kab/kota: Tanah Abang

  • Bisnis Buku di Jakpus Kian Tak Laku, Penjual Hanya Bisa Menatap Layar HP

    Bisnis Buku di Jakpus Kian Tak Laku, Penjual Hanya Bisa Menatap Layar HP

    Jakarta

    Para pedagang buku di kawasan Senen dan Kwitang kini lebih banyak menghabiskan waktu duduk sambil menatap layar handphone. Aktifitas di sana amat sepi pengunjung, dari pagi sampai siang tak ada perubahan. Suasana ini sudah jadi pemandangan sehari-hari.

    Berdasarkan pantauan detikcom di lokasi, Rabu (4/6/2025), sejak pagi hingga sekitar pukul 12.30 WIB, kedua sentra buku yang saling berdekatan ini masih terlihat sangat sepi pengunjung. Karena belum terlihat ada pengunjung yang datang untuk melihat-lihat koleksi buku yang ada.

    Seorang penjual buku di Kwitang, Subhil (55), mengatakan suasana sepi pengunjung seperti ini sudah mulai terjadi sekitar tahun 2015 saat platform e-Commerce alias toko online mulai banyak digunakan. Menurutnya sejak saat itu jumlah pengunjung yang datang ke sentra buku legendaris tersebut kian berkurang dan terus turun.

    “Ya sejak era smartphone ini. Tahun berapa tuh ada Tokopedia, Bukalapak, Shopee, nah itu, sejak mulai itu. 2015-an ya kalau gak salah. Tahun 2015-an kan mulai-mulai online,” kata Subhil kepada detikcom di lokasi, Rabu (4/6/2025).

    Belum lagi seiring bertambahnya tahun, berbagai moda transportasi umum seperti bus kian tertata dan hanya berhenti di halte saja. Berbeda dengan masa kejayaan pasar buku Kwitang pada 1990-2000an saat bus seperti PPD dan Metromini masih bisa berhenti di mana saja, yang membuat kawasan tersebut ramai digunakan untuk naik-turun penumpang.

    “Ini kan pusat keramaian gitu, tempat orang mau pulang kerja, mau berangkat kerja. Orang naik bisnya di sini mau ke Tanah Abang, mau ke Setiabudi. Terus sekarang kan nggak lagi,” jelasnya.

    Kondisi ini semakin parah saat pandemi Covid-19 melanda, di mana saat itu para pedagang buku tidak bisa berjualan dan masyarakat harus berdiam diri di rumah masing-masing. Meski menurutnya sekarang ini kondisi tersebut sudah mulai membaik meski masih sepi pengunjung.

    “Kalau sekarang ya ada lah satu dua. Kalau benar-benar nggak ada sama sekali ya sudah tutup kita kan. Lagi pula kita juga ada ‘musim panen’ juga kan, itu biasanya pas pergantian tahun ajaran,” paparnya.

    Lebih lanjut, Subhil menjelaskan buku-buku yang tersedia di kawasan ini sangatlah lengkap. Mulai dari buku pelajaran SD-SMA hingga buku-buku materi kuliah, novel, komik, hingga buku antik dan masih banyak lagi.

    “Kalau saya spesialis buku-buku lama. Ya ada semua itu dari buku pelajaran, majalah, novel. Cuma saya paling banyak yang novel itu. Kalau harganya itu yang diobral satu buku Rp 10 ribu, yang ada di rak itu semua. Kalau yang lain ya beda-beda, ada yang sampai Rp 50 ribu,” terangnya.

    Pada akhirnya untuk bisa bertahan, Subhil bersama beberapa pedagang lain juga sudah beralih dengan berjualan online. Ada yang menggunakan layanan e-Commerce, sosial media seperti Facebook, hingga pesan Whatsapp untuk beberapa langganan.

    “Sekarang dominasinya itu lebih banyak online. Kalau berapa-berapanya sendiri kita juga nggak pernah hitung ya. Tapi penjualan kita itu memang sekarang lebih banyak di online,” ucap Subhil.

