kab/kota: Sydney

  • Bikin KBRI Keluarkan Imbauan untuk WNI, Begini Situasi Demo di Australia

    Bikin KBRI Keluarkan Imbauan untuk WNI, Begini Situasi Demo di Australia

    Canberra

    Demonstrasi terjadi di berbagai wilayah di Australia. Para pendemo menyampaikan tuntutan yang beragam.

    Dilansir ABC, Minggu (14/9/2025), ribuan orang di berbagai wilayah Australia menggelar unjuk rasa pada Sabtu (13/9). Mereka berdemo di jalanan ibu kota wilayah masing-masing.

    Demonstrasi itu dilakukan berbagai kelompok warga. Ada yang yang menggelar demonstrasi untuk menuntut kedaulatan pribumi, menyuarakan penentangan terhadap rasisme dan pandangan anti-imigrasi.

    Demonstrasi dengan tuntutan kedaulatan pribumi itu terjadi di Melbourne. Para demonstran yang mengenakan bendera Aborigin dan Palestina berkumpul di Stasiun Flinders Street di CBD.

    Pada saat yang sama, ada kelompok anti-pemerintah dan anti-imigrasi yang menggelar protes mereka sendiri. Para demonstran itu membawa bendera Australia.

    Kelompok itu menggelar demonstrasi di tangga Gedung Parlemen. Para demonstran dengan beragam pandangan sayap kanan menyampaikan orasi, yang menampilkan klaim korupsi pemerintah dan sikap anti-energi terbarukan.

    Seorang pembicara menuntut keadilan bagi buronan tersangka penembak Dezi Freeman, yang masih buron setelah dituduh menembak dua petugas polisi.

    Polisi pun membuat barikade saat massa demo yang menuntut kedaulatan pribumi melintasi gedung parlemen. Barikade itu ditujukan untuk memisahkan kedua kelompok tersebut.

    Polisi sempat bentrok dengan pengunjuk rasa kedaulatan pribumi. Petugas langsung memindahkan beberapa demonstran setelah seorang individu diduga disemprot cabai.

    Unjuk rasa tersebut telah membuat polisi mengeranhkan lebih banyak personel di banyak kota. Selain itu, pihak berwenang juga memisahkan kelompok-kelompok pengunjuk rasa di Melbourne.

    Demonstrasi juga terjadi di New South Wales. Sekitar 3.000 orang berbaris melalui pusat kota Sydney sebagai bagian dari demonstrasi Australia Bersatu Melawan Korupsi Pemerintah, yang diselenggarakan oleh beberapa kelompok. Kehadiran sejumlah besar polisi mengawasi demonstrasi tersebut, yang mengakibatkan beberapa jalan ramai antara Balai Kota dan Hyde Park Sydney ditutup.

    Masih di Sydney, ada juga kelompok yang terdiri dari 1.000 orang menggelar unjuk rasa untuk memprotes rasisme, fasisme, dan Neo-Nazi yang diselenggarakan oleh The Black Caucus, kelompok First Nations.

    Foto: Situasi demonstrasi di Australia (AFP/WILLIAM WEST)

    Demonstrasi yang diikuti ratusan hingga ribuan orang juga terjadi di Queensland, Victoria, Tasmania, Perth, Darwin, hingga Canberra. Unjuk rasa ini juga terjadi di tengah ketegangan menyusul pembunuhan tokoh konservatif terkemuka AS, Charlie Kirk. Di beberapa kota, para pengunjuk rasa membawa spanduk dan kaus bertuliskan nama Kirk. Sementara di Adelaide dan Perth, para pengunjuk rasa mengheningkan cipta untuk Kirk.

    Sebelumnya, KBRI Canberra meminta warga negara Indonesia (WNI) yang berada di sana waspada. KBRI meminta warga untuk mematuhi aturan serta waspada saat berada di dekat lokasi demo.

    “KBRI Canberra mengimbau kepada masyarakat Indonesia di Australia untuk tetap tenang dan waspada, terutama di sekitar lokasi unjuk rasa/kerumunan,” demikian keterangan postingan di akun media sosial KBRI Canberra dilihat detikcom, Jumat (12/9).

