kab/kota: Sumenep

  • Aliansi Peduli Neneng Duga Ada Fakta yang Ditutupi dalam Kasus KDRT di Sumenep

    Aliansi Peduli Neneng Duga Ada Fakta yang Ditutupi dalam Kasus KDRT di Sumenep

    Sumenep (beritajatim.com) – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan AR (28), warga Desa Jenangger Kecamatan Batang- Batang Kabupaten Sumenep, Madura terhadap NS (27), istrinya yang menyebabkan NS alias Neneng meninggal, mendapat perhatian serius Aliansi Peduli Neneng.

    Mereka mendesak Polres untuk mengusut tuntas kasus KDRT yang berakhir dengan kematian korban (Neneng: red). Aliansi Peduli Neneng melihat ada beberapa fakta yang ditutup-tutupi dalam kasus ini. Termasuk pengakuan AR yang membunuh istrinya karena tidak bersedia diajak berhubungan badan.

    “Keluarga korban menyangsikan pengakuan pelaku, mengingat pelaku ini sudah sering melakukan kekerasan sejak masih tunangan. Ketika sudah menikah, ada persoalan kecil saja, pelaku langsung memukuli korban,” kata koordinator Aliansi Peduli Neneng, Ahmad Hanafi di hadapan penyidik Polres Sumenep, Senin (15/10/2024).

    Ia juga menduga keluarga pelaku sengaja menutup-nutupi kejadian sebenarnya. Fakta itu jelas terbukti ketika orang tua korban tidak diberitahu secara langsung bahwa korban sudah meninggal.

    “Orang tua korban ini tahu kalau anaknya meninggal, justru dari tetangga pelaku, bukan dari keluarga pelaku. Ini kan aneh. Mangkanya polisi harus benar-benar mengungkap. Jangan ada yang ditutup-tutupi,” ujarnya.

    Karena itu, Aliansi Peduli Neneng menyampaikan beberapa tuntutan. Di antaranya, polisi harus mengusut tuntas kasus ini dengan transparan dan cepat. Kemudian pihak-pihak yang diduga terlibat diharapkan segera ditangkap.

    “Kami juga menuntut agar polisi mendalami motif pembunuhan, karena pengakuan pelaku diragukan. Kemudian berikan hukuman berat dan setimpal kepada pelaku, karena dengan alasan apa pun, membunuh itu sangat kejam,” tandas Hanafi.

    Sementara Kanit Pidum Ipda Sirat memastikan bahwa penyidikan kasus KDRT tersebut terus berjalan. Semua bukti serta fakta sudah terungkap dengan jelas.

    “Kami serius menangani kasus KDRT itu hingga tuntas. Terima kasih untuk dukungan dan masukan bagi penyidik,” ujarnya.

    Pada 5 Oktober 2024, NS meninggal setelah mengalami KDRT. NS disinyalir telah beberapa kali dianiaya oleh suaminya. Salah satunya terjadi pada 22 Juni 2024. Saat itu korban menghubungi orang tuanya, meminta agar menjemputnya karena dirinya dianiaya suaminya dengan cara dicekik.

    Orang tua korban pun langsung menjemput korban dan membawanya pulang ke Lenteng. Saat itu orang tua korban melihat kondisi anaknya lebam di bagian wajah dan ada bekas cekikan di bagian leher. Selain itu, korban juga mual-mual. Karena kondisi korban tidak kunjung membaik, akhirnya orang tua korban membawa korban ke RSUD dr. H. Moh. Anwar.

    Beberapa waktu setelah kejadian penganiayaan itu, korban kembali ke rumah suaminya, karena kondisi rumah tangganya mulai membaik. Setelah menikah, korban memang ikut suaminya, tinggal di rumah mertuanya di Batang-batang.

    Namun pada 4 Oktober 2024, korban kembali cek cok mulut dengan suaminya. Suami korban emosi dan kembali melakukan penganiayaan pada korban. Wajah korban dipukul dengan tangan kanan, hingga menyebabkan mata sebelah kanan korban mengalami memar.

