kab/kota: Surabaya

  • Dituding Melakukan Kekerasan Fisik dan Psikis, Lettu Bagus Diadili

    Dituding Melakukan Kekerasan Fisik dan Psikis, Lettu Bagus Diadili

    Surabaya (beritajatim.com) – Lettu Laut (K) Dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra diadili di Pengadilan Militer Surabaya, Selasa (27/8/2024). Lettu Bagus diadili atas dakwaan melakukan kekerasan fisik dan psikis terhadap korban dan anak-anak korban.

    Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim yang terdiri dari hakim ketua Letkol Chk Arif Sudibya, SH, MH
    hakim Anggota Letkol Kum Wing Eko Joedha Harijanto, SH,MH dan Lekol Chk Muhammad Saleh, SH, MH ini mengagendakan dakwaan.

    Dalam dakwaan oditur Militer Mayor Chk Sahroni Hidayat, SH disebutkan bahwa Terdakwa telah melakukan kekerasan fisik dan psikis terhadap korban yakni Dr MC. “Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dalam pasal 44 ayat 4 jo pasal 5 huruf a dan pasal 45 ayat 1 jo pasal 5 huruf b UU RI no 23 tahun 2004 tentang KDRT,” ujarnya.

    Salawati SH MH kuasa hukum korban mengatakan, kekerasan fisik dan psikis ini tidak hanya terjadi pada diri kliennya namun isteri Terdakwa sebelumnya juga mengalami hal yang sama. “Jadi tidak hanya klien kami, anak-anak klien kami atau anak sambung dari Terdakwa juga mantan isteri Terdakwa mengalami hal yang sama,” ujarnya.

    Sala menambahkan dalam dakwaan oditur militer disebutkan bahwa selain melakukan pemukulan, Terdakwa juga melakukan peludahan di muka anak korban yang pertama. Pun juga anak kedua korban juga mengalami kekerasan dari Terdakwa. “Kami tidak asal bicara karena ada visum at repertum dari rumah sakit Al Irsyad masing-masing korban ada visumnya,” ujarnya.

    Akibat dari apa yang dilakukan terdakwa kata Sala, anak-anak korban mengalami trauma psikis. Dan dari asesment psikolog hasilnya ada trauma pada diri anak-anak korban.

    “Psikiater menyampaikan bahwa adanya traumatik yang sangat besar dan rasa tidak aman pada anak-anak korban, sebagaimana disampaikan dalam dakwaan bahwa adanya pengamcaman yang dilakukan Terdakwa,” ujarnya.

    Bahkan lanjut Sala, anak-anak korban harus meminum obat untuk menenangkan diri. “Bahkan ada kejadian kejang bahkan ada beberapa kali ada upaya bunuh diri karena ada ancaman,” ujarnya.

    Hal itu juga tak lepas dari dikeluarkannya Terdakwa dari tahanan, hal itu tentunya membuat anak-anak korban merasa terancam dan was-was selama di rumah atau di luar rumah.

    Dilanjutkan Sala, yang menjadi pemicu kekerasan terhadap korban adalah kebiasaan Terdakwa yang sering minum-minuman keras dan ditegur oleh oleh korban. Karena tidak terima, Terdakwa kemudian melakukan kekerasan terhadap korban. “Melihat ibunya mengalami kekerasan, anak-anak ini membela yang kemudian dihajar juga oleh Terdakwa,” ujarnya.

    Bentuk kekerasan yang dialami korban adalah diseret oleh Terdakwa. Sementara anak pertama korban juga terkena pukulan dan juga ludahan dari Terdakwa. Anak kedua juga mengalami kekerasan memar di tangan.

    Sementara kuasa hukum Terdakwa yakni Mayor Laut Teguh S mengatakan dakwaan terhadap kliennya adalah mengada-ada karena persoalan ini adalah persoalan rumah tangga biasa. “Kami sudah menyiapkan kejutan-kejutan dalam persidangan nanti karena masalah ini adalah masalah rumah tangga biasa,” ujarnnya.

    Terkait dakwaan adanya kekerasan fisik maupun psikis yang dialami korban, kuasa hukum Terdakwa mengatakan bahwa perlu ditanyakan korban kekerasan tersebut terjadi di pernikahan sekarang apa sebelumnya. [uci/kun]

  • Mantan Isteri Bupati Jombang Datangi Pengadilan Tinggi Agama Surabaya

    Mantan Isteri Bupati Jombang Datangi Pengadilan Tinggi Agama Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Nanik Prastiyaningsih, istri dari almarhum Drs. Ec Nyono Suharli Wihandoko, mantan Bupati Jombang, mengajukan banding atas putusan Pengadilan Agama (PA) Jombang di Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Surabaya.