    Tonton juga video “Keluarga Zetro: Abang Harapan dan Kebanggaan Kami” di sini:

    Halaman 2 dari 3

    (haf/imk)

  • 3
                    
                        Polemik Ijazah Gibran, Jokowi: Kalau Nggak Ada yang Backup, Nggak Mungkin
                        Regional

    3 Polemik Ijazah Gibran, Jokowi: Kalau Nggak Ada yang Backup, Nggak Mungkin Regional

    Polemik Ijazah Gibran, Jokowi: Kalau Nggak Ada yang Backup, Nggak Mungkin
    Penulis
    SEMARANG, KOMPAS.com –
    Mantan Presiden Joko Widodo angkat bicara soal polemik ijazah miliknya dan putranya, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
    Jokowi menduga ada sosok “orang besar” yang berada di balik polemik tersebut.
    Ia menyebutkan, isu ini telah bergulir selama bertahun-tahun dan diyakini tidak mungkin bertahan lama tanpa adanya dukungan atau backup dari pihak kuat.
    “Ya ini kan tidak hanya sehari dua hari. Empat tahun yang lalu. Kalau napasnya panjang, kalau enggak ada yang mem-backup enggak mungkin. Gampang-gampangan aja,” ujar Jokowi saat ditemui pada Jumat (12/9/2025).
    Pernyataan Jokowi tersebut menanggapi gugatan perdata yang diajukan oleh Subhan Palal ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait keabsahan ijazah Gibran saat mendaftar sebagai calon wakil presiden.
    Gugatan itu menyoroti riwayat pendidikan Gibran, yang disebut menempuh pendidikan menengah di Orchid Park Secondary School, Singapura, bukan di Indonesia.
    “Ijazah Jokowi dimasalahkan. Ijazah Gibran dimasalahkan. Nanti sampai ijazah Jan Ethes dimasalahkan,” tutur Jokowi.
    Terlepas dari itu, Jokowi menegaskan akan tetap mengikuti proses hukum yang berlaku dan siap menghadapi gugatan yang ada.
    “Tapi kita ikuti proses hukum yang ada. Semua kita layani,” jelasnya.
    Jokowi juga mengakui bahwa keputusan menyekolahkan Gibran di luar negeri adalah atas inisiatifnya sendiri, dengan tujuan agar anaknya menjadi lebih mandiri.
    “Iya. Di Orchid Park Secondary School. Yang nyarikan saya. Yang nyariin. Biar mandiri aja (sekolah di luar negeri),” ujar Jokowi.
    Gibran Rakabuming Raka, yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden RI, digugat secara perdata atas dugaan penggunaan ijazah SMA yang tidak sah saat mendaftar sebagai calon wakil presiden.
    Gugatan yang diajukan oleh Subhan Palal pada Jumat (29/8/2025) itu tercatat dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
    Dalam petitumnya, Subhan meminta agar Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU):
    Ia berpendapat bahwa Gibran tidak memenuhi syarat pendidikan setingkat SMA sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilu.
    Subhan juga merinci bahwa Gibran tercatat hanya menempuh pendidikan di Orchid Park Secondary School (2002–2004) di Singapura, lalu melanjutkan ke UTS Insearch, Sydney (2004–2007).
    Di tengah polemik ini, Roy Suryo (ahli telematika) dan dr. Tifauzia Tyassuma juga meminta audiensi atau rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan DPR RI, untuk membahas keabsahan ijazah Presiden ke-7 Jokowi dan ijazah SMA Gibran.
    Roy Suryo menyoroti kejanggalan pendidikan Gibran yang menurutnya hanya dua tahun di Orchard Park Secondary School sebelum melanjutkan ke MDIS Singapura. Padahal ada kesaksian lain yang menyebut Gibran pernah sekolah di Solo.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PM Albanese Sorot Islamofobia di Australia yang Menjadi-jadi

    PM Albanese Sorot Islamofobia di Australia yang Menjadi-jadi

    Canberra

    Perdana Menteri (PM) Australia, Anthony Albanese, mengatakan pemerintahannya akan mempertimbangkan rekomendasi dari laporan independen tentang Islamofobia di negara tersebut, yang menunjukkan bahwa sentimen anti-Muslim di Australia telah mencapai “level yang belum pernah terjadi sebelumnya”.

    Laporan independen yang disebut oleh Albanese itu, seperti dilansir Reuters, Jumat (12/9/2025), merupakan laporan yang dirilis pada Jumat (12/9) waktu setempat, oleh utusan khusus pemerintah Australia untuk memerangi Islamofobia, Aftab Malik.

    Menurut laporan independen tersebut, normalisasi Islamofobia telah meluas di Australia sehingga banyak insiden yang bahkan tidak dilaporkan.