    Selain itu, korban juga mengalami sesak nafas. Korban kemudian dibawa ke Puskesmas Batang-batang oleh pelaku. Setiba di Puskesmas, perawat langsung memasang oksigen pada korban. Setelah selesai memasang oksigen, perawat keluar ruangan. Saat itulah pelaku kemudian mendekati istrinya dan mengelus-elus dada istrinya yang mengeluhkan masih terasa sesak. Setelah itu, pelaku malah mencabut selang oksigen hingga korban makin sesak nafas dan meninggal. (tem/ian)

  • Koalisi Perempuan Indonesia Desak Polres Sumenep Gunakan Pasal Berlapis Jerat Pelaku

    Koalisi Perempuan Indonesia Desak Polres Sumenep Gunakan Pasal Berlapis Jerat Pelaku

    Sumenep (beritajatim.com) – Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Sumenep mendesak Polres untuk menggunakan pasal berlapis dalam menjerat hukuman pada pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menyebabkan korban meninggal dunia.

    “Penyidik Polres harusnya tidak cukup hanya menjerat pelaku dengan undang-undang KDRT. Pelaku sudah layak dijerat dengan pasal pembunuhan berencana,” kata Ketua KPI Sumenep, Nunung Fitriana, Jumat (11/10/2024).

    Ia menjelaskan, kasus KDRT oleh suami terhadap istri hingga menyebabkan istrinya meninggal, belakangan ini beberapa kali terjadi di Sumenep secara beruntun. Mulai peristiwa suami mencekik istri di Batuputih, kemudian suami menganiaya istri hingga tega mencopot selang oksigennya di Batang-batang, dan yang baru saja terjadi di Desa Gadding Manding, suami menebas istrinya dengan celurit.

    “Kalau undang-undang KDRT maksimal hukumannya 15 tahun penjara. Beda dengan KUH Pidana tentang pembunuhan, apalagi pembunuhan berencana. Ini supaya memberi efek jera pada pelaku,” ujarnya.

    Ia mengaku segera melakukan komunikasi dengan penyidik Polres terkait kasus tersebut. Ia berjanji akan mengawal penanganan kasus penganiayaan suami terhadap istri tersebut. Selain itu, ia juga akan mengunjungi keluarga korban KDRT untuk menggali lebih dalam, apa yang sebenarnya melatarbelakangi KDRT tersebut.

    “Kami akan mencari ‘second opinian’. Tidak hanya sekedar keterangan pelaku di hadapan penyidik Polres. Mungkin setelah 7 hari meninggalnya korban, baru kami akan mengunjungi keluarga korban. Karena kalau tradisi di Madura ini kan setelah 7 harinya baru bisa diajak bicara,” terang Nunung.

    Ia mengaku prihatin dengan kasus-kasus KDRT yang terjadi di Sumenep. Menurutnya, pernikahan yang tidak dipersiapkan dengan matang dari sisi mental, maka akan rawan mengalami ‘guncangan’ di tengah perjalanan.

    “Ini persoalan mental pasangan suami istri. Harus benar-benar dipersiapkan menjelang pernikahan agar bisa melewati persoalan-persoalan yang muncul di tengah perjalanan pernikahan,” tukasnya.

    Sementara Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti S mengaku pihaknya siap untuk menuntaskan pengungkapan kasus KDRT suami terhadap istri yang menyebabka sang istri meninggal dunia.

    Ketika ditanya kemungkinan menjerat pelaku dengan pasal pembunuhan berencana, Widiarti mengatakan, tim penyidik Polres Sumenep masih mendalami kasus itu.