    Nanik merasa keberatan atas putusan yang digugat oleh anak tirinya yang mencapai Rp 7 miliar.

    Menurut penjelasan Nanik, awalnya ia digugat oleh anak tirinya terkait pembagian warisan dengan nilai 140 ribu USD atau setara Rp 2,1 miliar. Namun, secara mengejutkan, jumlah gugatan tersebut meningkat menjadi Rp 7 miliar.

    “Saya sangat bingung, uang apa yang dimaksud?,” ujar Nanik dengan nada penuh kebingungan.

    Lebih lanjut, Nanik menyampaikan bahwa ada beberapa tindakan yang menurutnya berpotensi menjadi tindak pidana, seperti munculnya surat keterangan ahli waris yang tidak mencantumkan namanya, padahal ia masih hidup.

    “Saya adalah istri sah almarhum, tetapi mengapa surat keterangan ahli waris tidak mencantumkan nama saya? Surat tersebut kemudian digunakan untuk menutup rekening almarhum. Padahal sebelumnya anak-anak selalu meminta persetujuan saya jika ingin menutup rekening. Jika uang itu diminta dengan baik-baik, saya pasti akan memberikannya. Saya tidak pernah berniat mengambil hak-hak anak-anak,” tegas Nanik.

    Kuasa hukum Nanik, Egi Sujana, menambahkan bahwa pihaknya sedang mengajukan banding atas putusan PA Jombang dengan nomor perkara 2980 tahun 2023. Menurutnya, ada ketidakadilan dalam putusan tersebut, di mana hakim PA Jombang dianggap khilaf karena memutuskan tanpa didukung alat bukti yang memadai.

    “Misalnya, tergugat dituduh menggelapkan uang sebesar 400 ribu USD atau sekitar Rp 7 miliar. Tuduhan ini kemudian diterima oleh hakim, namun tanpa bukti yang jelas, seperti tanda tangan yang tidak menyebutkan nama, serta asal dan tujuan uang tersebut yang tidak jelas,” ungkap Egi.

    Sementara itu, Humas PTA Surabaya, Syaiful Heja, menyatakan bahwa tergugat (Nanik) memiliki hak untuk mengajukan banding atas putusan di PA Jombang. Banding, menurut Syaiful, merupakan hak dari setiap tergugat atau penggugat pada tingkat pertama di PA Jombang.

    “Pihak yang mengajukan banding dapat menyampaikan keberatan-keberatan mereka dalam memori banding. Setelah memori banding diterima, akan ditunjuk majelis hakim yang akan menangani kasus ini, dan jadwal sidang akan ditentukan,” jelas Syaiful. [uci/ted]

  • Ketahuan Cabuli Santri, Guru Ngaji Probolinggo Kabur ke Bali

    Ketahuan Cabuli Santri, Guru Ngaji Probolinggo Kabur ke Bali

    Probolinggo (beritajatim.com) – Kasus pencabulan kembali mengguncang Kabupaten Probolinggo. Kali ini, seorang guru ngaji berinisial SLM (45), warga Desa Asembagus, Kecamatan Kraksaan, tega mencabuli santrinya yang masih berusia 8 tahun. Peristiwa ini terungkap setelah korban menceritakan pengalaman buruknya kepada orang tuanya.

    Menurut Kasat Reskrim AKP Putra Adi Fajar Winarsa, kasus ini terungkap saat korban menghubungi orang tuanya yang berada di Surabaya. Korban mengaku enggan melanjutkan kegiatan mengaji. Merasa curiga, orang tua korban kemudian menanyakan alasannya.

    Dengan polosnya, korban menceritakan bahwa setelah kegiatan mengaji, pelaku seringkali menahannya dan melakukan perbuatan cabul. Mendengar pengakuan anaknya, orang tua korban langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polres Probolinggo.

    Mendapat laporan tersebut, petugas kepolisian langsung melakukan penyelidikan. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa pelaku telah melarikan diri ke Nusa Penida, Bali. Tanpa membuang waktu, tim gabungan dari Polres Probolinggo dan Polsek Nusa Penida langsung bergerak cepat untuk menangkap pelaku.

