitas fotografi di taman.
    “Kalau memang ada area terbatas untuk foto, sebaiknya pengelola pasang imbauan resmi. Supaya pengunjung tahu dan tidak terjadi kesalahpahaman,” kata AM.
    Ia juga menyinggung pengalaman serupa di Gelora Bung Karno, di mana komunitas foto membatasi jumlah anggota dan memungut biaya tinggi, seolah-olah area publik “dikuasai” komunitas tertentu.
    Perwakilan komunitas, melalui pengelola Tebet Eco Park, menegaskan bahwa biaya Rp 500.000 yang dibebankan itu adalah kesepakatan internal komunitas, bukan aturan resmi dari pihak taman.
    Menurut pihak komunitas, biaya tersebut digunakan sebagian untuk pembuatan ID card anggota dan sisanya untuk kas kegiatan sosial, seperti program Jumat Berkah.
    “Rp 500.000 itu dipakai sekitar Rp 250.000 untuk membuat ID card anggota, sisanya untuk kas komunitas yang digunakan kegiatan sosial, seperti Jumat Berkah setiap akhir bulan. Itu tidak ada hubungannya dengan pengelola atau satpam Tebet Eco Park,” jelas perwakilan komunitas melalui Dinas Pengelola.
    Dengan penegasan dari pengelola, pengunjung Tebet Eco Park kini dapat memotret tanpa khawatir melanggar aturan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pengunjung Tebet Eco Park Diminta Bayar Rp 500.000 untuk Bisa Memotret
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        19 Oktober 2025

    Pengunjung Tebet Eco Park Diminta Bayar Rp 500.000 untuk Bisa Memotret Megapolitan 19 Oktober 2025

    Pengunjung Tebet Eco Park Diminta Bayar Rp 500.000 untuk Bisa Memotret
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com 
    – Sebuah komunitas fotografer di Tebet Eco Park, Jakarta Selatan, disebut meminta pengunjung membayar Rp 500.000 agar dapat memotret di area taman, Kamis (16/10/2025).
    AM (34), pengunjung yang ditegur komunitas tersebut, mengaku mendapat penjelasan dari anggota komunitas bahwa hanya fotografer berizin yang boleh memotret.
    “Mereka bilang kalau mau motret harus gabung ke komunitas mereka, dengan biaya Rp 500.000. Katanya, biaya itu termasuk kartu identitas anggota. Tapi kalau hasil foto dijual, ada potongan 10 persen untuk mereka,” ungkap AM kepada
    Kompas.com,
    Minggu (19/20/2025).
    Warga Pancoran itu menolak tawaran tersebut karena kegiatan memotret bagi dirinya hanya untuk hobi dan pekerjaan sampingan.
    “Saya merasa seperti diancam. Akhirnya saya berhenti motret,” kata AM.
    Menurut dia, selama ini pengelola Tebet Eco Park tidak pernah melarang aktivitas fotografi, sehingga ia menilai tindakan komunitas itu tidak beralasan.
    AM berharap pengelola menegaskan aturan resmi jika ada area yang dibatasi untuk fotografi.
    “Kalau memang ada area terbatas untuk foto, ya tolong diberi tanda jelas. Supaya tidak ada lagi kesalahpahaman antara pengunjung dan komunitas,” ujar dia.
    Pengalaman AM bukan yang pertama. Ia menyinggung kejadian serupa di Gelora Bung Karno, di mana komunitas foto juga membatasi jumlah anggota dan memungut biaya tinggi.
    “Seolah-olah area publik ‘dikuasai’ oleh komunitas tertentu,” kata AM.
    Menanggapi kontroversi ini, Dimas Ario Nugroho, Kasi Taman Kota pengelola Tebet Eco Park, menegaskan bahwa pihak dinas tidak pernah mengeluarkan aturan yang membatasi aktivitas fotografi.
    “Baik itu dari komunitas maupun perorangan, izin dari pihak dinas tidak dibutuhkan,” ujar Dimas kepada
    Kompas.com.
    Sementara itu, pihak komunitas fotografer memberikan klarifikasi soal biaya Rp 500.000. Menurut mereka, biaya tersebut adalah kesepakatan internal komunitas bagi anggota baru.
    “Rp 500.000 itu dipakai sekitar Rp 250.000 untuk membuat ID card anggota, sisanya untuk kas komunitas yang digunakan kegiatan sosial, seperti Jumat Berkah setiap akhir bulan. Itu tidak ada hubungannya dengan pengelola atau satpam Tebet Eco Park,” jelas perwakilan komunitas melalui Dinas Pengelola.
    Komunitas fotografer akhirnya meminta maaf kepada AM dan melakukan pertemuan singkat untuk menyelesaikan kesalahpahaman.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Memotret di Tebet Eco Park, Pengunjung Ditegur Komunitas Fotografer
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        19 Oktober 2025