    “Masih kami dalami dan kami kembangkan kemungkinan-kemungkinannya. Ditunggu saja hingga proses penyidikan ini selesai. Yang jelas, pasti akan kami tuntaskan proses hukum dalam kasus ini,” tandasnya. (tem/kun)

  • Suami di Sumenep yang Aniaya Istri dengan Celurit Terpengaruh Narkoba

    Suami di Sumenep yang Aniaya Istri dengan Celurit Terpengaruh Narkoba

    Sumenep (beritajatim.com) – EL (38) warga Desa Gadding, Kecamatan Manding, yang tega menganiaya istrinya berinisial SW (46) menggunakan celurit hingga meninggal, ternyata berada dalam pengaruh narkoba saat melakukan aksi sadisnya.

    “Waktu tersangka EL ini kami tangkap, langsung kami lakukan tes urine. Hasilnya positif,” kata Kapolres Sumenep, AKBP Henri Noveri Santoso, Kamis (10/10/2024).

    Ketika anggota melakukan penggeledahan di dalam rumah tersangka, ditemukan barang bukti berupa seperangkat alat hisap yang ada sisa sabunya. “Jadi saat kejadian penganiayaan terhadap istrinya, tersangka dipastikan masih dalam keadaan terpengaruh sabu,” ungkap Kapolres.

    Pada Rabu (09/10/2024), EL (38) menganiaya istrinya berinisial SW (46) menggunakan celurit. Kejadiannya di rumah tersangka di Desa Gadding, Manding.

    EL melakukan aksi sadisnya saat istrinya akan pergi dari rumah dan kembali ke rumah orang tuanya. Tersangka kemudian membujuk istrinya agar mengurungkan niatnya untuk pergi dari rumah. Namun permintaan itu ditolak. Korban mengaku sudah tidak kuat hidup bersama tersangka, karena sering cek cok.

    Mendengar penolakan istrinya, tersangka langsung tersulut emosi. Tangannya yang sedang memegang celurit langsung diayunkan ke tubuh istrinya. Istrinya sempat berusaha menangkis sabetan celurit itu dengan tangan kanan. Akibatnya, jari-jari tangannya putus.

    Tersangka seperti kalap. Ia terus membabi buta menyerang istrinya. Tidak hanya jari-jari tangannya yang putus. Punggung dan paha korban juga robek. Kemudian perut korban juga robek parah. Warga sekitar yang melihat kejadian itu tidak berani mendekat mengingat tersangka membawa senjata tajam.

    Korban langsung dilarikan ke RSUD dr H. Moh. Anwar untuk mendapatkan penanganan intensif. Namun karena luka korban terlalu parah, korban akhirnya meninggal di rumah sakit. Akibat perbuatannya, pelaku dijerat pasal 44 Ayat (3),(2),(1) UU RI nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. (tem/kun)

  • Sadis! Suami di Sumenep Tebas Istri dengan Celurit, Meninggal

    Sadis! Suami di Sumenep Tebas Istri dengan Celurit, Meninggal

    Sumenep (beritajatim.com) – Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) kembali terjadi di Sumenep. Seorang suami berinisial EL (38) warga Desa Gadding, Kecamatan Manding, tega menganiaya istrinya berinisial SW (46) menggunakan celurit. Akibatnya, korban luka parah dan akhirnya meninggal.

    “Kejadiannya di rumah tersangka di Desa Gadding, Manding. Korban meninggal di rumah sakit karena luka yang cukup parah akibat sabetan senjata tajam,” kata Kapolres Sumenep, AKBP Henri Noveri Santoso, Kamis (10/10/2024).

    Peristiwa tragis itu berawal ketika tersangka tengah mengasah celurit di rumah saudaranya, melihat istrinya akan keluar rumah. Ketika ditanya, istrinya mengatakan akan pulang ke rumah orang tuanya. Tersangka kemudian membujuk istrinya agar mengurungkan niatnya untuk pergi dari rumah. Namun permintaan itu ditolak. Korban mengaku sudah tidak kuat hidup bersama tersangka, karena sering cek cok.

    Mendengar penolakan istrinya, tersangka langsung tersulut emosi. Tangannya yang sedang memegang celurit langsung diayunkan ke tubuh istrinya. Istrinya sempat berusaha menangkis sabetan celurit itu dengan tangan kanan. Akibatnya, jari-jari tangannya putus.

