kab/kota: Surabaya

  • Dua Menu MBG Penyebab Keracunan Massal Siswa di Kawu Ngawi, Hasil Lab Temukan Bakteri Nitrit

    Dua Menu MBG Penyebab Keracunan Massal Siswa di Kawu Ngawi, Hasil Lab Temukan Bakteri Nitrit

    Ngawi (beritajatim.com) – Penyebab keracunan yang menimpa puluhan siswa SD, SMP, hingga SMA negeri di Kecamatan Kedunggalar akhirnya terungkap. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan laboratorium, dua menu Makan Bergizi Gratis (MBG) dinyatakan terkontaminasi bakteri nitrit.

    Kesimpulan tersebut disampaikan Balai Besar Laboratorium Kesehatan Masyarakat Surabaya dan diterima resmi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi pada Rabu (10/12/2025). Dua menu yang terindikasi mengandung bakteri adalah sayur acar wortel–labu serta pisang yang disajikan kepada siswa pada Rabu, (26/11/2025).

    Sebelumnya, sebanyak 87 siswa dilarikan ke Puskesmas Gemarang lantaran mengalami gejala keracunan usai menyantap menu MBG tersebut. Para siswa mengeluhkan mual, pusing, dan beberapa di antaranya harus mendapatkan observasi lebih lanjut.

    Bupati Ngawi, Ony Anwar Harsono, yang juga menjabat sebagai Kepala Satgas MBG, menegaskan bahwa temuan ini menjadi dasar evaluasi menyeluruh dalam pelaksanaan program MBG di seluruh wilayah.

    Ony meminta seluruh pengelola SPPG agar mematuhi prosedur teknis secara ketat, mulai dari pemilihan bahan baku, proses memasak, penyajian, hingga distribusi.

    “Hasil lab ini akan menjadi bahan evaluasi agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Prosedur teknis harus dipatuhi sepenuhnya,” ujarnya.

    Di sisi lain, siswa di Kecamatan Kedunggalar kini kembali membawa bekal dan membeli makanan di kantin sekolah. Salah satu siswi SMPN 2 Kedunggalar, Fiona Adelia Firmansyah, mengaku masih enggan mengonsumsi menu MBG setelah kejadian tersebut.

    “Sejak keracunan, tidak ada kiriman MBG. Kami bawa bekal sendiri. Saya juga tidak mau makan MBG dulu,” ungkapnya.

    Sementara itu, SPPG di Desa Kawu ditutup sementara oleh Badan Gizi Nasional (BGN) pasca insiden ini. Sebanyak 50 karyawan SPPG harus dirumahkan hingga unit tersebut dinyatakan memenuhi Sertifikat Laik Higienis Sanitasi (SLHS). Operasional baru dapat dibuka kembali setelah standar higienitas terpenuhi sepenuhnya. [fiq/aje]

  • Satgas Premanisme Polda Jatim Siap Amankan Libur Nataru

    Satgas Premanisme Polda Jatim Siap Amankan Libur Nataru

    Surabaya (beritajatim.com) – Libur Natal 2025 dan Tahun baru 2026 (Nataru) Polda Jawa Timur (Jatim) resmi membentuk Satuan Tugas (Satgas) Premanisme. Pembentukan Satgas Premanisme ini merupakan langkah strategis untuk menciptakan kondisi aman jelang Operasi Lilin Semeru 2025, pengamanan Natal dan Tahun Baru.

    Kapolda Jatim Irjen Pol Drs. Nanang Avianto, M.Si mengatakan pembentukan satgas ini dilakukan untuk mencegah peningkatan kejahatan jalanan dan maraknya aksi premanisme yang terjadi di sejumlah wilayah Jawa Timur.

    “Ini komitmen kita dalam merawat Jogo Jatim. Masyarakat tidak boleh hidup dalam bayang-bayang ketakutan akibat ulah segelintir oknum yang memaksakan kehendak,” tegas Irjen Nanang saat memimpin Apel Satgas Premanisme di Lapangan Mapolda Jatim, Rabu (10/12/2025).