    Setelah melalui upaya yang cukup panjang, pelaku akhirnya berhasil ditangkap dan dibawa kembali ke Probolinggo untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Kasat Reskrim menegaskan bahwa pihaknya akan terus mendalami kasus ini untuk mengetahui apakah ada korban lain.

    “Kami mengimbau kepada masyarakat, khususnya para orang tua, untuk selalu waspada dan memperhatikan perilaku anak-anaknya. Jika menemukan adanya indikasi pencabulan, segera laporkan ke pihak berwajib,” ujar AKP Putra.

    Selain itu, pihaknya juga akan memberikan pendampingan psikologis kepada korban untuk memulihkan trauma yang dialaminya. Kasus ini menjadi pengingat bagi kita semua pentingnya perlindungan terhadap anak-anak dari segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual. (ada/but)

  • Mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Divonis 6 Tahun Penjara

    Mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Divonis 6 Tahun Penjara

    Surabaya (beritajatim.com) – Majelis hakim yang diketuai Tongani menjatuhkan pidana penjara selama enam tahun pada Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto, Selasa (27/8/2024) di PN Tipikor Surabaya.

    Dalam amar putusan majelis hakim disebutkan Terdakwa Eko Darmanto secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 B Jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

    Tidak hanya itu, terdakwa juga dianggap melanggar UU TPPU, dalam Pasal 3 dan Pasal 4 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

    “ Menjatuhkan pidana penjara selama enam tahun, dan denda Rp 500 juta rupiah, pidana kurungan selama empat bulan,” ujar hakim Tongani dalam amar putusannya.

    Dalam pertimbangannya, hakim menyebut hal yang memberatkan tuntutan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tipikor. Terdakwa tidak berterus terang memberikan keterangannya di persidangan.

    “Terdakwa menjadi inisiator memperoleh keuntungan dari tindak pidana,” ujarnya.

    Selain pidana penjara enam tahun, Hakim juga memutus agar Eko juga membayar denda Rp500 juta, serta pidana tambahan berupa membayar pidana pengganti senilai Rp13,180 miliar.

    “Menjatuhkan pidana tambahan, kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti Rp13,180 miliar, dengan memperhitungkan jumlah uang aset yang dirampas dalam perkara ini,” ujarnya.

    Jika dalam kurun waktu sebulan setelah putusan majelis hakim berkekuatan tetap, denda biaya pengganti tersebut tak dapat dibayar oleh terdakwa, maka harta benda terdakwa bakal dilakukan penyitaan oleh pihak Kejaksaan untuk dilakukan pelelangan guna membayar biaya pengganti tersebut.

    Bila harta benda terdakwa tak mencukupi, maka bakal digantikan dengan pidana pengganti yakni masa penahanan selama dua tahun.

    “Subsider pidana penjara pengganti selama dua tahun, apabila terdakwa tidak membayar pengganti tersebut setelah putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap,” tambahnya.

    Menanggapi putusan hakim terdakwa Eko mengatakan pikir-pikir.

    Putusan hakim ini lebih ringan dari tuntutan JPU dari KPK yang menuntut pidana penjara selama delapan tahun.

    Sebelumnya, eks Kepala Bea Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Eko Darmanto didakwa melakukan praktik gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ia diduga menerima uang dari para pengusaha dengan total nilai Rp23,5 miliar lebih selama menjabat. [uci/but]

  • Dua Perguruan Silat di Surabaya Nyaris Bentrok, Diduga Dendam

    Dua Perguruan Silat di Surabaya Nyaris Bentrok, Diduga Dendam

    Surabaya (beritajatim.com) – Dua perguruan silat di Surabaya nyaris bentrok pada Minggu (25/8/2024) malam. Diduga, insiden yang hampir terjadi ini dipicu aksi balas dendam.

    Beruntung, petugas Respati Polrestabes Surabaya lebih cepat bertindak. Sehingga potensi bentrik dua kelompok perguruan silat itu bisa dicegah.

    Kasat Samapta Polrestabes Surabaya, AKBP Teguh mengatakan dua kelompok yang hendak bentrok itu adalah Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia (IKSPI) Kera Sakti dan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). Dugaan polisi, aksi bentrok dilatarbelakangi dendam.