    Tersangka seperti kalap. Ia terus membabi buta menyerang istrinya. Warga sekitar yang melihat kejadian itu tidak berani mendekat mengingat tersangka membawa senjata tajam.

    “Korban mengalami luka parah di sekujur tubuhnya. Tidak hanya jari-jari tangannya yang putus. Punggung dan paha korban juga robek. Kemudian perut korban juga robek parah,” ungkap Kapolres.

    Korban langsung dilarikan ke RSUD dr H. Moh. Anwar untuk mendapatkan penanganan intensif. Namun karena luka korban terlalu parah, korban akhirnya meninggal di rumah sakit.

    “Tersangka kemudian kami tangkap dan ditahan di Polres. Ada beberapa barang bukti yang kami amankan, diantaranya celurit yang digunakan untuk melukai korban. Kemudian baju dan kerudung korban ada bercak darah,” ujarnya.

    Akibat perbuatannya, pelaku dijerat pasal 44 Ayat (3),(2),(1) UU RI nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. (tem/but)

  • Penodong Sopir Ambulans: Saya Hanya Ingin Menjalankan Wasiat

    Penodong Sopir Ambulans: Saya Hanya Ingin Menjalankan Wasiat

    Sumenep (beritajatim.com) – TSN (37), warga Jl. Raya Gapura Desa Parsanga, Kecamatan Kota Sumenep melakukan penodongan dengan pistol pada sopir ambulans RSUD dr Soetomo Surabaya. Dia mengaku nekat melakukannya karena ingin menjalankan ‘wasiat’ kakaknya.

    “Sebelum meninggal, kakak saya itu berpesan apabila nanti dirinya meninggal, supaya dimakankan di rumah. Bukan di rumah suaminya,” kata tersangka TSN di hadapan awak media di Polres Sumenep, Kamis (10/10/2024).

    Menurutnya, dirinya sudah berusaha bicara baik-baik dan menyampaikan permintaan kakaknya untuk dimakamkan di rumah. Namun hingga beberapa kali bertemu, keluarga suami kakaknya keberatan dan menginginkan kakaknya dimakamkan di kampung halaman suaminya.

    “Karena sudah saya sampaikan baik-baik tapi tidak digubris, ya akhirnya saya nekat dengan cara itu supaya jenazah kakak saya bisa dimakamkan di rumah,” ujarnya sambil menunduk.

    Pada Selasa (08/10/2024), TSN melakukan penodongan pistol pada sopir ambulans RSUD dr Soetomo Surabaya yang tengah membawa jenazah Dewi Yuliastuti, kakak kandung tersangka.

    Penodongan itu terjadi di timur RSI Garam Kalianget di Desa Kalianget Barat. Tersangka TSN bersama 10 orang familinya mengendarai sepeda motor, menghadang ambulans tersebut.

    Sambil menggedor kaca ambulans dan menodongkan pistol, tersangka meminta agar ambulans yang membawa jenazah kakaknya dibawa ke rumah orang tuanya, bukan ke rumah suaminya. Karena sopir ambulans ketakutan, ia pun menjalankan ambulans ke arah yang ditunjuk tersangka.

    Dewi Yuliastuti, istri MI sempat dirawat di RSUD dr Soetomo Surabaya selama 5 hari, namun akhirnya meninggal. Jenazah kemudian dibawa ke Sumenep menggunakan ambulans. Rencananya, jenazah akan dimakamkan di kampung halaman suami almarhumah di Dusun Lisun, Kalianget.

    “Saya tidak punya maksud lain melakukan penodongan itu selain supaya jenazah kakak saya bisa dimakamkan di rumah, bukan di tempat suaminya,” tukasnya.

    Jenazah Dewi akhirnya dimakamkan di kampung halaman orang tuanya di Kalianget Timur. Namun setelah itu, MI suami korban melaporkan kejadian penodongan itu ke kepolisian.