    Kapolda Jatim mengungkapkan, hasil evaluasi Kamtibmas periode akhir Oktober hingga awal November 2025 menunjukkan tren peningkatan kejahatan sebesar 7,66%.

    Yang paling mengkhawatirkan adalah melonjaknya penyalahgunaan senjata tajam dan senjata api hingga 175%.

    “Angka-angka ini bukan sekadar statistik, tapi alarm bahwa bibit premanisme dan gangsterisme sedang mencoba mengganggu ketenangan warga,” kata Irjen Nanang.

    Kapolda Jatim menginstruksikan Satgas Premanisme harus bergerak cepat, agresif, namun tetap terukur.

    Ada tujuh sasaran utama yang menjadi fokus pembersihan:

    1. Pemerasan & pemalakan di pasar, terminal, serta ruang publik.
    2. Debt collector ilegal yang menagih dengan intimidasi dan kekerasan.
    3. Pungli yang menghambat ekonomi masyarakat.
    4. Preman penganiayaan yang beraksi secara individual.
    5. Preman pengeroyokan berbasis kelompok.
    6. Kekerasan oknum perguruan silat, termasuk fanatisme negatif yang berujung kriminal.
    7. Gangster jalanan yang membawa sajam dan memicu tawuran.

    “Tindak tegas semua bentuk premanisme. Jangan beri ruang bagi pelaku pemerasan, pungli, pengeroyokan, maupun gangster yang meresahkan warga,” tegas Irjen Nanang.

    Ia juga mengarahkan peningkatan patroli intensif pada jam-jam rawan, terutama malam hingga dini hari.

    “Kita harus memastikan Jawa Timur bersih dari aksi premanisme sebelum aktivitas masyarakat meningkat di akhir tahun. Ini syarat mutlak agar stabilitas Jatim benar-benar terjaga,” pungkas Irjen Nanang. [uci/but]

     

  • AMDAL PLTSa Benowo Ditolak PTUN, DPRD Surabaya Minta Pemkot Segera Buka Dokumen ke Publik

    AMDAL PLTSa Benowo Ditolak PTUN, DPRD Surabaya Minta Pemkot Segera Buka Dokumen ke Publik

    Surabaya (beritajatim.com) – Anggota DPRD Surabaya, Imam Syafi’i, meminta Pemerintah Kota Surabaya segera membuka dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Benowo kepada publik. Desakan ini muncul setelah gugatan Pemkot Surabaya terhadap Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur ditolak Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya.

    “Dokumen AMDAL ini sesungguhnya tidak perlu menunggu gugatan Pemkot dikalahkan dulu, karena sejak awal bukan kategori dokumen yang dirahasiakan,” kata Imam Syafi’i di DPRD Surabaya, Rabu (10/12/2025).

    Dia menilai, sebelum perkara ini masuk ke PTUN, Pemkot Surabaya sudah seharusnya membuka dokumen AMDAL tersebut. Putusan Komisi Informasi Publik sebelumnya juga menyatakan Pemkot kalah dalam sengketa keterbukaan informasi.

    “Ketika di Komisi Informasi Publik kemarin Pemkot kalah, sebetulnya di situ saja sudah bisa langsung dibuka, atau bahkan sebelum itu,” ujar legislator NasDem itu.

    Menurut Imam, keterbukaan dokumen AMDAL sangat penting karena menyangkut dampak lingkungan yang dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar lokasi PLTSa. Dokumen tersebut juga menjadi bagian dari kontrol publik dan lembaga lingkungan seperti Walhi.

    “Untuk kepentingan publik, apalagi soal dampak lingkungan, warga sekitar harus tahu. Itu bagian dari kontrol masyarakat dan Walhi,” ucapnya.

    Imam juga menyampaikan bahwa setelah adanya putusan PTUN, tidak ada lagi alasan bagi Pemkot untuk menunda keterbukaan dokumen. Putusan hukum tersebut harus segera dijalankan sebagaimana mestinya.