    Memotret di Tebet Eco Park, Pengunjung Ditegur Komunitas Fotografer Megapolitan 19 Oktober 2025

    Memotret di Tebet Eco Park, Pengunjung Ditegur Komunitas Fotografer
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Seorang pengunjung Tebet Eco Park, AM (34), mengaku ditegur oleh anggota komunitas fotografer saat mengambil foto di area taman, Kamis (16/10/2025).
    AM saat itu datang ke Tebet Eco Park, Jakarta Selatan untuk mengisi waktu luang dengan membawa kamera.
    “Awalnya saya duduk sekitar setengah jam, lalu pindah tempat di area dalam taman. Enggak lama kemudian, ada seseorang pakai rompi dan ID card, yang mengaku bagian dari komunitas fotografer di sana, datang menegur saya,” ujar AM kepada
    Kompas.com,
    Minggu (19/10/2025).
    Orang yang menegur tersebut meminta AM menunjukkan izin untuk memotret.
    Warga Pancoran itu menegaskan bahwa memotret di ruang publik diperbolehkan selama tidak mengganggu orang lain.
    Namun, komunitas tersebut tetap bersikeras bahwa hanya fotografer berizin yang boleh mengambil gambar di taman.
    Selain teguran, AM juga dipaksa bergabung dengan komunitas fotografer dengan biaya Rp 500.000.
    “Katanya, biaya itu termasuk kartu identitas anggota. Tapi kalau hasil foto dijual, ada potongan 10 persen untuk mereka. Saya langsung bilang enggak mau gabung,” kata AM.
    Ia menolak karena kegiatan fotografi hanya untuk hobi dan pekerjaan sampingan. Setelah penolakan itu, komunitas menyatakan AM tidak boleh memotret di area tersebut.
    “Saya merasa seperti diancam. Akhirnya saya berhenti motret,” tutur dia.
    Menurut dia, pengelola Tebet Eco Park tidak pernah melarang atau menegur terkait aktivitas fotografi.
    AM juga menunjukkan percakapannya dengan akun Instagram komunitas fotografer Tebet Eco Park, @tebetekoparkofficial, yang menyampaikan permintaan maaf atas kata-kata kurang berkenan dari anggota komunitas.
    “Apabila ada kata-kata kurang berkenan dari anggota kami. Kami mohon maaf,” bunyi pesan yang diterima AM.
    Dalam percakapan tersebut juga menampilkan bahwa untuk memotret di kawasan Tebet Eco Park harus ada izin khusus bagi komunitas fotografer demi kenyamanan bersama.