    “Kenyataannya adalah bahwa Islamofobia di Australia terus berlanjut, terkadang diabaikan dan terkadang disangkal, tetapi tidak pernah ditangani sepenuhnya,” kata Malik dalam konferensi pers di Sydney, dengan didampingi langsung oleh Albanese.

    “Kita telah melihat pelecehan publik, grafiti…kita telah melihat perempuan dan anak-anak Muslim menjadi sasaran, bukan karena apa yang mereka lakukan, tetapi karena siapa mereka dan apa yang mereka kenakan,” sebutnya.

    Laporan setebal 60 halaman itu mengusulkan 54 rekomendasi kepada pemerintah Australia, termasuk memulai penyelidikan untuk memeriksa diskriminasi berdasarkan agama, dan dampak Islamofobia terhadap kohesi sosial dan demokrasi.

    Malik ditunjuk tahun lalu untuk merekomendasikan langkah-langkah pencegahan kebencian anti-Muslim setelah Australia mengalami lonjakan insiden antisemitisme dan Islamofobia sejak perang berkecamuk antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza sekitar dua tahun lalu.

    “Serangan 7 Oktober 2023 di Israel menandai titik balik terbaru, di mana Islamofobia telah mencapai level yang belum pernah ada sebelumnya,” kata laporan independen tersebut.

    Sejak konflik dimulai, Islamofobia Register mencatat peningkatan insiden kebencian sebesar 150 persen pada November 2024.

    Albanese, dalam pernyataannya, mengatakan bahwa menargetkan warga Australia berdasarkan keyakinan agama mereka merupakan serangan terhadap nilai-nilai inti negara, dan bahwa dirinya akan “mempertimbangkan dengan saksama” rekomendasi laporan independen tersebut.

    “Warga Australia seharusnya dapat merasa aman dan nyaman di komunitas mana pun … kita harus memberantas kebencian, ketakutan, dan prasangka yang mendorong Islamofobia dan perpecahan dalam masyarakat kita,” tegasnya.

    Albanese juga menunjuk seorang utusan khusus untuk antisemitisme, dengan laporannya yang dirilis pada Juli lalu telah merekomendasikan pemotongan dana untuk universitas yang gagal melindungi mahasiswa Yahudi dan menyaring pelamar visa serta non-warga negara untuk pandangan ekstremis.

    Simak juga Video: Australia Siap Akui Palestina di Sidang PBB Mendatang

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • PN Jakpus Gelar Sidang Gugatan ke Wapres Gibran Tuntutan Capai Rp125 Triliun

    PN Jakpus Gelar Sidang Gugatan ke Wapres Gibran Tuntutan Capai Rp125 Triliun

    GELORA.CO -Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menggelar sidang perdana terkait Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka yang digugat warga bernama Subhan Palal secara perdata Rp125 triliun karena dinilai tidak punya ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA) yang sederajat di Indonesia pada Senin 8 September 2025. 

    Subhan hadir langsung di PN Jakarta Pusat. Dia menilai Gibran ketika mendaftar menjadi Cawapres, tidak memenuhi persyaratan ijazah SMA yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI.

    “Saya enggak minta secara pribadi uang itu, saya minta itu diserahkan kepada negara,” kata Subhan seperti dikutip redaksi.

    Gugatan terdaftar dengan nomor perkara: 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst. Selain Gibran, tergugat lain adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

    “Saya melayangkan gugatan tidak ada yang mendorong. Saya termasuk pegiat, yang kalau ada pejabat, calon pejabat yang melanggar undang-undang saya gugat,” ungkap Subhan. 

    “Sebelumnya saya gugat kandidat presiden, tapi nggak ada yang tahu. Kandidat presiden yang tidak memiliki status kewarganegaraan,” sambungnya. 

    Diketahui, Gibran tercatat menamatkan pendidikan yaitu Orchid Park Secondary School Singapore pada tahun 2002-2004 dan UTS Insearch Sydney, Australia pada tahun 2004-2007. Dua sekolah ini dikategorikan KPU setara jenjang pendidikan SMA.

  • Gerhana Bulan 7-8 September Jadi yang Terlama, Ada Lagi Maret 2026

    Gerhana Bulan 7-8 September Jadi yang Terlama, Ada Lagi Maret 2026

    Jakarta

    Pada malam 7-8 September, wilayah Australia, Asia, Afrika, dan sebagian Eropa menyaksikan pemandangan spektakuler semua fase Gerhana Bulan Total ‘Blood Moon’.