    “Apalagi sekarang sudah ada putusan, Pemkot kalah. Menurut saya harus segera dilaksanakan dan dokumen AMDAL dibuka,” katanya.

    Lebih jauh, dia mengungkapkan pengalamannya saat meminta sejumlah dokumen terkait kerja sama PLTSa Benowo yang juga tidak diberikan secara utuh. Hal tersebut terjadi ketika dia masih bertugas di Komisi A DPRD Surabaya.

    “Dulu kami meminta seluruh perjanjian terkait kerja sama itu, tapi tidak diberikan oleh dinas aset dan bagian hukum. Ini yang membuat tanda tanya besar,” ujar Imam.

    Dia juga menyebut adanya informasi soal sejumlah adendum kontrak dengan PT SO yang dinilai janggal. Saat perusahaan disebut wanprestasi, sanksi tidak dijatuhkan, melainkan justru muncul adendum-adendum baru.

    “Kami dengar ketika PT SO wanprestasi, tidak ada penalti, tapi malah adendum-adendum. Ini perlu dibuka supaya terang,” ungkapnya.

    Selain itu, Imam menyinggung persoalan buffer zone di sekitar lokasi PLTSa yang terdampak pengelolaan sampah dan pencemaran lindi. Tanggung jawab atas dampak tersebut seharusnya berada pada pihak pengelola.

    “Zona penyangga akibat pengelolaan sampah itu harusnya menjadi tanggung jawab PT SO, tapi yang terjadi malah Pemkot membeli lahan dengan APBD,” katanya.

    Atas kondisi tersebut, Imam menegaskan dukungan DPRD terhadap upaya Walhi membuka seluruh dokumen terkait PLTSa Benowo. Dia meminta semua dokumen yang berpotensi merugikan kepentingan publik dibuka secara transparan.

    “Kami mendukung Walhi untuk membuka semuanya. Setelah AMDAL, kalau ada dokumen lain yang berpotensi merugikan publik, menurut saya itu juga harus dibuka,” pungkasnya. [asg/kun]

  • Forum Tapol/Napol Jatim Desak Negara Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat

    Forum Tapol/Napol Jatim Desak Negara Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat

    Surabaya (beritajatim.com) – Menjelang peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia pada 10 Desember, Forum Tapol/Napol Jawa Timur kembali menyerukan agar Pemerintah Indonesia mengambil langkah tegas dan final dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.

    Seruan ini ditegaskan para penyintas yang menilai bahwa momentum pemerintahan saat ini menjadi peluang penting untuk membuka lembaran baru dalam perjalanan bangsa.

    Forum Tapol/Napol Jatim menilai bahwa berbagai tragedi di era Orde Baru tidak hanya menjadi catatan kelam sejarah, tetapi juga bukti kegagalan negara dalam melindungi warganya. Selama keadilan belum ditegakkan, Indonesia dinilai masih memikul beban moral dan politik yang menghambat kemajuan nasional.

    “Pada peringatan Hari HAM Internasional kali ini kami mengundang secara terbuka bagi semua pihak—pemerintah, militer, masyarakat sipil, dan terutama mantan pelaku—untuk duduk bersama. Mari ubah narasi konflik menjadi narasi rekonsiliasi, dari kebenaran yang dipaksakan menuju kebenaran yang disepakati. Bersama-sama kita ubah kesadaran menjadi tindakan,ˮ ujar Koordinator Forum Tapol/Napol Jawa Timur, Trio Marpaung, di Surabaya, Selasa (10/12/2025).

    Rekonsiliasi Bermartabat: Tidak Melupakan, tetapi Memulihkan

    Para penyintas menegaskan bahwa penyelesaian kasus HAM bukan sekadar membuka luka lama. Rekonsiliasi disebut harus dilakukan secara bermartabat, dengan menyeimbangkan keberanian negara mengakui kesalahan dan kebijaksanaan dalam memulihkan masa depan korban.