    “Kami amankan delapan pemuda yang tergabung dengan perguruan silat di Jalan Diponegoro. Diduga ingin balas dendam,” kata Teguh, Selasa (27/8/2024).

    Delapan pemuda yang diamankan adalah WN (23) warga Jember, MA (19) warga Pulosari, RA (18) warga Tegalsari, STP (18), SP (25) dan FN (27) warga Kutisari Utara, Lalu AA (18) warga Kalijudan. Para pemuda itu diamankan dari 50 pemuda yang berkendara secara berkelompok.

    Mereka sebelumnya berkumpul di Terminal Joyoboyo dan hendak berangkat ke wilayah Surabaya Barat. “Mereka (IKSPI) berniat melakukan aksi balas dendam terhadap anggota perguruan PSHT yang diduga terlibat dalam insiden pengeroyokan di Karang Menjangan Surabaya,” imbuh Teguh.

    Aksi kejar-kejaran sempat terjadi. Dari 50 pemuda polisi mengamankan 3 sepeda motor dan 8 pemuda yang hendak bentrok. Kini, tiga sepeda motor yang sudah diamankan oleh tim Respati Polrestabes Surabaya dititipkan ke Polsek Wonokromo.

    “Untuk pemeriksaan di Polsek Wonokromo. Pihak kepolisian juga sudah memanggil ketua Ranting IKSPI untuk berkoordinasi dan penanganan lebih lanjut,” tutur Teguh. [ang/beq]

  • Hakim PN Surabaya Putuskan PT Dove Tak Terbukti Wanprestasi

    Hakim PN Surabaya Putuskan PT Dove Tak Terbukti Wanprestasi

     

    Surabaya (beritajatim.com) – Gugatan Sederhana yang diajukan PT. Sapta Permata ditolak hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Hakim mengatakan bahwa Tergugat yakni PT PT. Dove Chemcos Indonesia tidak terbukti melakukan wanprestasi.

    Ditolaknya Gugatan Wanprestasi atau cedera janji itu dikeluarkan PN Surabaya, Kamis (22/8/2024) oleh
    Dr. Nurnaningsih Amriani, SH.MH., sebagai Hakim pada PN Surabaya disampaikan dalam persidangan secara e-Litigasi kepada para pihak melalui prosedur e-Litigasi selaku pengguna terdaftar, masing-masing kepada Penggugat.

    Dr. Johan Widjaja, SH., MH mengatakan, PT. Dove Chemcos Indonesia hingga saat ini masih menunggu hingga perkara ini benar-benar dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap atau inkarcht.

    Meski belum menentukan sikap, namun PT. Dove Chemcos Indonesia akan memilih mengambil upaya hukum pidana.

    “Langka selanjutnya yang mungkin akan kami lakukan adalah melaporkan PT. Sapta Permata ke kepolisian,” jelas Johan Widjaja.

    Mengapa?, lanjut Johan. Karena dengan adanya gugatan wanprestasi atau cidera janji ini, reputasi dan nama baik PT. Dove Chemcos Indonesia jadi tercoreng.

    “Nama baik kami telah rusak. Dan yang perlu diingat bahwa PT. Dove Chemcos Indonesia sudah difitnah dengan tuduhan tidak mau bayar,” papar Johan.

    Berdasarkan bukti-bukti yang telah dia serahkan di persidangan, sambung Johan, tidak ada satu bukti dari PT. Dove Chemcos Indonesia yang tidak dipertimbangkan hakim pemeriksa perkara.

    “Karena semua bukti yang kami ajukan valid, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya bahwa barang yang dikirim PT. Sapta Permata itu benar-benar rusak,” ungkap Johan Widjaja, Selasa (27/8/2024).

    Jadi, lanjut Johan Widjaja, PT. Sapta Permata telah menjual barang rusak ke PT. Dove Chemcos Indonesia. Dan mereka tidak bisa membantahnya.

    Sementara itu David Tri Yulianto mengaku puas dan sangat mengapresiasi keputusan hakim Nurnaningsih Amriani yang menolak gugatan PT. Sapta Permata.

    Lebih lanjut Direktur PT. Dove Chemcos Indonesia ini menjelaskan, sejak awal sudah terlihat, siapa yang sebenarnya berbohong.

    “Kami sudah memberitahukan bahwa barang yang mereka kirim itu rusak tapi tidak direspon. Mereka malah mendesak supaya dilakukan pembayaran,” papar David.