    Untuk perihal fotografer di Tebet Ecopark memang sudah ada izin khusus dari pengelola
    (sehingga untuk kenyamanan bersama, ada batas fotografer yang diperbolehkan memotret),” tulisnya.
    Kejadian serupa pernah dialaminya di Gelora Bung Karno (GBK), di mana jumlah fotografer dibatasi dan ada biaya keanggotaan tertentu.
    Menurut AM, fenomena ini menimbulkan kesan bahwa area publik “dikuasai” oleh komunitas tertentu.
    Meski sudah ada permintaan maaf dan klarifikasi, AM berharap pengelola Tebet Eco Park menegaskan aturan terkait aktivitas fotografi agar tidak menimbulkan kebingungan.
    “Kalau memang ada area terbatas untuk foto, ya tolong diberi tanda jelas. Jadi tidak ada lagi kesalahpahaman antara pengunjung dan komunitas,” ujar dia.
    Menanggapi kejadian di Tebet Eco Park, Dimas Ario Nugroho, Kasi Taman Kota pengelola taman, menegaskan bahwa pihak dinas tidak melarang aktivitas fotografi di area taman
    “Dari pihak dinas tidak melarang adanya aktivitas fotografi di dalam area taman, baik itu dari komunitas maupun perorangan. Dari pihak dinas maupun teman-teman di lapangan tidak mengeluarkan izin khusus,” jelas Dimas saat dikonfirmasi
    Kompas.com.
    Pihak pengelola taman sudah bertemu dengan perwakilan komunitas fotografer itu untuk menjelaskan terkait biaya Rp 500.000 yang diminta.
    “Rp 250.000 untuk ID card, sisanya untuk kas yang digunakan untuk program Jumat Berkah setiap akhir bulan. Tidak ada kaitannya dengan pengelola atau satpam Tebet Eco Park,” jelas perwakilan komunitas.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Revitalisasi saluran air di Jalan Asem Baris Raya rampung

    Revitalisasi saluran air di Jalan Asem Baris Raya rampung

    Jakarta (ANTARA) – Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Selatan merampungkan revitalisasi saluran air di Jalan Asem Baris Raya, Kelurahan Kebon Baru, Kecamatan Tebet untuk mengatasi genangan akibat hujan di lokasi tersebut.

    “Selain kita tingkatkan fungsi saluran airnya, kita juga turut merapikan akses jalan yang terdampak pembangunan saluran air,” kata Kepala Seksi Pemeliharaan Suku Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta Selatan, Junjung di Jakarta, Jumat.

    Junjung mengatakan, revitalisasi saluran air ini mulai dikerjakan sejak 17 April 2025 oleh pihak ketiga.

    Dia menjelaskan, revitalisasi saluran air dilakukan dengan pemasangan U-ditch 40 HD sepanjang kurang lebih 198 meter.

    U-ditch merupakan saluran air drainase berikut tutupnya terbuat dari beton pracetak yang berbentuk huruf U.

    Kemudian, U-ditch 60 HD sepanjang kurang lebih 1.589 meter, area saluran tertutup (box culvert) sekitar 73 meter serta perbaikan jalan sepanjang 1.232 meter.

    Ia berharap dengan adanya peningkatan infrastruktur tersebut, masyarakat sekitar dapat merasakan manfaat yang signifikan.

    Sebab, kata dia, saluran kini lebih optimal dalam mengalirkan air, lingkungan menjadi lebih tertata dan terhindar dari genangan atau banjir.

    “Perbaikan jalan yang dilakukan juga menghadirkan kenyamanan dan kelancaran akses bagi warga yang beraktivitas di kawasan Jalan Asem Baris Raya,” katanya.

    Seorang warga setempat, Krisnadi mengapresiasi peningkatan fungsi saluran tersebut.

    Selain meningkatkan kualitas lingkungan, juga berdampak langsung pada kenyamanan mobilitas warga sehari-hari.

    “Sebelumnya kalau ada perbaikan saluran air jalannya jadi tidak mulus, namun sekarang, perbaikan selesai, jalan pun ikut rapi kembali,” katanya.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Lalin Sejumlah Tol Arah Jakarta Padat Pagi Ini, Ini Titiknya

    Lalin Sejumlah Tol Arah Jakarta Padat Pagi Ini, Ini Titiknya

    Jakarta

    Lalu lintas (lalin) di sejumlah tol di Jakarta padat pagi ini. Rata-rata kepadatan lalin terjadi karena volume kendaraan.

    Melalui akun X nya, Kamis (16/10/2025), Jasamarga melaporkan sejumlah Tol mengalami kepadatan, mulai dari Tol Dalam Kota (Dalkot). Kepadatan di Tol Dalkot terjadi di Cawang arah Tebet, kemudian keluar dari Tol Kuningan dan Semanggi.

    “Tol Dalam Kota Cawang – Tebet padat, kepadatan volume lalin. Keluar Kuningan dan keluar Semanggi padat, kepadatan di jalan arteri,” tulis Jasamarga pukul 07.00 WIB.