    “Anggota kami langsung melakukan penangkapan terhadap tersangka penodongan sopir ambulans dan menahannya di Polres Sumenep,” ujar Kapolres Sumenep, AKBP Henri Noveri Santoso.

    Barang bukti yang diamankan berupa ‘Airsoft Gun’ merk ‘glock 22’ gen 4 Austria 40 warna hitam yang digunakan untuk menodong sopir ambulans. Akibat perbuatannya, pelaku dijerat dengan pasal 335 ayat (1) ke 1e KUH Pidana.

    Menurut pengakuan tersangka, ‘airsoft gun’ itu ia beli secara online di salah satu plattform e-commerce. (tem/but)

  • Rebutan Jenazah, Warga Sumenep Todongkan Pistol ke Sopir Ambulans

    Rebutan Jenazah, Warga Sumenep Todongkan Pistol ke Sopir Ambulans

    Sumenep (beritajatim.com) – TSN (37), warga Jl. Raya Gapura Desa Parsanga, Kecamatan Kota Sumenep melakukan penodongan dengan pistol pada sopir ambulans RSUD dr Soetomo Surabaya yang tengah membawa jenazah Dewi Yuliastuti, kakak kandung tersangka.

    “Penodongan itu terjadi di timur RSI Garam Kalianget di Desa Kalianget Barat. Tersangka TSN bersama 10 orang familinya mengendarai sepeda motor, menghadang ambulans tersebut,” kata Kapolres Sumenep, AKBP Henri Noveri Santoso, Kamis (10/10/2024).

    Sambil menggedor kaca ambulans dan menodongkan pistol, tersangka meminta agar ambulans yang membawa jenazah kakaknya dibawa ke rumah orang tuanya, bukan ke rumah suaminya.

    “Karena sopir ambulans ini ketakutan, maka ia pun menjalankan ambulans ke arah yang ditunjuk tersangka,” terang Kapolres.

    Dewi Yuliastuti, istri MI sempat dirawat di RSUD dr Soetomo Surabaya selama 4 hari, namun akhirnya meninggal. Jenazah kemudian dibawa ke Sumenep menggunakan ambulans. Rencananya, jenazah akan dimakamkan di kampung halaman suami almarhumah di Dusun Lisun, Kalianget.

    Saat itu di dalam mobil ambulans terdapat suami almarhumah yakni MI (54), warga Kalianget Timur Kecamatan Kalianget, anak almarhumah, mertua almarhumah, dan ipar almarhumah.

    Pistol yang ditodongkan pelaku ke sopir ambulans adalah jenis ‘air soft gun’. Semula pistol itu diselipkan di pinggang pelaku. Kemudian tersangka mendekati pintu depan sebelah kanan dan menggedor kaca ambulans menggunakan pistol.

    “Sambil menodongkan pistol, tersangka meminta agar ambulans berisi jenazah Dewi mengikutinya ke rumah orang tuanya,” ungkap Kapolres.

    Akhirnya jenazah Dewi pun dimakamkan di rumah orang tuanya seperti keinginan tersangka. Namun setelah kejadian, MI suami korban melaporkan kejadian itu ke kepolisian.

    “Anggota kami langsung melakukan penangkapan terhadap tersangka penodongan sopir ambulans dan menahannya di Polres Sumenep,” ujar Kapolres.

    Barang bukti yang diamankan berupa ‘Airsoft Gun’ merk ‘glock 22’ gen 4 Austria 40 warna hitam yang digunakan untuk menodong sopir ambulans. Akibat perbuatannya, pelaku dijerat dengan pasal 335 ayat (1) ke 1e KUH Pidana. (tem/but)

  • KPK Sita Mobil dan Barang Mewah dalam Penggeledahan Kasus Hibah Provinsi Jatim

    KPK Sita Mobil dan Barang Mewah dalam Penggeledahan Kasus Hibah Provinsi Jatim

    Jakarta (beritajatim.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengambil langkah tegas dalam penyidikan dugaan korupsi terkait Pengurusan Dana Hibah untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Timur.