    PT. Sapta Permata, lanjut David, malah mengirimkan somasi, hingga tiga kali sedangkan surat teguran dan permintaan supaya barang yang rusak dapat ditarik kembali dan dikirimkan barang yang baru, tidak pernah direspon.

    Masih menurut David, karena telah dicemarkan nama baiknya dan dituduh tidak mau membayar tagihan pembelian barang, PT. Dove Chemcos Indonesia pasti akan melaporkan PT. Sapta Permata ke pihak kepolisian.

    Sementara itu, hakim Nurnaningsih dalam amar putusannya menyatakan, menolak gugatan PT. Sapta Permata sebagai penggugat untuk seluruhnya.

    Hakim Nurnaningsih Amriani dalam amar putusannya juga menyatakan, menghukum PT. Sapta Permata membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 325 ribu.

    Dalam pertimbangannya, hakim Nurnaningsih Amriani juga menyatakan, terhadap barang 4man Chemyunion, PT. Dove Chemcos Indonesia sebagai tergugat, belum melakukan pembayaran kepada PT. Sapta Permata sebagai penggugat sebesar Rp181.623.750 yang mana jumlah tersebut telah termasuk PPN 11%.

    Akan tetapi, pada tanggal 20 Desember 2022, PT. Dove Chemcos Indonesia sebagai tergugat, telah menyampaikan keluhan kepada PT. Sapta Permata melalui email.

    PT. Dove Chemcos Indonesia dalam suratnya juga telah meminta stability statement atau pernyataan stabilitas kepada PT. Sapta Permata untuk membuktikan bahwa barang yang dikirim cacat produksi, namun penggugat tidak merespon. [uci/beq]

  • Dugaan Korupsi Sidoarjo, Begini Pandangan Saksi Ahli dari Unair

    Dugaan Korupsi Sidoarjo, Begini Pandangan Saksi Ahli dari Unair

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Saksi ahli Dr Bambang Suheryadi dari Unair Surabaya didatangkan ke sidang perkara pemotongan insentif ASN BPPD Sidoarjo dengan terdakwa Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono, di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (26/8/2024).

    Pakar hukum pidana, itu menekankan ada atau tidaknya paksaan sebagai faktor penting dalam kasus ini. Kata kuncinya adalah paksaan. “Dalam pemotongan itu terpaksa karena takut dimutasi atau tidak diikutkan diklat,’’ ucapnya.

    Di depan hakim ketua Ni Putu Sri Indayani SH MH, dia menjabarkan, untuk pemerasan dalam pasal 12 huruf e dan huruf f UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan adanya unsur objektif berupa sifat melawan hukum dan menyalahgunakan kekuasaan. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

    Pelakunya adalah PNS atau penyelenggara negara. Yang dilakukan adalah memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, menerima pembayaran dengan potongan, untuk sesuatu bagi dirinya sendiri.

    Penasihat hukum Ari Suryono Ridwan Rahmat pun menanyakan apakah maksud pemotongan itu sebelum atau setelah masuk ke rekening pegawai?

    Bambang menjawab kata kuncinya di sini adalah ada paksaan atau tidak. Misalnya tergerak membayar karena takut dimutasi. Apakah betul-betul ada yang memerintahkan kalau itu sudah masuk rekening pribadi.

    Nabilla Amir, pengacara lain Ari Suryono, mengatakan apakah meneruskan kebiasaan penyisihan dari atasan-atasan sebelumnya juga bisa dikategorikan paksaan?

    Saksi-saksi sebelumnya memberikan keterangan bahwa pemotongan insentif ini sudah berlangsung sejak 2014. Saat Badan Pelayanan Pajak Daerah atau (BPPD) Sidoarjo dikepalai oleh Joko Santosa. Praktik itu berlanjut sampai masa Ari Suryono menjadi kepala BPPD Sidoarjo.

    Saksi ahli Bambang Suheryadi menjelaskan, ketika hal itu sudah dilakukan secara berulang-ulang, harus dibuktikan dulu siapa yang memaksa itu. Pemaksaan perlu dibuktikan dari apakah yang dipotong betul-betul takut akan dapat ’’sesuatu’’ dari atasan atau tidak.