    Selama fenomena yang berlangsung sekitar lima jam ini, Bulan purnama akan bergerak menembus bayangan Bumi. Bulan secara bertahap akan ditelan oleh bayangan tersebut, berubah warna menjadi merah tembaga (itu sebabnya dijuluki ‘Blood Moon’ atau ‘Bulan Berdarah’) selama 82 menit.

    Durasi yang panjang menjadikannya Gerhana Bulan Total terlama sejak 2022. Mengutip Time and Date, Gerhana Bulan Total berikutnya akan berlangsung selama 58 menit pada 2-3 Maret 2026.

    Tidak seperti Gerhana Matahari Total, yang hanya dapat disaksikan dari jalur totalitas yang sempit, Gerhana Bulan Total dapat disaksikan dari mana pun di sisi malam Bumi. Sayangnya bagi wilayah Amerika Utara, gerhana ini terjadi di sisi siang.

    Meskipun demikian, gerhana ini sangat terlihat. Fase total dan parsialnya diamati oleh 5,8 miliar orang atau sekitar 71% populasi dunia. Di antara kota-kota pertama yang mengalami totalitas adalah Sydney, Melbourne, dan Perth di Australia, Tokyo di Jepang, serta Seoul di Korea Selatan.

    Sedangkan fase yang terakhir mencakup Moskow di Rusia, Ankara di Turki, dan Bukares, Rumania, dengan Bulan yang mengalami gerhana terlihat saat Bulan terbit dari Eropa Barat.

    Gerhana Bulan dapat dilihat dengan mata telanjang, dan tidak memerlukan peralatan khusus. Namun, untuk memperbesar detail permukaan Bulan dan benar-benar mengamati bayangan Bumi yang merayap, teleskop yang bagus atau teropong bintang akan sangat membantu.

    Di Indonesia, fenomena ini diamati mulai pukul 22.28 WIB pada 7 September hingga 03.55 WIB keesokan harinya. Sebagian besar wilayah Indonesia cerah saat fenomena ini terjadi, sehingga para pengamat langit dapat menikmati momen gerhana dengan mata telanjang dari seluruh Indonesia.

    (rns/rns)

  • 2
                    
                        Sidang Gugatan Rp 125 Triliun Gibran Dimulai, Riwayat SMA di Singapura Dinilai Tak Sesuai Aturan RI
                        Nasional

    2 Sidang Gugatan Rp 125 Triliun Gibran Dimulai, Riwayat SMA di Singapura Dinilai Tak Sesuai Aturan RI Nasional

    Sidang Gugatan Rp 125 Triliun Gibran Dimulai, Riwayat SMA di Singapura Dinilai Tak Sesuai Aturan RI
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Sidang perdana gugatan perdata sebesar Rp 125 triliun terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akan berlangsung hari ini, Senin (8/9/2025).
    Sidang akan dimulai pukul 09.00 WIB di ruang Soebekti 2 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
    Gugatan perkara ini dengan nomor 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst diajukan oleh seorang warga sipil bernama Subhan Palal.
    Subhan menggugat Gibran karena riwayat pendidikan SMA-nya tidak sesuai dengan aturan di Indonesia.
    Salah satu petitum gugatan ini menyebutkan, Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) patut membayar uang ganti rugi sebesar Rp 125 triliun.
    “Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum.
    Subhan menjelaskan, ia menggugat Gibran karena syarat pendidikan SMA anak sulung Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) ini dinilainya tidak memenuhi syarat dalam pendaftaran calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres lalu.
    “Syarat menjadi cawapres tidak terpenuhi. Gibran tidak pernah sekolah SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI,” ujar Subhan saat dihubungi
    Kompas.com
    , Rabu (3/9/2025).
    Berdasarkan informasi yang diunggah KPU pada laman infopemilu.kpu.go.id, Gibran diketahui menamatkan pendidikan setara SMA di dua tempat, yaitu Orchid Park Secondary School Singapore pada tahun 2002-2004 dan UTS Insearch Sydney, Australia pada tahun 2004-2007.
    Dalam program Sapa Malam Kompas TV, Subhan menjelaskan, dua institusi itu tidak memenuhi syarat pendaftaran cawapres.
    “Karena di UU Pemilu itu disyaratkan, presiden dan wakil presiden itu harus minimum tamat SLTA atau sederajat,” ujar Subhan dalam program Sapa Malam yang ditayangkan melalui Youtube Kompas TV, Rabu.
    Subhan mengatakan, KPU tidak berwenang untuk menentukan apakah dua institusi luar negeri ini setara dengan SMA di dalam negeri.
    Menurutnya, meskipun institusi di luar negeri itu setara SMA, UU Pemilu saat ini tegas menyebutkan kalau syarat Presiden dan Wakil Presiden adalah tamatan SLTA, SMA, atau sederajat.
    “Meski (institusi luar negeri) setara (SMA), di UU enggak mengamanatkan itu. Amanatnya tamat riwayat SLTA atau SMA, hanya itu,” katanya.
    Subhan mengatakan, gugatannya ini merujuk pada definisi SLTA atau SMA yang disebutkan dalam UU Pemilu yang menurutnya merujuk pada sekolah di Indonesia.
    “Ini pure hukum, ini kita uji di pengadilan. Apakah boleh KPU menafsirkan pendidikan sederajat dengan pendidikan di luar negeri,” lanjut Subhan.
    Subhan membantah motif politis dalam menggugat Gibran dan KPU. 
    Ia mengaku menggugat Gibran dan juga KPU atas niat sendiri, bukan dorongan orang lain.
    “Saya maju sendiri. Enggak ada yang sponsor,” kata Subhan.
    Subhan menegaskan, keputusannya menggugat Gibran murni karena ingin memperjelas hukum di Indonesia.
    Ia mengatakan, hal ini terbukti dari petitum gugatannya yang mengharuskan Gibran untuk membayarkan uang ganti rugi kepada negara, bukan kepada dirinya atau kelompok tertentu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pantai di Sydney Kerahkan Drone dan Helikopter setelah Serangan Hiu yang Fatal