    Menurut Forum Tapol/Napol Jatim, penyelesaian pelanggaran HAM berat tidak boleh dilakukan dengan mengubur sejarah demi impunitas ataupun membongkar kembali trauma tanpa mekanisme yang jelas. Mereka menawarkan tiga tahapan kunci dalam proses rekonsiliasi:

    Pengungkapan Kebenaran (Truth-Telling)

    Pemulihan Hak dan Reparasi Penuh kepada Korban

    Penegakan Akuntabilitas Bertingkat yang Pragmatis

    Keadilan Masa Lalu untuk Indonesia Emas 2045

    Forum menilai bahwa penyelesaian pelanggaran HAM berat—baik melalui mekanisme non-yudisial berbasis kebenaran dan pemulihan maupun melalui proses hukum yang independen—merupakan investasi strategis untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.

    Setidaknya terdapat tiga dampak positif yang akan diperoleh jika negara menuntaskan pelanggaran HAM berat masa lalu:

    1. Membangun Moralitas Bangsa
    Penyelesaian kasus HAM tidak hanya memberi keadilan bagi korban, tetapi juga memperkuat integritas moral, supremasi hukum, serta membangun institusi pemerintahan yang bersih dan berkeadaban.

    2. Meningkatkan Stabilitas dan Kepercayaan Publik
    Mengakhiri konflik historis dinilai penting untuk mencegah potensi gesekan sosial. Sebaliknya, ketidakjelasan penyelesaian kasus hanya menumpuk ketidakpercayaan publik yang berpotensi mengganggu stabilitas nasional menjelang 2045.

    3. Mewariskan Demokrasi yang Sehat
    Generasi muda yang akan memimpin Indonesia pada 2045 berhak mewarisi negara yang telah menuntaskan pelanggaran masa lalunya. Penyelesaian HAM disebut sebagai fondasi penting bagi budaya demokrasi.

    Desakan agar Negara Bergerak Cepat

    Forum Tapol/Napol Jatim menyebut Hari HAM Sedunia sebagai pengingat bahwa perjuangan untuk menjaga martabat manusia bersifat universal dan tidak boleh berhenti. Karena itu, mereka meminta pemerintah mempercepat langkah untuk menjamin kebenaran, keadilan, dan pemulihan bagi para korban.

    “Indonesia Emas 2045 tidak mungkin diwujudkan dengan kaki yang terantai pada ketidakadilan masa lalu. Kami meminta agar Komnas HAM, Kejaksaan Agung, dan Presiden menjadikan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat sebagai agenda prioritas negara. Ini bukti bahwa kita bangsa yang berani menghadapi kebenaran demi masa depan. Semangat ini sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya cita-cita pertama: memperkokoh Ideologi Pancasila, Demokrasi, dan HAM,” pungkas Trio Marpaung. (ted)

  • Jenazah di Pinggir Rel KA Lamongan Ternyata Polisi, Penyebab Kematian Masih Misteri

    Jenazah di Pinggir Rel KA Lamongan Ternyata Polisi, Penyebab Kematian Masih Misteri

    Lamongan (beritajatim.com) – Jenazah pria yang ditemukan tergeletak di pinggir rel kereta pada titik KM 187+5, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Lamongan, ternyata seorang anggota polisi.

    Kasi Humas Polres Lamongan, IPDA Muhammad Hamzaid, mengatakan korban yang teridentifikasi berinisial FA, warga Made, Kecamatan Lamongan itu, merupakan anggota polisi yang berdinas di Polda Jatim.

    “Terkait temuan jenazah di pinggir rel KA di Lamongan, berdasarkan hasil proses identifikasi dan penyelidikan, memang benar diduga yang bersangkutan merupakan anggota Polda Jatim,” kata Hamzaid, Rabu (10/12/2025).

    Menurut Hamzaid, berdasarkan hasil penyelidikan awal, pria berusia 28 tahun tersebut meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan.

    “Diduga yang bersangkutan mengalami kecelakaan Kereta Api. Namun penyebab pasti meninggalnya masih dalam penyelidikan,” ujarnya.