    Misalnya, apakah takut dipindah kalau tidak bayar. Apakah ada kesepakatan. Kalau tidak itu berarti tidak ada paksaan. Dalam keterangan saksi-saksi pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah atau (BPPD) Sidoarjo mengaku mereka tidak keberatan insentif dipotong karena memang sudah menjadi kebiasaan.

    ’’Harus dibuktikan memaksa itu bagaimana. Itu melawan hukumnya dengan cara memaksa. Dengan menyalahgunakan kekuasaan,’’ terang Bambang.

    Nabilla pun menegaskan lagi, ’’Apakah kebiasaan menyerahkan itu dikategorikan sebagai pemaksaan?’’

    Bambang menyatakan bahwa harus dibuktikan betul apakah ada misalnya rapat untuk menentukan. Dalam rapat disebutkan nilainya ditentukan. Sehingga, yang dipaksa tidak mampu berbuat lain.
    ’’Apakah dalam rapat ditentukan segini ya segini ya,’’ ungkapnya.

    Hakim Athoillah pun bertanya, ’’Jika tidak ada pemaksaan, tapi ditaruh kitir (kertas kecil berisi nilai potongan, red) di meja masing-masing dan tidak saling tahu. Apakah masuk kategori pemerasan?’’

    Saksi ahli Bambang Suheriyadi mengatakan, apakah ketika ada pemotongan, kemudian ada pegawai yang dimutasi karena tidak membayar potongan atau tidak diikutkan diklat tertentu. Itu harus dibuktikan.

    Jaksa Rikhi Benindo Maghaz mempertanyakan kemugkinan adanya pemaksaan secara psikis. Apakah kekerasan psikis itu dapat diimplementasikan dalam bentuk patuh dan loyal kepada atasan.

    Dijelaskan Bambang selama beberapa kali terjadi pergantian pimpinan, perlu dibuktikan dulu. Apakah pernah terjadi pegawai yang tidak setor atau membayar akhirnya dipindah. Sehingga, yang dipotong tidak mungkin berkata tidak.

    ’’Dalam penerapan hukum pidana, tidak bisa berkata lain itu masuk unsur (pemaksaan),’’ tegasnya.

    Pengacara Nabillah Amir pun bertanya lagi. Kali ini soal tanggung jawab atasan. Di manakah letak tanggung jawab jabatan itu jika uang sudah masuk ke rekening pribadi?

    Diberitakan sebelumnya bahwa insentif pegawai BPPD Sidoarjo ditransfer ke rekening masing-masing pegawai. Baru kemudian potongan disetorkan secara tunai. Ada kertas kecil berupa kitir dengan tulisan kecil berisi nilai pemotongan.

    Ditanya soal itu, Bambang sekali lagi menandaskan, yang harus dibuktikan dulu adalah pemaksaan itu terjadi atau tidak. Baru setelah itu dimintai pertanggungjawaban. Di situ dibuktikan juga apakah ada penyalahgunaan kekuasaan dan pemaksaan.

    Makin Rahmat, tim penasihat hukum Ari Suryono, seusai sidang menjelaskan, selain pembuktian adanya unsur pemaksaan, mens rea (mengharuskan menghukum) atas perbuatannya, yaitu penyalahgunaan kekuasaan.

    Terbukti, dalam persidangan, uang yang menjadi hak pegawai BPPD sudah diterima terlebih dahulu, kemudian baru ada kesepakatan pemberian sodaqoh.

    ’’Faktanya, apakah ada pegawai yang tidak membayar atau protes lantas mendapatkan punisment (hukuman), dimutasi, dipersulit mengikuti kenaikan jabatan, seminar atau workshop. Di persidangan tidak ada. Semoga majelis dengan kearifan dan independen dapat memberikan telaah yang obyektif,’’ harap Makin Rahmat. (isa/but)

  • Kasus Pemotongan Dana Insentif ASN BPPD Sidoarjo Ahli Sebut Demikian

    Kasus Pemotongan Dana Insentif ASN BPPD Sidoarjo Ahli Sebut Demikian

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Sidang kasus dugaan pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo di Pengadilan Tipikor Surabaya, masuk tahap keterangan saksi ahli. Dalam sidang lanjutan itu, pemberi mandat disebut yang paling bersalah dalam kasus tersebut.

    Hal itu ditegaskan saksi ahli terdakwa Siskawati ahli hukum administrasi negara Dr. Aan Efendi SH.MH yang juga dosen di Universitas Negeri Jember, Senin (26/8/24).