    Pantai di Sydney Kerahkan Drone dan Helikopter setelah Serangan Hiu yang Fatal

    JAKARTA – Pihak berwenang Australia pada Minggu, 7 September 2025, mengerahkan drone dan helikopter untuk memantau perairan di sekitar pantai populer di Sydney setelah seorang peselancar tewas diterkam hiu putih besar pada Sabtu, 6 September 2025.

    Dua pantai di kota terpadat Australia tetap ditutup pada Minggu setelah serangan pada Sabtu pagi yang terjadi sekitar 100 m (328 kaki) dari pantai saat pria tersebut sedang berselancar bersama teman-temannya di Pantai Long Reef, utara ibu kota negara bagian New South Wales.

    Melansir Reuters, kepolisian menyebut peselancar berpengalaman itu ditarik keluar dari air oleh peselancar lain, tetapi kehilangan terlalu banyak darah dan meninggal di tempat kejadian.

    Ini adalah kematian pertama akibat serangan hiu di Sydney sejak seorang perenang tewas di pantai pada Februari 2022, yang pertama di kota itu sejak 1963.

    Departemen Industri Primer dan Pembangunan Daerah New South Wales (DPIRD) menyebut pada Minggu bahwa organisasi penyelamat air utama negara bagian, Surf Life Saving NSW, mengerahkan drone dan helikopter untuk mengawasi area tersebut untuk mencari hiu.

    Sementara SMART menggunakan teknologi satelit untuk memberi tahu pihak berwenang ketika seekor hiu tersangkut di tali pancing berumpan.

    DPIRD, setelah menilai foto-foto papan selancar korban, menentukan bahwa hiu putih dengan panjang sekitar 3,4-3,6 meter (11,15-11,81 kaki) kemungkinan bertanggung jawab atas serangan tersebut.

    Insiden pada Sabtu itu menandai serangan hiu fatal keempat di Australia pada 2025, menurut data dari operator Kebun Binatang Taronga Sydney yang dikelola pemerintah. Pada Maret 2025, seorang peselancar tewas diterkam hiu di perairan dangkal di sebuah pantai terpencil di Australia Barat.

    Australia berada di peringkat kedua setelah Amerika Serikat dalam jumlah gigitan hiu tanpa sebab terhadap manusia pada 2024, menurut Berkas Serangan Hiu Internasional Universitas Florida.

  • Wapres Gibran Digugat Ganti Rugi Rp125 Triliun di PN Jakpus, Begini Detailnya

    Wapres Gibran Digugat Ganti Rugi Rp125 Triliun di PN Jakpus, Begini Detailnya

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah digugat perdata terkait kerugian senilai Rp125 triliun di PN Jakarta Pusat.

    Gugatan perdata itu teregister dengan nomor 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst pada Jumat (29/8/2025). Gugatan ini juga dibenarkan Jubir II PN Jakpus, Sunoto.

    Sunoto menjelaskan berdasarkan petitum dari penggugat bernama Subhan, gugatan ini berkaitan dengan pencalonan Gibran saat menjadi Cawapres di Pilpres 2024.