    Seperti diberitakan sebelumnya, Security Stasiun Kereta Api Lamongan, pada Senin (8/12/2025) sekitar pukul 22.30 WIB, melaporkan adanya jenazah pria yang tergeletak di pinggir rel, di wilayah Kelurahan Sukorejo.

    Setelah menerima laporan, petugas datang ke lokasi, kemudian mengevakuasi jenazah ke Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan, untuk pemeriksaan lebih lanjut.

    “Jenazah diketahui beridentitas FA, laki-laki, warga Made, Kecamatan/Kabupaten Lamongan,” ujarnya.

    Lebih lanjut Hamzaid kenyampaikan, Polres Lamongan masih melakukan pendalaman dan penyelidikan terkait penyebab pasti meninggalnya korban.

    “Untuk penyebab pasti mengenai penyebab kematian, kami masih menunggu hasil visum,” kata Hamzaid.

    Sementara Manager Humas KAI Daop 8 Surabaya, Luqman Arif, saat dikonfirmasi mengenai penemuan jenazah tersebut, mengatakan tidak ada laporan mengenai adanya kecelakaan kereta di sekitar lokasi temuan, pada hari tersebut.

    “Memang ada penemuan jenazah di pinggir rel, tapi kata pusat pengendali perjalanan kereta api, tidak ada laporan KA yang habis menemper mas,” ucap Luqman. (fak/ted)

  • Aturan Parkir Digital 2026 Surabaya Krusial untuk Atasi Konflik Rebutan Lahan Jukir

    Aturan Parkir Digital 2026 Surabaya Krusial untuk Atasi Konflik Rebutan Lahan Jukir

    Surabaya (beritajatim.com) – Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menjelaskan bahwa implementasi parkir digital dengan pembayaran non-tunai, seperti e-toll pada tahun 2026, secara krusial untuk menghindari konflik perpecahan antar warga terkait perebutan lahan parkir, Rabu (10/12/2025).

    ​”Kita belajar menyesuaikan, jadi insyaAllah dengan belajar waktu satu tahun cukup. Di tahun 2026 agar tidak terjadi perpecahan di Surabaya, perkara parkir bertengkar,” kata Eri Cahyadi.

    Wali Kota Eri mengamati bahwa pertengkaran karena masalah parkir sudah sering terjadi di Surabaya, baik antara pemilik usaha dengan juru parkir (jukir), warga dengan jukir, maupun sesama jukir.

    “Sekarang lihat, rebutan parkir lah, geger-an lahan lah. Karena apa? Karena tidak tahunya berapa sih uang yang masuk,” ungkapnya.

    ​Oleh karena itu, sistem digital yang akan diterapkan di tempat-tempat usaha dan Tepi Jalan Umum (TJU) diharapkan dapat mengatasi dan meredam konflik lahan parkir.

    Eri menegaskan, bahwa dengan sistem non-tunai ini, pembagian antara pemilik tempat usaha, petugas parkir, dan retribusi pajak parkir akan terpantau jelas dan adil.

    “Non-tunai ini sifatnya adalah untuk menjelaskan kepada orang parkir itu, agar dapat duitnya jelas. Jadi jelas gak ada yang nggak jelas.” tegasnya.

    ​Terakhir, Eri Cahyadi berharap semua petugas parkir dan warga Surabaya dapat menjunjung tinggi nama baik Kota Pahlawan dengan tidak lagi menimbulkan keributan perkara parkir dan merawat kerukunan. Mengingat Surabaya adalah rumah bersama.

    “Surabaya ini ada Batak, ada Ambon, ada Jawa, ada Meduro, ada Menado, ada Sumatra. Semua warga kita dan semuanya ada yang jadi tukang parkir. Maka semuanya harus menjunjung tinggi langit yang ada di atas kepala kita,” tutup Wali Kota Eri. (rma/ted)

  • Aturan Parkir Digital 2026 Surabaya Krusial untuk Atasi Konflik Rebutan Lahan Jukir

    Aturan Parkir Digital 2026 Surabaya Krusial untuk Atasi Konflik Rebutan Lahan Jukir

    Surabaya (beritajatim.com) – Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menjelaskan bahwa implementasi parkir digital dengan pembayaran non-tunai, seperti e-toll pada tahun 2026, secara krusial untuk menghindari konflik perpecahan antar warga terkait perebutan lahan parkir, Rabu (10/12/2025).