    Penggeledahan yang dilakukan pada 10 rumah atau bangunan di beberapa wilayah Jawa Timur membuahkan hasil signifikan dengan penyitaan berbagai aset mewah, termasuk kendaraan dan barang berharga.

    Dalam penggeledahan yang berlangsung dari 30 September hingga 3 Oktober 2024, KPK menyita sejumlah barang mewah. Di antaranya, tujuh unit kendaraan yang terdiri dari Toyota Alphard, Mitsubishi Pajero, Honda CRV, Toyota Innova, Toyota Hillux, Toyota Avanza, dan satu unit kendaraan merk Isuzu. Selain itu, barang-barang berharga seperti jam tangan Rolex dan dua cincin berlian turut diamankan oleh penyidik KPK.

    Tessa Mahardika Sugiarto, Juru Bicara KPK, mengonfirmasi bahwa penggeledahan ini dilakukan di beberapa lokasi seperti Kota Surabaya, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sampang, dan Kabupaten Sumenep.

    Namun, hingga saat ini, KPK belum merinci identitas pemilik rumah atau bangunan yang digeledah, baik tersangka maupun saksi dalam kasus ini.

    Selain kendaraan dan barang mewah, KPK juga menyita uang tunai dalam mata uang asing dan rupiah dengan total nilai sekitar Rp1 miliar. Penyitaan lain meliputi barang bukti elektronik seperti handphone, hard disk, dan laptop, serta dokumen-dokumen penting seperti buku tabungan, sertifikat tanah, kuitansi, dan surat-surat kendaraan.

    KPK menyatakan bahwa penyidikan ini masih terus berkembang. Tessa memastikan KPK akan menindak tegas dan meminta pertanggungjawaban kepada pihak-pihak yang terlibat.

    Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 21 tersangka, terdiri dari 4 penerima yang sebagian besar merupakan penyelenggara negara, serta 17 tersangka pemberi, di antaranya 15 pihak swasta dan 2 penyelenggara negara.

    Kasus ini menyoroti betapa seriusnya korupsi dalam pengelolaan dana hibah di tingkat pemerintahan daerah, dan menjadi peringatan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam penyalahgunaan dana publik. [hen/ian]

  • Keluarga Korban Ragukan Motif KDRT Karena Tolak Hubungan Suami Istri

    Keluarga Korban Ragukan Motif KDRT Karena Tolak Hubungan Suami Istri

    Sumenep (beritajatim.com) – Pengakuan AR (28), warga Desa Jenangger Kecamatan Batang- Batang Kabupaten Sumenep, Madura, pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap NS (27), istrinya, karena istrinya selalu menolak diajak berhubungan badan, diragukan keluarga korban.

    “Tidak masuk akal kalau KDRT itu disebut karena keponakan saya ini tidak bersedia diajak berhubungan suami istri. Lha wong mereka itu sampai punya anak umur 8 bulan kok dibilang selalu menolak hubungan badan. Tidak logis alasan itu,” ujar Paman almarhumah NS, Babun, Rabu (09/10/2024).

    Ia mengaku keluarga besar korban, almarhumah NS, keberatan dengan informasi tersebut. Ia menilai itu hanya alibi pelaku di hadapan aparat kepolisian.

    “Pelaku, si suaminya ponakan saya ini memang sering main pukul sejak mereka masih tunangan. Tapi ponakan saya masih mau menerima dan melanjutkan pernikahan sampai punya anak,” ujar Babun.

    Saat ini yang bisa dilakukan keluarga korban hanya berharap agar pelaku mendapatkan hukuman berat atas penganiayaan yang menyebabkan korban meninggal.

    “Gara-gara suaminya, ponakan saya meninggal. Kami dari pihak keluarga meminta agar pelaku ini dihukum seberat-beratnya,” tandas Babun.