    “Menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp125.000.010.000.000 dan disetorkan ke Kas Negara,” dalam petitum penggugat, dikutip Kamis (4/9/2024).

    Sunoto juga mengemukakan bahwa dalam petitum itu penggugat meminta agar hakim PN Jakarta Pusat menyatakan status Gibran sebagai Wapres 2019-2024 ini tidak sah.

    “Menyatakan Tergugat I [Gibran] tidak sah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029,” dalam dokumen petitum yang sama.

    Di lain sisi, Subhan menyatakan bahwa inti gugatan ini dilayangkan lantaran Gibran dinilai tidak pernah menamatkan sekolah tingkat SMA yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI.

    “Inti gugatannya itu PMH bahwa Gibran tidak memenuhi syarat menjadi wakil presiden karena tidak pernah tamat pendidikan SLTA sederajat di wilayah hukum Republik Indonesia,” ujar Subhan saat dikonfirmasi, Kamis (4/9/2025).

    Berdasarkan profil Gibran di Kpu.go.id, Gibran telah menamatkan sekolah di SDN Mangkubumen Kidul 16 (1993-1999), SMPN 1 Surakarta (1999-2002).

    Kemudian, putra sulung Presiden ke-7 Joko Widodo itu menjalani sisa pendidikannya di luar negeri mulai dari pendidikan setingkat SMA di Orchid Park Secondary School Singapore (2002-2004. 

    Gibran juga lulus pendidikan di tingkat SMA lainnya yakni di UTS Insearch Sydney (2004-2007). Adapun, Gibran meraih gelar sarjananya di MDIS Singapore (2007-2010).

  • 4
                    
                        Wapres Gibran Digugat Rp 125 Triliun, Apa Penyebabnya?
                        Nasional

    4 Wapres Gibran Digugat Rp 125 Triliun, Apa Penyebabnya? Nasional

    Wapres Gibran Digugat Rp 125 Triliun, Apa Penyebabnya?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Seorang warga sipil bernama Subhan Palal menggugat Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka secara perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
    Gugatan ini tercatat diajukan pada Jumat (29/8/2025) dan mendapatkan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst.
    Salah satu petitum gugatan ini menyebutkan, Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) patut membayar uang ganti rugi sebesar Rp 125 triliun.
    “Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum.
    Subhan menjelaskan, ia menggugat Gibran karena syarat pendidikan SMA anak sulung Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) ini dinilainya tidak memenuhi syarat dalam pendaftaran calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres lalu.
    “Syarat menjadi cawapres tidak terpenuhi. Gibran tidak pernah sekolah SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI,” ujar Subhan saat dihubungi
    Kompas.com
    , Rabu (3/9/2025).
    Berdasarkan informasi yang diunggah KPU pada laman infopemilu.kpu.go.id, Gibran diketahui menamatkan pendidikan setara SMA di dua tempat, yaitu Orchid Park Secondary School Singapore pada tahun 2002-2004 dan UTS Insearch Sydney, Australia pada tahun 2004-2007.
    Dalam program Sapa Malam Kompas TV, Subhan menjelaskan, dua institusi itu tidak memenuhi syarat pendaftaran cawapres.
    “Karena di UU Pemilu itu disyaratkan, presiden dan wakil presiden itu harus minimum tamat SLTA atau sederajat,” ujar Subhan dalam program Sapa Malam yang ditayangkan melalui Youtube Kompas TV, Rabu.
    Subhan mengatakan, KPU tidak berwenang untuk menentukan apakah dua institusi luar negeri ini setara dengan SMA di dalam negeri.
    Menurutnya, meskipun institusi di luar negeri itu setara SMA, UU Pemilu saat ini tegas menyebutkan kalau syarat Presiden dan Wakil Presiden adalah tamatan SLTA, SMA, atau sederajat.
    “Meski (institusi luar negeri) setara (SMA), di UU enggak mengamanatkan itu. Amanatnya tamat riwayat SLTA atau SMA, hanya itu,” katanya.
    Subhan mengatakan, gugatannya ini merujuk pada definisi SLTA atau SMA yang disebutkan dalam UU Pemilu yang menurutnya merujuk pada sekolah di Indonesia.
    “Ini pure hukum, ini kita uji di pengadilan. Apakah boleh KPU menafsirkan pendidikan sederajat dengan pendidikan di luar negeri,” lanjut Subhan.
    Subhan mengatakan, sebelum menggugat ke PN Jakpus, ia pernah melayangkan gugatan serupa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta.
    Namun, saat itu, gugatannya tidak diterima karena PTUN merasa sudah kehabisan waktu untuk memproses gugatan terkait pencalonan Gibran.
    “Penetapan dismissal. Karena dari segi waktu PTUN Jakarta tidak lagi berwenang memeriksa sengketa berkaitan dengan surat penetapan KPU berkaitan dengan penetapan paslon capres cawapres makanya gugatan penggugat tidak diterima, begitu ya,” kata Presenter Kompas TV Frisca Clarissa saat membacakan penetapan PTUN yang ditunjukkan Subhan.
    Dalam sesi wawancara ini, Subhan tidak menyebutkan kapan penetapan itu diputuskan PTUN.
    Namun, diketahui, putusan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi dibacakan pada 22 April 2024.
    Tidak lama setelah itu, PDI-P menggugat pencalonan Gibran ke PTUN Jakarta. Putusannya sendiri dibacakan pada 25 Oktober 2024 tanpa mengubah status Gibran.
    Subhan membantah ada aktor-aktor politik yang membekingi dirinya untuk menggugat Gibran.
    Ia mengaku menggugat Gibran dan juga KPU atas niat sendiri, bukan dorongan orang lain.
    “Saya maju sendiri. Enggak ada yang sponsor,” kata Subhan.
    Ia mengatakan, gugatannya ini juga berangkat dari dugaan KPU sempat mengalami tekanan ketika Gibran mencalonkan diri.
    “Saya lihat, hukum kita dibajak nih kalau begini caranya. Enggak punya ijazah SMA (tapi bisa maju Pilpres). Ada dugaan, KPU kemarin itu terbelenggu relasi kuasa,” lanjutnya.
    Subhan menegaskan, keputusannya menggugat Gibran murni karena ingin memperjelas hukum di Indonesia.
    Ia mengatakan, hal ini terbukti dari petitum gugatannya yang mengharuskan Gibran untuk membayarkan uang ganti rugi kepada negara, bukan kepada dirinya atau kelompok tertentu.
    “Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum.
    Sidang perdana gugatan perdata terhadap Gibran dan KPU RI akan dilaksanakan pada Senin (8/9/2025) di PN Jakpus.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Warga Indonesia di Australia Sampaikan Kekecewaan terhadap Pemerintah RI