    Senada, pedagang buku di Terminal Senen bernama Samosir (52) juga mengatakan kondisi sepi pengunjung ini sudah terjadi sejak toko online mulai banyak digunakan masyarakat.

    “Pokoknya mulai sepi tuh pas sudah online-online itu lah. Mau toko online atau orang sekarang cari apa juga sudah bisa lewat online kan. Dulu orang beli buku, beli koran, sekarang yang koran saja pindah ke online kan,” terangnya.

    Bahkan menurutnya saat ini sering kali toko bukunya tak kedatangan pengunjung satu pun dalam sehari. Alhasil ia hanya bisa menghabiskan waktu menunggu di depan toko, baik itu dengan mengobrol dengan pedagang lain atau sekadar bermain handphone.

    “Ya kadang sepi nggak ada sama sekali, kadang ada satu dua. Tapi ya banyaknya sepinya sih. Ya mau gimana lagi, paling cuma ngobrol sama sebelah, atau ya main hp, kadang ya melamun saja,” paparnya.

    (igo/fdl)

  • Pedagang Kambing di Trotoar Tanah Abang Ogah Pindah, Mengaku Sudah Turun-temurun 
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        2 Juni 2025

    Pedagang Kambing di Trotoar Tanah Abang Ogah Pindah, Mengaku Sudah Turun-temurun Megapolitan 2 Juni 2025

    Pedagang Kambing di Trotoar Tanah Abang Ogah Pindah, Mengaku Sudah Turun-temurun
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com —
    Menjelang Hari Raya Idul Adha, para pedagang hewan kurban mulai memadati trotoar di Jalan KS Tubun, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Senin (2/6/2025).
    Salah satu pedagang kambing, Abastian (39), yang berjualan di dekat area SDN Slipi 1, Jakarta Barat, mengatakan aktivitas berdagang hewan kurban di lokasi tersebut sudah berlangsung secara turun-temurun.
    “Sudah tradisi di sini. Orang Betawi kalau bilang turun-temurun dari kakek di sini,” ujarnya saat ditemui
    Kompas.com
    , Senin.
    Tradisi berjualan di trotoar ini, menurut Abastian, juga terorganisasi dengan baik melalui sebuah komunitas pedagang yang telah berdiri puluhan tahun lalu. Komunitas tersebut bernama Himpunan Pedagang Kambing Tenabang (HPKT).
    Abastian yang telah berjualan di lokasi itu selama 10 tahun, mengaku membuka lapaknya sekitar 10 hari menjelang Idul Adha.
    Hingga awal pekan ini, ia sudah berhasil menjual sekitar 18 ekor kambing dari lapaknya.
    “Saya sih sehari paling kecil (omzetnya) Rp 3 juta sampai Rp 8 juta,” kata Abastian.
    Meski telah menjadi tradisi, Abastian mengaku tetap menghadapi sejumlah tantangan, termasuk penolakan dari pedagang lain dan konflik soal penggunaan lahan trotoar.
    “Banyak bener, banyak konfliknya lah. Sama-sama pedagang, pecel lele, pecel ayam tapi saya bilang setahun sekali lah bagi-bagi lahan,” ujar dia.
    Menurut dia, protes juga sempat datang dari pihak TPU Petamburan, yang lahannya berada tepat di depan area dagang para pedagang hewan kurban.
    Cerita serupa disampaikan Haikal Alif (21), pedagang lainnya yang telah berjualan di trotoar Tanah Abang selama sekitar sepekan.
    Ia sempat ditegur oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) karena dianggap mengganggu akses pejalan kaki.
    “Dari Satpol PP kadang menegur. Ini sebenarnya enggak boleh, tapi saya cuma minta waktu paling dua minggu setiap tahunnya,” ungkapnya.
    “Satpol PP juga minta setiap pedagang membersihkan trotoar,” lanjut Haikal.
    Meski ditegur, Haikal memilih bertahan karena lokasi tersebut sudah dikenal pelanggan tetapnya dari tahun ke tahun. Saat ini, ia telah menjual sekitar 100 ekor kambing yang didatangkan dari Lampung.
    Haikal berharap bisa terus berjualan di tempat yang sama setiap menjelang Idul Adha.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ali Bagente, Olahan Kerak Nasi Khas Betawi