    NS disinyalir telah beberapa kali dianiaya oleh suaminya. Salah satunya terjadi pada 22 Juni 2024. Saat itu korban menghubungi orang tuanya, meminta agar menjemputnya karena dirinya dianiaya suaminya dengan cara dicekik.

    Orang tua korban pun langsung menjemput korban dan membawanya pulang ke Lenteng. Saat itu orang tua korban melihat kondisi anaknya lebam di bagian wajah dan ada bekas cekikan di bagian leher.

    “Selain itu, korban juga mual-mual. Karena kondisi korban tidak kunjung membaik. Akhirnya orang tua korban membawa korban ke RSUD dr. H. Moh. Anwar,” terang Widiarti.

    Beberapa waktu setelah kejadian penganiayaan itu, korban kembali ke rumah suaminya, karena kondisi rumah tangganya mulai membaik. Setelah menikah, korban memang ikut suaminya, tinggal di rumah mertuanya di Batang Batang.

    Namun pada 4 Oktober 2024, korban kembali cek cok mulut dengan suaminya. Suami korban emosi dan kembali melakukan penganiayaan pada korban. Wajah korban dipukul dengan tangan kanan, hingga menyebabkan mata sebelah kanan korban mengalami memar.

    Selain itu, korban juga mengalami sesak nafas. Korban kemudian dibawa ke Puskesmas Batang Batang oleh pelaku. Setiba di Puskesmas, perawat langsung memasang oksigen pada korban. Setelah selesai memasang oksigen, perawat keluar ruangan.

    Saat itulah pelaku kemudian mendekati istrinya dan mengelus-elus dada istrinya yang mengeluhkan masih terasa sesak. Setelah itu, pelaku malah mencabut selang oksigen hingga korban makin sesak nafas dan meninggal. (tem/ian)

  • Kronologis Suami Kejam Aniaya Istri Hingga Meninggal di Sumenep

    Kronologis Suami Kejam Aniaya Istri Hingga Meninggal di Sumenep

    Sumenep (beritajatim.com) – Tindakan AR (28), warga Desa Jenangger, Kecamatan Batang- Batang, Kabupaten Sumenep, sungguh kejam.  Pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap NS (27), tega mencabut selang oksigen istrinya saat dirawat di Puskemas Batang-batang.

    Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti S menceritakan kronologis kejadian tragis itu. Korban setelah dianiaya suaminya, mengeluhkan dadanya sakit. Kemudian oleh suaminya dibawa ke Puskesmas Batang-batang.

    Sesampai di Puskesmas Batang-batang, perawat langsung memberikan pertolongan dengan memasang oksigen, karena korban mengeluh sesak nafas. Setelah oksigen terpasang, perawat pun keluar ruangan.

    “Nah, setelah perawat keluar ruangan, pelaku mendekati istrinya dan mengelus-elus dadanya karena mengeluh sesak. Tapi ternyata pelaku sambil mengelus dada istrinya, dia mencabut selang oksigen,” ungkap Widiarti, Rabu (9/10/2024).

    Akibatnya, sang istri pun sesak nafas dan akhirnya meninggal. Informasi masyarakat, pelaku sempat mengikat tangan korban agar tidak melakukan perlawanan.

    “Tersangka melakukan aksi mencabut selang oksigen itu dengan sadar, saat oksigen baru selesai dipasang oleh perawat,” ujar Widiarti.

    NS disinyalir telah beberapa kali dianiaya oleh suaminya. Salah satunya terjadi pada 22 Juni 2024. Saat itu korban menghubungi orang tuanya, meminta agar menjemputnya karena dirinya dianiaya suaminya dengan cara dicekik.

    Orang tua korban pun langsung menjemput korban dan membawanya pulang ke Lenteng. Saat itu orang tua korban melihat kondisi anaknya lebam di bagian wajah dan ada bekas cekikan di bagian leher.

    “Selain itu, korban juga mual-mual. Karena kondisi korban tidak kunjung membaik, akhirnya orang tua korban membawa korban ke RSUD dr. H. Moh. Anwar,” terang Widiarti.