    Warga Indonesia di Australia Sampaikan Kekecewaan terhadap Pemerintah RI

    Warga Indonesia hadir dalam aksi unjuk rasa bertajuk “People Taking Back Power Rakyat Indonesia Berkuasa!” di Federation Square, pusat kota Melbourne, Selasa kemarin.

    Acara yang diikuti ratusan orang tersebut diselenggarakan oleh organisasi Melbourne Bergerak, menjadi salah satu unjuk rasa terkait Indonesia yang terbesar yang pernah digelar.

    “Hari ini kita bergerak di sini, berkumpul untuk membela kemanusiaan,” ujar Pipin Jamson, yang mengkoordinir aksi di Melbourne.

    “Kita boleh bangga dengan apa yang kita lakukan hari ini karena ini adalah forum rakyat yang sebenarnya.”

    Dalam memulai orasinya, Pipin merujuk pada Affan Kurniawan, yang meninggal setelah dilindas mobil Brimob.

    “Hari ini kita harus bersatu karena ojol ditindas, dilindas, bahkan sebelum dilindas oleh truk Barracuda itu sudah dilindas oleh kapitalisme, sudah digilas oleh gig economy,” ujarnya diikuti sahutan para peserta.

    Flo, mahasiswi S-2 asal Indonesia mengaku merasa “terkuatkan” melihat kerumunan orang yang berasal dari “semua lapisan masyarakat.”

    “Ini menunjukkan bahwa pemerintah sudah kelewatan batas sehingga setiap orang dari segala kalangan, dari segala profesi semuanya datang untuk menunjukkan kekecewaannya kepada pemerintah,” ujarnya.

    “Kami tidak ingin hanya ada ucapan permintaan maaf, atau hanya ada anggota yang di-nonaktifkan, tapi kami benar-benar meminta ada perubahan di pemerintah, ada reformasi.”

    Anak-anak muda yang datang ke unjuk rasa ini juga menegaskan mereka tidak digerakkan atau didanai pihak asing dalam menyuarakan pendapatnya.

    Seperti yang dikatakan Marya Yenita Sitohang, mahasiswi S3, yang menyebut aksi ini sebagai “gerakan organik” yang dilakukan warga Indonesia di Australia.