    Ali Bagente, Olahan Kerak Nasi Khas Betawi

    Liputan6.com, Jakarta – Nama ali bagente memang tak sepopuler kuliner khas Betawi lainnya. Namun, jajanan ini ternyata merupakan salah satu kuliner legendaris yang banyak ditemukan di kawasan Condet, Jakarta Timur.

    Mengutip dari laman Seni & Budaya Betawi, jajanan ini merupakan makanan campuran dari China, Arab, Jawa, dan Betawi. Dahulu, komunitas Arab-Betawi banyak yang bermukim di daerah Kebon Pala (kawasan Tanah Abang) dan Kebon Nanas (kawasan Jatinegara).

    Sementara itu, banyak juga etnis Arab dari Pekalongan yang pindah dan bermukim di kawasan Condet Batuampar. Dari sanalah, terdapat percampuran budaya yang juga tampak pada ragam kulinernya.

    Awalnya, ali bagente merupakan hidangan ringan yang selalu hadir saat Ramadan. Masyarakat setempat memanfaatkan sisa nasi yang tak habis dimakan untuk diolah menjadi camilan.

    Kebiasaan ini sejalan dengan kehidupan masyarakat Betawi yang dekat dengan ajaran Islam. Mereka diajarkan untuk tak menyia-nyiakan makanan.

    Masyarakat Betawi tempo dulu kerap memasak nasi dengan menggunakan kuali. Hal ini membuat nasi berwarna kecoklatan dengan beberapa bagiannya yang cukup keras. Sementara itu, bagian bawahnya gosong karena menjadi bagian yang langsung terkena panas api.

     

  • Barang Tidak Laku, 3 Juta Pekerja Tekstil Terancam PHK

    Barang Tidak Laku, 3 Juta Pekerja Tekstil Terancam PHK

    Jakarta, CNBC Indonesia — Sebanyak tiga juta pekerja di industri tekstil terancam pemutusan hubungan kerja (PHK). Salah satu alasannya adalah banyak hasil produksi pabrik padat karya tersebut yang tidak laku dijual di pasar domestik. Kondisi tersebut diperparah dengan menurunnya permintaan ekspor. 

    Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN)Ristadi mengatakan permintaan domestik menciut karena maraknya impor ilegal tekstil dan produk terkait lainnya yang merajai pasar dalam negeri.

    “Hasil produksi pabrik-pabrik kami tidak laku karena ternyata di pasar-masa domestik kita pasar, seperti di Tanah Abang, di Cirebon dan lain sebagainya itu sudah dikuasai oleh barang tekstil dari luar negeri, yang harganya jauh lebih murah, sehingga kemudian suplai dari pabrik dalam negeri tidak laku dan tidak terserap,” katanya, dalam konferensi pers, dikutip Minggu (1/6/2025).

    Dari hasil penelusurannya, banyak toko di pasar mendapatkan barang ilegal melalui black market dengan harga yang lebih murah. Hingga pada akhirnya banyak pabrik yang gulung tikar.

    Lebih lanjut, Ristadi juga meyakini bahwa pemerintah mengetahui praktek-praktek ilegal impor yang terjadi. Namun sampai saat ini penindakannya masih belum terlihat efektif.

    “Ada satgas pemberantasan impor, ada gaungnnya tapi sampai sekarang ini kita tidak pernah mendengar lagi,” katanya.

    Dia menilai sejauh ini penindakan impor ilegal hanya sebatas barang yang diumumkan ke publik, tidak sampai ke pelaku besar di baliknya. Hal ini membuat dia menilai pemerintah masih setengah hati dalam memberantas produk impor ilegal. 