    Dr. Efendi menerangkan, yang paling bertanggung jawab dalam mandat atau delegasi dari atasan adalah kepala, karena menurutnya, kepala adalah pemilik wewenang, bawahan adalah mandataris wewenang. “Maka pemilik wewenang bertanggung jawab, kecuali pembawa mandat melebihi apa yang di mandatkan,” ucap Efendi di persidangan.

    Dia menambahkan, pemotongan insentif tidak mungkin bisa dilakukan bawahan jika tidak ada mandat dari kepala badan, pemotongan insentif bisa berhenti atas persetujuan kepala badan.

    Sementara itu saksi ahli terdakwa Ari Suryono ahli hukum pidana Dr. Bambang Suharyadi SH. MH dari Universitas Airlangga Surabaya mengatakan, yang perlu dijelaskan dalam persidangan yakni, apakah ada unsur paksaan, siapa yg memaksa, dan pegawai yang dipotong insentif nya merasa diintimidasi atau tidak.

    “Kalau tidak ada unsur paksaan dan yang dipotong tidak keberatan apalagi ketakutan atau ada intimidasi kalau menolak atau tidak mau dipotong, selama tidak ada paksaan, tidak apa-apa,” ungkapnya.

    Sementara berdasarkan fakta persidangan dari saksi pegawai BPPD yang dihadirkan JPU KPK tidak ada satupun yang menyatakan ada unsur paksaan, mereka menerima karena semua dikenakan pemotongan.

    Sementara itu, Penasehat Hukum terdakwa Siskawati Erlan Jaya Putra mengatakan dari keterangan ahli menunjukkan bahwa yang paling bersalah dalam kasus pemotongan insentif ASN BPPD yakni kepala badan.

    “Siskawati ini sebagai pegawai yang insentifnya juga dipotong, dan pegawai yang juga hanya menjalankan perintah oleh kepala badan. Disini sudah jelas bahwa tanggung jawab hukum ada pada Ari Suryono,” pungkasnya. (isa/kun)

  • KY Minta MA Bentuk Majelis Kehormatan Untuk Pemberhentian Hakim Damanik CS

    KY Minta MA Bentuk Majelis Kehormatan Untuk Pemberhentian Hakim Damanik CS

    Jakarta (beritajatim.com) – Pimpinan dan Anggota Komisi Yudisial (KY) memenuhi undangan rapat konsultasi dari Pimpinan DPR RI untuk membahas pengawasan terhadap vonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (26/8/2024) di Gedung Nusantara II DPR, Jakarta.

    Dalam rapat itu, KY mengungkapkan majelis hakim PN Surabaya perkara Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby yang menjatuhkan vonis bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur direkomendasikan sanksi berat berupa pemberhentian tetap dengan hakim pensiun.

    “Menjatuhkan sanksi berat kepada hakim terlapor berupa pemberhentian  tetap dengan hak pensiun dan mengusulkan para terlapor diajukan ke Majelis Kehormatan Hakim (MKH),” terang Anggota KY selalu Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Joko Sasmito.

    Menurut Joko, KY telah melakukan pemeriksaan terhadap hakim terlapor guna mendapatkan klarifikasi dan penjelasan terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) pada Senin (19/8/2024) di Pengadilan Tinggi Surabaya. Berdasarkan Rapat Pleno KY pada Senin (26/8/2024) memutuskan bahwa hakim terlapor terbukti melanggar KEPPH.

    Yaitu, adanya perbedaan fakta-fakta hukum dan pertimbangan hukum terkait unsur-unsur pasal dakwaan dan penyebab kematian korban DSA yang dibacakan di persidangan dengan fakta-fakta hukum yang tercantum dalam salinan putusan perkara Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby.

    “Para terlapor dalam sidang pembacaan putusan tidak pernah mempertimbangkan, menyinggung dan/atau memberikan penilaian tentang barang bukti berupa CCTV di area parkir basement Lenmarc Mall yang diajukan oleh Penuntut Umum, tetapi pertimbangan bukti berupa CCTV dimaksud muncul dalam pertimbangan hukum Terlapor,” tambah Joko.

    Temuan-temuan di atas telah disampaikan KY dalam rapat konsultasi yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman. Bahkan, Komisi III DPR RI menilai bahwa KY telah bekerja maksimal dalam menangani pelanggaran kode etik tersebut.

    Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata menambahkan bahwa KY segera akan mengirimkan surat kepada Ketua Mahkamah Agung (MA) perihal usul pembentukan majelis kehormatan hakim, yang ditembuskan kepada presiden, Ketua DPR RI, Ketua Komisi III DPR RI, dan para terlapor.

    “MKH merupakan forum pengambilan keputusan terhadap hakim yang diusulkan untuk dijatuhi hukuman berat berupa pemberhentian, baik atas usul KY maupun usul MA. Petikan putusannya akan disampaikan oleh KY kepada pihak pelapor. Sementara itu, putusan lengkapnya akan disampaikan kepada Ketua MA. Namun, saat ini masih dalam proses minutasi di KY,” jelas Mukti Fajar. [uci/kun]

  • Komisi Yudisial ‘Rekomendasikan’ Pemberhentian Tetap Majelis Hakim Sidang Ronald Tannur

    Komisi Yudisial ‘Rekomendasikan’ Pemberhentian Tetap Majelis Hakim Sidang Ronald Tannur

    Surabaya (beritajatim.com) – Kabar terbaru menyebutkan bahwa Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia (RI) merekomendasikan pemberhentian tetap untuk majelis hakim yang memimpin sidang kasus Ronald Tannur.

    Hakim-hakim tersebut adalah Erintuah Damanik (ketua majelis hakim), Mangapul (hakim anggota), dan Heru Hanindyo (hakim anggota).

    Informasi ini diketahui dari sebuah file yang beredar melalui WhatsApp terkait rapat konsultasi antara KY RI dengan Komisi III DPR RI. Dalam file tersebut, disebutkan bahwa KY telah melakukan pengumpulan bukti, analisis laporan, dan pemeriksaan terhadap saksi serta para terlapor.

    Menurut hasil investigasi KY, para hakim terlapor dianggap membacakan fakta-fakta hukum yang berbeda antara yang disampaikan di persidangan dengan yang tercantum dalam salinan putusan perkara Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby.

    Bahwa Para Terlapor telah membacakan pertimbangan hukum tentang penyebab kematian korban Dini Sera Afrianti yang berbeda dengan hasil visum et repertum dan keterangan Ahli dr. Renny Sumino, Sp.F.M., M.H. dari RSUD Dr. Soetomo yang disampaikan di persidangan serta berbeda juga dengan yang tercantum dalam salinan putusan.

    Diduga Hasil Rekomendasi KY Terhadap Terhadap Majelis Halim Yang Pimpin Sidang Ronald Tannur

    Perbedaan ini ditemukan baik dalam pertimbangan hukum terkait unsur-unsur pasal dakwaan maupun dalam penyebab kematian korban, Dini Sera Afrianti. Dalam persidangan, disebutkan penyebab kematian berbeda dengan hasil visum et repertum dan keterangan ahli dari RSUD Dr. Soetomo.

    Selain itu, KY juga menemukan bahwa para hakim tidak mempertimbangkan bukti berupa rekaman CCTV dari area parkir basement Lenmarc Mall yang diajukan oleh Penuntut Umum. Namun, bukti CCTV ini justru muncul dalam pertimbangan hukum para terlapor.

    Mengacu pada Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, KY menilai bahwa keputusan yang sah dan memiliki kekuatan hukum adalah keputusan yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

    Sayangnya, KY menemukan fakta bahwa beberapa pertimbangan hukum yang dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum justru tidak muncul dalam salinan putusan.

    Berdasarkan pelanggaran-pelanggaran tersebut, KY memutuskan bahwa tindakan para terlapor termasuk dalam kategori pelanggaran berat. Oleh karena itu, KY merekomendasikan sanksi berat berupa “Pemberhentian Tetap Dengan Hak Pensiun” dan mengusulkan agar para terlapor diajukan ke Majelis Kehormatan Hakim.

    Dizar Al Farizi, Ketua KY Jatim sekaligus koordinator penghubung KY Jatim, saat dikonfirmasi mengaku belum menerima hasil rekomendasi resmi dari KY. “Memang rekomendasi dari KY diputuskan hari ini, namun saya belum menerima hasil rekomendasi tersebut,” ujarnya pada Senin (26/8/2024).

    Sementara itu, Prof. Mukti, Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi sekaligus juru bicara KY, belum memberikan tanggapan terkait kabar ini saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp. [uci/ted]