    Beberapa waktu setelah kejadian penganiayaan itu, korban kembali ke rumah suaminya, karena kondisi rumah tangganya mulai membaik. Setelah menikah, korban memang ikut suaminya, tinggal di rumah mertuanya di Batang-batang.

    Namun pada 4 Oktober 2024, korban kembali cek cok mulut dengan suaminya. Suami korban emosi dan kembali melakukan penganiayaan pada korban. Wajah korban dipukul dengan tangan kanan, hingga menyebabkan mata sebelah kanan korban mengalami memar.

    Di hadapan penyidik, pelaku mengakui bahwa dia telah menganiaya istrinya. Dia mengaku jengkel pada istrinya, karena selalu menolak saat diajak berhubungan badan. Namun keluarga korban membantah keterangan tersangka.

    Akibat perbuatannya tersangka dijerat dengan pasal 44 Ayat (2), (3),(4) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang KDRT dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. [tem/beq]

  • Suami Kejam dari Sumenep, Cabut Selang Oksigen Istri Hingga Meninggal

    Suami Kejam dari Sumenep, Cabut Selang Oksigen Istri Hingga Meninggal

    Sumenep (beritajatim.com) – Ulah AR (28), warga Desa Jenangger Kecamatan Batang Batang Kabupaten Sumenep, Madura terhadap istrinya, NS (27), warga Desa Lenteng Timur, Kecamatan Lenteng, benar-benar kejam.

    Seolah tak puas menganiaya fisik istrinya, pria ini dengan sengaja mencabut selang oksigen istrinya saat dirawat di Puskesmas Batang-batang. Padahal Istrinya dirawat di Puskesmas Batang-batang akibat luka setelah dipukul pelaku.

    “Kejadiannya saat perawat keluar dari ruangan tempat istrinya rawat inap, tersangka tiba-tiba masuk dan mencabut selang oksigen istrinya. Tangan istrinya juga diikat agar tidak bisa melawan. Akhirnya istrinya ini sesak nafas dan meninggal,” ungkap Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti S, Selasa (08/10/2024).

    NS menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Ia meninggal di tangan AR, suaminya sendiri. NS disinyalir beberapa kali dianiaya oleh suaminya.

    Salah satunya terjadi pada 22 Juni 2024. Saat itu korban menghubungi orang tuanya, meminta agar menjemputnya karena dirinya dianiaya suaminya dengan cara dicekik.

    Orang tua korban pun langsung menjemput korban dan membawanya pulang ke Lenteng. Saat itu orang tua korban melihat kondisi anaknya lebam di bagian wajah dan ada bekas cekikan di bagian leher.

    “Selain itu, korban juga mual-mual. Karena kondisi korban tidak kunjung membaik, akhirnya orang tua korban membawa korban ke RSUD dr. H. Moh. Anwar,” terang Widiarti.

    Tiga bulan setelah kejadian penganiayaan itu, korban kembali ke rumah suaminya, karena kondisi rumah tangganya mulai membaik. Setelah menikah, korban memang ikut suaminya, tinggal di rumah mertuanya di Batang-batang.

    Namun pada 4 Oktober 2024, korban kembali cek cok mulut dengan suaminya. Suami korban emosi dan kembali melakukan penganiayaan pada korban. Wajah korban dipukul dengan tangan kanan, hingga menyebabkan mata sebelah kanan korban mengalami memar.

    “Setelah penganiayaan itu, kondisi korban memburuk dan dibawa ke Puskesmas Batang-batang. Hanya bertahan sehari, keesokan harinya, korban meninggal dunia,” ujar Widiarti

    Di hadapan penyidik, pelaku mengakui bahwa dia telah menganiaya istrinya. Dia mengaku jengkel pada istrinya, karena selalu menolak saat diajak berhubungan badan.

    Akibat perbuatannya tersangka dijerat dengan pasal 44 Ayat (3),(2),(4) UU RI nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. (tem/but)