    Dari datanya setidaknya ada 3 jutaan pekerja yang bekerja dalam sektor ini. Artinya, menurutnya itu jumlah pekerja yang berpotensi terkena PHK jika masih maraknya praktek impor ilegal dari sektor ini.

    “Yang terancam itu sekitar 3 jutaan, barang (impor) ini terus masuk dan ada beberapa fakta lain,” katanya.

    Pasalnya, menurut Ristadi, dari sudut pandang pengusaha garmen juga masuk akal jika membeli barang impor ilegal yang lebih murah, maka bisa menjual produk dengan harga yang lebih murah.

    “Bisa jual barang lebih murah dan bisa bersaing dengan barang impor (garmen) yang berkeliaran menguasai pasar dalam negeri. Kalau tidak begitu mereka tidak bisa bertahan dalam bisnis ini,” kata Ristadi.

    (mkh/mkh)

  • Miris, Impor Ilegal Bikin 3 Juta Pekerja Tekstil Terancam PHK

    Miris, Impor Ilegal Bikin 3 Juta Pekerja Tekstil Terancam PHK

    Bisnis.com, JAKARTA — Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) memperkirakan sebanyak 3 juta buruh/pekerja di industri padat karya, termasuk tekstil, terancam pemutusan hubungan kerja (PHK).

    Ketua Umum KSPN Ristadi mengatakan jutaan pekerja yang terancam PHK itu imbas barang impor maupun barang impor ilegal yang terus membanjiri pasar Indonesia. Sejumlah barang impor ilegal yang dimaksud di antaranya bahan baku seperti benang, kain, hingga bahan jadi.

    “Data yang kami ketahui pekerja yang bekerja di sektor padat karya, karena yang banyak kami concern itu adalah padat karya, khususnya di tekstil, sandang, kulit itu kurang lebih sekitar 3 jutaan [pekerja ter-PHK], maka tentu akan terancam PHK yang paling banyak itu di sektor padat kaya kurang lebih sekitar 3 jutaan [pekerja],” ujar Ristadi dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (30/5/2025).

    Terlebih, Ristadi mengungkap pengusaha garmen lebih memilih membeli bahan baku barang impor untuk mempertahankan bisnis, ini lantaran harganya yang jauh lebih murah untuk bisa bersaing dengan barang-barang yang berasal dari jalur impor ilegal.

    “Saya hitung-hitung agak masuk akal juga karena sudah pasrah ini barang-barang yang murah, yang menjamurnya dari illegal import dan segala macamnya seperti tidak tertahan dan seolah-olah seperti dibiarkan. Sehingga untuk bisa bertahan, pengusaha-pengusaha garmen akhirnya juga melakukan importasi bahan baku seperti kain,” ungkapnya.

    Imbasnya, ungkap Ristadi, sebanyak 3 juta pekerja di industri tekstil terancam PHK jika pemerintah tak sigap mengatasi importasi barang ilegal di Tanah Air. Dia juga menyebut potensi ancaman PHK ini juga bisa merambat ke sektor lain, tak hanya di industri tekstil.

    “Jika ini dibiarkan, di sektor padat karya 3 juta [pekerja] akan terancam [ter-PHK], dan belum sektor-sektor lain,“ imbuhnya.

    Lebih lanjut, Ristadi mengungkap hasil produksi dari pabrik padat karya, tekstil, sandang, hingga kulit banyak yang tidak laku terjual di dalam negeri lantaran menjamurnya barang impor tekstil.

    “Karena ternyata di pasar-pasar domestik kita, pasar-pasar besar seperti Tanah Abang dan lain sebagainya, itu mayoritas sudah diisi [dan] dikuasai oleh barang-barang tekstil dari luar negeri yang harganya jauh lebih murah,” ungkapnya.

    Alhasil, lanjut dia, suplai barang-barang produksi dari pabrik alias produsen dalam negeri tidak terserap oleh pasar lantaran kalah harga. Kondisi ini memicu pabrik padat karya dalam negeri menurunkan produktivitas, bahkan menghentikan aktivitas produksi dan menutup pabrik yang kemudian memicu gelombang PHK.