    ​”Kita belajar menyesuaikan, jadi insyaAllah dengan belajar waktu satu tahun cukup. Di tahun 2026 agar tidak terjadi perpecahan di Surabaya, perkara parkir bertengkar,” kata Eri Cahyadi.

    Wali Kota Eri mengamati bahwa pertengkaran karena masalah parkir sudah sering terjadi di Surabaya, baik antara pemilik usaha dengan juru parkir (jukir), warga dengan jukir, maupun sesama jukir.

    “Sekarang lihat, rebutan parkir lah, geger-an lahan lah. Karena apa? Karena tidak tahunya berapa sih uang yang masuk,” ungkapnya.

    ​Oleh karena itu, sistem digital yang akan diterapkan di tempat-tempat usaha dan Tepi Jalan Umum (TJU) diharapkan dapat mengatasi dan meredam konflik lahan parkir.

    Eri menegaskan, bahwa dengan sistem non-tunai ini, pembagian antara pemilik tempat usaha, petugas parkir, dan retribusi pajak parkir akan terpantau jelas dan adil.

    “Non-tunai ini sifatnya adalah untuk menjelaskan kepada orang parkir itu, agar dapat duitnya jelas. Jadi jelas gak ada yang nggak jelas.” tegasnya.

    ​Terakhir, Eri Cahyadi berharap semua petugas parkir dan warga Surabaya dapat menjunjung tinggi nama baik Kota Pahlawan dengan tidak lagi menimbulkan keributan perkara parkir dan merawat kerukunan. Mengingat Surabaya adalah rumah bersama.

    “Surabaya ini ada Batak, ada Ambon, ada Jawa, ada Meduro, ada Menado, ada Sumatra. Semua warga kita dan semuanya ada yang jadi tukang parkir. Maka semuanya harus menjunjung tinggi langit yang ada di atas kepala kita,” tutup Wali Kota Eri. (rma/ted)

  • DPRD Surabaya Usul Skema Hybrid Respons Gaduh Digitalisasi Parkir

    DPRD Surabaya Usul Skema Hybrid Respons Gaduh Digitalisasi Parkir

    Surabaya (beritajatim.com) – Anggota Komisi C DPRD Surabaya, Achmad Nurdjayanto, merespons polemik penerapan digitalisasi parkir di Kota Surabaya yang menuai pro dan kontra di masyarakat. Dia menilai kebijakan tersebut perlu disiapkan secara matang agar tidak menimbulkan persoalan baru di lapangan.

    “Digitalisasi parkir itu tujuannya baik, tapi infrastrukturnya harus benar-benar siap, baik untuk juru parkir maupun pengguna parkir,” kata Achmad Nurdjayanto, Rabu (10/12/2025).

    Menurut dia, kesiapan alat menjadi faktor kunci dalam penerapan pembayaran parkir digital. Juru parkir perlu dibekali perangkat yang memadai, sementara masyarakat juga harus terbiasa menggunakan alat pembayaran nontunai.

    “Kesiapan ini bukan hanya alat di tangan jukir, tapi juga kesiapan masyarakat dalam melakukan pembayaran digital,” tutur politisi Golkar ini.

    Selain kesiapan teknis, Achmad menilai sosialisasi menjadi aspek penting yang tidak boleh diabaikan. Setiap titik dan lokasi yang menerapkan pembayaran digital perlu diinformasikan secara luas kepada publik. “Titik dan spot yang menggunakan pembayaran digital harus disosialisasikan secara masif supaya masyarakat tidak kebingungan,” ucapnya.

    Achmad juga meminta kejelasan terkait konsekuensi bagi masyarakat yang belum memiliki alat pembayaran digital. Menurut dia, kebijakan publik harus memberi kepastian dan rasa adil bagi seluruh warga. “Perlu dijelaskan nanti bagaimana konsekuensinya jika pengguna parkir tidak memiliki alat pembayaran digital,” katanya.