    Rekayasa lalin contraflow juga diterapkan untuk mengurai kepadatan di Senayan Km 08+100 hingga GT Halim 3 Km01+300. Contraflow diterapkan di lajur kanan dari arah Halim.

    “Tol Dalam Kota hati-hati di Senayan KM 08+100 – GT Halim 3 KM 01+300, ada lajur contraflow dari arah Halim di lajur kanan,” ujarnya.

    “Tol JORR W2U Meruya – Joglo – Ciledug – Ulujami lancar. ; Ulujami KM 16 – Meruya Selatan KM 10 padat, ada penanganan kecelakaan kendaraan Truk Tangki dan Truk Fuso di lajur 1-bahu luar/kiri,” tulis Jasamarga.

    Sementara, di Tol Jakarta-Tangerang (Janger) kepadatan terjadi di Karang Tengah arah Kunciran. Kemudian juga di Kembangan arah Kebon Jeruk karena volume lalin.

    Contraflow juga diterapkan di Tol Jager setelah underpas Tomang mengarah ke Kebon Jeruk. Contraflow diterapkan di lajur kanan.

    “Tol Janger hati-hati di Setelah Underpass Tomang – Kebon Jeruk KM 03+400, ada lajur contraflow dari arah Kebon Jeruk di lajur 3/kanan,” ujarnya.

    Lalu kepadatan juga terjadi di Tol Jakarta-Cikampek (Japek) dari di Km 11 Cikunir menuju Bekasi. Kepadatan tersebut akibat ada kecelakaan truk terbalik.

    “Tol Japek Cikunir KM 11 – Bekasi Timur KM 15+400 padat, ada penanganan kecelakaan kendaraan Truk Colt Diesel muatan karung terbalik miring di lajur 1-bahu luar/kiri. ; Halim KM 01 – Cawang KM 00 padat, kepadatan volume lalin arah Tebet,” imbuhnya.

    (dek/yld)

  • Petugas evakuasi mobil listrik yang kecelakaan di Tol Jakarta

    Petugas evakuasi mobil listrik yang kecelakaan di Tol Jakarta

    Jakarta (ANTARA) – Satu insiden kecelakaan lalu lintas melibatkan mobil listrik terjadi di ruas Tol Dalam Kota, tepatnya di kawasan Asam Baris Tebet, mengarah ke Cawang, Jakarta, pada Jumat (3/10) malam.

    Petugas Patroli Jalan Raya (PJR) Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya (Ditlantas PMJ) bersama dengan petugas dari PT Jasa Marga segera mengevakuasi kendaraan yang rusak akibat kecelakaan tersebut.

    Menurut laporan dari akun media sosial resmi TMC Polda Metro Jaya (@TMCPoldaMetro), Jumat, proses evakuasi telah berhasil diselesaikan pada pukul 21.55 WIB.

    Sopir mobil listrik dilaporkan mengalami luka-luka akibat insiden tersebut dan telah mendapatkan penanganan medis.

    “Anggota Satuan Patroli Jalan Raya Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya bersama petugas PT. Jasa Marga telah menyelesaikan proses evakuasi kendaraan yang mengalami kecelakaan tunggal. Pengendara mengalami luka-luka,” demikian pernyataan dari akun @TMCPoldaMetro.

    Dari informasi yang dihimpun pada Jumat malam, kepolisian menduga kecelakaan itu disebabkan oleh kelalaian sopir mobil listrik yang kurang berhati-hati saat melajukan kendaraan di jalan tol yang memiliki kepadatan arus lalu lintas yang tinggi.

    Akibatnya, situasi lalu lintas di sekitar lokasi kejadian mengalami perlambatan. Pihak berwenang kemudian mengimbau pengguna jalan untuk lebih berhati-hati dan mematuhi rambu lalu lintas serta arahan petugas di lapangan.

    Setelah insiden ini, diharapkan pengguna jalan lebih mengingat risiko yang selalu ada di jalan, terutama di jalan tol. Dan jika mengemudi dengan kecepatan tinggi, pengendara mesti memperhatikan keselamatan sebagai yang paling utama.

    Sumber:

    https://x.com/TMCPoldaMetro/status/1974130856458662100

    Pewarta: Abdu Faisal
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.