    “Karena order tidak ada, kemudian barang ataupun barang yang dia produksi sendiri tidak laku terserap di pasar,” pungkasnya.

  • Terbongkar, Ada Black Market dan Barang Ilegal Murah Masuk di Indonesia

    Terbongkar, Ada Black Market dan Barang Ilegal Murah Masuk di Indonesia

    Bisnis.com, JAKARTA — Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mengungkap menjamurnya barang yang dijual dengan harga murah berasal dari pasar gelap (black market) alias ilegal.

    Ketua Umum KSPN Ristadi mengatakan fakta adanya barang ilegal murah melalui black market itu ia temukan setelah berdialog dengan beberapa pemilik kios di pasar.

    “Kami sempat ngobrol dengan beberapa yang punya los toko, jadi dalam mereka mendapatkan barang itu mereka istilahnya ada namanya black market. Artinya barang-barang memang yang barang tidak asli, barang ilegal sehingga kemudian harganya jauh lebih murah,” kata Ristadi dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (30/5/2025).

    Namun, Ristadi meyakini bahwa sejatinya pemerintah telah mengetahui praktik barang impor ilegal sejak lama dengan membentuk satuan tugas (Satgas) pemberantasan impor ilegal.

    “Tapi itu waktu pertama-pertama saja, tapi sampai sekarang ini kita tidak pernah mendengar lagi ada aktivitas daripada Satgas tersebut,” ujarnya.

    Berdasarkan penelusuran KSPN, sambung dia, pasar tekstil dalam negeri terus dibanjiri produk-produk impor dengan harga yang murah, sehingga produk tekstil sandang alas kaki dan aneka barang kebutuhan lainnya yang diproduksi oleh pabrik dalam negeri tidak terserap alias tak laku terjual.

    Imbasnya, stok barang menumpuk dan perusahaan mengambil tindakan menurunkan produktivitas hingga menghentikan total produksinya dan menutup pabriknya

    “[Penyebab] hasil produksi pabrik-pabrik tempat kami bekerja tidak laku, karena ternyata di pasar-pasar domestik kita, pasar-pasar besar seperti Tanah Abang dan lain sebagainya, itu mayoritas sudah diisi [dan] dikuasai oleh barang-barang tekstil dari luar negeri yang harganya jauh lebih murah,” tuturnya.

    Sehingga, sambung dia, suplai barang-barang produksi dari pabrik produsen dalam negeri tidak terserap oleh pasar lantaran kalah harga. Menurutnya, kondisi ini yang memicu gelombang PHK, imbas tak adanya pesanan di industri padat karya, termasuk tekstil.

    Padahal, Ristadi menyebut industri padat karya memegang peranan kunci dalam perekonomian karena mampu menyerap tenaga kerja yang besar serta dapat menimbulkan efek berganda ekonom, mulai dari bisnis logistik, perdagangan, hingga jasa pendukung.

    “Untuk itu pemerintah tidak boleh santai-santai saja seperti tidak terjadi apa-apa, kebijakan dan tindakan teknis harus segera dilakukan cepat dan tepat,” pungkasnya.

  • Sutiyoso Cerita soal Masa Lalu Hercules di Timor Timur, ‘Saat kita berdarah-darah…’

    Sutiyoso Cerita soal Masa Lalu Hercules di Timor Timur, ‘Saat kita berdarah-darah…’

    GELORA.CO –  Mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso akhirnya blak-blakan soal masa Hercules di Timor Timur. 

    Belakangan, Sutiyoso dan Hercules sempat bersitegang setelah pernyataan kontroversial sang Ketua Umum GRIB Jaya yang menyebutnya dengan sebutan bau tanah.

    Pernyataan itu muncul sebagai bentuk ketidaksetujuannya terhadap pandangan Sutiyoso terkait ormas. 

    Ucapan itu pun memicu respons keras dari sejumlah purnawirawan TNI yang merasa pernyataan tersebut tidak pantas disampaikan kepada sosok yang telah berjasa bagi negara.