    Sebagai langkah awal, DPRD Surabaya menyarankan penerapan pembayaran parkir dilakukan dengan skema hybrid. Mekanisme ini dinilainya lebih adaptif sebelum diterapkan secara menyeluruh. “Saran kami, pembayaran hybrid dulu, tunai dan nontunai berjalan bersamaan sebelum diterapkan secara masif,” ujar Achmad.

    Dia juga mengusulkan uji coba dilakukan di kawasan terbatas yang dinilai siap secara infrastruktur. Area pusat kota, pusat perbelanjaan, tempat wisata, dan mal dipandang cocok untuk tahap awal. “Uji coba sebaiknya di kawasan tertentu terlebih dahulu agar bisa dievaluasi secara objektif,” katanya.

    Achmad menambahkan tujuan utama digitalisasi parkir adalah mengurangi kebocoran pendapatan daerah sekaligus memastikan kuantitas layanan parkir tercatat dengan baik. Untuk mendukung itu, teknologi verifikasi pembayaran dinilai perlu dipertimbangkan.

    “Sarana seperti tab sidik jari atau pengenalan wajah bisa dipertimbangkan sebagai bukti pengguna sudah membayar, baik tunai maupun cashless, supaya lebih mudah dan adaptif,” pungkasnya. [kun]

  • Fraksi PDIP DPRD Jatim Dorong Visum Gratis dan Pemulihan Menyeluruh Korban Kekerasan

    Fraksi PDIP DPRD Jatim Dorong Visum Gratis dan Pemulihan Menyeluruh Korban Kekerasan

    Surabaya (beritajatim.com) – Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur menegaskan komitmennya memperkuat penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pelindungan Perempuan dan Anak. Regulasi ini diarahkan untuk memastikan korban memperoleh layanan pelindungan komprehensif sejak pelaporan hingga pemulihan menyeluruh.

    “Raperda ini kami rancang agar korban benar-benar terlindungi dari hulu ke hilir, bukan hanya pada saat kejadian,” kata Penasehat Fraksi PDIP DPRD Jatim, Dr. Sri Untari Bisowarno, Rabu (10/12/2025).

    Salah satu langkah utama yang diperjuangkan adalah penggratisan layanan visum medis dan pemeriksaan pendukung bagi korban kekerasan seksual. Layanan tersebut dinilai krusial dalam proses hukum, namun sering terkendala biaya.

    “Kalau ada kejadian seperti visum dan pemeriksaan DNA, itu harus gratis dan dibiayai APBD, terutama bagi warga miskin dan pra-sejahtera,” ujar Sri Untari.

    Komisi E DPRD Jatim mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Timur menetapkan 14 rumah sakit rujukan yang wajib memberikan layanan visum tanpa pungutan biaya. Pembiayaan layanan tersebut diusulkan ditanggung penuh melalui APBD. “Tidak boleh ada biaya apa pun yang dibebankan kepada korban karena ini layanan dasar yang menentukan keadilan,” ucapnya.

    Sri Untari menyampaikan penanganan korban kekerasan tidak berhenti pada pelaporan dan pemeriksaan medis. Raperda ini mengatur pemulihan lanjutan yang mencakup rehabilitasi sosial, pendampingan psikologis, hingga pemulihan ekonomi. “Dalam Raperda ini kami mengupayakan pelindungan hingga pascakejadian, termasuk rehabilitasi sosial dan ekonomi,” katanya.

    Dia menjelaskan banyak korban kehilangan rasa aman, kepercayaan diri, bahkan mata pencaharian akibat dampak kekerasan. Karena itu, pemulihan perlu dilakukan secara utuh dan berkelanjutan. “Raperda ini diarahkan agar korban benar-benar pulih secara menyeluruh, bukan hanya selesai perkara,” ujarnya.

    Sri Untari juga mengungkapkan meningkatnya kasus kekerasan yang menimpa pelajar SD, SMP, dan SMA, dengan lokasi kejadian paling banyak justru berada di lingkungan keluarga. Kondisi ini membutuhkan kewaspadaan semua pihak.