    “Ini adalah gerakan organik yang terjadi di seluruh dunia karena kami rakyat Indonesia dan kami benar-benar kecewa dengan apa yang dilakukan pemerintah saat ini,” ujarnya.

    “Kita semua sama-sama marah dan [aksi ini] memvalidasi semua perasaan yang ada pada diri kita masing-masing.”

    Rafflialdi Hugo Atthareq, yang juga seorang mahasiswa, mengatakan rasa nasionalismenya “tidak akan pernah luntur” meski tidak berada di Indonesia.

    “Walaupun kita jauh, kita juga merasa akan berdampak kepada kita dan itu sangat penting,” ujar pria yang akrab disapa Hugo tersebut.

    “Kita cuma berharap pemerintah bisa minta maaf, mengakui kesalahan, [kalau] ada beberapa orang [di DPR] yang harus turun, silakan turun karena sudah melakukan kesalahan.”

    Warga asal Indonesia lainnya, Soraya Sri Anggarawati menuduh pemerintah Indonesia “hanya mementingkan kepentingan mereka dan kelompoknya saja.”

    “Harapan saya pemerintah benar-benar melaksanakan kebijakan yang baik, ada perbaikan sistem, perbaikan demokrasi ke depannya,” ujarnya.

    “Enggak oligarki, dan semuanya mementingkan kepentingan rakyat.”

    ‘Tekanan internasional’

    Warga diaspora Indonesia di ibu kota Australia, Canberra, juga akan mengadakan aksi seperti di Melbourne.

    Bertajuk “Tolak impunitas. Lawan kebrutalan aparat terhadap rakyat!”, aksi tersebut akan dilakukan pada Kamis, 4 September 2025 di ANU Fellows Oval.

    Avina Nadhila, salah satu koordinator aksi, mengatakan aksinya akan sejalan dengan pergerakan di beberapa belahan dunia lain, seperti Jerman, Amerika Serikat, dan Jepang.

    “Kami menyadari perlunya international pressure [tekanan internasional] yang ditunjukkan supaya pemerintah Indonesia lebih aware apa yang mereka lakukan dan perbuat itu bukannya tidak dilihat oleh khalayak umum masyarakat dunia,” ujarnya.

    “Kami menuntut ini adalah bagian dari kami menjalankan demokrasi supaya pemerintah lebih mau mendengarkan warga masyarakatnya tidak hanya di Indonesia saja, tapi juga warga Indonesia di luar Indonesia.”

    Tan Jenar Kibar Lantang, mahasiswa S-2 yang juga anggota Canberra Bergerak turut mengkritik tindakan aparat di Indonesia.

    “Mahasiswa Indonesia di Canberra marah terhadap kekerasan aparat dan juga secara keseluruhan perbuatan pejabat publik yang sewenang-wenang,” ujarnya.

    “Baik itu dari komentar verbal, secara tertulis, atau perbuatan-perbuatan yang nir empati, layaknya kunjungan ke luar negeri tanpa mempertimbangkan atau menaruh empati yang lebih tinggi terhadap hal yang sekarang terjadi di Jakarta.”

    Tan mengatakan Canberra Bergerak memiliki beberapa tuntutan yang sejalan dengan tuntutan 17+8 yang beredar di media sosial.

    Beberapa tuntutan 17+8 tersebut antara lain mengenai pembentukan tim investigasi independen untuk kasus korban kekerasan dan pelanggaran HAM oleh aparat, penghentian keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil, dan pembebasan seluruh demonstran yang ditahan.

    Menurutnya Canberra Bergerak menuntut “akuntabilitas dan empati dari beberapa parlemen dengan membekukan kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR.”

    Pada 30 Agustus 2025, Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPI Australia) melayangkan surat terbuka untuk mengkritik anggota DPR yang dilaporkan berada di Sydney saat unjuk rasa dan kerusuhan terjadi di Indonesia.

    PPI Australia dalam suratnya mempertanyakan waktu kunjungan yang terjadi hingga akhir pekan dan anggota dewan yang “ikut serta dalam kegiatan non-kerja”.

    “Sebagai pelajar Indonesia di Australia, kami tidak bisa tinggal diam menyaksikan representasi legislatif yang mengabaikan rakyat dan bersembunyi di balik alasan kerja,” bunyi surat tersebut.

    “Kami malu memiliki wakil rakyat yang tidak transparan, tidak akuntabel, dan jauh dari empati publik.”

    Lihat juga Video: Viral 17+8 Tuntutan Rakyat, Pemerintah Akhirnya Buka Suara