    Hercules akhirnya menyadari kesalahannya. Baru-baru ini, ia mendatangi langsung kediaman Sutiyoso untuk menyampaikan permintaan maaf.

    “Saya minta maaf Bapak, kami ini anak Bapak. Kami ini ada di Indonesia ini karena kami ikut bapak-bapak yang kami ada di sini. Kami setia, kami setia sama Bapak,” kata Hercules sambil mencium tangan Sutiyoso dilansir dari kanal YouTube GRIB TV.

    “Kami sangat senang, sangat luar biasa, kami ini bagian dari anak bapak. Makasih Bapak,” lanjutnya.

    Sutiyoso nampak menyambut hangat permintaan maaf Hercules. 

    Ia berharap, sang mantan preman Tanah Abang itu bisa mengambil pelajaran dari kejadian tersebut agar lebih bijak dalam menyampaikan pendapat, terutama di ruang publik.

    “Sudah lupakan kejadian kemarin. Anggap tidak terjadi apa-apa. Kita kembali menjalin hubungan seperti anak dan bapak,” kata Sutiyoso.  

    Menurut Sutiyoso, setiap orang bisa melakukan kesalahan, namun yang terpenting adalah kesadaran untuk memperbaiki diri dan bertanggung jawab atas apa yang telah diucapkan.

    “Biasa manusia ada kesalahannya. Saya juga banyak kekurangannya. Jadi setelah pertemuan ini jangan kamu pikirkan lagi. Jadikan pelajaran bahwa kita kalau bicara harus dikontrol,” ujar Sutiyoso. 

    Secara blak-blakan, Sutiyoso justru mengaku bangga dengan sikap yang ditunjukkan oleh Hercules.

    Meski sebelumnya sudah melakukan permintaan maaf secara terbuka melalui media, namun pentolan GRIB Jaya itu tetap mendatanginya untuk meminta maaf secara langsung.

    “Saya sangat menghormati sikap Hercules yang gentleman. Tidak hanya lewat media (minta maaf) tapi mendatangi rumah saya pribadi. Kamu jadi kebanggaan kita semua. Saatnya introspeksi. Lupakan kejadian kemarin,” kata Sutiyoso.  

    Sutiyoso Akui Punya Hubungan Emosional dengan Hercules

    Dalam momen tersebut, Sutiyoso secara terang-terangan mengaku memiliki ikatan emosional dengan Hercules.

    Menurut Sutiyoso, kedekatan emosional itu terbentuk saat keduanya sama-sama menjalankan tugas di Timor Timur, wilayah yang kini dikenal sebagai Timor Leste.

    Purnawirawan jenderal TNI itu juga menilai Hercules sebagai sosok yang loyal dan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

    Sebagaimana diketahui, Hercules pernah bergabung dalam operasi militer Indonesia untuk memperjuangkan wilayah Timor Timur.

    Ia bertugas sebagai Tenaga Bantuan Operasi (TBO) sebagai juru angkut logistik.

    Kisah ini terjadi jauh sebelum Hercules dikenal sebagai sosok preman yang paling ditakuti di kawasan Tanah Abang, Jakarta hingga kini dikenal sebagai Ketua Umum Ormas GRIB Jaya.

    “Kami punya hubungan emosional yang sangat tinggi saat kita berdarah-darah bersama-sama di Timor Timur dan mereka orang yang setia ikut NKRI buka ke Timor Timur ikut merdeka. Mereka lebih memilih ke kita,” ujar Sutiyoso.

  • Area jalur rel Tanah Abang-Duri dibenahi

    Area jalur rel Tanah Abang-Duri dibenahi

    Petugas menertibkan sejumlah titik jalur rel antara Stasiun Tanah Abang hingga Stasiun Duri, Jakarta, Selasa (27/5/202) untuk menjaga keselamatan perjalanan kereta api dan menciptakan ketertiban di sekitar jalur rel. ANTARA/HO-PT KAI Daop 1 Jakarta

    Area jalur rel Tanah Abang-Duri dibenahi
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Selasa, 27 Mei 2025 – 20:55 WIB

    Elshinta.com – PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi (Daop) 1 Jakarta membenahi sejumlah titik jalur rel antara Stasiun Tanah Abang hingga Stasiun Duri untuk menjaga keselamatan perjalanan kereta api dan menciptakan ketertiban di sekitar jalur rel.