    “Keluarga seharusnya menjadi tempat paling aman, tetapi justru perempuan dan anak banyak disakiti di situ,” paparnya.

    Selain keluarga, sekolah dipandang memiliki peran penting dalam deteksi dini dan penanganan kasus kekerasan. Optimalisasi Tim Pusat Pelayanan Terpadu Pelindungan Perempuan dan Anak Sekolah terus didorong. “Sekolah perlu aktif melalui TPPKAS agar pencegahan dan penanganan bisa dilakukan lebih cepat,” pungkas politisi Dapil Malang Raya itu. [kun]

  • DPRD Surabaya Kritik Pemkot Belum Maksimal Terapkan Sistem Paperless

    DPRD Surabaya Kritik Pemkot Belum Maksimal Terapkan Sistem Paperless

    Surabaya (beritajatim.com) – Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya, Herlina Harsono Njoto, mengkritisi pola kerja Pemerintah Kota Surabaya yang dinilai belum sepenuhnya menerapkan sistem paperless. Menurut dia, meski digitalisasi arsip sudah berjalan di banyak dinas, penggunaan kertas fisik dalam laporan dan dokumen masih mendominasi.

    “Wis digital, tapi kertasnya masih numpuk di meja. Padahal tujuan paperless itu kan biar kerja makin efisien dan ramah lingkungan,” kata Herlina, Rabu (10/12/2025).

    Dia menilai, kebiasaan mencetak laporan dan berkas untuk rapat justru menambah beban anggaran sekaligus bertentangan dengan semangat efisiensi dan pelestarian lingkungan. Menurut dia, jika sistem digital benar-benar dioptimalkan, Pemkot bisa menekan pengeluaran untuk kertas, tinta, hingga penyimpanan arsip fisik. “Kalau semua masih dicetak, ya ngapain ada sistem digitalisasi? Ini soal mindset,” ujar Herlina.

    Menurut Herlina, secara pengarsipan Surabaya sebenarnya sudah cukup maju dengan sistem digital yang memudahkan pencarian dan penyimpanan dokumen. Namun, pola kerja manual masih sering dijalankan secara bersamaan sehingga menghambat efisiensi birokrasi.

    “Digitalisasi arsip sudah jalan, tapi ya separo-separo. Kadang masih dobel, ada file digitalnya tapi tetap dicetak juga buat arsip fisik,” tutur Herlina.

    Dia menambahkan, format digital seperti PDF sebenarnya jauh lebih praktis dan efisien untuk pelaporan antarinstansi. Selain mudah disimpan, dokumen elektronik juga memudahkan perbandingan data antarlaporan dan mempercepat proses evaluasi kebijakan.

    “Kalau semua laporan dalam bentuk PDF, enak dibaca, gampang dibandingkan, dan nyimpennya juga tinggal klik. Nggak perlu lagi map numpuk sampai lemari penuh,” ucap politisi kawakan ini.

    Politisi Partai Demokrat itu berharap Pemkot Surabaya lebih serius memperkuat budaya kerja digital. Dia menilai, kebijakan paperless bukan hanya urusan teknologi, tapi juga komitmen moral untuk melestarikan lingkungan dan menggunakan anggaran dengan bijak.

    “Kalau serius, anggaran buat kertas, tinta, printer bisa ditekan. Sekalian bantu jaga lingkungan, wong sumber daya alam kita juga terbatas,” tutur mantan Ketua Komisi A DPRD Surabaya ini.

    Herlina menegaskan, transformasi digital seharusnya membuat sistem administrasi pemerintah semakin cepat, efisien, dan transparan. Dia berharap kebijakan tanpa kertas benar-benar diterapkan secara menyeluruh di semua OPD. “Kita ini kota besar, mestinya bisa jadi contoh. Digitalisasi itu bukan gaya-gayaan, tapi cara kerja yang cerdas dan bisa ngirit,” pungkas dia. [kun]