    Manajer Humas PT KAI Daop 1 Jakarta, Ixfan Hendriwintoko di Jakarta, Selasa, mengatakan, pembenahan atau penertiban ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.

    Pasal 181 ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang dilarang berada di ruang manfaat jalur kereta api, jalur-jalur khusus kereta api dan daerah pengawasan jalur kecuali untuk kepentingan tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Kegiatan yang dilakukan bersama PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) pada Selasa ini melibatkan kurang lebih 150 personel gabungan yang terdiri dari unsur TNI, Polri, perangkat kelurahan serta RT dan RW setempat.

    Fokus penertiban meliputi pemeriksaan kondisi jalur, pembersihan tumpukan sampah serta pembongkaran bangunan liar yang berdiri di area ruang manfaat jalur rel dan dinyatakan melanggar aturan.

    Selain mengganggu operasional kereta api, keberadaan bangunan liar dan tumpukan sampah di jalur rel juga dapat menimbulkan risiko tinggi terhadap keselamatan, termasuk potensi bahaya kebakaran yang membahayakan warga dan perjalanan KA.

    Untuk itu, BUMN tersebut mengimbau kepada masyarakat, khususnya yang tinggal di kanan dan kiri jalur rel, agar tidak melakukan aktivitas maupun mendirikan bangunan yang melanggar aturan.

    “Ini penting demi keselamatan bersama, baik bagi perjalanan kereta api maupun masyarakat sekitar,” kata dia.

    Sumber : Antara

  • Momen Warga Bongkar Masalah Lama di Depan Pramono
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        27 Mei 2025

    Momen Warga Bongkar Masalah Lama di Depan Pramono Megapolitan 27 Mei 2025

    Momen Warga Bongkar Masalah Lama di Depan Pramono
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Suasana semula tenang di bawah kolong
    Tol Cakung
    ,
    Jakarta Timur
    , mendadak hining pada Selasa (27/5/2025).
    Gubernur Jakarta
    ,
    Pramono Anung
    , baru saja selesai menanam pohon sebagai bagian dari kegiatan penghijauan ketika momen yang tak terduga terjadi.
    Saat membuka sesi doorstop atau wawancara untuk para wartawan, suara lirih memecah kerumunan.
    Seorang pria mengangkat tangannya tinggi-tinggi, wajahnya menegang, suaranya gemetar menahan emosi yang selama ini tertahan.
    Ia adalah
    Aji Mustakim
    , warga yang tinggal di seberang lokasi acara.
    Dengan keberanian yang dipaksa oleh keputusasaan, ia melangkah maju dan menyampaikan keluhannya langsung kepada sang gubernur.
    “Pak, saya mau nanya, Pak. Nama saya Aji Mustakim, saya tinggal di seberang, Pak. Tanah saya dari 2016 sampai sekarang belum dibayar sama Bina Marga,” ucap Aji.
    Ia bercerita keluhan ini telah sampaikan berkali-kali, bahkan hingga ke Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan pihak Bina Marga di Tanah Abang.
    Namun waktu terus berlalu, dan yang ia dapatkan hanyalah keheningan.
    “Tapi selama tujuh bulan enggak ada perkembangan. Saya mau tanya, Pak. Bagaimana kelanjutannya? Kalau memang dibatalkan, ya batalkan. Tapi rumah saya sudah rusak parah, Pak,” lanjutnya.
    Pramono, yang mendengarkan dengan tenang, menanggapinya dengan kepala dingin.
    Ia mengaku belum mengetahui persoalan yang menimpa Aji dan segera memanggil Wali Kota Jakarta Timur, Munjirin yang berada di lokasi.
    “Kebetulan ada Pak Wali Kota di belakang saya. Saya minta beliau untuk meneliti dulu apa yang sebenarnya terjadi. Kalau saya jawab sekarang, saya belum tahu karena ini baru saya dengar dari Bapak,” ujar Pramono.
    Namun bagi Aji, jawaban itu belum cukup untuk meredakan gelisah yang telah mengendap bertahun-tahun.
    Ia kembali menegaskan bahwa warga lain yang mengalami persoalan serupa sudah menerima haknya. Hanya dirinya yang tertinggal dalam ketidakpastian.
    Kali ini lebih tegas, seolah menggantungkan harapan terakhir pada pertemuan singkat itu.
    “Enggak, Pak. Yang lain sudah dibayar. Mumpung Bapak ke Cakung, saya mohon keadilan,” katanya.
    Pramono menutup percakapan dengan janji sederhana yakni meminta Munjirin untuk menyelesaikannya.
    “Nanti kasus Bapak akan diteliti oleh Pak Wali Kota,” tuturnya.
    (Reporter: Ruby Rachmadina | Editor: Larissa Huda)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Momen Warga Bongkar Masalah Lama di Depan Pramono
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        27 Mei 2025

    Warga Serobot Sesi Doorstop Pramono, Curhat Tanah Belum Dibayar sejak 2016 Megapolitan 27 Mei 2025

    Warga Serobot Sesi Doorstop Pramono, Curhat Tanah Belum Dibayar sejak 2016
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    — Momen tak terduga terjadi saat Gubernur Jakarta Pramono Anung menghadiri kegiatan penanaman pohon di kolong Tol Cakung,
    Jakarta Timur
    , Selasa (27/5/2025).
    Setelah menanam pohon, Pramono membuka sesi
    doorstop
    bagi para wartawan.
    Namun, di tengah sesi tanya jawab, seorang warga tiba-tiba menyela dan menyampaikan keluhannya langsung kepada Gubernur.
    Warga tersebut bernama Aji Mustakim, yang mengaku tinggal di wilayah seberang lokasi acara. Dengan wajah tegang dan suara terbata-bata, ia mengangkat tangan tinggi-tinggi, memohon diberi kesempatan berbicara.
    “Pak, saya mau nanya, Pak. Nama saya Aji Mustakim, saya tinggal di seberang, Pak. Tanah saya dari 2016 sampai sekarang belum dibayar sama Bina Marga,” ujar Aji kepada Pramono, Selasa.
    Aji mengaku sudah berulang kali mengadukan permasalahan tersebut, bahkan hingga ke Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan pihak Bina Marga di Tanah Abang. 
    “Tapi selama tujuh bulan enggak ada perkembangan. Saya mau tanya, Pak. Bagaimana kelanjutannya? Kalau memang dibatalkan, ya batalkan. Tapi rumah saya sudah rusak parah, Pak,” lanjutnya.
    Menanggapi keluhan tersebut, Pramono merespons dengan tenang. Ia mengaku belum mengetahui persoalan itu sebelumnya dan langsung menunjuk Wali Kota Jakarta Timur yang hadir di lokasi untuk menindaklanjuti laporan Aji.
    “Kebetulan ada Pak Wali Kota di belakang saya. Saya minta beliau untuk meneliti dulu apa yang sebenarnya terjadi. Kalau saya jawab sekarang, saya belum tahu karena ini baru saya dengar dari Bapak,” ujar Pramono.
    Namun, Aji belum puas dengan jawaban tersebut. Ia menegaskan bahwa warga lain yang mengalami persoalan serupa sudah menerima pembayaran. Hanya dirinya yang belum mendapatkan haknya.
    “Enggak, Pak. Yang lain sudah dibayar. Mumpung Bapak ke Cakung, saya mohon keadilan,” kata Aji.
    Pramono kembali menegaskan bahwa ia akan menugaskan Wali Kota untuk menelusuri kasus tersebut.
    “Nanti kasus Bapak akan diteliti oleh Pak Wali Kota,” tutup Pramono.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.